METODE KESIMPULAN METODE Laporan Teknis 2013 P2ET LIPI

5

2.2 Sasaran

Sasaran yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah terwujudnya modul Direct Digital Synthesizer pada akhir tahun pertama penelitian dan modul Analog to Digital Converter pada akhir tahun kedua penelitian.

3. METODE

Metodologi yang juga mencakup tahapan, sasaran dan luaran dari kegiatan ini dapat dilihat pada table 1. 6 Tabel 1. NO. TAHAPAN SASARAN LUARAN METODOLOGI 1 Perencanaan dan realisasi Disain dan realisasi modul DDS • Disain skematik rangkaian DDS • Spesifikasi teknis yang diharapkan • Data komponen yang akan digunakan beserta rangkaain yang diperlukan sistem • Modul perangkat keras DDS • Survey dan studi lapangan: dari metoda ini diharapkan terkumpul data ‐data yang berkaitan dengan komponen‐komponen yang dibutuhkan, serta aspek ‐aspek teknis pembuatan Direct Digital Synthesizer DDS. • Perancangan spesifikasi: akan dirancang spesifikasi yang diseusuaikan dengan data‐data hasil survey • Perancangan prototipe: akan dirancang Direct Digital Synthesizer DDS berdasarkan spesifikasi yang telah ditentukan serta disain rangkaian dalam papan PCB. • Realisasi peralatan pada papan PCB dan pemasangan komponen. 2 Pengukuran dan perbaikan Prototype DDS sesuai spesifikasi teknis yang diinginkan Prototype DDS • Pengukuran besaran kelistrikan • Perbaikan disain jika diperlukan 3 Dokumentasi kegiatan • Laporan teknis kegiatan • Publikasi • Laporan akhir • Makalah ilmiah pada jurnal nasional. 7

4. RENCANA CAPAIAN, HASIL, DAN PEMBAHASAN

4.1 Rencana

Capaian Tabel 2. B U L A N No Kegiatan Penanggung Jawab 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1. Study literatur PU, P Melipiti : 1. Studi terkait disain rangkaian DDS. 2. Studi terkait pembuatan PCB multilayer 3. Studi terkait komponen pendukung DDS 4. Studi terkait pengukuran DDS 2. Survey komponen dan pengadaan bahan dan alat P dan Adm proyek Melipiti : 1. Survey komponen penunjang DDS di dalam dan luar negeri. 2. Survey pembuatan PCB multilayer di dalam dan luar negeri. 3. Perencanaan dan Pembuatan alat PU, P, PP Meliputi : 1. Disain skematik rangkaian DDS 2. Disain rangkaian pada papan PCB multilayer 3. Pabrikasi rangkaian DDS pada papan PCB 4. Pemasangan komponen pada papan PCB 5. Disain dan realisasi perangkat lunak DDS 4. Pengujian PU, PP Meliputi : 1. Pengukuran kinerja 8 B U L A N No Kegiatan Penanggung Jawab 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 DDS 2. Perbaikan kekurangan 5. Dokumentasi dan pembuatan laporan dan realisasi karya ilmiah 4.2 Hasil dan Pembahasan Dasar Teori Pada sistem radar FMCW seperti yang diperlihatkan pada gambar 1., Direct Digital Synthesizer DDS digunakan untuk membangkitkan sinyal sinus termodulasi FM. Gambar 1. Blok Diagram Radar FMCW dengan DDS [3] Pada dasarnya, DDS merupakan metode untuk menghasilkan sinyal analog, biasanya sinyal sinus, caranya dengan membangkitkan sinyal yang berubah – ubah terhadap waktu dalam bentuk digital, dan kemudian dirubah ke dalam bentuk analog dengan bantuan Digital to Analog Converter DAC [10]. Konstruksi yang sederhana dari DDS menyebabkan pengaturan frekuensi keluaran DDS ditentukan oleh sebuah nilai tuning word. Konstruksi digital memberi banyak keuntungan dalam penerapan DDS, diantaranya [1]: 1. Arsitektur digital dapat mengurangi kebutuhan sistem analog yang sensitif terhadap temperatur. 2. Interface DDS yang tersedia akan memudahkan sistem untuk dapat dikendalikan dengan lebih praktis dan lebih dioptimalkan, karena semua berada di bawah kendali processor. Konstruksi sederhana DDS adalah terdiri dari beberapa blok komponen yaitu : Frekuensi clock sebagai referensi, Address Counter, PROM dan DAC, seperti yang diperlihatkan pada gambar 2. 9 Gambar 2. Diagram Blok Direct Digital Synthesizer [3] Secara umum diagram tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : Address Counter melewatkan dan mengakses lokasi memori pada PROM. Selain itu Address Counter juga memuat kesetaraan word amplitudo sinyal sinus yang akan dikonversi ke dalam bentuk analog. Sine lookup adalah perangkat penyimpan informasi amplitudo digital yang menghubungkan satu gelombang penuh dari gelombang sinus dan berfungsi sebagai sine lookup table. Sedangkan register adalah tempat untuk penyusunan amplitudo digital. Terakhir, DAC berfungsi untuk merubah sinyal digital yang telah diolah sebelumnya menjadi sinyal analog. Dengan menerapkan fungsi phase accumulator pada rangkaian sinyal digital, arsitektur DDS dapat dirubah agar lebih fleksibel. Blok diagram arsitektur tersebut terlihat pada gambar 3. Gambar 3. Frequency – tunable DDS System [3] Apabila bagian DDS tersebut dilihat lebih detail, masing – masing mempunyai cara kerja dan sinyal output yang berbeda. Sinyal output yang berbeda tersebut dapat dilihat pada diagram seperti pada gambar 4. Gambar 4. Gambaran Sinyal Pada Tiap‐Tiap Proses DDS [3] Sinyal yang dihasilkan dari masing –masing bagian dalam bentuk digital kemudian dirubah menjadi sinyal analog dengan menggunakan DAC. Angka – angka tersebut di simpan dalam sebuah memori yang disebut memori lookup table. 10 Phase Accumulator Phase accumulator berfungsi untuk menjumlahkan informasi fasa dari tahap sebelumnya. Karena yang akan disintesis adalah frekuensi, maka nilai frekuensi adalah tetap. Frekuensi adalah turunan pertama dari fasa . Turunan pertama tersebut bernilai konstan jika grafik fungsi fasa berbentuk garis lurus atau pertambahan nilai fasanya tetap. Karena itu accumulator ini juga disebut accumulator fasa. Ditinjau dari segi data yang diolah maka terdapat dua struktur accumulator, yaitu struktur accumulator yang memanipulasi data biner dan struktur accumulator yang beroperasi dengan basis desimal. Data yang diakumulasi oleh accumulator adalah data dengan format BCD Binary Coded Decimal. Accumulator pada dasarnya adalah gabungan antara perangkat yang disebut adder dan perangkat register. Dari kedua bagian perangkat ini, adder adalah bagian yang sering dioptimasi dilakukan peningkatan kerja , karena semakin lebar jumlah bit dalam accumulator, waktu tunda yang diakibatkan bagian adder tidak bisa diabaikan lagi. Optimasi peningkatan kerja blok accumulator tersebut menggunakan metode pipelining untuk rangkaian logika kecepatan tinggi, tetapi penerapan metode pipelining ini berpengaruh terhadap update rate dari DDS. Gambar 5. Blok Diagram Struktur Phase Accumulator [3] Nilai fasa yang tersimpan pada register frekuensi input ditambahkan ke nilai accumulator fasa , satu kali setiap perioda clock sistem. Hasil penjumlahan tersebut kemudian dimasukkan ke lookup tabel LUT. LUT akan merubah informasi fasa tadi menjadi informasi amplituda. Untuk accumulator seperti yang terlihat pada gambar 5., frekuensi output F out dan frekuensi clock F ref memiliki hubungan dengan nilai penambahan fasa yang dirumuskan dengan persamaan : 1 Pada persamaan 1, N adalah jumlah bit dalam accumulator fasa. Dengan menggunakan rumus diatas maka akan dapat dihasilkan kenaikan frekuensi dengan satuan Hertz yang tepat. 11 Gambar 6. Hubungan Fasa Dengan Amplituda Gambar 7. Lingkaran Fasa Proses akumulasi fasa dilakukan dengan lingkaran fasa. Gambar 6., menunjukkan akumulasi fasa dari sinyal sinus dengan frekuensi 18 frekuensi clock. Lingkaran menunjukkan akumulasi fasa sebesar π4 setiap siklus clock. Titik‐titik pada garis lingkaran menunjukkan nilai fasa pada suatu waktu dan bentuk gelombang sinus menunjukkan representasi amplituda yang bersesuaian. Perubahan fasa ke amplituda terjadi dalam lookup table. Terlihat bahwa penambahan fasa selama periode clock adalah π4 radian atau 18 dari . Osilasi sinus merupakan vektor yang berputar di sekeliling lingkaran fasa seperti ditunjukkan pada gambar 7. Setiap titik pada lingkaran fasa ini berkorespondensi dengan satu titik tertentu pada gelombang keluaran dan titik ini dihasilkan sebagai vektor bergerak di sekeliling lingkaran fasa. Satu putaran pada lingkaran fasa merupakan satu siklus sinusoidal. Jumlah titik diskrit lingkaran fasa sesuai dengan resolusi accumulator fasa. Nilai kendali frekuensi masuk k menunjukkan ukuran lompatan atau jump size. Dalam domain waktu, sinyal yang dihasilkan dapat dituliskan sebagai persamaan : .... 2 12 DDS melakukan proses sampling pada saat , dengan T ref adalah interval sampling. adalah frekuensi referensi dan n = 0,1,… Setiap amplituda sample xnT ref dikalkulasi untuk mendapatkan fasa .......3 Dengan F out =k.F ref . F ref adalah resolusi frekuensi yang juga merupakan frekuensi minimum yang dapat dihasilkan jika menggunakan referensi F ref . F ref sama dengan . Sehingga: .....4 Nilai frekuensi keluaran yang diberikan oleh persamaan 4 juga disebut dengan DDS Tuning Equation. Substitusi persamaan 4 ke persamaan 2 dengan dan t=nT ref akan menghasilkan : ..... 5 Deretan sampel tergantung dengan besarnya n dan k. Dalam persamaan diatas n sebagai indeks waktu dan k sebagai indeks frekuensi. Dengan nilai k tetap dan nilai n berubah akan memperoleh alamat untuk sampel pada frekuensi tertentu. Tetapi jika besarnya nilai k dirubah dan nilai n tetap, akan diperoleh sampel yang berbeda, yaitu sesuai dengan frekuensi yang berbeda. Parameter inilah yang menyebabkan terdapat 2 cara perubahan frekuensi untuk sistem DDS [4]. Keluaran accumulator merupakan korelasi antara frekuensi yang diinginkan dengan clock dalam bentuk phase ramp. Keluaran ini selanjutnya akan menjadi masukan bagi blok ROM atau lookup table. Keluaran dari phasa accumulator adalah seperti seperti pada gambar 8. Gambar 8. Keluaran Phase Accumulator Sine lookup Table Komponen kedua DDS adalah memori yang menyimpan pemetaan transformasi linier . Karena sinyal keluaran dengan kualitas tinggi memerlukan lebih banyak bit untuk mendefinisikan , maka dibutuhkan memori yang lebih besar. 13 Terdapat beberapa teknik implementasi untuk ROM ini. Teknik pertama adalah implementasi penuh PROM untuk 4 kuadran sebesar 360 o . Teknik ini memerlukan memory yang sangat besar. Teknik yang kedua adalah hanya mengimplementasikan satu kuadran sebesar 90 o , sedangkan untuk kuadran lain dilakukan operasi pembalikan dan pencerminan terhadap kuadran pertama. Pembalikan dilakukan oleh sinyal sign dan pencerminan dilakukan oleh sinyal quad. Hal ini dapat dilaksanakan karena informasi seluruh kuadran sudah terkandung pada kuadran pertama. Jika keluaran yang dibutuhkan harus memiliki kecepatan tinggi maka memori hanya memiliki waktu akses sedikit. Tetapi karena memori merupakan rangkaian paling lambat pada rangkaian sistem, maka diperlukan pendekatan cara lain untuk memperoleh efisiensi dan efektifitas. Cara pertama adalah dengan melakukan multipleks sebesar N memori, sehingga setiap satu memori hanya beroperasi pada 1N kecepatan clock sistem. Cara kedua adalah mengeksploitasi sifat monoton fungsi sinus, sehingga ukuran memori dapat dikecilkan menjadi 150 kali. Pada cara kedua ini melibatkan DSP Digital Signal Processing. Sehubungan dengan pengaturan frekuensi, dengan mengakses semua alamat PROM yang dikendalikan MSB, quad dan sign dengan kenaikan sebesar satu maka akan diperoleh frekuensi dasar. Frekuensi yang merupakan kelipatan tidak bulat dari frekuensi dasar akan dihasilkan, apabila tidak semua alamat ROM dicacah. Dalam hal ini selang alamat yang dicacah tidak bernilai satu. Suatu sistem DDS yang kompleks dilengkapi dengan kemungkinan untuk modulasi amplituda, frekuensi, dan fasa secara digital. Masukan blok LUT ini dapat dimodulasi amplituda. Sehingga keluaran blok ini sudah dianggap keluaran sistem DDS dalam format digital. Adapun keluaran dari sine lookup table adalah pada gambar 9. Gambar 9. Keluaran Sine lookup Table Digital to Analog Converter DAC Bagian terakhir yang menjadi rangkaian DDS adalah bagian yang melakukan perubahan dari sinyal digital menjadi sinyal analog untuk dapat digunakan dalam domain analog. Untuk memperoleh laju clock yang lebih tinggi dapat dilakukan dengan multipleks pada bagian logika dan memori, namun DAC akan membatasi unjuk kerja sistem. DDS dibatasi pada frekuensi yang cukup rendah. Frekuensi tertinggi berkaitan dengan frekuensi clock yang mampu diberikan kepada rangkaian. Pada metode DDS juga memiliki derau yang lebih besar dari metode lain. Maka untuk memperoleh keaslian spektrum yang lebih baik diperlukan proses filter pada output dengan menggunakan LPF Low Pass Filter yang tepat. 14 Disain Rancangan a Komponen Utama DDS Pada kegiatan ini, pembuatan disain rangkaian DDS menggunakan teknologi yang terakhir dikeluarkan oleh Analog Device, yaitu produk komponen terintegrasi AD9956 yang didalamnya terdapat rangkaian DDS dan Phase Lock Loop PLL. Komponen ini memiliki spesifikasi teknis utama sebagai berikut: a 400 MSPS internal DDS clock speed b 48‐bit frequency tuning word c 14‐bit programmable phase offset d Integrated 14‐bit DAC e 1.8 V supply for device operation Diagram blok komponen AD9956 selanjutnya dapat dilihat seperti pada gambar 10. Mengingat keperluan disain yang akan mengoperasikan DDS pada frekuensi luaran 160 MHz, dari system clock maksimum 400 MHz, maka komponen ini sesuai dengan keperluan system radar FMCW. Disamping itu, system clock ini dapat diperoleh dari sinyal masukan RF hingga 2,4 GHz. Gambar 10. Fungsi‐fungsi dalam komponen AD9956 b Disain Rangkaian Disain rangkaian DDS selanjutnya diperlihatkan seperti pada gambar 11 dan 12, sedangkan gambar 13., adalah bentuk disain PCB yang dibuat berbantukan Protel. 15 Gambar 11. Disain Rangkaian DDS 16 Gambar 12. Disain Rangkaian DDS 17 Gambar 13. Disain PCB 18 Realisasi Rancangan Pada Papan PCB Selanjutnya rangkaian DDS dibuat pada papan PCB dalam konstruksi multilayer, seperti diperlihatkan pada gambar 14. Gambar 14. Realisasi Rangkaian DDS Pada Papan PCB 19 Realisasi Perangkat Lunak Perangkat lunak DDS direalisasikan pada PC dengan menggunakan bahasa pemrograman C. Pada dasarnya disain perangkat lunak ini bertujuan untuk mengatur DDS agar menghasilkan sinyal luaran yang berfariasi pada rentang frekuensi tertentu. Bentuk tampilannya dapat dilihat seperti pada gambar 15 dan 16. Pada gambar 15., perangkat lunak direalisasikan untuk aplikasi Jammer, sedangkan pada gambar 16., untuk aplikasi pembangkitan sinyal pada system radar FMCW. Gambar 15. Aplikasi DDS untuk Jammer. 20 Gambar 16. Aplikasi DDS untuk Pembangkitan Sistem Radar FMCW Pengukuran Awal Kinerja DDS DRO Pembagi 9 DDS 9 GHz 1 GHz 50 MHz Pengaturan DDS 21 Gambar 17. Pengukuran Awal Prototype DDS Pada pengukuran awal seperti yang diperlihatkan pada gambar 17., ini masukan sinyal diambil dari sebuah DRO yang bekerja mengeluarkan sinyal dengan frekuensi ± 9 GHz, kemudian dengan bantuan pembagi 9 maka dihasilkan sinyal dengan frekuensi lebih rendah yaitu ± 1 GHz, frekuensi inilah yang menjadi masukan bagi masukan master clock pada DDS. Karena master clock pada komponen DDS ini maksimum dapat menghasilkan luaran hingga 400 MHz, maka perlu diatur pembagi internal didalamnya sehingga luaran master clock kurang dari harga maksimumnya, Pada percobaan ini tingkat pembagi maksimum 8 digunakan, yaitu dengan merubah parameter pembagi melalui program pengendali program pengendali dapat merubah pembagi internal DDS dengan terlebih dahulu mengkoneksikan DDS dengan perangkat antar muka yang tepat melalui USB pada PC sehingga diperoleh luaran master clock sebesar 135,417 MHz. Frekuensi ini selanjutnya menjadi system clock atau frekueensi masukan pada mekanisme DDS. Selanjutnya jika dikehendaki luaran DDS adalah ± 50 MHz dengan cara memasukan nilai 50 MHz pada box profil 0, maka prototype rangkaian DDS kurang lebih telah menunjukkan luaran yang sesuai, dan diperlihatkan seperti pada gambar 18. 22 Gambar 18. Luaran DDS 23 Pengukuran Lanjutan Pengukuran lanjutan DDS dilakukan dengan memberikan masukan sinyal analog sebagai sumber clock dan mengatur konfigurasi kerja DDS sehingga menghasilkan sinyal luaran dengan frekuensi yang diinginkan. Adapun metoda pengukuranya dapat dilihat seperti pada gambar 19. Sebagai contoh, untuk masukan sinyal 400 MHz, dengan level daya ‐4 dBm, dan DDS dikonfigurasi agar menghasilkan sinyal luaran 150 MHz, maka sinyal luaran tersebut terbaca oleh spectrum analyzer seperti yang ditunjukan pada gambar 20. Dimana sinyal tersebut memiliki level daya ‐8,48 dBm dan nilai frekuensi 150,3 MHz. Jika level daya sinyal masukan dikurangi hingga mencapai ‐23 dBm, luaran sinyal yang dihasilkan masih terlihat baik. Akan tetapi, jika terus diturunkan maka terlihat level noise yang cenderung meningkat. Kondisi ini tidak terjadi jika frekuensi sinyal masukan lebih besar dari 1 GHz, hingga mencapai 2,4 GHz. Dengan konfigurasi DDS yang sama, minimum level input yang masih menghasilkan sinyal luaran yang baik adalah – 15 dBm. 24 + 1,8 Vdc Gnd + 3,3 Vdc RF input Output Signal Configuration Signal Prototype DDS Power Supply Signal Generator Spectrum Analyzer PC Gambar 19. Skema Pengukuran Kinerja Prototype DDS 25 Gambar 20. Bentuk Spektrum Daya Sinyal Luaran DDS Level daya luaran untuk sinyal masukan 400 MHz dan level daya – 10 dBm juga tidak selamanya sama. Pada gambar 21., diperlihatkan level daya yang dihasilkan untuk setiap frekuensi luaran yang dibangkitkan. Gambar 21. Level Daya Luaran vs Frekuensi Sinyal luaran untuk sinyal masukan ‐ 10 dBm dengan frekuensi 400 MHz Masih dengan sinyal masukan yang sama, nilai frekuensi luaran yang dihasilkan prototype DDS memiliki simpangan maksimum 0,5 MHz dan minimum 0,3 MHz., seperti yang diperlihatkan pada gambar 22. 26 Gambar 22. Simpangan Frekuensi Luaran Terukur ™ OUTPUT rencana sesuai yg tercantum dalam proposal No Output Rencana Realisasi Capaia n Keterangan 1 Jurnal Nasional 1 80 Masih dalam penyelesaian Prototipe, desain, konsep sosial yang belum dimanfaatkan oleh masyarakat dan pengakuan LIPI 1 1 100 Pengukuran kinerja masih terus dilakukan, disamping memperbaiki kekurangan yang muncul saat pengukuran tersebut. 5. KENDALA DAN PERMASALAHAN Pembuatan disain rangkaian pada papan PCB multilayer dan pengadaan komponen harus dilakukan di luar negeri hal ini berakibat pada waktu dan biaya. Usulan yang perlu dilakukan adalah memberikan keringanan pajak bea masuk komponen dari luar negeri untuk keperluan penelitian. Perubahanpemotongan anggaran kegiatan dapat terjadi ditengah‐tengah berlangsungnya kegiatan, sehingga dapat mempengaruhi rencana yang telah dilakukan diawal kegiatan. Sedangkan peralatan untuk pengukuran osciloscope dan spectrum analyzer meski bisa didapatkan di laboratorium bidang sarana telekomunikasi PPET‐LIPI, namun jumlah alat ukur yang tersedia masih minimum, sehingga terkadang harus menunggu kesempatan. 27

6. KESIMPULAN

Kegiatan disain dan realisasi DDS telah dilakukan. Secara keseluruhan meski beberapa kendala muncul dalam tahapan kegiatannya, namun masih dapat diatasi, sehingga kegiatan dapat berjalan sesuai dengan jadwalnya.

7. DAFTAR PUSTAKA

[1] “A Technical Tutorial on Digital Signal Synthesis”, Analog Devices, 1999. [2] Baracskai, Melinda. Horvart, Richard. Dr. Olah, Ferenc. “CW and FM‐CW Radar Adaptation for Vehicles Technology”, 2000. [3] Crawford,James. “Frequency Synthesizer Design Handbook”. London : Artect House, 2004. [4] Gentile, Ken. Brandon, David. Haris, “Direct Digital Synthesizer Primer”, 2003. [5] Khrisnan, Sudarsan.,“Modeling and Simulation Analysis of an FMCW Radar for Measuring Snow Thickness”. Thesis : University of Madras, 2000. www.ittc.ku.eduresearchthesisdocuments sudarsan_krishnan_thesis.pdf [6] “FMCW Radar Overview”. Engineer Research and Development Center : US Army Corps of Enginer, Koh. 2001. www.nohrsc.nws.gov~clineclpmeetingsboulder_nov01 presentationskoh_fmcw.ppt [7] Matlab R2007a, help. Filter, copyright 1984‐2007. [8] Murphy, “All About Direct Digital Synthesizer”. Analog Dialogue. http:www.analog.comanalogdialogue , Eva. 2004. Prentiss, Dylan. “Characteristics of Radar”. Department of Geography : University of California, 2005. 28 Rancang Bangun Modul Surya Berbasis Dye ‐Sensitized Solar Cell Lia Muliani Pranoto, ST.,MT 29 LEMBAR PENGESAHAN 1. Judul Kegiatan Penelitian : Rancang Bangun Modul Surya Berbasis Dye‐ Sensitized Solar Cell 2. Kegiatan Prioritas : Solar Cell 3. Peneliti Utama : Nama : Lia Muliani Pranoto, ST.,MT Jenis Kelamin : Wanita 4. Sifat Penelitian : Laboratorium 5. Lama Penelitian : 3 Tiga Tahun 6. Biaya Total 2013 : Rp. 194.436.000,‐ Bandung, 20 Desember 2013 Ketua PME PPET LIPI, Peneliti Utama Dr. Purwoko Adhi, DEA NIP. 19670911 198701 1 001 Lia Muliani Pranoto, ST.,MT NIP. 19710325 199903 2 005 30 Abstrak Modul surya berbasis Dye‐sensitized solar cell DSSC merupakan integrasi dari beberapa sel surya DSSC yang terhubung secara seri untuk menghasilkan output daya yang lebih besar. DSSC adalah sel surya generasi baru yang dibentuk melalui proses mekanisme photoelectrochemical, dimana proses absorbsi cahaya dilakukan oleh molekul dye dan proses separasi muatan oleh bahan inorganik semikonduktor berstruktur nano. Pembuatan modul surya berbasis DSSC ini merupakan teknologi baru dan menjanjikan biaya produsi yang relatif rendah dibanding dengan pembuatan modul surya dengan bahan silikon. Teknologi yang akan digunakan dalam pembuatan modul surya DSSC pada kegiatan ini adalah screen printing, yaitu teknologi untuk mendeposisikan bahan‐bahan berupa pasta ke atas substrat melalui pola pada screen. Pasta yang digunakan pada penelitian ini adalah nanocrystalline TiO 2 , sedangkan substrat yang digunakan adalah TCO glass. Metode interkoneksi antar sel yang akan dibangun adalah berupa rangkaian seri yang terintegrasi secara internal mengikuti pola interkoneksi tipe‐Z. Proses pembuatan DSSC ini akan dilakukan secara bertahap di PPET LIPI selama 3 tahun. Tahun 2013 merupakan tahun pertama telah dilakukan perancangan disain modul DSSC berukuran 5x10 cm 2 dengan interkoneksi seri tipe Z dan telah dilakukan uji coba pembuatan modul surya. Tahun kedua 2014 direncanakan realisasi pembuatan modul surya berukuran 5x10 cm 2 serta optimalisasi disain sel dan parameter proses fabrikasinya. Sedangkan pada tahun 2015 akan dilakukan scale up modul surya DSSC berukuran 10x10 cm 2 dan diharapkan dapat mencapai efisiensi 3. Penelitian tahun 2013 telah menghasilkan disain modul surya interkoneksi seri tipe Z yang memiliki 3 buah sel tunggal ukuran 1x9,8 cm total area aktif 3x9,8 cm 2 dengan efisiensi konversi 0,77 ; daya maksimum 10,49mW ; tegangan Voc 1,87V dan arus Isc 10,51 mA. Kegiatan penelitian rancang bangun modul surya dye‐sensitized solar cell masih harus dilanjutkan dan ditingkatkan serta diharapkan mampu menunjang program pemerintah dalam pembangunan nasional di bidang energi baru dan terbarukan dengan pengembangan material sel surya berstruktur nano. Kata kunci : Modul Surya, Dye‐Sensitized Solar Cell, Screen Printing, Interkoneksi seri tipe Z 31

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Meningkatkan kebutuhan energi di dunia, menjadi suatu tantangan bagi para ilmuwan, peneliti dan industri untuk melakukan penelitian dan pengembangan pengadaan sumber energi alternative baru dan terbarukan. Energi cahaya dan panas yang dihasilkan oleh matahari merupakan sumber energi hayati terbesar di dunia, sehingga matahari tidak kalah penting dengan berbagai sumber energi lain seperti angin, air, minyak bumi, dan lain sebagainya. Sel surya merupakan suatu divais yang secara langsung mengubah energi cahaya matahari menjadi energi listrik. Penggunaan sel surya di dunia sebagai pembangkit energi listrik tenaga surya mengalami lonjakan kebutuhan yang relatif tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh meningkatnya kapasitas produksi sel surya secara global, sebagaimana ditunjukkan dalam gambar 1. Grafik tesebut menunjukkan peningkatan signifikan terhadap permintaan pasar dunia akan ketersediaan modul surya PV module. Tingginya permintaan tersebut diyakini akan terus meningkat di masa datang. Hal ini mengindikasikan pentingnya penguasaan teknologi pembuatan modul surya di Indonesia Gambar 1. Grafik peningkatan produksi sel surya global 1 . Penelitian dan pengembangan proses sel surya di dunia saat ini masih didominasi oleh sel surya berbahan silikon single crystalline maupun polycrystalline. Namun sel surya silikon ini harganya masih relatif mahal, sehingga berbagai usaha untuk mencari teknologi alternatif untuk pengembangan yang memiliki potensi harga relatif murah. Saat ini kecenderungan pengembangan teknologi proses sel surya mengarah pada teknologi struktur nano, baik pengembangan rekayasa bahan ataupun material. Pengembangan rekayasa bahan atau material skala nanometer telah membangkitkan sebuah sel surya jenis baru yang dapat merealisasikan sel surya biaya rendah di masa yang akan datang. Bahan‐bahan ini meliputi sebagai 1 Sumber: 29 th Annual PV production data collection by GMT Research 32 bahan ‐bahan organik dan nano partikel inorganik, termasuk didalamnya Dye‐ Sensitized Solar Cell selanjutnya disingkat DSSC Perkembangan divais sel surya jenis DSSC bermula dari hasil penelitian Michael Gratzel dan rekannya dari Laboratorium Photonic dan Interface EPFL Switzerland di awal tahun 1990‐an. Konsep ini cukup mendapat perhatian sebagai teknologi masa depan sebagai alternatif sel surya konvensional berbasis silikon dikarenakan proses fabrikasinya yang cukup mudah dan bahan yang relatif murah. Selain itu, dengan tampilannya yang cukup estetis, modul sel surya jenis inipun semakin disukai sebagai elemen dekoratif khususnya untuk Building Integrated Photovoltaics BIPV sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2. Gambar 2. Contoh aplikasi modul DSSC pada Building Integrated Photovoltaics BIPV [2]. Teknologi yang digunakan dalam fabrikasi modul surya DSSC umumnya adalah teknologi screen printing. Hal ini dikarenakan teknologi tersebut relatif mudah diterapkan, murah dan cenderung repeatable, sehingga untuk produksi skala besar teknologi ini dapat diandalkan. Material pendukung untuk proses fabrikasi DSSC dengan screen printing sudah banyak tersedia di pasaran Indonesia. Berdasarkan hal tersebut di atas serta didukung tersedianya sarana dan prasarana yang lengkap dan sumber daya manusia yang mempunyai kompetensi teknologi proses yang baik, PPET–LIPI mencoba turut mengatasi permasalahan untuk melakukan penelitian dan pengembangan energi alternatif baru dan terbarukan melalui follow up pengembangan struktur nano dalam kegiatan penelitian kami sebelumnya, yaitu pembuatan sel surya DSSC menggunakan teknik screen printing [3]. Teknologi fabrikasi DSSC dengan teknologi screen printing ini lambat laun diharapkan akan mampu diterapkan untuk diproduksi pada tingkat industri menegah atau bahkan industri rumahan apabila didukung dengan penyuluhan secara terus menerus. Kegiatan ini sesuai dengan Renstra PPET‐LIPI dan LIPI secara umum yaitu program Energi baru dan terbarukan.

1.2 Perumusan Masalah

Dalam kegiatan ini akan dikembangkan teknologi pembuatan modul surya berbasis DSSC menggunakan sistem screen printing yang merupakan salah satu jenis teknologi fabrikasi yang relatif sederhana dan murah. Pokok permasalahan yang akan diteliti pada kegiatan ini adalah hal‐hal yang terkait dengan perancangan modul 33 berdasarkan penguasaan teknologi pembuatan sel yang sudah diteliti pada kegiatan penelitian sebelumnya. Oleh karena itu, beberapa permasalahan yang akan diteliti adalah sebagai berikut: a. Pengaruh pola dimensi area aktif sel terhadap performa modul secara keseluruhan. b. Pengaruh metode interkoneksi antar sel dalam satu modul. c. Optimalisasi disain modul. d. Optimalisasi parameter proses fabrikasi modul. 1.3 Tujuan dan Sasaran ‰ Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menguasai teknologi fabrikasi modul berbasis sel surya jenis dye sensitized menggunakan teknologi screen printing. Kegiatan ini merupakan follow up dari kegiatan penelitian kami sebelumnya yang bertujuan untuk menguasai teknologi pembuatan nanocrystalline TiO 2 dye‐sensitized solar cell menggunakan teknologi yang sama, yaitu screen printing. Melalui penguasaan teknologi pembuatan modul, diharapkan sel surya jenis dye sensitized ini nantinya dapat diaplikasikan untuk kebutuhan energi pada skala yang lebih besar. ‰ Sasaran Sasaran kegiatan penelitian penelitian ini adalah penguasaan teknologi pembuatan modul surya berbasis dye‐sensitized solar cell, yang direalisasikan melalui perancangan disain dan fabrikasi modul. Secara umum, hasil kegiatan penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan konstribusi ilmiah dalam menunjang perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya menunjang program pemerintah dalam pembangunan nasional di bidang energi baru dan terbarukan. Keluaran Output dari penelitian ini : ‐ disain modul surya ‐ publikasi jurnal nasional 1 buah ‐ publikasi seminar nasionalinternasional 1 buah 1.4 Kerangka Analitik Dye ‐Sensitized Solar Cell Dye ‐Sensitized Solar Cell DSSC merupakan sel surya generasi baru yang dibentuk melalui mekanisme photoelectrochemical. Perkembangan divais ini bermula dari hasil penelitian Michael Gratzel dan rekannya dari Laboratorium Photonic dan Interface EPFL Switzerland di awal tahun 1990‐an. Sel surya pertama yang dikembangkan oleh O’Regan dan Gratzel tahun 1991 menghasilkan konversi energi efisiensi hingga 7, dan di tahun 1993 Nazeeruddin dan kawan menghasilkan efisiensi sebesar 10 [4,5]. Struktur dasar DSSC dapat dilihat pada gambar 3. Secara umum DSSC terdiri atas dua substrat berupa transparent‐conducting‐oxide TCO‐glass, TiO 2 , dan larutan elektrolit yang terisi diantara kedua substrat. Substrat bagian atas dilapisi oleh molekul dye yang terikat pada pori‐pori partikel nanokristal TiO 2 , yang berfungsi untuk menyerap cahaya. Substrat ini kemudian disebut sebagai kutub negative 34 anoda. Sedangkan substrat TCO glass kedua, disebut kutub positif katoda, dilapisi oleh platinum Pt dan berfungsi sebagai counter electrode. Gambar 3. Skema struktur Dye‐Sensitized Solar Cell [6] Prinsip kerja DSSC pada dasarnya merupakan reaksi reduksi‐oksidasi redox dengan tahapan reaksi sebagai berikut: ‐ Energi photon yang diserap oleh molekul dye mengakibatkan electron tereksitasi dari orbit terluar highest occupied molecular orbital – HOMO D menuju orbit terdalam lowest unoccupied molecular orbital – LUMO D : D h D → + υ 1 Elektron tersebut kemudian diinjeksikan ke conduction band TiO 2 meninggalkan molekul dye teroksidasi D + sesuai persamaan berikut: − + + → e D D 2 ‐ Elektron yang terinjeksi mengalir melalui pori‐pori TiO 2 menuju TCO glass sebagai elektroda negatif dan kemudian bergerak melalui external load menuju elektroda positif yaitu counter electrode. Dengan adanya platinum sebagai katalisator, elektron tersebut berekombinasi dengan hole yang terdapat dalam elektrolit dan membentuk muatan negatif iodine. − − − → + I e I 3 2 3 3 Muatan negatif − I kemudian berdifusi kembali menuju dye dan bereaksi dengan molekul dye teroksidasi D + membentuk satu siklus yang akan berulang kembali dan demikian seterusnya. D I D I 2 2 3 3 + → + − + − 4 Modul DSSC Modul surya merupakan rangkaian beberapa sel yang dihubungkan secara seri. Pada sel surya konvensional berbasis silikon, modul surya merupakan rangkaian seri terdiri atas beberapa sel individual yang terhubung secara eksternal. Sedangkan pada sel surya thin film berbasis a‐Si, CIS, atau CdTe, modul surya terbuat dari beberapa sel yang terintegrasi secara internal pada substrat yang sama lihat gambar 4 sebagai perbandingan. Modul DSSC sendiri pada umumnya dibuat dengan sistem integrasi internal, sama halnya dengan modul surya thin film. Struktur integrasi internal tersebut lebih efisien dan secara ekonomis dapat menghemat biaya produksi dibanding sistem pembuatan modul eksternal. 35 a. b. Gambar 4. Contoh modul surya: a. terkoneksi secara eksternal ; b. terkoneksi secara internal dalam satu substrat. Faktor ‐faktor yang perlu diperhatikan dalam mendisain modul surya DSSC secara internal adalah sebagai berikut [7]: 1. Pengaruh efek shading pada sel. 2. Resiko terjadinya electrophoresis akibat kebocoran elektrolit. 3. Efek resistansi shunt R SH yang dapat berpengaruh secara electrolytical, bukan hanya secara electrical seperti halnya pada sel surya silikon. Berdasarkan metode pembuatan interkoneksinya, terdapat 3 tipe rangkaian integrasi seri yang dapat digunakan untuk membangun modul surya DSSC [8]. Ketiga metode tersebut dapat dibuat menggunakan teknologi screen printing. Metode tersebut adalah: ‰ Koneksi tipe‐Z Metode interkoneksi tipe‐Z diawali dengan pembuatan pola lubang TCO diatas substrat glass menggunakan laser, kemudian diikuti dengan pelapisan TiO 2 dan perak pada satu substrat serta pelapisan Pt dan perak pada substrat lainnya. Proses ini diikuti dengan proses pelapisan glass frit. Setelah melalui proses sintering, kedua substrat disatukan pada suhu tinggi sehingga terbentuk hermetic seal diantara sel‐sel yang bersebelahan. Pada saat seal tersebut terbentuk, terjadilah hubungan listrik interkoneksi seri antar sel yang berbentuk Z lihat gambar 5 untuk skema tahapan prosesnya. 36 Gambar 5. Tahap fabrikasi interkoneksi tipe‐Z dari tampak samping [7,8]. ‰ Koneksi tipe‐W Proses awal pembentukan tipe W serupa dengan tipe Z. Perbedaan tipe W dengan tipe Z terletak pada pola screen printing pada masing‐masing substrat. Pada tipe W, masing ‐masing substrat berfungsi sebagai front electrode dan counter electrode sekaligus karena kedua substrat mendapat pelapisan TiO 2 dan Pt dengan struktur berselang seling lihat Gambar 6. Pada tahap interkoneksi akhir, kedua substrat disatukan dengan pembentukan seal sebagai pembatas antar sel, tanpa adanya perak sebagai penghubung seperti halnya pada tipe Z. Kontak antar sel terbentuk dengan cara menyatukan kedua substrat pada bagian front electrode dan counter electrode yang saling berlawanan. Gambar 6. Tahap fabrikasi interkoneksi tipe‐W dari tampak samping [7,8]. Keunggulan interkoneksi tipe‐W dibanding tipe‐Z adalah tidak dibutuhkannya pasta perak, sehingga lebih menghemat biaya produksi. Akan tetapi, konfigurasi interkoneksi tipe‐W mengakibatkan tidak dimungkinkannya penambahan lapisan tambahan untuk penyerapan cahaya yang tidak transparan, seperti ZrO 2 , dikarenakan pada kedua substrat terdapat elektroda sehingga keduanya harus bersifat transparan. 37 ‰ Koneksi Monolithic Seperti halnya kedua tipe sebelumnya, perbedaan tipe monolithic ini terdapat pada pola pelapisan substrat. Bedanya, tipe monolithic hanya membutuhkan satu substrat glass yang terlapisi TCO lihat gambar 7. Hal ini sangat menguntungkan secara ekonomis dikarenakan harga TCO glass yang relatif mahal. Sedangkan kelemahan tipe monolithic ini adalah dibutuhkannya elemen ZrO 2 sebagai pemisah anoda dan katoda, serta dibutuhkannya graphite sebagai penghubung seri antar sel. Hal tersebut merupakan factor penghambat karena pembentukan koneksi seri dengan resistansi rendah menggunakan graphite relatif sulit untuk direalisasikan. Gambar 7. Tahap fabrikasi interkoneksi tipe monolithic dari tampak samping [7.8]. Karakterisasi Modul Surya Dalam pengukuran sebuah komponen sel maupun modul surya, karakteristik yang diperlukan adalah Kurva I‐V atau hubungan arus dan tegangan, seperti yang diperlihatkan dalam gambar 8. Gambar 8. Kurva hubungan Arus dan tegangan sebuah sel surya Parameter ‐parameter dari kurva tersebut adalah : 1. Arus hubung singkat I SC dapat dilihat dalam kurva dan sekaligus tegangan hubung terbuka V OC . Arus hubung singkat dilihat pada saat tegangan V=0 dan Tegangan hubung terbuka dilihat pada saat arus sama dengan nol I=0. 38 2. Daya keluaran maksimum diperoleh dari hasil kali tegangan dan arus yang dihasilkan pada titik maksimum, seperti telihat pada kurva I‐V di atas. 3. Efisiensi η merupakan ratio dari daya keluaran maksimum P max terhadap daya masukan cahaya P in in P P max = η 5 4. Fill Factor adalah ratio daya keluaran maksimum P m terhadap produk arus hubung singkat I SC dengan tegangan hubung terbuka V OC . SC OC I V P FF max = 6 Fill factor ini untuk melihat penyimpangan yang terjadi dari karakteristik I‐V sebuah sel terhadap sel yang ideal. Penyimpangan yang terjadi ini diakibatkan pengaruh resistansi seri dan resistansi paralel. 1.5 Hipotesa Integrasi sel surya jenis DSSC ke dalam bentuk modul telah diteliti oleh beberapa narasumber, termasuk oleh Späth et. Al. [9] dan Okada et. Al. [10] yang telah berhasil memfabrikasi modul surya DSSC berukuran 10x10 cm 2 menggunakan interkoneksi tipe‐Z. Selain itu, berbagai modul surya DSSC serupa dengan ukuran yang lebih besar juga telah dibuat dan dipublikasikan oleh beberapa peneliti, seperti contohnya Sastrawan et. Al. Dengan modul surya ukuran 30x30 cm 2 [11] dan Dai et. Al. dengan modul surya ukuran 40x60 cm 2 [12]. Kestabilan perfoma modul surya DSSC jangka panjang juga merupakan faktor penting. Hal inipun telah diteliti dan terbukti mampu menghasilkan output daya sesuai yang diharapkan dalam kurun waktu setengah tahun [13]. Beberapa hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa rancang bangun modul surya berbasis DSSC adalah hal yang dapat direalisasikan. Selain itu perancangan modul surya DSSC juga sangat mungkin untuk dikembangkan lebih lanjut karena banyak faktor baik dari segi material maupun teknologi fabrikasi yang dapat diteliti mengingat teknologi DSSC sendiri masih relatif baru dibanding kompetitornya yaitu sel surya konvensional berjenis silikon. Pada kegiatan ini disain modul yang efektif dan parameter proses yang optimal akan diteliti untuk menghasilkan proses fabrikasi yang repeatible sehingga didapatkan modul surya dengan karakteristik listrik yang baik dan efisiensi yang tinggi. Faktor yang juga tak kalah penting untuk dioptimalkan adalah pemilihan material hermatic sealing yang tepat untuk mendukung performa kerja modul surya dalam jangka panjang. 39

II. PROSEDUR

DAN METODOLOGI 2.1 Peralatan Peralatan yang digunakan meliputi peralatan proses dan peralatan pengukuran. Beberapa peralatan utama meliputi screen printer, conveyor furnace, sun simulator, laser trimmer dan sputtering system Gambar 9. Peralatan pendukung lainnya seperti four point probe, screen maker, timbangan, mutimeter,alat ukur intensitas cahaya, peralatan bor mekanik, hot plate, peralatan kimia seperti petri disk, pipet, gelas kimia dll. Peralatan analisa material seperti SEM, XRD, UV‐Vis Spectrofotometer, IPCE menggunakan jasa kerjasama dari instansi lain. a b c d e Gambar 9 : Peralatan proses screen printer a, conveyor furnace b, sun simulator c, sputtering system d dan laser trimmer e

2.2 Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah : - TEC15 Glass, TEC8 Glass - Pasta TiO2, DSL 18 NR‐AO, DSL NT - Larutan Electrolit HSE - Dye, Z907 40 - Pasta Perak temperatur rendah - Pasta Platinum Pt‐1, produk Dyesol - Thermoplastik surlyn 50 µm, Glass Frit - Nylon Screen, stainless steel screen, ulano line 300, ulano 188 - Etanol, IPA, silicon rubber, Triton X‐100

2.3 Metodologi

Kegiatan ini seluruhnya dilakukan di laboratorium Bahan dan Komponen Mikroelektronika PPET‐LIPI. Untuk kegiatan analisa seperti SEM, XRD, UV‐VIS dan IPCE dilakukan di laboratorium di luar PPET‐LIPI antara lain ITB dan UNS. Rancangan modul dibangun menggunakan sel dengan pola strip dengan interkoneksi tipe‐Z. Teknologi fabrikasi yang digunakan adalah teknologi screen printing. Struktur sel yang dibangun akan menggunakan bahan utama semikonduktor berupa nc‐TiO 2 dengan counter electrode dilapisi platinum Pt. Sedangkan substrat yang akan dipakai adalah TCO glass berbahan fluorine‐tin‐oxide FTO yang paling umum digunakan untuk membangun sel surya DSSC, dikarenakan FTO memiliki resistansi yang lebih stabil pada proses bersuhu tinggi dibanding kompetitornya yaitu indium‐tin‐oxide ITO. Skema proses pembuatan modul surya DSSC ditunjukan pada gambar 10. Kegiatan yang dilakukan pada tahun 2013 meliputi : o Pembuatan disain modul dan perancangan screen untuk proses printing. o Pembuatan sel tunggal dengan luas aktif 1x9,8 mm o Percobaan pembuatan modul ukuran 5x10 cm 2 dengan tipe Z interkoneksi, luas area aktif 3x9,8 cm o Pengukuran dan analisa hasil karakterisasi proses 41 . Gambar 10. Skema proses fabrikasi modul DSSC

III. HASIL

PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Tahun 2013 merupakan tahun pertama penelitian rancang bagun modul surya dye sensitized solar cell dengan teknologi screen printing. Pada tahun ini kegiatan penelitian yang dilakukan adalah disain rangkaian modul DSSC, percobaan pembuatan sel tunggal 1 x 9,8 cm dan percobaan pembuatan modul surya dengan luas efektif sel 3x9,8 cm.

3.1 Disain Rangkaian Modul DSSC

Sub ‐modul DSSC dibuat dengan tiga buah grid sel tunggal dengan ukuran sel masing ‐masing sebesar 1 x 9,8 cm. Interkoneksi antar grid menggunakan tipe‐Z yaitu sel tunggal yang disusun secara seri dengan interkoneksi secara internal. Disain Persiapan Substrat Sintering dan Drying Pembuatan pola TCO menggunakan laseretsa Pembentukan electric contact Pengisian elektrolit Pewarnaan Sealing Pengeboran substrat Persiapanpencampuran pasta Pelapisan pasta Pt, glass frit, dan perak pada counter electrode Assembly penyatuan substrat Pengukuran dan Analisa Pelapisan pasta TiO 2 , glass frit , dan perak pada front electrode 42 rangkaian dibuat dengan menggunaan Corel Draw, seperti ditunjukkan pada Gambar.11 Disain rangkaian sub‐modul DSSC memiliki beberapa pola rangkaian untuk membentuk suatu rangkaian sub‐modul. Dalam pembuatan disain pola rangkaiannya alligment antar pola harus presisi, sehingga nantinya dapat memudahkan dalam proses pembuatan sub‐modul dan menghasilkan divais sub‐modul yang memiliki performa yang baik W = 1mm seal W = mm Ag 0.5 w = 10 mm active area 100 mm Laser scribed line FTO Seal Ag Glass TiO 2 Platina Seri connected Glass FTO Gambar 11. Disain sub‐modul tiga buah grid dengan interkoneksi tipe‐Z Parameter listrik V oc , I sc , FF, η dan karakteristik kurva I‐V sub‐modul DSSC dipengaruhi oleh parameter internal dan parameter ekternal. Parameter internal dapat bervariasi dipengaruhi oleh material dan proses fabrikasinya. Sedangkan parameter eksternal ditentukan oleh dimensi dan resistansi seri yang terjadi. Parameter ekternal ditentukan berdasarkan literatur dan hasil penelitian sebelumnya [14] dan ditunjukkan pada tabel 1. Tabel.1 Parameter Eksternal sub‐modul DSSC yang terdiri dari 3 sel Parameter Description Value W a width of active area 10 mm W d W seal Distance from end of active are to series contact 1 mm W c W Ag Width of contact area 0.5 mm 4 W d + 2W c Width of inactive area 5 mm L Length of cell 98 mm ρ TCO Specific sheet resistance of TCO 15 Ω □ Untuk menghasilkan disain sub‐modul DSSC seperti pada gambar 11 tersebut, maka dibuat pola rangkaian screen untuk tahapan prosesnya. Pola rangkain tersebut 43 yaitu pola fotoelektroda TiO 2 , counter electrode Pt, dan kontak konduktor Ag dan pola untuk sealing glas frit seperti ditunjukkan pada gambar.12 Cuting TCO 100mm Glass Frit Silver TiO2 Platina Pola keseluruhan 50 mm 22.029mm 13.727mm 14.244mm Gambar 12. Rancangan untuk pola screen untuk rangkaian sub‐modul DSSC Screen yang digunakan untuk pola TiO 2 adalah screen dari bahan nylon, sedangkan untuk pola konduktor dan glass frit adalah stainless steel screen. Pembuatan pola screen dilakukan menggunakan emulsi berupa Ulano line‐3 dan ulano

133. Screen yang digunakan adalah dari bahan nylon dan stainless steel.

Gambar 13 menunjukkan pola screen yang dihasilkan Gambar 13. Screen untuk rangkaian sub‐modul DSSC 44

3.2 Pembuatan sel tunggal dengan luas aktif 1x9,8 mm

Tujuan dari percobaan pembuatan sel tunggal ini adalah mengetahui karakteristik listrik yang dihasilkan sel tunggal dengan luas aktif sekitar 1x9,8 mm. Dimensi ini nantinya akan diaplikasikan untuk pembuatan sub‐modul DSSC untuk tiap selnya. Dengan diketahuinya karalteristik listriknya sel ukuran ini, maka dapat diperkirakan performa atau karakteristik sub‐modul DSSC yang dihasilkan. Pembuatan sel tunggal dengan luas aktif 1x9,8 mm menggunakan substrat kaca konduktif berlapis fluorinetin‐oxide FTO dengan resistansi 15Ω . Bahan fotoanoda berupa pasta TiO 2 produk Dyesol DSL 18NR‐O. Deposisi lapisan semikonduktor TiO 2 dilakukan menggunakan teknik screen‐printing yang relatif mudah, murah dan dapat digunakan untuk skala produksi. Kaca FTO yang sudah dideposisikan lapisan TiO 2 , dikeringkan dalam oven dan kemudian dibakar dalam conveyor belt furnace pada suhu 500 o C selama 15 menit. Proses pewarnaan dilakukan dengan perendaman dalam larutan dye berbasis Ruthenium Z907, Dyesol dengan pelarut etanol selama 24 jam pada suhu ruang. Lapisan elektroda lawan counter electrode menggunakan Platina yang dideposisi melalui metoda sputtering [3]. Perakitan sel surya berbasis dye‐sensitized dilakukan dengan cara menggabungkan lapisan fotoanoda dan lapisan counter‐elektroda menggunakan lapisan thermoplastic sealant yang memiliki ketebalan 50 mikron. Pada proses penggabungan lapisan, sebagian area dibiarkan terbuka sebagai lubang udara untuk pengisian larutan elektrolit. Area tersebut kemudian ditutup menggunakan glass frit. Larutan elektrolit yang digunakan adalah larutan redoks iodine I‐I3 Dyesol HSE. Prototipe sel ditunjukkan pada gambar.14 Gambar 14. Sel surya dengan luas aktif 1x9,8 mm Pengukuran karakteristik kurva I‐V sel surya dilakukan menggunakan Sun Simulator AM1,5 dengan sumber cahaya Xenon intensitas sekitar 50 mAcm 2 . Hasil pengukuran ditunjukkan pada Gambar 15 dan Tabel.2. Terlihat bahwa karakteristik listrik V oc , I sc , FF, η pada tegangan yang dihasilkan kedua sel hampir sama akan tetapi efisiensi sel masih kecil. Berdasarkan data karaketristik listrik sel tunggal tersebut maka dapat diperkirakan tegangan yang akan dihasilkan pada sub modul yang terdiri dari 3 buah sel tunggal adalah sekitar 1,8 Volt. Sedangkan arus yang dihasilkan tergantung pada proses, material serta beban daya yang diberikan. 45 Gambar.15 Kurva I‐V sel surya luas aktif 1x9,8 mm Tabel.2 Data karakteristik listrik sel surya dengan luas aktif 1x9,8 mm Sampel sel surya Karakteristik Sel ‐1 Sel ‐2 Open circuit voltage V oc Volts 0,639 0,611 Short circuit current I sc mA 9,2 10,2 Maximum power P m Watt 1,9 x 10 ‐03 2.16 x 10 ‐03 Fill factor, FF 0.329 0.344 Efisiensi 0,38 0,43 Resistansi seri Ohm 42,26 38,18 Suatu sel surya memiliki kemampuan untuk menghasilkan arus foton yang berbeda untuk setiap panjang gelombang cahaya. Cahaya yang memiliki panjang gelombang yang berbeda akan menghasilkan arus foton yang berbeda pula. Hal ini disebabkan setiap material mempunyai kemampuan penyerapan cahaya yang tidak selalu sama untuk tiap panjang gelombang. Kemampuan sel surya menghasilkan foton arus pada panjang gelombang tertentu diukur dengan efisiensi konversi cahaya ke arus IPCE, Insident Photon to Current Convertion Efficiency. Pada gambar 16 diketahui bahwa sel surya ini secara umum memiliki kemampuan penyerapan foton terbesar pada daerah panjang gelombang 300 nm dan 700 nm yang merupakan daerah cahaya tampak. Kemampuan sel dalam merubah foton menjadi arus yang tertinggi dihasilkan pada panjang gelombang sekitar 400 nm dengan kuantum efisiensi sekitar 11 untuk Sel‐1 dan 8 untuk Sel‐2 46 Gambar 16. IPCE Sel surya dengan luas aktif 1x9,8 mm

3.3 Pembuatan sub‐modul surya DSSC 3x9,8 cm

Pembuatan sub‐modul surya DSSC dilakukan melalui tahapan proses seperti yang ditunjukkan pada gambar 10 di atas.

a. Preparasi substrat

Substrat yang digunakan adalah kaca konduktif FTO dengan resistivitas bahan 8 Ωsq. Substrat dipotong dengan ukuran 5x10cm 2 . Pencucian substrat dilakukan dalam ultrasonic cleaner menggunakan cabun air, DI water dan IPA. Proses pemotongan lapisan konduktor pada kaca FTO scribbing tidak dapat dilakukan menggunakan laser dikarenakan alat tersebut mengalami kerusakan, sehingga pemotongan dilakukan menggunakan diamond cutter.

b. Pembuatan lapisan fotoelektroda TiO

2 Pembuatan lapisan TiO 2 dilakukan dengan metoda doctor blade printing menggunakan pasta TiO 2 produk Dyesol DSL NT TiO 2 transparan, sesuai pola disain sub ‐modul. Kaca FTO yang sudah dideposisikan lapisan TiO 2 , dikeringkan dalam oven dan kemudian dibakar dalam conveyor belt furnace pada suhu 500 o C selama 15 menit. Proses pewarnaan dilakukan dengan cara perendaman dalam larutan dye berbasis Ruthenium Z907, Dyesol dengan pelarut etanol selama 24 jam pada suhu ruang. Gambar 17 menunjukkan lapisan fotoelektroda TiO 2 sebelum dan sesudah diwarnai. a b Gamba 17. Lapisan fotoelektroda TiO 2 sebelum a dan sesudah diwarnai b

c. Pembuatan lapisan elektroda lawan counter electrode

Lapisan elektroda lawan menggunakan pasta platina tansparan yang dideposisi melalui screen printing sesuai pola yang dibua. Lapisan Pt, dikeringkan 47 dalam oven dan kemudian dibakar dalam conveyor belt furnace pada suhu 500 o C selama 15 menit Gambar 18. Gambar 18. Lapisan elektroda lawan Pt transparan

d. Pelapisan glass frit dan pasta konduktor

Pelapisan glass frit bertujuan untuk memisahkan antara sel tunggal. Glass frit dideposisi melalui metoda screen printing tepat di daerah yang terpotong scribbing pada kedua elektroda, yaitu fotoelektroda dan counter elektroda. Bagian sribbing harus tertutup rapat olah lapisan glass fris, sehingga ketiga sel tunggal terpisah. Konduktor Perak Ag digunakan sebagai penghubung dalam interkoneksi seri antar sel. Pencetakkan pasta perak juga dilakukan pada kedua elektrodanya, seperti ditunjukkan pada gambar 18.

e. Perakitan sub‐modul dan pengisian larutan elektrolit

Perakitan sub‐modul surya berbasis dye‐sensitized dilakukan dengan cara menggabungkan lapisan fotoanoda TiO 2 dan lapisan elektroda Pt. Penggabungan kedua elektroda harus dilakukan secara tepat sesuai dengan pola glass frit dan konduktor Ag, seperti ditunjukkan pada Gambar 19. Pada proses penggabungan lapisan, sebagian area dibiarkan terbuka sebagai lubang udara untuk pengisian larutan elektrolit. Setelah digabungkan modul tersebut dijepit dan dipanaskan sampai ikatan kedua elektrodanya kuat Gambar 20. Larutan elektrolit redoks iodine I ‐I3 Dyesol,EL‐HSE disuntikkan melalui area tersebut, kemudian ditutup menggunakan glass frit. Laser scribed line FTO Seal Ag Glass TiO 2 Platina Glass FTO Gambar 19. Disain sub‐modul surya dye‐sensitized Konduktor perak 48 Gambar 20. Proses perakitan sub‐modul dye‐senistized

3.4 Karakteristik kurva I‐V sub‐modul dye‐sensitized

Pengukuran kurva I‐V sub‐modul dilakukan menggunakan Sun Simulator AM1,5 National Instrument, sumber cahaya Xenon dengan intensitas 50 mWcm 2 . Sub ‐modul surya berbasis substrat FTO 8 ohmsq dibuat menggunakan dengan elektroda lawan Pt dengan proses yang berbeda, yaitu Pt printing menggunakan pasta transparan Tipe‐A dan Pt sputtering Tipe‐B. Secara fisik keduanya berbeda. Sub ‐modul surya menggunakan pasta Pt transparan secara estatika memiliki tampilan yang lebih baik. Hasil pengukuran kurva I‐V ditunjukkan pada gambar 21 dan diuraikan dalam tabel 3. Terlihat bahwa karakteristik listrik V oc , I sc , Daya, FF, η yang dihasilkan kedua sampel hampir sama untuk masing‐masing tipe. Efisiensi konversi energi listrik sub‐ modul surya kaca yang dihasilkan masih relatif kecil yaitu kurang dari 1 yaitu sekitar 0,5 ‐ 0,7. Tegangan, Voc yang dihasilkan cukup baik, yaitu sebesar 1,8 – 2 V menunjukkan bahwa tegangan setiap sel tunggalnya 1x 9,8 cm sekitar 0,6 ‐ 0,7 V. Daya keluaran masih relatif kecil, Besarnya daya keluaran modul sangat dipengaruhi oleh arus dan FF yang dihasilkan dan terlihat bahwa arus Isc dan fill factor masih relatuf kecil. Kondisi ini mengindikasikan bahwa resistansi parasitik seperti resistansi seri dan pararel yang terdistribusi dalam sub‐modul surya masih besar. Ketebalan lapisan elektroda TiO 2 juga berpengaruh pada karakteristik sel tunggalnya. Lapisan TiO 2 yang tipis menyebabkan kemampuan dalam menyerap pewarna kecil sehingga efisiensi pengumpulan elektron juga rendah. Sedikitnya elektron yang tereksitasi maka difusi elektron berjalan lambat dan dengan demikian menurunkan efisiensi konversi foton menjadi arus. 49 Gambar 21: Kurva I‐V sub‐modul luas area 3x9,8 cm 2 menggunakan Pt printing Tipe ‐A dan Pt Sputtering Tipe‐B Tabel.3 Data karakteristik listrik sel surya dengan luas aktif 3x9,8 cm 2 Sub ‐modul Tipe‐A Sub ‐modul Tipe‐B Karakteristik Sampel ‐1 Sampel‐2 Sampel ‐1 Sampel ‐2 Open circuit voltage V oc Volts 1,94 1,98 1,87 2,09 Short circuit current I sc mA 10,46 10,42 10,51 11,47 Maximum power P m mWatt 8,5 8,0 10,49 8,97 V mp Volt 1,22 1,17 1,34 1,53 I mp mA 6,9 6,8 7,8 5,87 Fill factor, FF 0,42 0.38 0,53 0,37 Efisiensi 0,61 0,58 0,77 0,65 Tipe-B 50 Resistansi seri Ohm 87,31 105,67 45,7 72,7 Berdasarkan data pada tabel tersebut dapat diketahui bahwa proses pelapisan Pt sebagai elektroda pembanding dapat mempengaruhi performansi dari sub‐modul surya yang dibuat. Terlihat bahwa sub‐modul surya dengan Pt sputtering memiliki karakteristik listrik yang lebih baik dibandingkan dengan Pt printing. Efisiensi konversi terbaik dari sub‐modul Tipe‐A adalah 0,61 sedangkan sub‐modul Tipe‐B adalah 0,77. Hal ini disebabkan oleh resistansi kontak untuk lapisan elektroda lawan Pt sputtering lebih kecil diibanding Pt printing. Pt sputtering lebih murni disbanding Pt printing yang dibuat dari pasta yang mengandung bahan‐bahan organic sebagai binder. Selain optimasi dan kompatibilitas komponen‐komponen pembentuknya, kinerja modul surya juga dipengaruhi oleh teknik dan ketepatan dalam proses perakitan modul surya [7]. Pada proses perakitan, perak dan lapisan glass frit Gambar 6 memegang peranan yang sangat penting sebagai penghubung dan pemisah antara sel tunggalnya. Bagian lapisan fotoelektroda dan lapisan elektroda lawan harus disatukan secara tepat. Pencetakkan pasta perak sebagai penghubung harus dibuat dengan tepat agar kontak seri antar sel terhubung dengan baik sehingga memperkecil resistansi seri.. Demikian juga bagian scribbing pada kedua elektroda harus tertutup rapat oleh lapisan glass frit sebagai pemisah. Kegagalan dalam mengisolasi dan memisahkan tiap sel tunggal, akan mengakibatkan kebocoran larutan elektrolit, sehingga akan terjadi resistansi kontak antar sel. Gambar 22 menunjukkan contoh produk sub‐modul surya substrat kaca yang dibuat dengan interkoneksi internal tipe Z total area aktif 3 x 9,8 cm 2 . Gambar.22 Prototipe sub‐modul surya dye‐sensitized menggunakan Pt spinting transparan 51

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan Proses penelitian Rancang Bangun Modul Surya berbasis Dye‐Sensitized Nanocrystalline telah dilakukan di PPET LIPI. Kinerja modul surya dipengaruhi oleh kompatibilitas komponen‐komponen pembentuknya serta teknik dan ketepatan dalam proses perakitan modul surya. Dalam mendisain suatu pola rangkaian modul surya DSSC harus memperhatikan parameter internal material dan proses fabrikasinya dan parameter eksernal dimensi dan resistansi seri yang terjadi. Pembuatan disain pola rangkaiannya alligment antar pola harus presisi, sehingga memudahkan dalam proses pembuatan modul surya yang memiliki performansi yang baik. Disain modul surya ukuran 5x10 cm 2 dengan tipe Z interkoneksi yang memiliki 3 buah sel tunggal ukuran 1x9,8 cm.total area aktif 3x9,8 cm 2 telah diaplikasikan dalam fabrikasi divaisnya. Karakteristik modul terbaik menghasilkan efisiensi konversi 0,77 ; daya maksimum 10,49mW ; tegangan Voc 1,87V dan arus Isc 10,51 mA.

4.2 Saran

Selain optimasi dan kompatibilitas komponen‐komponen pembentuknya, kinerja modul surya juga dipengaruhi oleh teknik dan ketepatan dalam proses perakitan modul surya. Karakteristik proses masih harus dilakukan untuk mendapatkan parameter proses yang optimal dan dihasilkan performansi modul yang tinggi sehingga diperlukan penelitian lanjutan. REFERENSI [1] http:cleantechnica.com20130511solar ‐module‐manufacturing‐trends‐in‐ 2012 didownload tanggal 18 Desember 2013. [2] B. S. Richards, Solar Enlightment: Bringing Solar Power to Where We Need It Most, Inaugural Speech, Heriot‐Watt University, Scotland, UK, 2010. [3] L Muliani, dkk, “Pembuatan Dye‐Sensitized Nanocrystalline TiO 2 Solar Cell”, Laporan Akhir Program Tematik 2009, PPET‐LIPI 2010. [4] Gratzel, M., “Dye‐Sensitized Solar Cells”, Journal of Photochemistry and Photobiology

C: Photochemistry Review , vol. 4, hal. 145‐153, 2003.

[5] M. K. Nazeeruddin, A. Kay, I. Rodicio, R. Humphrybaker, E. Muller, P. Liska, N. Vlachopoulos,M. Gratzel, “Conversion of Light to Electricity by Cis‐ X2bis2,2‐ Bipyridyl ‐4,4‐DicarboxylateRutheniumIi Charge‐Transfer Sensitizers X = Cl‐, Br ‐, I‐, Cn‐, and Scn‐ on Nanocrystalline TiO 2 Electrodes”, Journal of theAmerican Chemical Society, vol. 14, hal. 6382‐6390, 1993. [6] http:international.pv ‐tech.org [7] R. Sastrawan, 2006, “Photovoltaic modules of dye solar cells”, Disertasi University of Freiburg. 52 [8] G. E. Tulloch, “Light and energy ‐ dye solar cells for the 21st century”, Journal of Photochemistry and Photobiology A:Chemistry vol. 164, hal. 209‐219, 2004. [9] M, Spath, P. M. Sommeling, J. A. M. van Roosmalen, H. J. P. Smit, N. P. G. van der Burg, D. R. Mahieu, N. J. Bakker, J. M. Kroon, “Reproducible manufacturing of dye‐sensitized solar cells on a semi‐automated baseline”, Progress in Photovoltaics, vol. 11, hal. 207‐220, 2003. [10] K. Okada, H. Matsui, T. Kawashima, T. Ezure, N. Tanabe, “100 mm × 100 mm large ‐sized dye sensitized solar cells”, Journals of Photochemistry and Photobiology

A: Chemistry, vol. 164, hal. 193‐198, 2004.

[11] R. Sastrawan, A. Hinsch, J. Beier, U. Belledin, S. Hemming, S. Hore, R. Kern, C. Prahl, C. Vetter, U. Würfel, J. Luther, F. M. Petrat and A. Prodi‐Schwab, “Towards Manufacturing Dye Solar Cells”, Proceedings, 20 th European Photovoltaic Solar Energy Conference and Exhibition, Barcelona, Spain, 2005. [12] S. Dai, K. Wang, J. Weng, Y. Sui, Y. Huang, S. Xiao, S. Chen, L. Hu, F. Kong, X. Pan, C. Shi,L. Guo., et. Al., “Design of DSC Panel with Efficiency More Than 6”, Solar Energy Materials and Solar Cells, vol. 85, hal. 447‐455, 2005. [13] T. Toyoda, T. Sano, J. Nakajima, S. Doi, S. Fukumoto, A. Ito, T. Tohyama, M. Yoshida, T. Kanagawa, T. Motohiro, T. Shiga, K. Higuchi, K. Tanaka, Y. Takeda, T. Fukano, N. Katoh, A. Takeichi, K. Takechi,M. Shiozawa, “Outdoor performance of large scale DSC modules”, Journal of Photochemistry [14] N.M. Nursam, L. Muliani, J. Hidayat., “Optimalisasi Dimensi Area Aktif pada Sel Surya jenis Dye‐sensitized berbasis Nanokristal TiO 2 , prosiding Seminar Nasional XIV, Kimia dalam Pembangunan, 2011. UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian ini didukung oleh Program Kegiatan Penelitian Dan Pengembangan IPTEK DIPA 2013 – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI. Terima kasih kepada Puslit Elektronika dan Telekomunikasi PPET‐LIPI atas fasilitas yang diberikan pada kegiatan penelitian ini. 53 Pembuatan Sel Surya Berbasis Polimer Dra. Erlyta Septa Rosa, MT 54 LEMBAR PENGESAHAN 1. Judul Kegiatan Penelitian : Pembuatan Sel Surya Berbasis Polimer 2. Kegiatan Prioritas : 3. Peneliti Utama : Nama : Dra. Erlyta Septa Rosa, MT Jenis Kelamin : Wanita 4. Sifat Penelitian : Lanjutan Tahun ke ‐ 3 5. Lama Penelitian : 3 Tiga Tahun 6. Biaya Total 2013 : Rp. 222.980.000,‐ Bandung, 20 Desember 2013 Ketua PME PPET LIPI, Peneliti Utama Dr. Purwoko Adhi, DEA NIP. 19670911 198701 1 001 Dra. Erlyta Septa Rosa, MT NIP. 19630915 199203 2 003 55 Abstrak Sel surya polimer merupakan sel surya dengan struktur bulk heterojunction dimana molekul‐molekul dari dua jenis material polimer yang berfungsi sebagai donor elektron tipe‐p dan akseptor elektron tipe‐n dicampur menjadi film bulk sehingga membentuk heterojunction diantara keduanya. Film bulk tersebut berfungsi sebagai active layer yang berkerja menyerap cahaya matahari dan membangkitkan elektron pada saat cahaya matahari mengenai permukaan substratkaca. Ada 4 empat jenis sel surya yang akan dibuat pada penelitian ini dengan menggunakan 4 empat jenis campuran polimer yang berbeda sebagai active layer. Campuran polimer yang pertama adalah [poly2‐methoxy‐5‐3,7‐ dimethyloctyloxy ‐1,4‐phenylene vinylene] MDMO‐PPV dan [6,6 phenyl C61‐ butyric acid methyl ester] atau PCBM; campuran polimer kedua adalah poly 3‐ hexylthiophene P3HT dan PCBM; campuran polimer ketiga adalah hybrid MDMO‐ PPV dengan partikel nano seng oksida ZnO; serta campuran polimer yang keempat adalah hybrid P3HT dengan partikel nano ZnO. Metoda yang akan digunakan dalam pembuatan sel surya berbasis polimer ini adalah lapis tipis thin film. Pertama‐tama polimer dilapiskan dengan teknik screen printing di atas permukaan substrat kaca yang sudah dilapisi dengan elektroda transparan Indium Tin Oxide ITO. Selanjutnya di bagian bawah polimer dilapiskan elektroda alumunium Al menggunakan teknik sputteringevaporasi. Fasilitas peralatan untuk proses tersebut semua tersedia di Laboratorium BKME PPET – LIPI. Kata kunci : sel surya, polimer, bulk heterojunction, active layer, ZnO, thin film. 56 I. Pendahuluan

i. Latar

belakang, ruang lingkup dan batasan kegiatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya PLTS merupakan salah satu sumber energi baru dan terbarukan yang prospektif untuk dikembangkan di Indonesia. Adapun inti dari PLTS adalah sel surya, yaitu divais yang mampu mengubah cahaya matahari menjadi listrik secara langsung. Sel surya generasi pertama, yaitu sel surya yang menggunakan substrat silikon kristal, saat ini dianggap terlalu mahal dan tidak dapat bersaing dengan pembangkit listrik lainnya seperti pembangkit listrik tenaga air maupun pembangkit listrik tenaga uap. Oleh karena itu banyak peneliti mulai mengembangkan sel surya yang lebih murah dengan menggunakan material non‐silikon, yang disebut sebagai sel surya generasi kedua dan ketiga 1 . Pengembangan sel surya generasi ketiga banyak dilakukan menggunakan teknologi nano, salah satunya adalah sel surya yang menggunakan polimer sebagai material aktifnya. Sel surya berbasis polimer ini, atau juga disebut sebagai sel surya plastik, selain dapat diproduksi dengan biaya proses yang lebih murah, juga mempunyai keunggulan lain, yaitu lebih fleksibel dan ringan. Meskipun demikian efisiensi yang dihasilkan sekitar 6, masih lebih rendah dibandingkan dengan sel surya silikon, sehingga masih banyak peluang yang dapat dilakukan untuk mengembangkan sel surya berbasis polimer ini secara lebih intensif 2,3 . Dalam penelitian ini akan dikembangkan proses pembuatan sel surya berbasis polimer dengan metoda lapis tipis thin film menggunakan teknik screen printing. Screen printing merupakan teknik yang umum digunakan dalam industri devais elektronika karena merupakan teknik yang mudah, murah dan dapat diaplikasikan pada area yang luas 4 . Dalam penelitian ini akan digunakan 2 dua jenis campuran polimer yang berbeda yaitu [poly2‐methoxy‐5‐3,7‐ dimethyloctyloxy ‐1,4‐phenylene vinylene] MDMO‐PPV dan [6,6 phenyl C61‐ butyric acid methyl ester] atau PCBM dan poly 3‐hexylthiophene P3HT dan PCBM. Selain itu juga akan dikembangkan pula 2 dua jenis hybrid polimer dengan partikel ZnO, masing‐masing adalah MDMO‐PPV dengan partikel nano seng oksida ZnO; dan P3HT dengan partikel ZnO. Penelitian ini merupakan salah satu bentuk pelaksanaan dari tupoksi dan renstra Puslit Elektronika dan Telekomunikasi LIPI dalam bidang pengembangan bahan dan komponen mikroelektronika. Selain itu penelitian ini juga disesuaikan dengan Program Tematik LIPI dalam bidang Sumber Energi Baru dan Terbarukan maupun bidang Material Maju dan Nanoteknologi, serta Program Prioritas Bappenas untuk LIPI dalam bidang Material Maju Advanched Material dan Nanoteknologi. ii. Perumusan Masalah Dalam proses pembuatan sel surya berbasis polimer hybrid itu permasalahan yang akan diteliti dirumuskan sebagai berikut : • Bagaimana pengaruh jenis polimer terhadap unjuk kerja sel. • Bagaimana pengaruh konsentrasi polimer terhadap unjuk kerja sel. • Bagaimana pengaruh penambahan partikel nano ZnO ke dalam polimer terhadap unjuk kerja sel. • Bagaimana pengaruh tebal lapisan polimer hybrid terhadap unjuk kerja sel. 57 • Bagaimana pengaruh proses deposisi alumunium terhadap unjuk kerja sel. iii. Tujuan dan Sasaran Penelitian. ƒ Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk dapat berperan aktif dalam pengembangan material maju advanched material dan pengembangan sumber energi baru dan terbarukan yang merupakan program prioritas di lingkungan LIPI. ƒ Sasaran. Pengembangan proses pembuatan sel surya berbasis polimer di dunia saat ini statusnya masih dalam tahapan riset dasar. Oleh karena itu sasaran yang diharapkan dapat dicapai adalah mempunyai kemampuan dalam menguasai teknologi pembuatan sel surya berbasis polimer sehingga dapat berkontribusi dalam pengembangan teknologi pembuatan sel surya di dunia. iv. Kerangka Analitik Sel surya polimer merupakan sel surya dengan struktur bulk heterojunction dimana molekul‐molekul dari dua jenis material polimer yang berfungsi sebagai donor elektron tipe‐p dan akseptor elektron tipe‐n dicampur menjadi film bulk sehingga membentuk heterojunction diantara keduanya 5 . Film bulk tersebut berfungsi sebagai active layer yang berfungsi menyerap cahaya matahari dan membangkitkan elektron pada saat cahaya matahari mengenai permukaan sel surya. Elektron tersebut kemudian akan mengalir melewati elektroda alumunium Al yang ada dibawahnya dan menuju ke elektroda transparan di atasnya menghasilkan arus listrik 1 . Struktur sel surya polimer secara umum dapat dilihat pada Gambar‐1 berikut. Top electrode Bottom electrode on transparent substrate Active layer 100-200 nm Gambar ‐1. Struktur sel surya polimer 6 . Polimer yang dapat digunakan sebagai lapisan aktif active layer adalah material yang kaya dengan donor maupun akseptor elektron, yaitu polimer terkonyugasi, antara lain material turunan fulleren dan thiofen 5,7,8 Gambar 2. Efisiensi sel surya yang dihasilkan bergantung pada material yang digunakan dan proses penumbuhannya deposisi 9 . 58 Gambar 2. Struktur material polimer terkonyugasi 10,11 .

v. Hipotesis

Polimer terkonyugasi seperti turunan polyp‐phenylene vinylene dan polythiophene merupakan material yang mempunyai bandgap yang rendah 2,0 – 2,2 eV, penyerapan tinggi di daerah sinar tampak dan bersifat stabil 8,12 . Turunan polyp ‐phenylene vinylene seperti [6,6]‐phenyl‐C61‐butyric acid methyl ester PCMB banyak digunakan sebagai akseptor elektron, sedangkan sebagai donor elektron umumnya poly3‐hexylthiophene atau disingkat dengan P3HT 13 . S.E. Shaheen dkk 14 memperkenalkan teknik screen printing di dalam fabrikasi sel surya bulk heterojunction. Material yang digunakan adalah campuran polimer [poly2 ‐methoxy‐5‐3,7‐dimethyloctyloxy‐1,4‐phenylene vinylene] atau MDMO‐ PPV dan [6,6 phenyl C61‐butyric acid methyl ester] atau PCBM. Efisiensi sel yang dihasilkan adalah sekitar 4,3. B. Zhang dkk 15 juga menggunakan teknik screen printing untuk membuat sel surya polimer dari campuran PCBM dan [poly 3‐ hexylthiophene] atau P3HT dengan efisiensi sel 4,23. Faktor yang mempengaruhi efisiensi sel surya polimer adalah efisiensi kuantum internal atau penyerapan fotoncahaya oleh material aktif menjadi elektron 16 . Penyerapan foton dipengaruhi oleh morfologi permukaan polimer 17,18 . Oleh karena itu yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah pengontrolan permukaan polimer, yaitu dengan cara pengaturan komposisi campuran polimer MDMO ‐PPV PCBM dan P3HTPCBM, pengaturan tebal polimer serta penambahan partikel ZnO. 59 II. Metodologi. Kegiatan ini seluruhnya akan dilakukan di laboratorium Bahan dan Komponen Mikroelektronika PPET‐LIPI. Untuk kegiatan karakterisasi seperti SEM, XRD, UV‐VIS, dan kurva I‐V dilakukan di laboratorium di luar PPET‐LIPI antara lain PPGL, ITB, BATAN dan UGM. Penelitian ini direncanakan memerlukan waktu selama 3 tiga tahun. Tahun pertama 2011 telah dilaksanakan pembuatan sel surya polimer MDMO‐PPV dan PCBM sebagai active layer. Pada tahun kedua ini sebagai active layer akan digunakan campuran polimer P3HT dan PCBM. Selanjutnya pada tahun ketiga untuk lebih meningkatkan efisiensi sel surya dan menurunkan biaya proses maka ke dalam campuran polimer akan ditambahkan partikel nano ZnO sehingga membentuk sel surya hybrid polimersemikonduktor anorganik. Proses pembuatan sel surya berbasis polimer terdiri dari beberapa tahapan proses, yaitu : a. Proses litografi lapisan ITO diatas substrat kacaplastik. Parameter proses yang diamati adalah waktu etsa. b. Proses pelapisan elektroda interface PEDOT:PSS diatas substrat kacaplastik yang telah dilapisi ITO menggunakan teknik screen printing. Parameter proses yang diamati adalah parameter printing dan temperatur dan waktu pengeringan. c. Proses pelapisan polimer di atas lapisan PEDOT:PSS menggunakan teknik spin coating. Parameter proses yang diamati adalah konsentrasi polimer, kecepatan spin, serta waktu spin, temperatur dan waktu pengeringan. d. Proses pelapisan Alumunium di atas lapisan polimer menggunakan teknik evaporasi. Parameter proses yang diamati adalah masing‐masing adalah waktu dan arus deposisi untuk proses evaporasi. e. Kapsulasi sel. Kapsulasi dilakukan dengan menutup permukaan atas sel dengan kaca plastik menggunakan sealant sebagai media perekatnya, dilanjutkan dengan proses pemanasan sekalian proses annealing. Parameter proses yang diamati adalah temperatur dan waktu annealing. f. Karakterisasi I‐V. Karakterisasi dilakukan menggunakan sun simulator pada kondisi temperatur 25 ºC dan radiasi 60 mWcm 2 . Diagram alir proses pembuatan sel surya berbasis polimer tersebut di atas dapat dilihat pada gambar 3. Dalam kegiatan ini dilakukan pembuatan sel surya polimer masing‐masing di atas substrat kaca dan substrat plastik PET. Selain itu pada kegiatan ini juga akan dibuat array dari 3 tiga buah sel dalam satu substrat, dimana urutan prosesnya sama seperti yang tertera pada gambar 3, akan tetapi masker yang digunakan berbeda. Gambar 4 memperlihatkan desain array dari 3 tiga buah sel dalam satu substrat tersebut. 60 Gambar 3. Diagram alir proses pembuatan sel surya berbasis polimer. Gambar 4. Desain array dari 3 tiga buah sel polimer dalam satu substrat. III. Faktor risikokeberhasilan. Penelitian ini akan dapat tercapai sesuai dengan target yang diharapkan karena sumber daya manusia yang tersedia telah memiliki kompetensi dibidang fabrikasi sel surya silikon kristal, proses screen printing dan proses kimia. Selain itu peralatan pendukung tersedia dengan lengkap antara lain lemari asam, screen printer dan conveyor furnace. Oleh karena itu penelitian ini mempunyai faktor keberhasilan yang cukup tinggi. Faktor hambatan yang mungkin muncul adalah tertundanya proses karakterisasi yang dilakukan melalui pihak luar jasa. IV. Roapmap Hasil Penelitian Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah : ƒ Tahun I 2011 : ‐ 1 buah prototipe sel surya polimer MDMO‐ PPVPCMB ‐ publikasi 2 buah ƒ Tahun II 2012 : ‐ 1 buah prototipe sel surya polimer P3HTPCMB ‐ publikasi 2 buah ƒ Tahun III 2013 : ‐ 2 buah prototipe sel surya polimer hybrid ZnO ‐ publikasi 2 buah V. Aspek Strategis Penelitian ini mempunyai aspek strategis di dalam penguasaan pengembangan material maju dan teknologi nano, khususnya dalam proses pembuatan sel surya generasi ketiga. Peluang untuk mengembangkan proses pembuatan sel surya berbasis polimer masih sangat terbuka lebar karena efisiensi yang dihasilkan masih rendah dibandingkan dengan efisiensi sel berbasis silikon. Oleh karena itu saat ini banyak peneliti dunia sedang giat melakukan penelitian sel surya berbasis polimer. Sealant Substrat kaca Substrat kaca ITO PEDOT:PSS POLIMER Aluminium Struktur sel surya polimer Substrat plastik PETglass ITO PEDOT:PSS POLIMER Aluminium ITO PEDOT:PSS POLIMER Aluminium ITO PEDOT:PSS POLIMER Aluminium Substrat Gelasplastik dilapisi ITO Printing PEDOT:PSS Spin coating Polimer Evaporasi Alumunium Karakterisasi I-V Litografi ITO Kapsulasi 61 VI. Pelaksana Penelitian dan Institusi Mitra Penelitian ini akan dilaksanakan di PPET – LIPI. Pelaksana yang akan terlibat dalam penelitian ini berjumlah 9 sembilan orang dengan peran dan tanggung jawab masing‐masing adalah sebagai berikut : KEGIATAN PENANGGUNG JAWAB PERSONIL YANG TERLIBAT 1. Persiapan bahan Widhya Y Erlyta, Poppy, Dede 2. Preparasi peralatan dan masker Grace A.Wahid, Poppy, Danu 3. Percobaan pelapisan PEDOTPSS Shobih Erlyta, A. Wahid 4. Percobaan pembuatan polimer hybrid ZnO Erlyta Slamet W, Grace 5. Percobaan pelapisan polimer hybrid ZnO Shobih Erlyta, Grace 6. Percobaan pelapisan kontak Al Slamet W Grace, A. Wahid, Danu 7. Percobaan pembuatan sel surya Erlyta A.Wahid, Shobih, Slamet W 8. Pengukuran kurva I‐V sel surya A Wahid Danu, Dede 9. Analisa dan Evaluasi Erlyta Shobih, A. Wahid, Slamet W 10. Pembuatan Laporan dan Publikasi Erlyta Shobih,Poppy, Widhya Y VII. Jadwal Kegiatan. Bulan No. Kegiatan dan Penanggung Jawab 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1. Studi literatur Erlyta 2. Persiapan bahan Widhya Y 3. Preparasi peralatan dan masker Grace 4. Percobaan pelapisan PEDOTPSS Shobih 5. Percobaan pembuatan polimer hybrid ZnO Erlyta 6. Percobaan pelapisan polimer hybrid ZnO Shobih 7. Proses pelapisan kontak Al Slamet W 8. Percobaan pembuatan sel surya Erlyta 9. Pengukuran kurva I‐V sel surya A. Wahid 10. Analisa dan Evaluasi Erlyta 11. Laporan dan Publikasi Erlyta 62 VIII. Rencana Capaian, Hasil, dan Pembahasan

4.1. Rencana Capaian

Adapun yang akan dilakukan pada tahun 2013 ini adalah proses pembuatan sel surya polimer hibrid, dimana campuran polimer yang digunakan adalah MDMO ‐PPV dengan partikel nano seng oksida ZnO; dan campuran polimer P3HT dengan partikel nano ZnO. Adapun tahapan kegiatan tercantum pada Jadwal kegiatan.

4.2. Hasil dan Pembahasan.

Sebagaimana yang telah direncanakan dalam jadwal kegiatan, kegiatan yang telah dilaksanakan pada tahun 2013 ini adalah sebagai berikut : i. Percobaan pelapisan PEDOT:PSS. Dalam penelitian ini PEDOT:PSS digunakan sebagai hole transporter and exciton blocker, dan mencegah difusi ITO ke dalam polimer active layer. PEDOT:PSS dilapiskan di atas lapisan ITO yang telah dietsa sebagaimana yang tercantum pada diagaram alir proses pada Gambar 3. Substrat yang digunakan adalah substrat fleksibel, yaitu Poli Etilen Terepthalat PET yang telah dilapisi dengan ITO, dimana dalam satu substrat dibuat 3 tiga buah sel surya polimer dengan luas area 2,6 cm 2 yang terhubung secara seri. Proses etsa ITO dilakukan dengan teknik litografi menggunakan masker seperti yang terlihat pada gambar 5a, sedangkan proses pelapisan PEDOT:PSS dilakukan menggunakan teknik screen printing dengan pola masker seperti pada Gambar 5b. Hasil proses etsa ITO dan printing PEDOT:PSS dapat dilihat pada gambar 6, sedangkan hasil karakterisasi lapisan PEDOT:PSS dapat dilihat pada Tabel 1. a b Gambar 5. Masker etsa ITO a dan screen PEDOT:PSS b. a b Gambar 6. Hasil proses etsa ITO a dan printing PEDOT:PSS b di atas substrat PET. Tabel 1. hasil karakterisasi lapisan PEDOT:PSS. No. Resistivitas permukaan Ω No. Resistivitas permukaan Ω 1 166,9547113 6 161,8512922 63 2 128,6790679 7 191,0136872 3 147,2700947 8 126,1273583 4 154,9252234 9 150,9153941 5 132,6888972 10 223,0923217 Rata ‐rata 158,3518048 ii. Percobaan pembuatan polimer hybrid MDMO‐PPVZnO dan pelapisan polimer hybrid MDMO‐PPV ZnO. Dalam ini kegiatan telah dilakukan percobaan pembuatan pasta polimer hybrid campuran MDMO‐PPVZnO dengan perbandingan dalam pelarut klorobensen, dimana diharapkan dapat digunakan dengan teknik screen printing. Akan tetapi karena hasilnya pelapisannya masih tidak merata gambar 7b, maka kemudian dilakukan dengan proses spin coating. Sehubungan dengan keterbatasan bahan, maka selanjutnya percobaan spin coating larutan polimer dilakukan menggunakan campuran P3HTZnO. Proses spin coating polimer hybrid P3HTZnO dilakukan pada tiga jenis komposisi campuran P3HT dan ZnO, yaitu masing‐masing 3:7, 1:1, dan 7:3. Foto masker dan hasil pelapisan polimer hybrid P3HTZnO dapat dilihat pada gambar 8 berikut. a b Gambar 7. Screen polimer hybrid MDMO‐PPVZnO a dan hasil printing polimer hybrid MDMO‐PPVZnO b. a b Gambar 8. Masker polimer hybrid P3HTZnO a dan hasil spin coating polimer hybrid P3HTZnO b. iii. Proses pelapisan kontak Al. Dalam proses pelapisan kontak Al dengan metoda evaporasi, hanya dilakukan dalam satu parameter proses saja, yaitu pada tekanan 5,0‐6,5 x10 ‐5 mbar selama 5 menit yang menghasilkan lapisan alumunium dengan tebal 50 nm. Gambar 9 berikut adalah foto masker alumunium dan hasil pelapisannya. 64 a b Gambar 9. Masker alumunium a dan hasil evaporasi alumunium b. iv. Proses laminasikapsulasi. Laminasi bertujuan agar sample tidak terkena pengaruh dari luar. Dengan adanya laminasi sample ini, sample yang akan diukur tidak akan mudah rusak. Selain itu sample dapat diukur untuk beberapa waktu kemudian. Dengan kata lain, sample ini dapat bertahan lebih lama. Laminasi ini dilakukan dengan cara menaruh sealant sebagai perekat di antara sample dengan plastik PET.mika dalam percobaan ini mika yang digunakan adalah mika biasa. Sealant dipotong dengan ukuran sesuai dengan ukuran substrat, namun dengan menyisakan tsebagian tempat yang masih terdapat ITO sebagai kontak pengukuran. Kemudian sample dijepit dengan menggunakan kaca di bagian atas dan bawah. Agar sample, sealant, dan mika dapat merekat dalam proses laminasi ini maka sample yang telah dijepit dengan kaca tersebut harus dioven vakum dengan suhu sebesar 120 o C selama 10 menit Gambar 10. Gambar 10. Proses laminasi sel surya polimer. v. Percobaan pembuatan sel surya polimer hybrid P3HTZnO. Percobaan pembuatan sel dan modul surya polimer P3HTZnO dilakukan pada Triwulan II, melalui proses sebagaimana yang tercantum pada diagaram alir proses pada Gambar 3. Pembuatan sel surya polimer hybrid P3HTZnO ini dilakukan masing‐ masing pada komposisi 3:7, 1:1, dan 7:3 dan pada proses annealing 120 ºC dan 150 ºC. Foto prototipe sel dan modul surya polimer tersebut dapat dilihat pada Gambar 11 berikut. 65 Sel surya Modul surya Gambar 11. Foto prototipe sel dan modul surya polimer hybrid P3HTZnO desain kotak. Selain pembuatan sel dan modul surya polimer P3HTZnO dengan desain kotak, juga dilakukan pembuatan sel dan modul surya polimer P3HTZnO dengan desain melintang gambar 12. Meskipun demikian, luas area aktif setiap sel maupun modul dibuat tetap sama, yaitu 2,6 cm 2 untuk sel dan 3 x 2,6 cm 2 untuk modul. Foto dari prototipe sel dan modul surya polimer dengan pola melintang dapat dilihat pada Gambar 13. Sel Modul Gambar 12. Desain pola melintang sel surya polimer hibrid P3HTZnO. 66 Sel surya Modul surya Gambar 13. Foto prototipe sel dan modul surya polimer hybrid P3HTZnO desain melintang. 67 vi. Pengukuran kurva I‐V. Alat yang digunakan untuk pengukuran IV sel surya yang digunakan terdiri dari solar simulator Oriel, piranometer, alat ukur I‐V dari National Instrument, dan sebuah komputer dengan aplikasi Lab View. Pengukuran dilakukan dalam penyinaran dengan sumber cahaya lampu xenon pada intensitas cahaya 270 Wattm 2 . Hasil pengukuran tersebut dapat dilihat pada, Gambar 14, Gambar 15, Gambar 16, Gambar 17, Gambar 18 dan Tabel 2, Tabel 3, Tabel 4, Tabel 5, Tabel 6. Pengukuran modul melintang hanya menghasilkan 1 satu kurva untuk komposisi P3HTZnO 37, hal tersebut kemungkinan modul lainnya mengalami “short pada saat kapsulasi. Gambar 14. Kurva I‐V sel surya polimer hybrid P3HTZnO desain kotak. Gambar 15. K urva I‐V modul surya polimer hybrid P3HTZnO desain kotak. 68 Gambar 16. Kurva I‐V sel surya polimer hybrid P3HTZnO desain memanjang. Gambar 17. Kurva I‐V modul surya polimer hybrid P3HTZnO 37 desain memanjang. kotak melintang Gambar 18. Kurva I‐V sel surya polimer hybrid P3HTZnO 73 desain kotak dan desain memanjang pada annealing 120 ºC dan 150 ºC. 69 Tabel 2. Hasil karakterisasi listrik sel surya polimer hybrid P3HTZnO desain kotak. Karakteristik listrik P3HTZnO 7:3 P3HTZnO 1:1 P3HTZnO 3:7 Tegangan sirkit terbuka Voc V 0,697 0,667 0,650 Arus hubung singkat Isc mA 0,040 0,038 0,033 Daya maksimum Pm mWatt 0,014 0,013 0,010 Fill faktor FF 0,682 0,510 0,487 Efisiensi 0,024 0,020 0,015 Tabel 3. Hasil karakterisasi listrik modul surya polimer hybrid P3HTZnO desain kotak. Karakteristik listrik P3HTZnO 7:3 P3HTZnO 1:1 P3HTZnO 3:7 Tegangan sirkit terbuka Voc V 3,92 2,37 2,08 Arus hubung singkat Isc mA 0,00753 0,0074 6 0,0060 Daya maksimum Pm mWatt 0,011 0,0060 0,0046 Fill faktor FF 0,385 0,346 0,371 Efisiensi 0,0055 0,0029 0,0022 Tabel 4. Hasil karakterisasi listrik sel surya polimer hybrid P3HTZnO desain memanjang. Karakteristik listrik P3HTZnO 7:3 P3HTZnO 1:1 P3HTZnO 3:7 Tegangan sirkit terbuka Voc V 0,48 0,33 0,26 Arus hubung singkat Isc mA 0,0056 0,0055 0,0044 Daya maksimum Pm mWatt 0,0017 0,0010 0,0004 Fill faktor FF 0,630 0,578 0,371 Efisiensi 0,024 0,015 0,006 Tabel 5. Hasil karakterisasi listrik modul surya polimer hybrid P3HTZnO desain memanjang. Karakteristik listrik P3HTZnO 7:3 P3HTZnO 1:1 P3HTZnO 3:7 Tegangan sirkit terbuka Voc V Tidak terukur 7,83 Arus hubung singkat Isc mA 0,0058 Daya maksimum Pm mWatt 0,0031 Fill faktor FF 0,690 Efisiensi Tidak terukur 0,147 Tabel 6. Hasil karakterisasi listrik sel surya polimer hybrid P3HTZnO 73 desain kotak dan memanjang pada annealing 120 ºC dan 150 ºC. .Karakteristik listrik sel kotak Non Annealing Annealing 120 ºC Annealing 150 ºC Tegangan sirkit terbuka Voc V 0,697 0,881 0,783 70 Arus hubung singkat Isc mA 0,040 0,0044 0,0047 Daya maksimum Pm mWatt 0,0014 0,033 0,0031 Fill faktor FF 0,682 0,849 0,889 Efisiensi 0,024 0,047 0,045 .Karakteristik listrik sel memanjang Non Annealing Annealing 120 ºC Annealing 150 ºC Tegangan sirkit terbuka Voc V 0,37 Tidak terukur Tidak terukur Arus hubung singkat Isc mA 0,053 Daya maksimum Pm mWatt 0,009 Fill faktor FF 0,482 Efisiensi 0,014 Berhubung hasil pengukuran modul surya tidak memberikan hasil, maka pada Triwulan III ini percobaan dikonsentrasikan pada pembuatan sel surya saja dan pengembangan desain pola baru, dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi sel. Tahapan proses pembuatan sel surya dilakukan melalui tahapan proses sebagaimana yang ditampilkan pada Gambar 3, sedangkan desain pola yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 18. ITO ITO PEDOT-PSS LAPISAN AKTIF ALUMUNUM PERAK PET Gambar 18. Desain pola persegi sel surya polimer hibrid. Berdasarkan atas percobaan sebelumnya, dimana untuk sel surya polimer hybrid P3HTZnO komposisi campuran P3HT dan ZnO yang mempunyai efisiensi tertinggi adalah 7:3, maka pembuatan sel surya polimer hybrid P3HTZnO pada tahap ini dilakukan pada komposisi 7:3 dengan penambahan proses annealing. Foto prototipe sel surya polimer tersebut dapat dilihat pada Gambar 19 dan hasil karakterisasinya pada Tabel 7. Dari hasil Tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa u efisiensi yang paling tinggi yaitu sebesar 0.002791 diperoleh yang diannealing pada 140 C selama 10 menit. Gambar 19. Foto prototipe sel surya polimer hybrid P3HTZnO desain persegi. ITO PEDOT:PSS PolimerZnO Alumunium 71 Tabel.7. Hasil Karakteristik listrik sel surya polimer hybrid P3HT ZnO pada komposisi 7:3. vi. Percobaan pembuatan sel surya polimer hybrid MDMO‐PPVZnO. Proses pembuatan sel surya polimer hybrid MDMO‐PPVZnO ini baru dimulai pada Triwulan III menggunakan desain pola seperti pada gambar 18.. Proses pembuatan sel surya dilakukan masing‐masing pada komposisi 3:7, 1:1, dan 7:3 dan pada proses annealing 120 ºC dan 150 ºC, menggunakan substrat fleksibel PET dan substrat kaca. Foto prototipe sel surya polimer tersebut dapat dilihat pada Gambar 20 dan hasilnya pada tabel 8 dan tabel 10.. a b Gambar 20. Foto prototipe sel surya polimer hybrid MDMO‐PPVZnO desain persegi substrat PET a dan substrat kaca b. Tabel.8. Hasil Karakteristik listrik sel surya polimer hybrid MDMO‐PPV ZnO pada komposisi 7:3, 1:1, dan 3:7 sebelum proses laminasi. No MDMO‐PPV : ZnO Eff Isc A Voc V FF 1 7:3 1 3.61E ‐05 5.29E ‐08 0.244204 0.754581 2 7:3 2 5.60E ‐05 9.52E ‐08 0.162588 0.982372 3 7:3 3 0.000394 7.15E ‐08 0.978841 0.997491 4 7:3 4 2.91E ‐05 1.26E ‐07 0.060497 1.030074 5 1:1 1 0.000217 6.38E ‐08 0.978913 0.947533 tanpa anil 1 120 C sel1 120 C sel ‐2 130 C sel1 130 C sel ‐2 140 C sel ‐1 140 C sel ‐2 150 C sel ‐1 150 C sel ‐2 Eff 0.0018 84 0.00138 6 0.0013 63 0.0022 24 0.0024 26 0.0020 64 0.0027 91 0.0014 99 0.0015 27 Isc A 3.11E ‐ 06 2.49E‐06 3.11E ‐ 06 3.47E ‐ 06 4.13E ‐ 06 4.32E ‐ 06 3.98E ‐ 06 3.06E ‐ 06 3.31E ‐ 06 Voc V 0.6519 47 0.65190 5 0.6519 05 0.9785 84 0.8965 78 0.8968 47 0.8561 26 0.7740 16 0.7335 9 FF 0.6489 72 0.61593 6 0.4629 53 0.4592 28 0.4630 37 0.3767 73 0.5575 23 0.4586 37 0.4426 75 72 6 1:1 2 6.74E ‐05 6.24E ‐08 0.223874 1.291509 7 1:1 3 0.00034 7.89E ‐08 0.978886 1.233634 8 1:1 4 2.35E ‐05 3.32E ‐07 0.019935 1.0000 9 3:7 1 0.000326 7.16E ‐08 0.978959 1.270437 10 3:7 2 0.000335 7.99E ‐08 0.978819 1.189031 11 3:7 3 0.00034 9.16E ‐08 0.978884 1.058545 12 3:7 4 0.000273 6.55E ‐08 0.978898 1.18055 Tabel.9. Hasil Karakteristik listrik sel surya polimer hybrid MDMO‐PPV ZnO pada komposisi 7:3, 1:1, dan 3:7 setelah proses laminasi No MDMO‐PPV : ZnO Eff Isc A Voc V FF 1 7:3 1 0.147421 4.47E ‐05 0.978799 0.926717 2 7:3 2 0.121347 5.21E ‐05 0.978753 0.648247 3 7:3 3 0.129198 3.75E ‐05 0.978933 0.99874 4 7:3 4 0.114814 4.00E ‐05 0.774506 0.989645 5 1:1 1 0.023548 0.000181 0.080428 0.423362 6 1:1 2 0.025585 4.74E ‐05 0.24395 0.592513 7 1:1 3 0.10332 5.05E ‐05 0.79482 0.715007 8 1:1 4 0.102075 6.42E ‐05 0.427347 0.989547 9 3:7 1 0.119261 5.35E ‐05 0.713543 0.847417 10 3:7 2 0.069299 2.73E ‐05 0.978826 0.686515 11 3:7 3 0.160807 4.58E ‐05 0.978746 0.97066 12 3:7 4 0.168581 4.73E ‐05 0.978839 0.987908 Hasil pengukuran setelah laminasi menunjukkan rata‐rata efisiensi untuk perbandingan 7:3 adalah 0,128 , 1:1 adalah 0,063 , dan 3:7 menghasilkan 0,129 . Hasil yang diperoleh dalam pengukuran yang ke dua masih menunjukkan bahwa sample dengan perbandingan MDMO‐PPV : ZnO sebesar 3:7 memiliki efisiensi yang paling tinggi. Jika dinandingkan dengan sebelum proses laminasi, maka setelah proses laminasi efisiensi yang dihasilkan hampir 10X lebih tinggi dari 0,0132 menjadi 0,129 . Untuk lebih meningkatkan efisiensi, dalam penelitian ini dicoba dilakukan proses annealing lapisan aktif. Annealing dilakukan setelah proses spin coating lapisan aktif di dalam oven vakum pada temperatur 120 ºC selama 10 menit. Hasil pengukuran I‐Vnya dapat dilihat pada Tabel 10. Nilai efisiensi tertinggi diperoleh dari perbandingan MDMO‐PPVZnO dengan komposisi 3:7, yaitu sekitar 0,238853 pada sel ke 1, 0,214923 pada sel ke 2, 0.118732 pada sel ke 3 dan 0,206767 pada sel ke 4. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini perbandingan komposisi MDMO‐ PPVZnO 3:7 merupakan perbandingan komposisi paling baik dalam pembuatan sel surya polimer hibrid menggunakan MDMO‐PPVZnO dengan proses annealing, dengan efisiensi tertinggi sebesar 0,238853 . Proses annealing mampu meningkatkan efisiensi sel menjadi 2X lipat. Peningkatan efisiensi tersebut dapat disebabkan karena proses annealing mampu memperbaiki struktur lapisan MDMO ‐PPVZnO, sehingga kinerjanya dapat meningkat. 73 Tabel 10. Hasil karakterisasi listrik sel surya polimer hybrid MDMO‐PPV ZnO pada komposisi 7:3, 1:1, dan 3:7 setelah proses annealing pada temperatur 120 ºC selama 10 menit. Selain menggunakan substrat fleksibel, percobaan sel surya polimer hibrid MDMO ‐PPVZnO ini juga dilakukan di atas substrat kaca. Hasil pengukuran I‐V tanpa proses annealing dan dengan proses annealing sebelum dan sesudah proses laminasi dapat dilihat pada Tabel 11, Tabel 12, Tabel 13 dan Tabel 14. Tabel 11. Hasil karakterisasi listrik sel surya polimer hybrid MDMO‐PPV ZnO di atas substrat kaca pada komposisi 3:7, 1:1, dan 7:3 tanpa proses annealing sebelum laminasi. No MDMO‐PPV : ZnO Eff Isc A Voc V FF 1 3:7 1 0,439385 5,11E ‐05 0,978808 0,92123 2 3:7 2 0,444908 4,74E ‐05 0,978811 0,99108 3 3:7 3 0,466453 5,36E ‐05 0,979009 0,92805 4 3:7 4 0,16043 3,79E ‐05 0,672531 0,66413 5 1:1 1 0,450907 4,98E ‐05 0,978828 0,98928 6 1:1 2 0,150047 4,16E ‐05 0,652208 0,57342 7 1:1 3 0,430121 4,74E ‐05 0,978806 0,93292 8 1:1 4 0,427202 4,79E ‐05 0,978814 0,96193 9 7:3 1 0,392694 4,84E ‐05 0,978701 0,88183 10 7:3 2 0,409244 4,64E ‐05 0,978801 0,95297 11 7:3 3 0,107467 3,67E ‐05 0,488936 0,61736 12 7:3 4 0,408495 4,78E ‐05 0,978784 0,92085 No MDMO ‐PPV : ZnO Eff Isc Voc FF 1 7:3 1 0.057582 3.69E ‐05 0.468734 0.880312 2 7:3 2 0.098198 4.88E ‐05 0.938024 0.556418 3 7:3 3 0.123066 4.71E ‐05 0.938071 0.740487 4 7:3 4 0.109568 4.32E ‐05 0.978888 0.674688 5 1:1 1 0.008772 2.41E ‐05 0.101184 0.926639 6 1:1 2 0.195707 5.23E ‐05 0.978774 0.97754 7 1:1 3 0.017942 4.09E ‐05 0.162482 0.720297 8 1:1 4 0.198407 5.98E ‐05 0.978954 0.904864 9 3:7 1 0.238853 6.71E ‐05 0.978796 0.937448 10 3:7 2 0.214923 7.26E ‐05 0.978928 0.818806 11 3:7 3 0.118732 4.02E ‐05 0.938081 0.818654 12 3:7 4 0.206767 6.56E ‐05 0.978803 0.821199 74 Tabel 12. Hasil karakterisasi listrik sel surya polimer hybrid MDMO‐PPV ZnO di atas substrat kaca pada komposisi 3:7, 1:1, dan 7:3 tanpa proses annealing setelah laminasi. No MDMO‐PPV : ZnO Eff Isc A Voc V FF 1 3:7 1 0,333535 4,22E ‐05 0,978719 0,908696 2 3:7 2 0,01715 4,07E ‐05 0,080823 0,592306 3 3:7 3 0,39066 4,47E ‐05 0,978813 0,958335 4 3:7 4 0,346886 4,31E ‐05 0,978704 0,918182 5 1:1 1 0,167421 3,15E ‐05 0,733749 0,825764 6 1:1 2 0,331574 3,90E ‐05 0,978779 0,987447 7 1:1 3 0,118902 3,62E ‐05 0,509276 0,707647 8 1:1 4 0,125904 3,20E ‐05 0,509269 0,883296 9 7:3 1 0,348238 4,49E ‐05 0,978799 0,885571 10 7:3 2 0,045428 4,21E ‐05 0,162252 0,740691 11 7:3 3 0,030143 6,74E ‐05 0,080955 0,599591 12 7:3 4 0,084613 4,04E ‐05 0,488798 0,476198 Tabel 13. Hasil karakterisasi listrik sel surya polimer hybrid MDMO‐PPV ZnO di atas substrat kaca pada komposisi 3:7, 1:1, dan 7:3 dengan proses annealing pada temperatur 120 ºC selama 10 menit sebelum laminasi. No MDMO‐PPV : ZnO Eff Isc A Voc V FF 1 3:7 1 0,120123 4,47E ‐05 0,509417 0,55974 2 3:7 2 0,461017 5,31E ‐05 0,978836 0,94823 3 3:7 3 0,174284 4,49E ‐05 0,631873 0,64521 4 3:7 4 0,381798 4,27E ‐05 0,978876 0,97329 5 1:1 1 0,429556 4,76E ‐05 0,978644 0,97532 6 1:1 2 0,395851 4,34E ‐05 0,978823 0,93015 7 1:1 3 0,220643 4,83E ‐05 0,550412 0,90731 8 1:1 4 0,433944 5,31E ‐05 0,978871 0,85158 9 7:3 1 0,40852 4,86E ‐05 0,978764 0,92493 10 7:3 2 0,378001 4,83E ‐05 0,978519 0,85219 11 7:3 3 0,391324 4,58E ‐05 0,978768 0,95104 12 7:3 4 0,371395 5,90E ‐05 0,795105 0,85605 75 Tabel 14. Hasil karakterisasi listrik sel surya polimer hybrid MDMO‐PPV ZnO di atas substrat kaca pada komposisi 3:7, 1:1, dan 7:3 dengan proses annealing pada temperatur 120 ºC selama 10 menit setelah laminasi. No MDMO‐PPV : ZnO Eff Isc A Voc V FF 1 3:7 1 0,439027 4,94E ‐05 0,978738 0,955861 2 3:7 2 0,388804 4,66E ‐05 0,978571 0,92171 3 3:7 3 0,497401 5,60E ‐05 0,978743 0,934509 4 3:7 4 0,521177 6,24E ‐05 0,978966 0,890868 5 1:1 1 0,421783 4,94E ‐05 0,978731 0,945701 6 1:1 2 0,38104 4.42E ‐05 0,978718 0,965866 7 1:1 3 0,513 5,62E ‐05 0,978768 0,963984 8 1:1 4 0,429271 5,16E ‐05 0,979033 0,923697 9 7:3 1 0,413664 4,76E ‐05 0,978698 0,98621 10 7:3 2 0,230477 3,01E ‐05 0,978824 0,862286 11 7:3 3 0,344598 4,32E ‐05 0,978649 0,894626 12 7:3 4 0,405738 4,84E ‐05 0,978676 0,928431 Sebelum proses laminasi efisiensi tertinggi yang diperoleh adalah 0,466453 , 0,450907 dan 0,409244 berturut‐turut untuk komposisi MDMO‐PPV:ZnO 3:7, 1:1, dan 7:3. Adapun setelah proses laminasi efesiensi yang diperoleh adalah 0,39066 , 0,331574 , dan 0,348238 , masing‐masing pada komposisi MDMO ‐PPV:ZnO 3:7, 1:1, dan 7:3. Efisiensi tertinggi dihasilkan pada komposisi 3:7 baik sebelum maupun setelah proses laminasi. Dengan penambahan proses annealing pada temperatur 120 ºC selama 10 menit, sebelum proses laminasi efisiensi tertinggi yang diperoleh adalah 0,461017 , 0,433944 dan 0, 408520 berturut‐turut untuk komposisi MDMO‐PPV:ZnO 3:7, 1:1, dan 7:3. Adapun setelah proses laminasi efesiensi yang diperoleh adalah 0,,521177 , 0,513 , dan 0,413664 , masing‐masing pada komposisi MDMO ‐PPV:ZnO 3:7, 1:1, dan 7:3. Efisiensi tertinggi juga dihasilkan pada komposisi 3:7, baik sebelum maupun setelah proses laminasi. Seperti halnya pada substrat fleksibel, proses annealing juga mampu meningkatkan efisiensi sel pada substrat kaca, akan tetapi tidak setinggi pada substrat fleksibel. Efiensi sel meningkat hanya sekitar 1,14X lipat. 76 ™ OUTPUT rencana sesuai yg tercantum dalam proposal NO. OUTPUT RENCANA REALISASI CAPAIAN KETERANGAN 1. Publikasi Ilmiah a. Jurnal Nasional • Fabrication of bulk heterojunction polymer solar cells, sudah disubmit dan direview di Jurnal Teknologi Indonesia, IPT LIPI, 2013. 1 buah 1 buah 100 b. Jurnal Internasional • Fabrication of Polymer Solar Cells on Flexible Substrate. Advanched in Materials, Processing and Manufacturing Journal, Volume 789, 2013, pp.112 ‐117. Tidak ada 1 buah 100 c. Prosiding Internasion • Effect of the composition of P3HT‐ZnO active layer on the electric characteristics and performance of hybrid polymer solar cell on flexible substrate. Prosiding International Seminar Innovation Research for Science, Technology, and Culture, NIST, Serpong, 19‐20 november 2013. • Hybrid polymer solar cell based on zinc oxide and poly phenylene vinylene. Prosiding Joint Seminar IMEN PPET LIPI, Ciater, 21‐22 November 2013. 1 buah 2 buah 100 d. Prosiding nasional • Studi Pengaruh Intensitas Cahaya Penyinaran terhadap Karakteristik 1 buah 3 buah 100 77 Listrik Sel Surya Berbasis Silikon dan Polimer. Prosiding Seminar Nasional Kimia Terapan Indonesia, HKI – P2K LIPI, Solo 23 Mei 2013. • Studi Karakteristik Listrik Sel Surya Polimer Hibrid Berbasis P3HT‐ZnO di atas Substrat Fleksibel. Prosiding Seminar Fisika dan Aplikasinya, ITS, Surabaya 18 Juni 2013. • Pengaruh komposisi campuran P3HT‐ZnO dan proses annealing terhadap karakteristik listrik dan unjuk kerja sel surya polimer Hibrid di atas substrat fleksibel. Prosiding Seminar Nasional IPT, Yogyakarta 3 Oktober 2013. 2. Contoh Produk jelaskan spesifikasi lengkapnya • sel surya polimer hybrid MDMO ‐PPVZnO efisiensi 0,521177 . • sel surya polimer hybrid P3HTZnO efisiensi 0.002791 2 buah 2 buah 100 3. HKI a. Paten Tidak ada ‐ ‐ b. Merk Tidak ada ‐ ‐ 78 IX. KESIMPULAN Sebagaimana yang tercantum dalam Jadwal Kegiatan, sampai dengan tahap III ini seluruh kegiatan yaitu studi literatur, persiapan bahan, preparasi peralatan dan masker, percobaan pelapisan PEDOT:PSS, percobaan pembuatan polimer hybrid MDMO‐PPVZnO, percobaan pelapisan polimer hybrid MDMO‐ PPVZnO, proses pelapisan kontak Al, percobaan pembuatan sel surya, dan pengukuran kurva I‐V sel surya telah dilaksanakan semuanya. Meskipun demikian hasil yang diperoleh masih jauh dari yang diharapkan, akan tetapi masih lebih baik dibandingkan dengan hasil sebelumnya. Proses annealing dan proses laminasi mampu meningkatkan efisiensi sel secara signifikan, baik pada campuran MDMO‐PPVZnO maupun pada P3HTZnO. Efisiensi sel yang menggunakan substrat kaca lebih tinggi dibandingkan dengan sel yang menggunakan substrat fleksibel. Nilai efisiensi tertinggi untuk sel surya polimer hibrid MDMO‐PPVZnO dihasilkan pada komposisi 3:7, yaitu sebesar 0,521177 . Untuk sel surya polimer hibrid P3HTZnO efisiensi tertinggi dihasilkan pada komposisi 7:3, yaitu sebesar 0.002791 . Daftar Pustaka : 1. M. Priaulx, “Solar Cells and Nanotechnology”, http:tahan.comcharlienanosocietycourse201 2. Frost and Sullivan, “Plastic solar cells”, Advanched Manufacturing Technology, 15 Juli 2007. 3. S. Bush, “Efficiency of spray‐on polymer solar cell hits 6”, electronics weekly.com, 3 March 2009. 4. J.K.J. van Duren, A. Dhanabalan, P.A. van Hal, dan R.A.J. Janssen, “Low‐bandgap polymer photovoltaic cells”, Synthetic Metals, 121 2001 1587‐1588. 5. Y. Kim, S.A. Choulis, J. Nelson, dan D.D.C. Bradley, “Composition and annealing effects in polythiophenefullerene solar cells”, Journal of Material Science, 40 2005 1371‐1376. 6. T. Aernouts, P. Valaeke, W. Geens, J. Poortmans, P. Heremans, S. Borghs, R. Mertens, Ronn Andriessen, dan Luc Leenders, “Printable anodes for flexible organic solar cell modules”, Thin Solid Films, 451‐452 2004 22‐25. 7. Kumar, G. Li, Z. Hong, dan Y. Yang, “High efficiency polymer solar cells with vertically modulated nanoscale morphology”, Nanotechnology, 20 2009 5202‐ 5205. 8. J.K.J. van Duren, A. Dhanabalan, P.A. van Hal, dan R.A.J. Janssen, “Low‐bandgap polymer photovoltaic cells”, Synthetic Metals, 121 2001 1587‐1588. 9. G. Li, V. Shrotriya, J. Huang, Y. Yaou, T. Moriarty, K. Emery, dan Y. Yang, “High‐ efficiency solution processable polymer photovoltaics cells by self‐organization polymer blends”, Nature Materials, 4 2005 864‐868. 10. Wanzhu Cai, Xiong Gong, and Yong Cao 2010, “Polymer solar cells: Recent development and possible routes for improvement in the performance”, Solar Energy Materials Solar Cells, 942: 114‐127. 11. Attila J. Mozer and Niyazi S. Sariciftci 2006, “Conjugated polymer photovoltaic devices and materials, C. R. Chimie, 9: 568–577. 79 12. R. Valaski, C.D. Canestraro, L. Micaroni, R.M.Q. Mello, dan L.S. Roman, “Organic photovoltaic devices based on polythiophene films electrodeposited on FTO substrates”, Solar Energy Material and Solar Cells, 91 2007684‐688. 13. Ankit Kumar, Gang Li, Ziruo Hong, dan Yang Yang, “High efficiency polymer solar cells with vertical modulated nanoscale morphology”, Nanotechnology, 20 2009 165202 ‐165206. 14. S.E. Shaheen, R. Radspinner, dan N. Peyghambarian, “Fabrication of bulk heterojunction plastic solar cells by screen printing”, Appl. Phys. Lett, 70 2001 2996 ‐2998. 15. B. Zhang, H. Chae, dan S.M. Cho, “Screen‐Printed Polymer:Fullerene Bulk‐ Heterojunction Solar Cells”, Japanese Journal of Applied Physics, 48 2009 020208 1 ‐3. 16. Y. Kim, S. Choulis, J. Nelson, D.D.C. Bradley, “Composition and annealing effects in polythiophenefullerene solar cells”, Journal of Materials Science, 40 2005 1171‐ 1376. 17. H. Hoppe, T. Glatzel, M. Niggemann, W. Schwinger, F. Schaeffler, A. Hinsch M. Ch. Lux ‐Steiner, N.S. Sariciftci, “Efficiency limiting morphological factors of MDMO‐ PPV:PCBM plastic solar cells”, Thin Solid Films, 511 – 512 2006 587 – 592. 18. B. Schmidt‐Hansberg, H. Do, A. Colsmann, U. Lemmer, dan W. Schabel, “Drying of thin film polymer solar cells”, Eur. Phys. J. Special Topics, 166 2009 49‐53. 80 Rancang Bangun Antena Radar Pengawas Pantai Menggunakan Teknologi Film Tebal Dr.Ir. Yuyu Wahyu, MT 81 LEMBAR PENGESAHAN 1. Judul Kegiatan Penelitian : Rancang Bangun Antena Radar Pengawas Pantai Menggunkan Teknologi Film Tebal 2. Kegiatan Prioritas : Penelitian, Penguasaan, dan Pemanfaatan Iptek P3‐IPTEK 3. Peneliti Utama : Nama : Dr. Ir. Yuyu Wahyu, MT Jenis Kelamin : Laki ‐laki 4. Sifat Penelitian : BaruLanjutan Tahun ke 1 5. Lama Penelitian : 1 Satu Tahun 6. Biaya Total 2013 : Rp. 170.721.000,‐ Bandung, 20 Desember 2013 Ketua PME PPET LIPI, Peneliti Utama Dr. Purwoko Adhi, DEA NIP. 19670911 198701 1 001 Dr. Ir. Yuyu Wahyu, MT NIP. 19620210 199103 1 008 82 ABSTRAK Radar pengawas pantai ISRA yang telah dibuat menggunakan antena dengan teknologi mikrostrip dengan bahan PCB berupa Duroid RT‐ 5880, bekerja pada frekuensi 9,4 GHz dan dimensi permodul sekitar panjang 20 cm dan lebar 9 cm. Modul yang diperlukan untuk sistem pemancar atau penerima pada sistem radar ISRA sekitar 8 modul. Dengan demikian dimensi total antena sekitar 160 cm x 9 cm, apabila ditambah dengan reflector sekitar 160 cm x 60 cm. Pada kegiatan penelitian ini dilakukan pembuatan antena menggunakan teknologi film tebaldan menggunakan bahan PCB berupa subtrat alumina Al 2 3 yang mempunyai konstanta dielktrik relatif sekitar 9,6. Karena dimensi antena berbanding terbalik dengan akar dari konstanta dielektrik relatif, maka dimensi antena akan berkurang sampai dengan sekitar setengah dari dimensi semula atau dimensi keseluruhan sistem antena ditambah dengan reflektor sekitar 80 cm x 30 cm. Dengan demikian akan mengurangi bobot sistem mekaniknya yang selama ini merupakan kendala. Kata kunci: Antena, Radar, Thick Film

8. PENDAHULUAN

8.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia memiliki sekitar 18.000 pulau tidak dapat sepenuhnya dipantau oleh armada pertahanan Indonesia, itu adalah masalah besar mengingat banyaknya hasil alam Indonesia dari luas sehingga tidak mudah bagi manusia untuk terus memantau dan melestarikan dan melindungi warisan negara berlimpah. Oleh karena itu kita membutuhkan alat yang dapat mendeteksi objek yang berada di wilayah perairan Indonesia yang lebih dari 13 bagian adalah wilayah pesisir. Alat yang dapat berfungsi sebagai pemancar dan penerima disebut antena. Antena adalah alat yang digunakan untuk mengirimkan gelombang mikro melalui udara. Antena mikrostrip cocok karena merupakan salah satu antena gelombang mikro yang digunakan sebagai radiator yang efisien pada banyak sistem telekomunikasi modern saat ini. Radar pengawas pantai menggunakan teknologi FM‐CW frequency modulated continuous wave dikarenakan radar jenis ini memiliki keunggulan‐keunggulan antara lain, biaya operasional dan pemeliharaan maintenance rendah, konsumsi daya kecil, ukuran relatif kecil, jangkauan deteksi cukup jauh dan tidak mudah diketahui oleh pihak lain akan pancaran sinyal radar‐nya low probability of intercept = LPI. Secara keseluruhan blok diagram dari sistem Radar Pengawas Pantai yang menggunakan teknologi FM‐CW frequency modulated – continuous wave yang dikerjakan di PPET‐LIPI dapat ditunjukkan oleh Gambar‐1 berikut ini. 83 Gambar ‐1. Blok diagram sistem radar pengawas pantai FM‐CW. Bagian pembangkit frekuensi frequency generator merupakan ‘jantung’ dari sistem penerima radar ini dimana input sinyal untuk bagian pemancar berasal dari bagian ini. Sedangkan untuk bagian penerima, input sinyal berasal dari pembangkit frekuensi dan dari antena penerima. Bagian pemancar mengirimkan sinyal Radar yang telah diperkuat ke bagian antena untuk diteruskan ke obyek‐obyek yang diamati. Pantulan refleksi dari obyek‐obyek yang diamati akan diterima oleh antena dan kemudian diteruskan ke bagian penerima untuk mendapatkan sinyal perbedaan antara yang dikirim dan yang diterima. Komputer PC akan mengolah sinyal perbedaan ini untuk mendeteksi jangkauan, posisi dan kecepatan obyek, dimana informasi ini akan ditunjukkan pada tampilan displaimonitor. Gambar ‐2. Sistem antena radar pengawas pantai versi lama. Dalam penelitian ini, perancangan radar pengawas pantai menggunakan teknologi planar dan tidak menggunakan reflektor sebagai penguat gain dan mengecilkan beamwidth. Perancangan yang baru ini menggunakan air gap untuk mengurangi isolasi yang ditimbulkan antena. Antara antena pemancar dan penerima. System antena tampak depan System antena tampak belakang 84 Gambar ‐3. Sistem antena radar pengawas pantai versi baru. Salah satu masalah yang dihadapi radar ISRA adalah dimensi yang besar sehingga memberikan bobot sekitar 150 kg. Dimensi casing sistem antena saat ini panjang 160 cm, lebar 60 cm dan tebal 30 cm yang menggunakan modul antena menggunakan bahan PCB berupa DuroidRT 5880 konstanta dilektrik ε r = 2,2 mempunyai dimensi 20 cm x 9 cm. Hal ini sangat tidak praktis, salah satu solusi untuk menurunkan dimensi adalah memperbesar konstanta dilektrik. Diantaranya adalah menggantikan bahan PCB menjadi substrat Alumina memiliki dielektrik ε r konstan = 9,6 5. Dengan demikian, dimensi akan menjadi sekitar setengah dari ukuran aslinya sebagai dimensi berbanding terbalik dengan akar konstanta dielektrik. Mengurangi dimensi akan memberikan biaya yang lebih rendah, dan akan lebih praktis dan kompak, Namun, alumina 96 memiliki kerugian tangen relatif besar 0,0010, sehingga mempengaruhi disipasi daya. nilai ε r pada alumina mengakibatkan pengurangan ukuran volume antena. 85 Gambar ‐4. Kepingan Alumina yang digunakan.

8.2 Perumusan Masalah

a. Melakukan perancangan, simulasi dan realisasi antena mikrostrip menggunakan subtrat alumina dengan teknologi film tebal pada frekuensi 9,4 GHz. b. Pemanfaatan antena tersebut pada poin a untuk radar pengawas pantai ISRA sehingga dapat mengurangi dimensi sistem antena ISRA sekitar setengahnya.

9. TUJUAN

DAN SASARAN 9.1 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan perancangan, simulasi dan realisasi antena mikrostrip menggunakan subtrat alumina dengan teknologi film tebal untuk aplikasi radar pengawas pantai ISRA.

9.2 Sasaran

Sasaran kegiatan penelitian ini adalah perancangan, simulasi dan pembuatan modul antena menggunakan subtrat alumina yang bekerja pada frekuensi X ‐ band untuk aplikasi radar pengawas pantai ISRA. Satu modul mempunyai susunan 8 buah patch antena mikrostrip, mempunyai gain sekitar 15 dB, bandwidth 60 MHz pada VSWR 1,5 dan beamwidth sekitar 9 derajat. Untuk mendapatkan Beamwidth azimut 1 derajat dan elevasi 20 derajat, dibutuhkan susunan array antena patch sebanyak 8 modul.

10. METODE

Dalam kegiatan penelitian ini, metodologi yang digunakan adalah: • Perancangan antena : melakukan perhitungan sehingga menghasilkan dimensi antena sementara • Simulasi : melakukan eksperimen hasil perhitungan menggunakan perangkat lunak sehingga mengasilkan gambar yang siap untuk di‐screen printing • Karakterisasi proses film tebal untuk antena menggunakan furnace • Realisasi : melakukan screen printing diatas alumina menggunakan pasta konduktor dan pembakaran di dalam furnace pada suhu sekitar 850 derajat. • Penyambungan feeder antena dengan konektor SMA 86 • Pengukuran : melakukan pengukuran VSWR menggunakan VNA vector network analyzer; Polaradiasi, palarisasi dan gain dilakukan menggunakan spektrum analyzer, antena referensi dan signal generator • Seminar dan Publikasi

11. RENCANA CAPAIAN, HASIL, DAN PEMBAHASAN