Dampak Nepotisme Kepala Desa terhadap Pembentukan Struktur Pemerintahan

Pelayanan publik yang dilaksanakan oleh birokrasi pemerintah seharusnya digerakkan oleh visi dan misi pelayanan. Namun, pada kenyataan, pelayanan publik digerakkan oleh peraturan dan anggaran. Kinerja pelayanan publik yang buruk tersebut juga disebabkan oleh peraturan yang tidak disosialisasikan kepada pengguna jasa secara jelas dan transparan yang pada akhirnya menimbulkan berbagai penyelewengan peraturan oleh aparat pelayanan. Penyelewengan peraturan tersebut tidak hanya menguntungkan aparat pelayanan itu, tetapi juga pengguna jasa yang dapat memperoleh pelayanan lebih cepat. Pelayanan publik harus bersifat terbuka dan dikelola menurut sudut pandang masyarakat pengguna jasa sehingga menyiratkan hubungan yang dekat antara masyarakat pengguna jasa dan petugas pelayanan.

B. Dampak Nepotisme Kepala Desa terhadap Pembentukan Struktur Pemerintahan

Nepotisme berasal dari istilah bahasa Inggris “Nepotism” yang secara umum mengandung pengertian “mendahulukan atau memprioritaskan keluarganyakelompokgolongan untuk diangkat dan atau diberikan jalan menjadi pejabat negara atau sejenisnya. Dengan demikian nepotisme merupakan suatu perbuatantindakan atau pengambilan keputusan secara subjektif dengan terlebih dahulu mengangkat atau memberikan jalan dalam bentuk apapun bagi keluargakelompokgolongannya untuk suatu kedudukan atau jabatan tertentu. Nepotismeberarti lebih memilih saudara atau teman akrab berdasarkan hubungannya bukan berdasarkan kemampuannya. Universitas Sumatera Utara Dengan berdasarkan kepada pengertian nepotisme diatas yang memfokuskan arti adanya suatu sistem yang sedang berjalan tidak sesuai dengan peraturan yang ada yang secara otomatis melanggar aturan-aturan disetiap pelaksanaannya. Hal ini terjadi didalam struktur pemerintahan Desa Purba Sinombah, Kecamatan Silimakuta. Dalam pemilihan aparatur desa, Kepala desa tidak melihat kemampuan ataupun prestasi individu tersebut untuk dapat menduduki pemerintahan, melainkan adanya kerabat yang juga menduduki pemerintahan tersebut sebelumnya, maka keadaan ini dianggap menjadi jalan pintas untuk memperoleh kekuasaan ataupun kedudukan di lembaga pemerintahan Desa Purba Sinombah, Kecamatan Silimakuta seperti pernyataan Tokoh Adat Hotman Sihombing berikut. “Di desa ini seolah sudah biasa dengan hal seperti itu, dimana menyerahkan wewenang kepada Kepala Desa untuk dapat memilih langsung aparatur desa. Hal tersebut bukan menjadi masalah bagi kami penduduk setempat disni. Hal tersebut sudah menjadi kesepakatan antara masyarakat dengan kepala desa. Masyarakat sudah sepakat memberikan kewenangan kepada kepala desa dengan alasan bahwa kepala desa lebih paham orang-orang yang akan dijadikan aparatur desa yang membantu beliau dalam mengurus desa.” Kepala desa yang sedang menjabat memiliki kewenangan untuk mengangkat siapapun dari anggota masyarakat yang dianggapnya memiliki ikatan kekeluargaan ataupun kekerabatan untuk duduk dipemerintahan, padahal sebenarnya orang tersebut tidak memiliki kemampuan dan menutup peluang bagi individu lain untuk berpartisipasi pada roda pemerintahan Desa Purba Sinombah. Universitas Sumatera Utara Hal ini juga didukung dengan kuatnya rasa persaudaraan yang terjalin antara kepala desa dengan perangkat-perangkat desa. Apabila keadaan ini dihubungkan dengan sistem yang dianut oleh Negara Indonesia, yaitu demokrasi, maka sistem yang sedang berjalan di Desa Purba Sinombah Kecamatan Silimakuta sudah menyalahi tata cara dalam menjalankan roda pemerintahan yang dianut didalam demokrasi. Masyarakat memiliki hak untuk menilai setiap kinerja dari seorang kepala desa, serta masyarakat berhak untuk memberikan kritikan maupun hak untuk melakukan suatu gerakan perlawanan terhadap sistem yang sedang berlangsung, terutama dalam system pemerintahan yang dijalankan dengan cara nepotisme seperti yang terjadi di Desa Purba Sinombah Kecamatan Silimakuta. Akan tetapi, tidak selamanya cara nepotisme selalu berdampak negatif terhadap rakyat yang dipimpin walaupun ini sudah menyalahi prinsip demokrasi. Sama halnya seperti suatu kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, dimana kebijakan tersebut pasti memiliki pandangan negatif dan pandangan positif dari masyarakat atas kebijakan yang dikeluarkan tersebut. Gerakan netralitas birokrasi adalah upaya sinergi saling dukung yang dilakukan oleh beberapa pihak dalam Negara dan masyarakat yang menginginkan terbentuknya suatu keadaan politik yang lebih adil dan demokratis, dikaitkan dengan konteks posisi birokrasi. Persyaratan yang diajukan mereka adalah birokrasi tidak boleh partisan memihak kepentingan aktor politik jangka pendek dalam pertarungan mendapatkan jabatan. Universitas Sumatera Utara Di beberapa Negara berkembang seperti Indonesia, rasa setia dan ikatan yang kuat adalah pada suku dan keluarga. Peran dan kedudukan seseorang digariskan oleh keluarga, dan keluargalah yang melindungi dan memberi rasa aman pada anggota-anggotanya. Hal ini terlihat jelas pada masyarakat yang terpencil dan hidup menyendiri, yang makin jarang ditemui dewasa ini. Di luar keluarga sebagai titik pusat ini, rasa ikatan rakyat kepada suku dan keluarga secara berangsur-angsur mulai menipis digantikan kepada ikatan kepada kepala Negara dan bangsa. Namun nepotisme yang terjadi pada pembentukan struktur desa di Desa Purba Sinombah ini dikarenakan masyarakat yang tidak terlalu antusias untuk menjadi bagian dari pemerintahan desa seperti kepala desa ataupun perangkat desa. Sehingga kepala desa pun bertindak sendiri untuk memilih perangkat desa yang lain. Karena adanya kesempatann tersebut makan kepala desa otomatis memilih orang-orang yang sudah dikenal denag baik bahkan memiliki ikatan hubungan kekeluargaan. Hal ini bertujuan untuk mempermudah berjalannya pemerintahan desa tersebut. Hal ini ditandai dengan berjalannya komunikasi yang baik antar perangkat desa dan kepala desa dengan perangkat desa. Hal ini ditegas kan dari penuturan Tokoh Adat Hotma Sihombing yang mengatakan : “Tidak ada kandidat yang mau menggantikankepala desa yang sedang menjabat ini. Kami merasa nyaman dengan kepemimpinan dan masa pemerintahan beliau. Namun samapai saat ini belum ada kedengaran siapa yang akan mencalonkan diri sebagai kepala desa berikutnya. Kepala desa yang sedang menjabat ini sudah 2 periode yaitu 2003-2009 dan 2009-1015 nanti. Banyak juga masyarakat yang menyarankan agar beliau melanjutkan pemerintahan desa selama satu periode lagi. Namun kepala desa Universitas Sumatera Utara mengatakan bahwa beliau juga menginginkan suasana baru dengan kepala desa baru. Harapannya semoga ada masyarakat yang mau member dan mengabdikan diri menjadi kepala desa selanjutnya. Semoga siapapun yang menjadi kepala desa yang baru nanti, desa ini bisa semakin baik.” Nepotisme tidak selamanya bermakna negatif. Nepotisme dapat dimaknai dari out comes ataupun hasil dari nepotisme tersebut. Seperti di desa Purba Sinombah, dalam kajian saya nepotisme di desa ini bernuansa positif karena masyarakat sendiri merasa tidak keberatan adanya nepotisme. Masyarakat merasa tidak ditugikan oleh perbuatan nepotisme tadi. Masyarakat merasa bahwa nepotisme di desa Purba Sinombah tersebut memiliki dampak positif karena kebijakan-kebijakan pemimpin desa ataupun struktur desa dinilai baik bagi keutuhan dan keamanan desa. Hal ini ditegaskan dari penuturan Hotria Sinaga yang mengatakan : “Dalam pemilihan Kepala Desa yang berlangsung di desa kami berjalan demokratis sebab pemilihan dilakukan berdasarkan suara terbanyak. Kepala Desa kami sekarang, Bapak Makmur Saragih memang sudah dua periode. Kami memilih beliau karena kami senang dengan kepemimipinannya. Walaupun kantor kepala desa tidak ada tetap kami bisa dengan mudah mengurus surat-surat langsung ke rumahnya. Untuk pemilihan perangkat desa kami masyarakat tidak keberatan jika beliau memilih banyak saudaranya untuk membantu tugasnya sebab pada awalnya beliau meminta kami untuk melakukan pemiihan untuk perangkat desa yang lain tapi kami masyarakat yang menyerahkan wewenang tersebut kepada kepala desa agar perangkat desa yang lain dipilih sendiri oleh beliau.” Satu hal yang kami petik adalah walaupun perangkat desa memiliki ikatan persaudaraan antara yang satu dengan yang lainnya kepentingan masyarakat tidak Universitas Sumatera Utara pernah diabaikan dan masyarakat sampai saat ini tidak terganggu dengan pemerintahan yang sedang berlangsung saat ini. Terdapat beberapa kebijakan yang telah berlangung selama kepemimpinan Kepala Desa Makmur Saragih antara lain : 1. Kebijakan Pembagian Raskin Masyarakat merasa pembagian raskin di desa Purba Sinombah ini sangatlah adil. Pembagian Raskin di desa tersesebut sangan merata karena seluruh masyarakat mendapatkan bagian yang sama. Tidak ada pembedaan dalam pembagian raskin. Jika di daerah atau desa lain pembagian raskin hanya dibagikan kepada masyarakat yang memiliki kartu tanda penerima rakin, maka berbeda dengan yang terjadi desa ini. Semua masyarakat baik yang mampu maupun tidak mampu tetap menerima bantuan pemerintah ini. Mereka beranggapan bahwa semua masyarakat di desa ini sama-sama membutuhkan beras raskin tersebut. Seperti penuturan Tokoh Pendidikan Kardiaman Saragih yang mengatakan : “Pembagian raskin di Desa Purba Sinombah berjalan baik tanpa ada pembedaan-bedaan ataupun nepotisme. Beras yang datang dari pemerintah dibagikan kepada setiap warga tanpa terkecuali. Hal ini dilakukan agar semua masyarakat dapat menerima bantuan beras tersebut secara merata dan nyata. Karena kalo berbicara tentang butuh atau tidak butuh, semua masyarakat pasti merasa butuh. Banyak juga masyarakat dari luar daerah merantau ke desa ini. Jadi kami hanya ingin mereka juga merasa nyaman untuk tinggal di daerah ini dan merasa seperti di kampung sendiri. Bagaimanapun masyarakat desa ini juga banyak yang merantau kedaerah lain, harapannya semoga mendapat pelayanan yang baik juga didaerah lain. Memang jumlah beras raskin yang dibagikan menjadi lebih sedikit, namun hal itu jauh lebih baik sehingga tidak ada masyarakat yang merasa dirugikan atau pun diambil haknya. Dalam pembagian raskin pun berjalan dengan tertib dan tidak ada Universitas Sumatera Utara rebut-rebutan. Maka dari itu masyarakat asli maupun pendatang sama hak nya didesa ini, tanpa pengecualian.” Dari wawancara dengan masyarakat jelas tampak bahwa Kepala Desa cukup bijak dalam membagikan hak rakyat. Rakyat juga merasa bahwa pembagian merata tersebut cukup adil bagi mereka. Bahkan mereka merasa bahwa kebijakan kepala desa ini agar tetap dijalankan karena mereka merasa sudah sangat cocok diterapkan. 2. Kebijakan Penanganan Konflik Indonesia merupakan Negara dengan kondisi masyarakat yang sangat heterogen dengan kurang lebih dari 300 suku bangsa etnik. Heterogenitas masyarakat yang sangat besar ini memiliki sitem nilai dan norma budaya masing- masing. Keunikan kebudayaan, yang kebudayaannya itu biasanya menjadi acuan berpikir dan pegangan bertindak, sangat berpengaruh pada sikap hidup dan pola perilaku dalam masyarakat. Kebudayaan memiliki arti yang sangat luas dan pemaknaannya sangat beragam, serta merupakan sistem simbol yang dipakai manusia untuk memaknai kehidupan. Sistem simbol berisi orientasi nilai, sudut pandangan tentang dunia, maupun sistem pengetahuan dan pengalaman kehidupan. Sistem simbol terekam dalam pikiran yang dapat diaktualisasikan ke dalam bahasa tutur, tulisan, lukisan, sikap, gerak, dan tingkah laku manusia. Pemahaman kebudayaan yang sangat beragam tersebut terjadi karena adanya varian budaya yang disebut dengan kebudayaan lokal. Kebudayaan lokal lebih merupakan suatu tata nilai yang secara eksklusif dimiliki oleh masyarakat Universitas Sumatera Utara etnik tertentu, bahkan sampai pada tingkat subetnik. Adanya variasi dan keanekaragaman budaya akan mewarnai variasi pola perilaku masyarakat setempat kebudayaan tersebut berlaku. Dalam konteks tersebut, perilaku individu dalam organisasi juga tidak dapat dilepaskan dari pengaruh varian lokalitas budaya yang berkembang, birokrasi, sebagaimana organisasi lainnya yang tidak dapat lepas dari pengaruh lingkungan budaya, dalam aktivitasnya juga terlibat secara intensif melalui pola-pola interaksi yang terbentuk didalamnya dengan sistem nilai dan budaya lokal. Budaya birokrasi yang berkembang disuatu daerah tertentu, misalnya, tidak dapat dilepaskan dari pola budaya lingkungan sosial yang melingkupinya. Keberagaman pola pikir dalam berbudaya tidak jarang dapat menimbulkan pergesekan yang berujung pada konflik. Di Desa Purba Sinombah penanganan konflik merupakan salah satu bentuk kebijakan yang dilakukan oleh kepala desa. Penangan konflik dilakukan secara adat ataupun budaya setempat. Kebijakan penanganan konflik di musyawarahkan bersama dengan perangkat desa lainnya dan warga ketiga dusun sehingga masyarakat mengetahui apa yang menjadi konsekuensi. Perangkat desa dan kepala desa mengadakan pertemuan dengan masyarakat untuk membahas apa yang menjadi konsekuensinya jika ada warga yang berkonflik dengan warga lain. Desa Purba Sinombah yang merupakan desa agraris ini juga cenderung mengembangkan budaya harmoni sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam masyarakat yang masih berbasis pada kultur agraris tersebut, sentimen komunal lebih menojol dalam komitmen untuk selalu Universitas Sumatera Utara menghindari konflik. Konflik harus dijauhkan dari kehidupan masyarakat karena dapat menggangu harmoni sosial. Pola sikap dan perilaku birokrasi dan masyarakat sampai saat ini terlihat masih terpengaruh pada budaya tersebut. Telah ditetapkan bersama bahwa jika ada masyarakat yang ketahun berkonflik dengan yang lain maka akan diberikan teguran oleh kepala desa. Dan jika konflik tetap tak diselesaikan oleh kedua pihak, maka kedua belah pihak harus mampu memberi makan satu kampung. Hal ini dinilai dengan memberikan 350 kg daging dan 200 kg beras kepada masyarakat setempat. Melihat konsekuensi yang akan ditanggung tersebut, masyarakat akan berusaha meredam konflik karena masyarakat juga merasa bahwa untuk konsekuensi itu memerlukan biaya besar. Masyarakat akan takut berkonflik dengan pihak lain sehingga semua konflik dapat diredam. Peraturan desa tersebut masih berlaku sampai saat ini, dan sejauh ini belum ada warga yang berkonflik seperti pernyataan Tokoh Adat Hotman Sihombing berikut: “Sejauh ini belum ada masyarakat yang berkonflik dengan masyarakat lain baik masyarakat diluar Desa Purba Sinombah. maupun antar sesama masyarakat Desa Purba Sinombah. Dapat dikatakan masyarakat takut berkonflik, karena masyarakat sudah mengetahui konsekuensi yang akan ditanggung jika mereka menciptakan kegaduhan atau konflik antar sesama warga disini. Masyarakat sadar seberapa besar kerugian yang akan mereka tanggung jika mereka mencoba berkonflik. Kebijakan ini dibuat secara bersama-sama dengan musyawarah. Jadi, ini bukan keputusan saya sepihak atau perangkat desa saja. Namun sudah menjadi hasil musyawarah dengan warga sehingga semua sudah mengetahui konsekuensinya. Dan sejauh ini belum ada masyarakat yang berkonflik. Mungkin masyarakat akan berusaha meredam konflik dikarenakan konsekuensinya yang begitu besar.” Universitas Sumatera Utara Selain itu, Desa Purba Sinombah yang merupakan desa agraris ini juga memang cenderung mengembangkan budaya harmoni sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam masyarakat yang masih berbasis pada kultur agraris tersebut, sentimen komunal lebih menojol dalam komitmen untuk selalu menghindari konflik. Konflik harus dijauhkan dari kehidupan masyarakat karena dapat menggangu harmoni sosial. Pola sikap dan perilaku birokrasi dan masyarakat sampai saat ini terlihat masih terpengaruh pada budaya tersebut. 3. Administrasi dan Kesekretariatan Etika birokrasi digambarkan sebagai suatu panduan norma bagi aparat birokrasi dalam menjalakan tugas pelayanan kepada masyarakat. Etika birokrasi harus menempatkan kepentingan publik di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan organisasinya. Etika birokrasi harus diarahkan pada pilihan-pilihan kebijakan yang benar-benar mengutamakan kepentingan masyarakat luas. Etika dalam penyelenggaraan pelayanan publik dapat dilihat dari sudut apakah seorang aparat birokrasi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat merasa mempunyai komitmen untuk menghargai hak-hak dari konsumen untuk mendapatkan pelayanan secara tranparan, efisien, dan adanya jaminan kepastian pelayanan. Perilaku aparat birokrasi yang memiliki etika dapat tercermin pada sikap sopan dan keramahan dalam menghadapi masyarakat pengguna jasa. Etika juga mengandung unsur moral, sedangkan moral tersebut memiliki ciri rasional, objektif, tanpa pamrih dan netral. Aparat birokrasi dalam memberikan pelayanan Universitas Sumatera Utara kepada publik sudah sepantasnya untuk tidak melakukan berbagai bentuk tindakan diskriminatif yang merugikan pengguna jasa yang lain. Di dalam penyelenggaraan pelayanan publik, terdapat dua pihak yang berhadapan dan saling berbeda kepentingan. Pihak aparat birokrasi sebagai pemberi layanan yang berhadapan dengan masyarakat sebagai pengguna jasa layanan, antara keduanya, sering kali terdapat perbedaan kepentingan yang mencolok. Aparat birokrasi pada dasarnya adalah seorang abdi, bukannya seorang tuan. Persepsi tersebut selama ini tidak pernah ditanamkan secara sistematis kepada aparat birokrasi. Hal tersebut membawa konsekuensi pada masih munculnya sikap arogansi birokrasi, seperti merasa sebagai pihak yang paling dibutuhkan oleh orang banyak, atau bersikap seenaknya kepada masyarakat. Sikap yang ditunjukkan oleh sebagian besar aparat birokrasi tersebut membuat masyarakat merasa tidak memperoleh pelayanan seperti yang diharapkan, bahkan masyarakat seringkali merasa disepelekan dan tidak diorangkan oleh birokrasi. Adanya perbedaan sikap pelayanan secara normatif dengan sikap pelayanan secara faktual yang dilakukan oleh aparat birokrasi terungkap dari banyaknya keluhan yang dirasakan oleh masyarakat pengguna jasa pada saat menerima pelayanan. Pengamatan yang dilakukan di lapangan menunjukkan bahwa ada kecenderungan adanya dikriminasi yang sangat mencolok dalam memberikan pelayanan. Realitas pelayanan menunjukkan bahwa aparat birokrasi dalam kenyataannya melakukan pembedaan pelayanan terhadap masyarakat pengguna jasa. Pembedaan pelayanan terhadap masyarakat penggunajasa. Universitas Sumatera Utara Pembedaan pelayanan tersebut didasarkan atas beberapa hal, antara lain, karena faktor tinggi rendahnya status sosial ekonomi, kedekatan hubungan sosial dengan aparat, penampilan fisik pengguna jasa, etnik, afiliasi politik, afiliasi sosial kemasyarakatan, dan tingkat intelektualitas masyarakat. Dalam hal administrasi dan kesekretariatan yang berlangsung di desa Purba Sinombah tidak berlangsung secara formal sebab hal ini dipengaruhi oleh kantor kepala desa yang belum tersedia sampai saat ini. Pengurusan surat- menyurat dilakukan di rumah kepala desa yang menjadi kantor kesekretariatan sementara. Masyarakat yang mempunyai kepentingan untuk mengurus surat langsung mendatangi rumah kepala desa tanpa ada batasan tempat maupun waktu.Seperti hasil wawancara dengan Panly Saragih yang mengatakan: “Pengurusan surat-menyurat di desa kami tidak pernah memakan waktu yang cukup lama sebab kepala desa tidak terlalu sulit untuk ditemui. Bahkan jika ada masyarakat yang bertemu dijalan juga masyarakat bisa berkomunikasi secara langsung tanpa sungkan. Karena Kepala Desa juga mungkin maklum karena kami masyarakat sibuk ke ladang karena bertanilah mata pencaharian utama di desa ini. Jadi pengurusan surat-surat pun tidak berbelit- belit.” Administrasi dan kesekretariatan yang berlangsung di desa Purba Sinombah berjalan cukup baik dan tidak menyulitkan masyarakat. Tidak tersedianya kantor kepala desa bukan menjadi hambatan untuk menjalankan sistem pemerintahan ang ada di desa tersebut sehingga segala urusan tentang desa dapat berjalan dengan baik sampai saat ini. Universitas Sumatera Utara

C. Pola Pelayanan Publik Kepala Desa di Desa Purba Sinombah