Laporan Teknis 2013 P2ET LIPI
(2)
LAPORAN TEKNIS
TEMATIK TAHUN 2013
Tim
Penyusun:
Rr.
Widhya
Yusi
Samirahayu,
SE.,
MT
Dr.
Purwoko
Adhi
Yadi
Radiansah,
ST
Zaenul
Arifin,
SAP
Lisdiani
PUSAT PENELITIAN ELEKTRONIKA DAN TELEKOMUNIKASI
LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA
(3)
KATA
PENGANTAR
Program Tematik tahun 2013 di Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi (PPET) terdiri dari 9 kegiatan, yang terbagi dalam tiga bidang yaitu Elektronika, Telekomunikasi, dan Bahan dan Komponen Mikroelektronika.
Laporan Teknis ini disusun oleh masing‐masing tim peneliti kegiatan yang bersangkutan, dan hanya menampilkan hasil‐hasil yang dicapai selama tahun 2013. Oleh karena itu, laporan ini tidak bersifat akumulatif walaupun beberapa kegiatan telah memasuki tahap akhir. Akan tetapi, laporan ini tetap diharapkan bisa memberikan manfaat bagi berbagai pihak yang berkepentingan, termasuk masyarakat pada umumnya.
Kami menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangannya, baik secara substansi maupun format penulisannya. Oleh karena itu, kritik dan saran senantiasa kami harapkan guna perbaikan kualitas laporan teknis PPET dimasa yang akan datang.
Bandung, Januari 2014
Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi Kepala,
Dr. Hiskia
NIP. 19650615 199103 1 006
(4)
DAFTAR
ISI
TIM PENYUSUN
ii KATA PENGANTAR
iii DAFTAR ISI
iv
1. Pengembangan Modul Sub‐Sistem Radar Fmcw – Peneliti Utama : Arief Suryadi Satyawan., M.T.
1
2. Rancang Bangun Modul Surya Berbasis
Dye‐Sensitized Solar Cell – Peneliti Utama : Lia Muliani Pranoto, ST.,MT
28
3. Pembuatan Sel Surya Berbasis Polimer – Peneliti Utama : Dra. Erlyta Septa Rosa, MT
53
4. Rancang Bangun Antena Radar Pengawas Pantai Menggunakan Teknologi Film Tebal – Peneliti Utama : Dr.Ir. Yuyu Wahyu, MT
80
5. Pemanfaatan dan Pemasangan Radar Pengawas Pantai – Peneliti Utama : Ir.Mashury, M.Eng
104
6. Pembuatan Magnet Barium Ferit Bonded Hybrid Untuk Aplikasi Circulator – Peneliti Utama : Tony Kristiantoro, S.ST
132
7. Rancang Bangun Band Pass Filter (BPF) Gelombang Mikro – Peneliti Utama : Dadin Mahmudin, S.T
148 8. Rancang Bangun Transduser Array untuk Meningkatkan Daya Pancar
Sistem Sonar – Peneliti Utama : Deni Permana Kurniadi, ST
162
9. Pengembangan Through‐Wall Radar untuk Life Detector – Peneliti Utama : Dr. Purwoko Adhi
187
(5)
Pengembangan
Modul
Sub
‐
Sistem
Radar
Fmcw
Arief
Suryadi
Satyawan.,
M.T.
(6)
LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul Kegiatan Penelitian : Pengembangan Modul Sub‐Sistem Radar FMCW
2. Kegiatan Prioritas : Teknologi Informasi dan Komunikasi
3. Peneliti Utama :
Nama : Arief Suryadi Satyawan.
Jenis Kelamin : Laki‐laki
4. Sifat Penelitian : Baru/Lanjutan Tahun ke ‐ 1 5. Lama Penelitian : …2…. (Dua) Tahun
6. Biaya Total 2013 : Rp. 166.989.000
Bandung, 20 Desember 2013
Ketua PME PPET LIPI, Peneliti Utama
Dr. Purwoko Adhi, DEA NIP. 19670911 198701 1 001
Arief Suryadi Satyawan., M.T. NIP. 19730801 199403 1 005
(7)
ABSTRAK
Kegiatan ini bertujuan untuk mengembangkan modul subsistem radar yang dapat diterapkan khususnya pada sistem radar FMCW. Secara umum kegiatan ini dibagi dalam dua tahap pengerjaan sesuai dengan tahun anggaran penelitian yang diusulkan. Pada usulan tahun 2013 akan dilakukan pengembangan modul Direct Digital Synthesizer (DDS) yang berfungsi sebagai pembangkit sinyal FMCW pada pemancar radar, sedangkan pada tahun 2014 akan dilakukan pengembangan modul Analog to Digital Converter (ADC) yang berfungsi sebagai data acquisition sinyal radar pada sisi penerima.
Berbeda dengan pengembangan sistem atau subsistem radar sebelumnya, pada dua tahap kegiatan ini akan dilakukan rancang bangun modul secara menyeluruh meliputi disain rangkaian elektronika beserta perangkat lunak pendukungnya, dan fabrikasi hingga menjadi modul yang siap pakai. Dengan demikian diharapkan melalui kegiatan ini akan didapat modul subsistem radar yang dapat menggantikan peran modul‐modul yang sebelumnya banyak didatangkan dari luar negeri. Selain itu, disain dan pengembangan modul subsistem radar ini selanjutnya diharapkan dapat menekan biaya yang harus dikeluarkan dalam pembangunan sistem radar FMCW.
Untuk mencapai sasaran kegiatan pada tahun pertama yaitu terwujudnya prototype modul DDS, maka telah dilakukan beberapa tahapan proses yang meliputi disain rangkaian DDS dengan menggunakan komponen utama AD9956, realisasi rangkaian DDS tersebut pada papan PCB multilayer, dan pengukuran kinerja rangkaian DDS di laboratorium. Pada tahap disain, rangkaian DDS dibuat untuk dapat menghasilkan sinyal luaran hingga 200 MH dan level sinyal – 10 dBm. Sedangkan pada tahap realisasi, rangkaian DDS dibentuk pada papan PCB enam layer dengan bantuan perangkat lunak Altium, sebelum dicetak pada jenis PCB yang sesuai (FR4). Pada tahap akhir, rangkaian DDS yang telah dilengkapi komponen diukur kinerjanya di laboratorium.
Kata kunci: Sistem Radar, Direct Digital Synthesizer, Analog to Digital Converter, Data
Acquisition
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Penelitian dan pengembangan sistem radar telah lama dilakukan di PPET‐LIPI (ketika masih bernama LEN‐LIPI), yang pada saat itu diawali dengan pengembangan sistem konvensional pulse radar. Hal ini terus berlanjut sehingga pada sekitar awal tahun 2000 kita telah mulai melakukan pengembangan sistem radar baru bebasis teknologi
(8)
merupakan tantangan bagi pengembangan sistem radar nasional, namun dapat menjadi peluang bagi para peneliti untuk dapat menghasilkan komponen atau modul pendukung sistem radar.
1.2 Perumusan Masalah
Permasalahan dalam kegiatan tahun pertama ini dapat dirumuskan dalam tiga bagian, yaitu kegiatan perencanaan dan realisasi, pengukuran dan perbaikan alat dan dokumentasi kegiatan, yang secara umum dapat diuraikan sebagai berikut:
a) Perancangan dan Realisasi
Pada tahap perancangan diawali dengan melakukan disain modul rangkaian Direct Digital Synthesizer. Untuk itu perlu diperhatikan pemilihan jenis komponen yang diperlukan baik dari sisi spesifikasi teknis maupun kemudahan dalam memperoleh komponen tersebut di dalam atau luar negeri. Disamping itu disain rangkaian Direct Digital Synthesizer juga harus memperhitungkan konsumsi daya yang diperlukan, serta besaran sinyal masukan atau luaran rangkaian yang sesuai.
Setelah melalui tahap disain rangkaian maka masalah berikutnya adalah merealisasikan disain tersebut kedalam bentukperangkat keras (realisasi pada papan PCB). Pada tahapan ini perlu dilakukan pengerjaan disain rangkaian elektronika menggunakan perangkat lunak seperti Protel, yang selanjutnya hasilnya dapat dicetak pada papan PCB. Terakhir adalah pemasangan komponen‐komponen elektronika pada papan PCB tersebut yang mungkin akan membutuhkan ketelitian dalam hal penyolderan, mengingat beberapa komponen digital yang digunakan mungkin berukuran cukup kecil.
b) Pengukuran dan Perbaikan
Modul Direct Digital Synthesizer selanjutnya diukur untuk mengetahui kinerjanya. Pada tahap ini diperlukan beberapa alat ukur pendukung seperti osciloscope, function generator atau spectrum analyzer. Perbaikan mungkin perlu dilakukan untuk memperbaiki kinerja modul tersebut sehingga sesuai dengan spesifikasi teknis yang diharapkan dalam disain.
c) Dokumentasi Kegiatan Penelitian
Dokumentasi kegiatan penelitian dilakukan dalam bentuk laporan teknis akhir kegiatan, disamping pembuatan satu buah makalah ilmiah hasil penelitian ini pada jurnal nasional.
2. TUJUAN DAN SASARAN 2.1 Tujuan
Umum
Tujuan umum kegiatan ini adalah untuk dapat melakukan penguasaan teknologi rancang bangun modul modul pendukung sistem radar FMCW.
Khusus
Sedangkan tujuan khusus penelitian ini adalah untuk dapat melakukan rancang bangun modul Direct Digital Synthesizer dan Analog to Digital Converter, yang dapat diaplikasikan pada sistem radar FMCW.
(9)
2.2 Sasaran
Sasaran yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah terwujudnya modul Direct Digital Synthesizer pada akhir tahun pertama penelitian dan modul Analog to Digital Converter pada akhir tahun kedua penelitian.
3. METODE
Metodologi yang juga mencakup tahapan, sasaran dan luaran dari kegiatan ini dapat dilihat pada table 1.
(10)
Tabel 1.
NO. TAHAPAN SASARAN LUARAN METODOLOGI
1 Perencanaan dan realisasi
Disain dan realisasi modul DDS
• Disainrangkaian skematik DDS
• Spesifikasi teknis yang diharapkan
• Data komponen yang akan digunakan beserta rangkaain yang diperlukan sistem
• Modul perangkat keras DDS
• Survey dan studi lapangan: dari metoda ini diharapkan terkumpul data‐data yang berkaitan dengan komponen‐komponen yang dibutuhkan, serta aspek‐aspek teknis pembuatan Direct Digital Synthesizer (DDS).
• Perancangan spesifikasi: akan dirancang spesifikasi yang diseusuaikan dengan data‐data hasil survey
• Perancangan prototipe: akan dirancang Direct Digital Synthesizer (DDS) berdasarkan spesifikasi yang telah ditentukan serta disain rangkaian dalam papan PCB.
• Realisasi peralatan pada papan PCB dan pemasangan komponen.
2 Pengukuran dan
perbaikan
Prototype DDS sesuai spesifikasi teknis yang diinginkan
Prototype DDS • Pengukuran besaran kelistrikan
• Perbaikan disain jika diperlukan 3 Dokumentasi
kegiatan
• Laporan teknis kegiatan
• Publikasi
• Laporan akhir
• Makalah ilmiah pada jurnal nasional.
(11)
4. RENCANA CAPAIAN, HASIL, DAN PEMBAHASAN 4.1 Rencana Capaian
Tabel 2.
B U L A N No Kegiatan/
Penanggung Jawab 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1. Study literatur (PU, P)
Melipiti :
1. Studi terkait disain rangkaian DDS. 2. Studi terkait
pembuatan PCB multilayer 3. Studi terkait
komponen pendukung DDS 4. Studi terkait
pengukuran DDS
2. Survey komponen dan pengadaan bahan dan alat / (P dan Adm proyek)
Melipiti :
1. Survey komponen penunjang DDS di dalam dan luar negeri.
2. Survey pembuatan PCB multilayer di dalam dan luar negeri.
3. Perencanaan dan Pembuatan alat / (PU, P, PP) Meliputi :
1. Disain skematik rangkaian DDS 2. Disain rangkaian
pada papan PCB (multilayer)
3. Pabrikasi rangkaian DDS pada papan PCB
(12)
B U L A N No Kegiatan/
Penanggung Jawab 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 DDS
2. Perbaikan kekurangan
5. Dokumentasi dan pembuatan laporan dan realisasi karya ilmiah
4.2 Hasil dan Pembahasan
Dasar Teori
Pada sistem radar FMCW seperti yang diperlihatkan pada gambar 1., Direct Digital Synthesizer (DDS) digunakan untuk membangkitkan sinyal sinus termodulasi FM.
Gambar 1. Blok Diagram Radar FMCW dengan DDS [3]
Pada dasarnya, DDS merupakan metode untuk menghasilkan sinyal analog, biasanya sinyal sinus, caranya dengan membangkitkan sinyal yang berubah – ubah terhadap waktu dalam bentuk digital, dan kemudian dirubah ke dalam bentuk analog dengan bantuan Digital to Analog Converter (DAC) [10]. Konstruksi yang sederhana dari DDS menyebabkan pengaturan frekuensi keluaran DDS ditentukan oleh sebuah nilai tuning word. Konstruksi digital memberi banyak keuntungan dalam penerapan DDS, diantaranya [1]:
1. Arsitektur digital dapat mengurangi kebutuhan sistem analog yang sensitif terhadap temperatur.
2. Interface DDS yang tersedia akan memudahkan sistem untuk dapat dikendalikan dengan lebih praktis dan lebih dioptimalkan, karena semua berada di bawah kendali processor.
Konstruksi sederhana DDS adalah terdiri dari beberapa blok komponen yaitu : Frekuensi clock sebagai referensi, Address Counter, PROM dan DAC, seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.
(13)
Gambar 2. Diagram Blok Direct Digital Synthesizer [3]
Secara umum diagram tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : Address Counter melewatkan dan mengakses lokasi memori pada PROM. Selain itu Address Counter juga memuat kesetaraan word amplitudo sinyal sinus yang akan dikonversi ke dalam bentuk analog. Sine lookup adalah perangkat penyimpan informasi amplitudo digital yang menghubungkan satu gelombang penuh dari gelombang sinus dan berfungsi sebagai sine lookup table. Sedangkan register adalah tempat untuk penyusunan amplitudo digital. Terakhir, DAC berfungsi untuk merubah sinyal digital yang telah diolah sebelumnya menjadi sinyal analog.
Dengan menerapkan fungsi phase accumulator pada rangkaian sinyal digital, arsitektur DDS dapat dirubah agar lebih fleksibel. Blok diagram arsitektur tersebut terlihat pada gambar 3.
Gambar 3. Frequency – tunable DDS System [3]
Apabila bagian DDS tersebut dilihat lebih detail, masing – masing mempunyai cara kerja dan sinyal output yang berbeda. Sinyal output yang berbeda tersebut dapat dilihat pada diagram seperti pada gambar 4.
(14)
Phase Accumulator
Phase accumulator berfungsi untuk menjumlahkan informasi fasa dari tahap sebelumnya. Karena yang akan disintesis adalah frekuensi, maka nilai frekuensi adalah tetap. Frekuensi adalah turunan pertama dari fasa ( ). Turunan pertama tersebut bernilai konstan jika grafik fungsi fasa berbentuk garis lurus atau pertambahan nilai fasanya tetap. Karena itu accumulator ini juga disebut accumulator fasa.
Ditinjau dari segi data yang diolah maka terdapat dua struktur accumulator, yaitu struktur accumulator yang memanipulasi data biner dan struktur accumulator yang beroperasi dengan basis desimal. Data yang diakumulasi oleh accumulator adalah data dengan format BCD (Binary Coded Decimal).
Accumulator pada dasarnya adalah gabungan antara perangkat yang disebut adder dan perangkat register. Dari kedua bagian perangkat ini, adder adalah bagian yang sering dioptimasi ( dilakukan peningkatan kerja ), karena semakin lebar jumlah bit dalam accumulator, waktu tunda yang diakibatkan bagian adder tidak bisa diabaikan lagi. Optimasi ( peningkatan kerja ) blok accumulator tersebut menggunakan metode pipelining untuk rangkaian logika kecepatan tinggi, tetapi penerapan metode pipelining ini berpengaruh terhadap update rate dari DDS.
Gambar 5. Blok Diagram Struktur Phase Accumulator [3]
Nilai fasa yang tersimpan pada register frekuensi input ditambahkan ke nilai accumulator fasa , satu kali setiap perioda clock sistem. Hasil penjumlahan tersebut kemudian dimasukkan ke lookup tabel (LUT). LUT akan merubah informasi fasa tadi menjadi informasi amplituda.
Untuk accumulator seperti yang terlihat pada gambar 5., frekuensi output (Fout) dan
frekuensi clock (Fref) memiliki hubungan dengan nilai penambahan fasa ( ) yang
dirumuskan dengan persamaan :
(1)
Pada persamaan (1), N adalah jumlah bit dalam accumulator fasa. Dengan menggunakan rumus diatas maka akan dapat dihasilkan kenaikan frekuensi dengan satuan Hertz yang tepat.
(15)
Gambar 6. Hubungan Fasa Dengan Amplituda
Gambar 7. Lingkaran Fasa
Proses akumulasi fasa dilakukan dengan lingkaran fasa. Gambar 6., menunjukkan akumulasi fasa dari sinyal sinus dengan frekuensi 1/8 frekuensi clock. Lingkaran menunjukkan akumulasi fasa sebesar π/4 setiap siklus clock. Titik‐titik pada garis lingkaran menunjukkan nilai fasa pada suatu waktu dan bentuk gelombang sinus menunjukkan representasi amplituda yang bersesuaian. Perubahan fasa ke amplituda terjadi dalam lookup table. Terlihat bahwa penambahan fasa selama periode clock adalah π/4 radian atau 1/8 dari .
Osilasi sinus merupakan vektor yang berputar di sekeliling lingkaran fasa seperti ditunjukkan pada gambar 7. Setiap titik pada lingkaran fasa ini berkorespondensi
(16)
DDS melakukan proses sampling pada saat , dengan Tref adalah interval
sampling.
adalah frekuensi referensi dan n = 0,1,…
Setiap amplituda sample x(nTref) dikalkulasi untuk mendapatkan fasa
...(3)
Dengan Fout=k.Fref. Fref adalah resolusi frekuensi yang juga merupakan frekuensi
minimum yang dapat dihasilkan jika menggunakan referensi Fref. Fref sama dengan
. Sehingga:
...(4)
Nilai frekuensi keluaran yang diberikan oleh persamaan (4) juga disebut dengan DDS Tuning Equation. Substitusi persamaan (4) ke persamaan (2) dengan dan t=nTref akan menghasilkan :
... (5)
Deretan sampel tergantung dengan besarnya (n) dan (k). Dalam persamaan diatas (n) sebagai indeks waktu dan (k) sebagai indeks frekuensi. Dengan nilai (k) tetap dan nilai (n) berubah akan memperoleh alamat untuk sampel pada frekuensi tertentu. Tetapi jika besarnya nilai (k) dirubah dan nilai (n) tetap, akan diperoleh sampel yang berbeda, yaitu sesuai dengan frekuensi yang berbeda. Parameter inilah yang menyebabkan terdapat 2 cara perubahan frekuensi untuk sistem DDS [4].
Keluaran accumulator merupakan korelasi antara frekuensi yang diinginkan dengan clock dalam bentuk phase ramp. Keluaran ini selanjutnya akan menjadi masukan bagi blok ROM atau lookup table. Keluaran dari phasa accumulator adalah seperti seperti pada gambar 8.
Gambar 8. Keluaran Phase Accumulator
Sine lookup Table
Komponen kedua DDS adalah memori yang menyimpan pemetaan transformasi linier . Karena sinyal keluaran dengan kualitas tinggi memerlukan lebih
(17)
Terdapat beberapa teknik implementasi untuk ROM ini. Teknik pertama adalah implementasi penuh PROM untuk 4 kuadran sebesar 360o. Teknik ini memerlukan memory yang sangat besar. Teknik yang kedua adalah hanya mengimplementasikan satu kuadran sebesar 90o, sedangkan untuk kuadran lain dilakukan operasi pembalikan dan pencerminan terhadap kuadran pertama. Pembalikan dilakukan oleh sinyal sign dan pencerminan dilakukan oleh sinyal quad. Hal ini dapat dilaksanakan karena informasi seluruh kuadran sudah terkandung pada kuadran pertama.
Jika keluaran yang dibutuhkan harus memiliki kecepatan tinggi maka memori hanya memiliki waktu akses sedikit. Tetapi karena memori merupakan rangkaian paling lambat pada rangkaian sistem, maka diperlukan pendekatan (cara) lain untuk memperoleh efisiensi dan efektifitas. Cara pertama adalah dengan melakukan multipleks sebesar N memori, sehingga setiap satu memori hanya beroperasi pada 1/N kecepatan clock sistem. Cara kedua adalah mengeksploitasi sifat monoton fungsi sinus, sehingga ukuran memori dapat dikecilkan menjadi 1/50 kali. Pada cara kedua ini melibatkan DSP (Digital Signal Processing).
Sehubungan dengan pengaturan frekuensi, dengan mengakses semua alamat PROM yang dikendalikan MSB, quad dan sign dengan kenaikan sebesar satu maka akan diperoleh frekuensi dasar. Frekuensi yang merupakan kelipatan tidak bulat dari frekuensi dasar akan dihasilkan, apabila tidak semua alamat ROM dicacah. Dalam hal ini selang alamat yang dicacah tidak bernilai satu.
Suatu sistem DDS yang kompleks dilengkapi dengan kemungkinan untuk modulasi amplituda, frekuensi, dan fasa secara digital. Masukan blok LUT ini dapat dimodulasi amplituda. Sehingga keluaran blok ini sudah dianggap keluaran sistem DDS dalam format digital. Adapun keluaran dari sine lookup table adalah pada gambar 9.
Gambar 9. Keluaran Sine lookup Table
Digital to Analog Converter (DAC)
Bagian terakhir yang menjadi rangkaian DDS adalah bagian yang melakukan perubahan dari sinyal digital menjadi sinyal analog untuk dapat digunakan dalam domain analog. Untuk memperoleh laju clock yang lebih tinggi dapat dilakukan
(18)
Disain Rancangan
a) Komponen Utama DDS
Pada kegiatan ini, pembuatan disain rangkaian DDS menggunakan teknologi yang terakhir dikeluarkan oleh Analog Device, yaitu produk komponen terintegrasi AD9956 yang didalamnya terdapat rangkaian DDS dan Phase Lock Loop (PLL). Komponen ini memiliki spesifikasi teknis utama sebagai berikut:
a) 400 MSPS internal DDS clock speed b) 48‐bit frequency tuning word c) 14‐bit programmable phase offset d) Integrated 14‐bit DAC
e) 1.8 V supply for device operation
Diagram blok komponen AD9956 selanjutnya dapat dilihat seperti pada gambar 10. Mengingat keperluan disain yang akan mengoperasikan DDS pada frekuensi luaran 160 MHz, dari system clock maksimum 400 MHz, maka komponen ini sesuai dengan keperluan system radar FMCW. Disamping itu, system clock ini dapat diperoleh dari sinyal masukan RF hingga 2,4 GHz.
Gambar 10. Fungsi‐fungsi dalam komponen AD9956
b) Disain Rangkaian
Disain rangkaian DDS selanjutnya diperlihatkan seperti pada gambar 11 dan 12, sedangkan gambar 13., adalah bentuk disain PCB yang dibuat berbantukan Protel.
(19)
(20)
(21)
(22)
Realisasi Rancangan Pada Papan PCB
Selanjutnya rangkaian DDS dibuat pada papan PCB dalam konstruksi multilayer, seperti diperlihatkan pada gambar 14.
Gambar 14. Realisasi Rangkaian DDS Pada Papan PCB
(23)
Realisasi Perangkat Lunak
Perangkat lunak DDS direalisasikan pada PC dengan menggunakan bahasa pemrograman C. Pada dasarnya disain perangkat lunak ini bertujuan untuk mengatur DDS agar menghasilkan sinyal luaran yang berfariasi pada rentang frekuensi tertentu. Bentuk tampilannya dapat dilihat seperti pada gambar 15 dan 16. Pada gambar 15., perangkat lunak direalisasikan untuk aplikasi Jammer, sedangkan pada gambar 16., untuk aplikasi pembangkitan sinyal pada system radar FMCW.
Gambar 15. Aplikasi DDS untuk Jammer.
(24)
Gambar 16. Aplikasi DDS untuk Pembangkitan Sistem Radar FMCW
Pengukuran Awal Kinerja DDS
DRO
Pembagi 9 DDS
9 GHz
1 GHz 50 MHz
(25)
Gambar 17. Pengukuran Awal Prototype DDS
Pada pengukuran awal seperti yang diperlihatkan pada gambar 17., ini masukan sinyal diambil dari sebuah DRO yang bekerja mengeluarkan sinyal dengan frekuensi ± 9 GHz, kemudian dengan bantuan pembagi 9 maka dihasilkan sinyal dengan frekuensi lebih rendah yaitu ± 1 GHz, frekuensi inilah yang menjadi masukan bagi masukan master clock pada DDS. Karena master clock pada komponen DDS ini maksimum dapat menghasilkan luaran hingga 400 MHz, maka perlu diatur pembagi internal didalamnya sehingga luaran master clock kurang dari harga maksimumnya, Pada percobaan ini tingkat pembagi maksimum (8) digunakan, yaitu dengan merubah parameter pembagi melalui program pengendali (program pengendali dapat merubah pembagi internal DDS dengan terlebih dahulu mengkoneksikan DDS dengan perangkat antar muka yang tepat melalui USB pada PC) sehingga diperoleh luaran master clock sebesar 135,417 MHz. Frekuensi ini selanjutnya menjadi system clock atau frekueensi masukan pada mekanisme DDS. Selanjutnya jika dikehendaki luaran DDS adalah ± 50 MHz (dengan cara memasukan nilai 50 MHz pada box profil 0), maka prototype rangkaian DDS kurang lebih telah menunjukkan luaran yang sesuai, dan diperlihatkan seperti pada gambar 18.
(26)
Gambar 18. Luaran DDS
(27)
Pengukuran Lanjutan
Pengukuran lanjutan DDS dilakukan dengan memberikan masukan sinyal analog sebagai sumber clock dan mengatur konfigurasi kerja DDS sehingga menghasilkan sinyal luaran dengan frekuensi yang diinginkan. Adapun metoda pengukuranya dapat dilihat seperti pada gambar 19. Sebagai contoh, untuk masukan sinyal 400 MHz, dengan level daya ‐4 dBm, dan DDS dikonfigurasi agar menghasilkan sinyal luaran 150 MHz, maka sinyal luaran tersebut terbaca oleh spectrum analyzer seperti yang ditunjukan pada gambar 20. Dimana sinyal tersebut memiliki level daya ‐8,48 dBm dan nilai frekuensi 150,3 MHz. Jika level daya sinyal masukan dikurangi hingga mencapai ‐23 dBm, luaran sinyal yang dihasilkan masih terlihat baik. Akan tetapi, jika terus diturunkan maka terlihat level noise yang cenderung meningkat. Kondisi ini tidak terjadi jika frekuensi sinyal masukan lebih besar dari 1 GHz, hingga mencapai 2,4 GHz. Dengan konfigurasi DDS yang sama, minimum level input yang masih menghasilkan sinyal luaran yang baik adalah – 15 dBm.
(28)
+ 1,8 Vdc Gnd
+ 3,3 Vdc
RF input Output Signal Configuration
Signal
Prototype DDS Power
Supply
Signal Generator Spectrum Analyzer PC
(29)
Gambar 20. Bentuk Spektrum Daya Sinyal Luaran DDS
Level daya luaran untuk sinyal masukan 400 MHz dan level daya – 10 dBm juga tidak selamanya sama. Pada gambar 21., diperlihatkan level daya yang dihasilkan untuk setiap frekuensi luaran yang dibangkitkan.
Gambar 21. Level Daya Luaran vs Frekuensi Sinyal luaran (untuk sinyal masukan ‐ 10 dBm dengan frekuensi 400 MHz)
Masih dengan sinyal masukan yang sama, nilai frekuensi luaran yang dihasilkan prototype DDS memiliki simpangan maksimum 0,5 MHz dan minimum 0,3 MHz.,
(30)
Gambar 22. Simpangan Frekuensi Luaran Terukur
OUTPUT (rencana sesuai yg tercantum dalam proposal)
No Output Rencana Realisasi Capaia
n (%)
Keterangan 1 Jurnal Nasional 1 0 80% Masih dalam
penyelesaian
Prototipe, desain, konsep sosial yang belum dimanfaatkan oleh masyarakat dan pengakuan LIPI
1 1 100% Pengukuran kinerja masih terus
dilakukan, disamping memperbaiki kekurangan yang muncul saat pengukuran tersebut.
5. KENDALA DAN PERMASALAHAN
Pembuatan disain rangkaian pada papan PCB multilayer dan pengadaan komponen harus dilakukan di luar negeri hal ini berakibat pada waktu dan biaya.
(Usulan yang perlu dilakukan adalah memberikan keringanan pajak bea masuk komponen dari luar negeri untuk keperluan penelitian).
Perubahan/pemotongan anggaran kegiatan dapat terjadi ditengah‐tengah berlangsungnya kegiatan, sehingga dapat mempengaruhi rencana yang telah dilakukan diawal kegiatan.
Sedangkan peralatan untuk pengukuran (osciloscope dan spectrum analyzer) meski bisa didapatkan di laboratorium bidang sarana telekomunikasi PPET‐LIPI, namun jumlah alat ukur yang tersedia masih minimum, sehingga terkadang harus menunggu kesempatan.
(31)
6. KESIMPULAN
Kegiatan disain dan realisasi DDS telah dilakukan. Secara keseluruhan meski beberapa kendala muncul dalam tahapan kegiatannya, namun masih dapat diatasi, sehingga kegiatan dapat berjalan sesuai dengan jadwalnya.
7. DAFTAR PUSTAKA
[1] “A Technical Tutorial on Digital Signal Synthesis”, Analog Devices, 1999.
[2] Baracskai, Melinda. Horvart, Richard. Dr. Olah, Ferenc. “CW and FM‐CW Radar Adaptation for Vehicles Technology”, 2000.
[3] Crawford,James. “Frequency Synthesizer Design Handbook”. London : Artect House, 2004.
[4] Gentile, Ken. Brandon, David. Haris, “Direct Digital Synthesizer Primer”, 2003. [5] Khrisnan, Sudarsan.,“Modeling and Simulation Analysis of an FMCW Radar for
Measuring Snow Thickness”. Thesis : University of Madras, 2000.
www.ittc.ku.edu/research/thesis/documents/ sudarsan_krishnan_thesis.pdf
[6] “FMCW Radar Overview”. Engineer Research and Development Center : US Army Corps of Enginer, Koh. 2001.
www.nohrsc.nws.gov/~cline/clp/meetings/boulder_nov01/ presentations/koh_fmcw.ppt
[7] Matlab R2007a, help. Filter, copyright 1984‐2007.
[8] Murphy, “All About Direct Digital Synthesizer”. Analog Dialogue.
http://www.analog.com/analogdialogue, Eva. 2004.
Prentiss, Dylan. “Characteristics of Radar”. Department of Geography : University of California, 2005.
(32)
Rancang
Bangun
Modul
Surya
Berbasis
Dye
‐
Sensitized
Solar
Cell
Lia
Muliani
Pranoto,
ST.,MT
(33)
LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul Kegiatan Penelitian : Rancang Bangun Modul Surya Berbasis Dye‐ Sensitized Solar Cell
2. Kegiatan Prioritas : Solar Cell
3. Peneliti Utama :
Nama : Lia Muliani Pranoto, ST.,MT
Jenis Kelamin : Wanita
4. Sifat Penelitian : Laboratorium 5. Lama Penelitian : 3 (Tiga) Tahun 6. Biaya Total 2013 : Rp. 194.436.000,‐
Bandung, 20 Desember 2013
Ketua PME PPET LIPI, Peneliti Utama
Dr. Purwoko Adhi, DEA NIP. 19670911 198701 1 001
Lia Muliani Pranoto, ST.,MT NIP. 19710325 199903 2 005
(34)
Abstrak
Modul surya berbasis Dye‐sensitized solar cell (DSSC) merupakan integrasi dari beberapa sel surya DSSC yang terhubung secara seri untuk menghasilkan output daya yang lebih besar. DSSC adalah sel surya generasi baru yang dibentuk melalui proses mekanisme photoelectrochemical, dimana proses absorbsi cahaya dilakukan oleh molekul dye dan proses separasi muatan oleh bahan inorganik semikonduktor berstruktur nano. Pembuatan modul surya berbasis DSSC ini merupakan teknologi baru dan menjanjikan biaya produsi yang relatif rendah dibanding dengan pembuatan modul surya dengan bahan silikon. Teknologi yang akan digunakan dalam pembuatan modul surya DSSC pada kegiatan ini adalah screen printing, yaitu teknologi untuk mendeposisikan bahan‐bahan berupa pasta ke atas substrat melalui pola pada screen. Pasta yang digunakan pada penelitian ini adalah nanocrystalline TiO2, sedangkan substrat yang digunakan adalah TCO glass. Metode interkoneksi
antar sel yang akan dibangun adalah berupa rangkaian seri yang terintegrasi secara internal mengikuti pola interkoneksi tipe‐Z. Proses pembuatan DSSC ini akan dilakukan secara bertahap di PPET LIPI selama 3 tahun. Tahun 2013 merupakan tahun pertama telah dilakukan perancangan disain modul DSSC berukuran 5x10 cm2 dengan interkoneksi seri tipe Z dan telah dilakukan uji coba pembuatan modul surya. Tahun kedua (2014) direncanakan realisasi pembuatan modul surya berukuran 5x10 cm2 serta optimalisasi disain sel dan parameter proses fabrikasinya. Sedangkan pada tahun 2015 akan dilakukan scale up modul surya DSSC berukuran 10x10 cm2 dan diharapkan dapat mencapai efisiensi 3%. Penelitian tahun 2013 telah menghasilkan disain modul surya interkoneksi seri tipe Z yang memiliki 3 buah sel tunggal ukuran 1x9,8 cm (total area aktif 3x9,8 cm2) dengan efisiensi konversi 0,77% ; daya maksimum 10,49mW ; tegangan Voc 1,87V dan arus Isc 10,51 mA. Kegiatan penelitian rancang bangun modul surya dye‐sensitized solar cell masih harus dilanjutkan dan ditingkatkan serta diharapkan mampu menunjang program pemerintah dalam pembangunan nasional di bidang energi baru dan terbarukan dengan pengembangan material sel surya berstruktur nano.
Kata kunci : Modul Surya, Dye‐Sensitized Solar Cell, Screen Printing, Interkoneksi seri tipe Z
(35)
I. PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Meningkatkan kebutuhan energi di dunia, menjadi suatu tantangan bagi para ilmuwan, peneliti dan industri untuk melakukan penelitian dan pengembangan pengadaan sumber energi alternative baru dan terbarukan. Energi cahaya dan panas yang dihasilkan oleh matahari merupakan sumber energi hayati terbesar di dunia, sehingga matahari tidak kalah penting dengan berbagai sumber energi lain seperti angin, air, minyak bumi, dan lain sebagainya. Sel surya merupakan suatu divais yang secara langsung mengubah energi cahaya matahari menjadi energi listrik. Penggunaan sel surya di dunia sebagai pembangkit energi listrik tenaga surya mengalami lonjakan kebutuhan yang relatif tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh meningkatnya kapasitas produksi sel surya secara global, sebagaimana ditunjukkan dalam gambar 1. Grafik tesebut menunjukkan peningkatan signifikan terhadap permintaan pasar dunia akan ketersediaan modul surya (PV module). Tingginya permintaan tersebut diyakini akan terus meningkat di masa datang. Hal ini mengindikasikan pentingnya penguasaan teknologi pembuatan modul surya di Indonesia
Gambar 1. Grafik peningkatan produksi sel surya global1.
Penelitian dan pengembangan proses sel surya di dunia saat ini masih didominasi oleh sel surya berbahan silikon single crystalline maupun polycrystalline. Namun sel surya silikon ini harganya masih relatif mahal, sehingga berbagai usaha
(36)
bahan‐bahan organik dan nano partikel inorganik, termasuk didalamnya Dye‐ Sensitized Solar Cell (selanjutnya disingkat DSSC)
Perkembangan divais sel surya jenis DSSC bermula dari hasil penelitian Michael Gratzel dan rekannya dari Laboratorium Photonic dan Interface EPFL Switzerland di awal tahun 1990‐an. Konsep ini cukup mendapat perhatian sebagai teknologi masa depan sebagai alternatif sel surya konvensional berbasis silikon dikarenakan proses fabrikasinya yang cukup mudah dan bahan yang relatif murah. Selain itu, dengan tampilannya yang cukup estetis, modul sel surya jenis inipun semakin disukai sebagai elemen dekoratif khususnya untuk Building Integrated Photovoltaics (BIPV) sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2.
Gambar 2. Contoh aplikasi modul DSSC pada Building Integrated Photovoltaics (BIPV) [2].
Teknologi yang digunakan dalam fabrikasi modul surya DSSC umumnya adalah teknologi screen printing. Hal ini dikarenakan teknologi tersebut relatif mudah diterapkan, murah dan cenderung repeatable, sehingga untuk produksi skala besar teknologi ini dapat diandalkan. Material pendukung untuk proses fabrikasi DSSC dengan screen printing sudah banyak tersedia di pasaran Indonesia. Berdasarkan hal tersebut di atas serta didukung tersedianya sarana dan prasarana yang lengkap dan sumber daya manusia yang mempunyai kompetensi teknologi proses yang baik, PPET–LIPI mencoba turut mengatasi permasalahan untuk melakukan penelitian dan pengembangan energi alternatif baru dan terbarukan melalui follow up pengembangan struktur nano dalam kegiatan penelitian kami sebelumnya, yaitu pembuatan sel surya DSSC menggunakan teknik screen printing [3]. Teknologi fabrikasi DSSC dengan teknologi screen printing ini lambat laun diharapkan akan mampu diterapkan untuk diproduksi pada tingkat industri menegah atau bahkan industri rumahan apabila didukung dengan penyuluhan secara terus menerus. Kegiatan ini sesuai dengan Renstra PPET‐LIPI dan LIPI secara umum yaitu program Energi baru dan terbarukan.
1.2 Perumusan Masalah
Dalam kegiatan ini akan dikembangkan teknologi pembuatan modul surya berbasis DSSC menggunakan sistem screen printing yang merupakan salah satu jenis teknologi fabrikasi yang relatif sederhana dan murah. Pokok permasalahan yang
(37)
berdasarkan penguasaan teknologi pembuatan sel yang sudah diteliti pada kegiatan penelitian sebelumnya. Oleh karena itu, beberapa permasalahan yang akan diteliti adalah sebagai berikut:
a. Pengaruh pola dimensi area aktif sel terhadap performa modul secara keseluruhan.
b. Pengaruh metode interkoneksi antar sel dalam satu modul. c. Optimalisasi disain modul.
d. Optimalisasi parameter proses fabrikasi modul.
1.3Tujuan dan Sasaran
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk menguasai teknologi fabrikasi modul berbasis sel surya jenis dye sensitized menggunakan teknologi screen printing. Kegiatan ini merupakan follow up dari kegiatan penelitian kami sebelumnya yang bertujuan untuk menguasai teknologi pembuatan nanocrystalline TiO2 dye‐sensitized solar cell
menggunakan teknologi yang sama, yaitu screen printing. Melalui penguasaan teknologi pembuatan modul, diharapkan sel surya jenis dye sensitized ini nantinya dapat diaplikasikan untuk kebutuhan energi pada skala yang lebih besar.
Sasaran
Sasaran kegiatan penelitian penelitian ini adalah penguasaan teknologi pembuatan modul surya berbasis dye‐sensitized solar cell, yang direalisasikan melalui perancangan disain dan fabrikasi modul. Secara umum, hasil kegiatan penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan konstribusi ilmiah dalam menunjang perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya menunjang program pemerintah dalam pembangunan nasional di bidang energi baru dan terbarukan. Keluaran / Output dari penelitian ini :
‐ disain modul surya
‐ publikasi jurnal nasional 1 buah
‐ publikasi seminar nasional/internasional 1 buah
1.4Kerangka Analitik
Dye‐Sensitized Solar Cell
Dye‐Sensitized Solar Cell (DSSC) merupakan sel surya generasi baru yang dibentuk melalui mekanisme photoelectrochemical. Perkembangan divais ini bermula dari hasil penelitian Michael Gratzel dan rekannya dari Laboratorium Photonic dan Interface EPFL Switzerland di awal tahun 1990‐an. Sel surya pertama yang dikembangkan oleh O’Regan dan Gratzel tahun 1991 menghasilkan konversi energi efisiensi hingga 7%, dan di tahun 1993 Nazeeruddin dan kawan menghasilkan
(38)
(anoda). Sedangkan substrat TCO glass kedua, disebut kutub positif (katoda), dilapisi oleh platinum (Pt) dan berfungsi sebagai counter electrode.
Gambar 3. Skema struktur Dye‐Sensitized Solar Cell [6]
Prinsip kerja DSSC pada dasarnya merupakan reaksi reduksi‐oksidasi (redox) dengan tahapan reaksi sebagai berikut:
‐ Energi photon yang diserap oleh molekul dye mengakibatkan electron tereksitasi dari orbit terluar (highest occupied molecular orbital – HOMO) D menuju orbit terdalam (lowest unoccupied molecular orbital – LUMO) D* :
* D h
D+ υ→ (1)
Elektron tersebut kemudian diinjeksikan ke conduction band TiO2 meninggalkan
molekul dye teroksidasi D+ sesuai persamaan berikut:
− ++
→ D e
D* (2)
‐ Elektron yang terinjeksi mengalir melalui pori‐pori TiO2 menuju TCO glass sebagai
elektroda negatif dan kemudian bergerak melalui external load menuju elektroda positif yaitu counter electrode. Dengan adanya platinum sebagai katalisator, elektron tersebut berekombinasi dengan hole yang terdapat dalam elektrolit dan membentuk muatan negatif iodine.
− −
−+ →
I e
I3 2 3 (3)
Muatan negatif I−kemudian berdifusi kembali menuju dye dan bereaksi dengan molekul dye teroksidasi D+ membentuk satu siklus yang akan berulang kembali dan demikian seterusnya.
D I
D
I 2 2
3 − + + → 3− + (4)
Modul DSSC
Modul surya merupakan rangkaian beberapa sel yang dihubungkan secara seri. Pada sel surya konvensional berbasis silikon, modul surya merupakan rangkaian seri terdiri atas beberapa sel individual yang terhubung secara eksternal. Sedangkan pada sel surya thin film (berbasis a‐Si, CIS, atau CdTe), modul surya terbuat dari beberapa sel yang terintegrasi secara internal pada substrat yang sama (lihat gambar 4 sebagai perbandingan). Modul DSSC sendiri pada umumnya dibuat dengan sistem integrasi internal, sama halnya dengan modul surya thin film. Struktur integrasi internal tersebut lebih efisien dan secara ekonomis dapat menghemat biaya produksi dibanding sistem pembuatan modul eksternal.
(39)
a. b.
Gambar 4. Contoh modul surya: a. terkoneksi secara eksternal ; b. terkoneksi secara internal dalam satu substrat.
Faktor‐faktor yang perlu diperhatikan dalam mendisain modul surya DSSC secara internal adalah sebagai berikut [7]:
1. Pengaruh efek shading pada sel.
2. Resiko terjadinya electrophoresis akibat kebocoran elektrolit.
3. Efek resistansi shunt (RSH) yang dapat berpengaruh secara electrolytical, bukan
hanya secara electrical seperti halnya pada sel surya silikon.
Berdasarkan metode pembuatan interkoneksinya, terdapat 3 tipe rangkaian integrasi seri yang dapat digunakan untuk membangun modul surya DSSC [8]. Ketiga metode tersebut dapat dibuat menggunakan teknologi screen printing. Metode tersebut adalah:
Koneksi tipe‐Z
Metode interkoneksi tipe‐Z diawali dengan pembuatan pola lubang TCO diatas substrat glass menggunakan laser, kemudian diikuti dengan pelapisan TiO2 dan perak
pada satu substrat serta pelapisan Pt dan perak pada substrat lainnya. Proses ini diikuti dengan proses pelapisan glass frit. Setelah melalui proses sintering, kedua substrat disatukan pada suhu tinggi sehingga terbentuk hermetic seal diantara sel‐sel yang bersebelahan. Pada saat seal tersebut terbentuk, terjadilah hubungan listrik interkoneksi seri antar sel yang berbentuk Z (lihat gambar 5 untuk skema tahapan prosesnya).
(40)
Gambar 5. Tahap fabrikasi interkoneksi tipe‐Z dari tampak samping [7,8].
Koneksi tipe‐W
Proses awal pembentukan tipe W serupa dengan tipe Z. Perbedaan tipe W dengan tipe Z terletak pada pola screen printing pada masing‐masing substrat. Pada tipe W, masing‐masing substrat berfungsi sebagai front electrode dan counter electrode sekaligus karena kedua substrat mendapat pelapisan TiO2 dan Pt dengan struktur
berselang seling (lihat Gambar 6). Pada tahap interkoneksi akhir, kedua substrat disatukan dengan pembentukan seal sebagai pembatas antar sel, tanpa adanya perak sebagai penghubung seperti halnya pada tipe Z. Kontak antar sel terbentuk dengan cara menyatukan kedua substrat pada bagian front electrode dan counter electrode yang saling berlawanan.
Gambar 6. Tahap fabrikasi interkoneksi tipe‐W dari tampak samping [7,8]. Keunggulan interkoneksi tipe‐W dibanding tipe‐Z adalah tidak dibutuhkannya pasta perak, sehingga lebih menghemat biaya produksi. Akan tetapi, konfigurasi interkoneksi tipe‐W mengakibatkan tidak dimungkinkannya penambahan lapisan tambahan untuk penyerapan cahaya yang tidak transparan, seperti ZrO2,
dikarenakan pada kedua substrat terdapat elektroda sehingga keduanya harus bersifat transparan.
(41)
Koneksi Monolithic
Seperti halnya kedua tipe sebelumnya, perbedaan tipe monolithic ini terdapat pada pola pelapisan substrat. Bedanya, tipe monolithic hanya membutuhkan satu substrat glass yang terlapisi TCO (lihat gambar 7). Hal ini sangat menguntungkan secara ekonomis dikarenakan harga TCO glass yang relatif mahal. Sedangkan kelemahan tipe monolithic ini adalah dibutuhkannya elemen ZrO2 sebagai pemisah anoda dan
katoda, serta dibutuhkannya graphite sebagai penghubung seri antar sel. Hal tersebut merupakan factor penghambat karena pembentukan koneksi seri dengan resistansi rendah menggunakan graphite relatif sulit untuk direalisasikan.
Gambar 7. Tahap fabrikasi interkoneksi tipe monolithic dari tampak samping [7.8].
Karakterisasi Modul Surya
Dalam pengukuran sebuah komponen sel maupun modul surya, karakteristik yang diperlukan adalah Kurva I‐V atau hubungan arus dan tegangan, seperti yang diperlihatkan dalam gambar 8.
(42)
2. Daya keluaran maksimum diperoleh dari hasil kali tegangan dan arus yang dihasilkan pada titik maksimum, seperti telihat pada kurva I‐V di atas.
3. Efisiensi (η) merupakan ratio dari daya keluaran maksimum (Pmax) terhadap
daya masukan cahaya (Pin)
in
P Pmax
=
η (5)
4. Fill Factor adalah ratio daya keluaran maksimum (Pm) terhadap produk arus
hubung singkat (ISC) dengan tegangan hubung terbuka (VOC).
SC OCI
V P
FF = max (6)
Fill factor ini untuk melihat penyimpangan yang terjadi dari karakteristik I‐V sebuah sel terhadap sel yang ideal. Penyimpangan yang terjadi ini diakibatkan pengaruh resistansi seri dan resistansi paralel.
1.5 Hipotesa
Integrasi sel surya jenis DSSC ke dalam bentuk modul telah diteliti oleh beberapa narasumber, termasuk oleh Späth et. Al. [9] dan Okada et. Al. [10] yang telah berhasil memfabrikasi modul surya DSSC berukuran 10x10 cm2 menggunakan interkoneksi tipe‐Z. Selain itu, berbagai modul surya DSSC serupa dengan ukuran yang lebih besar juga telah dibuat dan dipublikasikan oleh beberapa peneliti, seperti contohnya Sastrawan et. Al. Dengan modul surya ukuran 30x30 cm2 [11] dan Dai et. Al. dengan modul surya ukuran 40x60 cm2 [12]. Kestabilan perfoma modul surya DSSC jangka panjang juga merupakan faktor penting. Hal inipun telah diteliti dan terbukti mampu menghasilkan output daya sesuai yang diharapkan dalam kurun waktu setengah tahun [13].
Beberapa hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa rancang bangun modul surya berbasis DSSC adalah hal yang dapat direalisasikan. Selain itu perancangan modul surya DSSC juga sangat mungkin untuk dikembangkan lebih lanjut karena banyak faktor baik dari segi material maupun teknologi fabrikasi yang dapat diteliti mengingat teknologi DSSC sendiri masih relatif baru dibanding kompetitornya yaitu sel surya konvensional berjenis silikon.
Pada kegiatan ini disain modul yang efektif dan parameter proses yang optimal akan diteliti untuk menghasilkan proses fabrikasi yang repeatible sehingga didapatkan modul surya dengan karakteristik listrik yang baik dan efisiensi yang tinggi. Faktor yang juga tak kalah penting untuk dioptimalkan adalah pemilihan material hermatic sealing yang tepat untuk mendukung performa kerja modul surya dalam jangka panjang.
(43)
II. PROSEDUR DAN METODOLOGI
2.1Peralatan
Peralatan yang digunakan meliputi peralatan proses dan peralatan pengukuran. Beberapa peralatan utama meliputi screen printer, conveyor furnace, sun simulator, laser trimmer dan sputtering system (Gambar 9). Peralatan pendukung lainnya seperti four point probe, screen maker, timbangan, mutimeter,alat ukur intensitas cahaya, peralatan bor mekanik, hot plate, peralatan kimia seperti petri disk, pipet, gelas kimia dll. Peralatan analisa material seperti SEM, XRD, UV‐Vis Spectrofotometer, IPCE menggunakan jasa kerjasama dari instansi lain.
(a) (b) (c)
(d) (e)
Gambar 9 : Peralatan proses screen printer (a), conveyor furnace (b), sun simulator (c), sputtering system (d) dan laser trimmer (e)
(44)
- Pasta Perak temperatur rendah - Pasta Platinum Pt‐1, produk Dyesol - Thermoplastik surlyn 50 µm, Glass Frit
- Nylon Screen, stainless steel screen, ulano line 300, ulano 188 - Etanol, IPA, silicon rubber, Triton X‐100
2.3Metodologi
Kegiatan ini seluruhnya dilakukan di laboratorium Bahan dan Komponen Mikroelektronika PPET‐LIPI. Untuk kegiatan analisa seperti SEM, XRD, UV‐VIS dan IPCE dilakukan di laboratorium di luar PPET‐LIPI antara lain ITB dan UNS.
Rancangan modul dibangun menggunakan sel dengan pola strip dengan interkoneksi tipe‐Z. Teknologi fabrikasi yang digunakan adalah teknologi screen printing. Struktur sel yang dibangun akan menggunakan bahan utama semikonduktor berupa nc‐TiO2 dengan counter electrode dilapisi platinum (Pt).
Sedangkan substrat yang akan dipakai adalah TCO glass berbahan fluorine‐tin‐oxide (FTO) yang paling umum digunakan untuk membangun sel surya DSSC, dikarenakan FTO memiliki resistansi yang lebih stabil pada proses bersuhu tinggi dibanding kompetitornya yaitu indium‐tin‐oxide (ITO). Skema proses pembuatan modul surya DSSC ditunjukan pada gambar 10.
Kegiatan yang dilakukan pada tahun 2013 meliputi :
o Pembuatan disain modul dan perancangan screen untuk proses
printing.
o Pembuatan sel tunggal dengan luas aktif 1x9,8 mm
o Percobaan pembuatan modul ukuran 5x10 cm2 dengan tipe Z interkoneksi, (luas area aktif 3x9,8 cm)
o Pengukuran dan analisa hasil karakterisasi proses
(45)
.
Gambar 10. Skema proses fabrikasi modul DSSC
III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Tahun 2013 merupakan tahun pertama penelitian rancang bagun modul surya dye sensitized solar cell dengan teknologi screen printing. Pada tahun ini kegiatan penelitian yang dilakukan adalah disain rangkaian modul DSSC, percobaan
Persiapan Substrat
Sintering dan Drying
Pembuatan pola TCO menggunakan laser/etsa
Pembentukan electric contact
Pengisian elektrolit Pewarnaan
Sealing
Pengeboran substrat
Persiapan/pencampuran pasta
Pelapisan pasta Pt, glass frit,
dan perak pada counter
electrode Assembly (penyatuan substrat)
Pengukuran dan Analisa Pelapisan pasta TiO2, glass
frit, dan perak pada front electrode
(46)
rangkaian dibuat dengan menggunaan Corel Draw, seperti ditunjukkan pada Gambar.11
Disain rangkaian sub‐modul DSSC memiliki beberapa pola rangkaian untuk membentuk suatu rangkaian sub‐modul. Dalam pembuatan disain pola rangkaiannya alligment antar pola harus presisi, sehingga nantinya dapat memudahkan dalam proses pembuatan sub‐modul dan menghasilkan divais sub‐modul yang memiliki performa yang baik
W = seal 1mm W =Ag 0.5mm
wactive area = 10 mm 100 mm
Laser scribed line
FTO
Seal Ag
Glass TiO2
Platina
Seri connected
Glass
FTO
Gambar 11. Disain sub‐modul tiga buah grid dengan interkoneksi tipe‐Z
Parameter listrik (Voc, Isc, FF, η) dan karakteristik kurva I‐V sub‐modul DSSC
dipengaruhi oleh parameter internal dan parameter ekternal. Parameter internal dapat bervariasi dipengaruhi oleh material dan proses fabrikasinya. Sedangkan parameter eksternal ditentukan oleh dimensi dan resistansi seri yang terjadi. Parameter ekternal ditentukan berdasarkan literatur dan hasil penelitian sebelumnya [14] dan ditunjukkan pada tabel 1.
Tabel.1 Parameter Eksternal sub‐modul DSSC yang terdiri dari 3 sel Parameter Description Value
Wa width of active area 10 mm
Wd (Wseal)
Distance from end of active are to series
contact
1 mm Wc (WAg) Width of contact area 0.5 mm
(4 Wd + 2Wc) Width of inactive area 5 mm
L Length of cell 98 mm
ρTCO
Specific sheet
resistance of TCO 15 Ω/□
Untuk menghasilkan disain sub‐modul DSSC seperti pada gambar 11 tersebut,
(47)
yaitu pola fotoelektroda TiO2, counter electrode (Pt), dan kontak konduktor (Ag) dan
pola untuk sealing (glas frit) seperti ditunjukkan pada gambar.12
Cuting TCO
100mm
Glass Frit Silver TiO2
Platina Pola keseluruhan
50 mm 22.029mm 13.727mm 14.244mm
Gambar 12. Rancangan untuk pola screen untuk rangkaian sub‐modul DSSC
Screen yang digunakan untuk pola TiO2 adalah screen dari bahan nylon,
sedangkan untuk pola konduktor dan glass frit adalah stainless steel screen. Pembuatan pola screen dilakukan menggunakan emulsi berupa Ulano line‐3 dan ulano 133. Screen yang digunakan adalah dari bahan nylon dan stainless steel. Gambar 13 menunjukkan pola screen yang dihasilkan
(48)
3.2 Pembuatan sel tunggal dengan luas aktif 1x9,8 mm
Tujuan dari percobaan pembuatan sel tunggal ini adalah mengetahui karakteristik listrik yang dihasilkan sel tunggal dengan luas aktif sekitar 1x9,8 mm. Dimensi ini nantinya akan diaplikasikan untuk pembuatan sub‐modul DSSC untuk tiap selnya. Dengan diketahuinya karalteristik listriknya sel ukuran ini, maka dapat diperkirakan performa atau karakteristik sub‐modul DSSC yang dihasilkan.
Pembuatan sel tunggal dengan luas aktif 1x9,8 mm menggunakan substrat kaca konduktif berlapis fluorinetin‐oxide (FTO) dengan resistansi 15Ω/ . Bahan fotoanoda berupa pasta TiO2 produk Dyesol DSL 18NR‐O. Deposisi lapisan
semikonduktor TiO2 dilakukan menggunakan teknik screen‐printing yang relatif
mudah, murah dan dapat digunakan untuk skala produksi. Kaca FTO yang sudah dideposisikan lapisan TiO2, dikeringkan dalam oven dan kemudian dibakar dalam
conveyor belt furnace pada suhu 500oC selama 15 menit. Proses pewarnaan dilakukan dengan perendaman dalam larutan dye berbasis Ruthenium (Z907, Dyesol) dengan pelarut etanol selama 24 jam pada suhu ruang. Lapisan elektroda lawan (counter electrode) menggunakan Platina yang dideposisi melalui metoda sputtering [3]. Perakitan sel surya berbasis dye‐sensitized dilakukan dengan cara menggabungkan lapisan fotoanoda dan lapisan counter‐elektroda menggunakan lapisan thermoplastic sealant yang memiliki ketebalan 50 mikron. Pada proses penggabungan lapisan, sebagian area dibiarkan terbuka sebagai lubang udara untuk pengisian larutan elektrolit. Area tersebut kemudian ditutup menggunakan glass frit. Larutan elektrolit yang digunakan adalah larutan redoks iodine I‐/I3 (Dyesol HSE). Prototipe sel ditunjukkan pada gambar.14
Gambar 14. Sel surya dengan luas aktif 1x9,8 mm
Pengukuran karakteristik kurva I‐V sel surya dilakukan menggunakan Sun Simulator AM1,5 dengan sumber cahaya Xenon intensitas sekitar 50 mA/cm2. Hasil pengukuran ditunjukkan pada Gambar 15 dan Tabel.2. Terlihat bahwa karakteristik listrik (Voc, Isc, FF, η) pada tegangan yang dihasilkan kedua sel hampir sama akan
tetapi efisiensi sel masih kecil. Berdasarkan data karaketristik listrik sel tunggal tersebut maka dapat diperkirakan tegangan yang akan dihasilkan pada sub modul yang terdiri dari 3 buah sel tunggal adalah sekitar 1,8 Volt. Sedangkan arus yang dihasilkan tergantung pada proses, material serta beban daya yang diberikan.
(49)
Gambar.15 Kurva I‐V sel surya luas aktif 1x9,8 mm
Tabel.2 Data karakteristik listrik sel surya dengan luas aktif 1x9,8 mm Sampel sel surya
Karakteristik
Sel‐1 Sel‐2 Open circuit voltage Voc (Volts) 0,639 0,611
Short circuit current Isc (mA) 9,2 10,2
Maximum power Pm (Watt) 1,9 x 10‐03 2.16 x 10‐03
Fill factor, FF 0.329 0.344
Efisiensi (%) 0,38 0,43
Resistansi seri (Ohm) 42,26 38,18
Suatu sel surya memiliki kemampuan untuk menghasilkan arus foton yang berbeda untuk setiap panjang gelombang cahaya. Cahaya yang memiliki panjang gelombang yang berbeda akan menghasilkan arus foton yang berbeda pula. Hal ini disebabkan setiap material mempunyai kemampuan penyerapan cahaya yang tidak selalu sama untuk tiap panjang gelombang. Kemampuan sel surya menghasilkan foton arus pada panjang gelombang tertentu diukur dengan efisiensi konversi cahaya ke arus (IPCE, Insident Photon to Current Convertion Efficiency). Pada gambar 16 diketahui bahwa sel surya ini secara umum memiliki kemampuan penyerapan foton terbesar pada daerah panjang gelombang 300 nm dan 700 nm yang merupakan daerah cahaya tampak. Kemampuan sel dalam merubah foton menjadi arus yang tertinggi dihasilkan pada panjang gelombang sekitar 400 nm dengan kuantum efisiensi sekitar 11% untuk Sel‐1 dan 8% untuk Sel‐2
(50)
Gambar 16. IPCE Sel surya dengan luas aktif 1x9,8 mm
3.3 Pembuatan sub‐modul surya DSSC 3x9,8 cm
Pembuatan sub‐modul surya DSSC dilakukan melalui tahapan proses seperti yang ditunjukkan pada gambar 10 di atas.
a. Preparasi substrat
Substrat yang digunakan adalah kaca konduktif FTO dengan resistivitas bahan 8 Ω/sq. Substrat dipotong dengan ukuran 5x10cm2. Pencucian substrat dilakukan dalam ultrasonic cleaner menggunakan cabun air, DI water dan IPA. Proses pemotongan lapisan konduktor pada kaca FTO (scribbing) tidak dapat dilakukan menggunakan laser dikarenakan alat tersebut mengalami kerusakan, sehingga pemotongan dilakukan menggunakan diamond cutter.
b. Pembuatan lapisan fotoelektroda TiO2
Pembuatan lapisan TiO2 dilakukan dengan metoda doctor blade printing
menggunakan pasta TiO2 produk Dyesol DSL NT (TiO2 transparan), sesuai pola disain
sub‐modul. Kaca FTO yang sudah dideposisikan lapisan TiO2, dikeringkan dalam oven
dan kemudian dibakar dalam conveyor belt furnace pada suhu 500oC selama 15 menit. Proses pewarnaan dilakukan dengan cara perendaman dalam larutan dye berbasis Ruthenium (Z907, Dyesol) dengan pelarut etanol selama 24 jam pada suhu ruang. Gambar 17 menunjukkan lapisan fotoelektroda TiO2 sebelum dan sesudah
diwarnai.
(a) (b)
Gamba 17. Lapisan fotoelektroda TiO2 sebelum (a) dan sesudah diwarnai (b)
c. Pembuatan lapisan elektroda lawan (counter electrode)
Lapisan elektroda lawan menggunakan pasta platina tansparan yang dideposisi melalui screen printing sesuai pola yang dibua. Lapisan Pt, dikeringkan
(51)
dalam oven dan kemudian dibakar dalam conveyor belt furnace pada suhu 500oC selama 15 menit (Gambar 18).
Gambar 18. Lapisan elektroda lawan Pt transparan
d. Pelapisan glass frit dan pasta konduktor
Pelapisan glass frit bertujuan untuk memisahkan antara sel tunggal. Glass frit dideposisi melalui metoda screen printing tepat di daerah yang terpotong (scribbing) pada kedua elektroda, yaitu fotoelektroda dan counter elektroda. Bagian sribbing harus tertutup rapat olah lapisan glass fris, sehingga ketiga sel tunggal terpisah.
Konduktor Perak (Ag) digunakan sebagai penghubung dalam interkoneksi seri antar sel. Pencetakkan pasta perak juga dilakukan pada kedua elektrodanya, seperti ditunjukkan pada gambar 18.
e. Perakitan sub‐modul dan pengisian larutan elektrolit
Perakitan sub‐modul surya berbasis dye‐sensitized dilakukan dengan cara menggabungkan lapisan fotoanoda TiO2 dan lapisan elektroda Pt. Penggabungan
kedua elektroda harus dilakukan secara tepat sesuai dengan pola glass frit dan konduktor Ag, seperti ditunjukkan pada Gambar 19. Pada proses penggabungan lapisan, sebagian area dibiarkan terbuka sebagai lubang udara untuk pengisian larutan elektrolit. Setelah digabungkan modul tersebut dijepit dan dipanaskan sampai ikatan kedua elektrodanya kuat (Gambar 20). Larutan elektrolit redoks iodine I‐/I3 (Dyesol,EL‐HSE) disuntikkan melalui area tersebut, kemudian ditutup menggunakan glass frit.
Laser scribed line
FTO
Seal Ag TiO2
Platina Glass
(52)
Gambar 20. Proses perakitan sub‐modul dye‐senistized
3.4 Karakteristik kurva I‐V sub‐modul dye‐sensitized
Pengukuran kurva I‐V sub‐modul dilakukan menggunakan Sun Simulator AM1,5 National Instrument, sumber cahaya Xenon dengan intensitas 50 mW/cm2. Sub‐modul surya berbasis substrat FTO 8 ohm/sq dibuat menggunakan dengan elektroda lawan Pt dengan proses yang berbeda, yaitu Pt printing menggunakan pasta transparan (Tipe‐A) dan Pt sputtering (Tipe‐B). Secara fisik keduanya berbeda. Sub‐modul surya menggunakan pasta Pt transparan secara estatika memiliki tampilan yang lebih baik.
Hasil pengukuran kurva I‐V ditunjukkan pada gambar 21 dan diuraikan dalam tabel 3. Terlihat bahwa karakteristik listrik (Voc, Isc, Daya, FF, η) yang dihasilkan kedua
sampel hampir sama untuk masing‐masing tipe. Efisiensi konversi energi listrik sub‐ modul surya kaca yang dihasilkan masih relatif kecil yaitu kurang dari 1 % yaitu sekitar 0,5 ‐ 0,7%. Tegangan, (Voc) yang dihasilkan cukup baik, yaitu sebesar 1,8 – 2 V menunjukkan bahwa tegangan setiap sel tunggalnya 1x 9,8 cm sekitar 0,6 ‐ 0,7 V. Daya keluaran masih relatif kecil, Besarnya daya keluaran modul sangat dipengaruhi oleh arus dan FF yang dihasilkan dan terlihat bahwa arus (Isc) dan fill factor masih relatuf kecil. Kondisi ini mengindikasikan bahwa resistansi parasitik seperti resistansi seri dan pararel yang terdistribusi dalam sub‐modul surya masih besar. Ketebalan lapisan elektroda TiO2 juga berpengaruh pada karakteristik sel tunggalnya. Lapisan
TiO2 yang tipis menyebabkan kemampuan dalam menyerap pewarna kecil sehingga
efisiensi pengumpulan elektron juga rendah. Sedikitnya elektron yang tereksitasi maka difusi elektron berjalan lambat dan dengan demikian menurunkan efisiensi konversi foton menjadi arus.
(53)
Gambar 21: Kurva I‐V sub‐modul luas area 3x9,8 cm2 menggunakan Pt printing (Tipe‐A) dan Pt Sputtering (Tipe‐B)
Tabel.3 Data karakteristik listrik sel surya dengan luas aktif 3x9,8 cm2 Sub‐modul Tipe‐A Sub‐modul Tipe‐B Karakteristik
Sampel‐1 Sampel‐2 Sampel‐1 Sampel‐2
(54)
Resistansi seri (Ohm) 87,31 105,67 45,7 72,7
Berdasarkan data pada tabel tersebut dapat diketahui bahwa proses pelapisan Pt sebagai elektroda pembanding dapat mempengaruhi performansi dari sub‐modul surya yang dibuat. Terlihat bahwa sub‐modul surya dengan Pt sputtering memiliki karakteristik listrik yang lebih baik dibandingkan dengan Pt printing. Efisiensi konversi terbaik dari sub‐modul Tipe‐A adalah 0,61% sedangkan sub‐modul Tipe‐B adalah 0,77%. Hal ini disebabkan oleh resistansi kontak untuk lapisan elektroda lawan Pt sputtering lebih kecil diibanding Pt printing. Pt sputtering lebih murni disbanding Pt printing yang dibuat dari pasta yang mengandung bahan‐bahan organic sebagai binder.
Selain optimasi dan kompatibilitas komponen‐komponen pembentuknya, kinerja modul surya juga dipengaruhi oleh teknik dan ketepatan dalam proses perakitan modul surya [7]. Pada proses perakitan, perak dan lapisan glass frit (Gambar 6) memegang peranan yang sangat penting sebagai penghubung dan pemisah antara sel tunggalnya. Bagian lapisan fotoelektroda dan lapisan elektroda lawan harus disatukan secara tepat. Pencetakkan pasta perak sebagai penghubung harus dibuat dengan tepat agar kontak seri antar sel terhubung dengan baik sehingga memperkecil resistansi seri.. Demikian juga bagian scribbing pada kedua elektroda harus tertutup rapat oleh lapisan glass frit sebagai pemisah. Kegagalan dalam mengisolasi dan memisahkan tiap sel tunggal, akan mengakibatkan kebocoran larutan elektrolit, sehingga akan terjadi resistansi kontak antar sel.
Gambar 22 menunjukkan contoh produk sub‐modul surya substrat kaca yang dibuat dengan interkoneksi internal tipe Z (total area aktif 3 x 9,8 cm2).
Gambar.22 Prototipe sub‐modul surya dye‐sensitized menggunakan Pt spinting (transparan)
(1)
Gambar 11. Bentuk sinyal sesudah dioda penyearah
Gambar 12. menunjukkan bentuk picopulse di mana oscilloscope diset untuk mendapatkan 200ps/div. Tinggi pulse terbaca sekitar 4,5 kotak pada 200mV/div, atau sekitar 900mV. Pulse diukur dengan attenuator 9dB, dengan demikian level pulse yang terukur adalah sekitar 2,5V.
Gambar 12. Bentuk sinyal diperbesar
Gambar 13. menunjukkan rangkaian picopulse. Jarak antara picopulse terbaca sekitar 2,55 kotak, dengan oscilloscope diset untuk mendapatkan 50ns/div, atau sekitar 127,5ns. Ini sama dengan PRF sekitar 7,8MHz.
Gambar 13. Pengulangan pulse
(2)
Untuk mengkonfirmasi hasil pengukuran di atas, kami juga melakukan pengukuran menggunakan spectrum analyzer Anritsu MS2721A. Gambar 14. menunjukkan spektrum frekuensi dari sinyal rangkaian picopulse. Sinyal tersebut memiliki nul pertama pada frekuensi sekitar 5,6GHz.
Gambar 14. Spektrum frekuensi rangkaian picopulse
Gambar 15. menunjukkan detail dari spektrum frekuensi picopulse. Jarak antara puncak atau harmonik frekuensi yang berdekatan adalah sekitar 2,6 kotak pada 3MHz/div, atau sekitar 7,8MHz. Perbedaan frekuensi yang ditunjukkan oleh marker juga sekitar angka ini.
Gambar 15. Detail spektrum frekuensi pulse
OUTPUT (rencana sesuai yg tercantum dalam proposal)
NO. OUTPUT RENCANA REALISASI %
CAPAIAN
KETERANGAN 15. Publikasi Ilmiah
p. Jurnal Nasional
1 buah
1 buah
75
Judul “Perancangan dan Realisasi Sistem Radar Penembus Dinding UWB‐ FM‐CW 500‐3000 Mhz”, telah disubmit ke Jurnal Elektronika dan
(3)
q. Prosiding Internasional
‐ ‐ ‐
r. Prosiding Nasional ‐ 1 buah 100 Judul: “Pembangkit Picopulse Berbasis Transistor Bipolar NPN Untuk Radar Ultra Wideband”, Prosiding Seminar Ilmu Pengetahuan Teknik 2013
16. Contoh Produk
(jelaskan spesifikasi lengkapnya)
1 unit ‐ 75 Prototype Radar Through Wall UWB Impulse, sudah selesai, namun belum berfungsi
Perlu perbaikan modul sampling down converter
17. HKI
i. Paten ‐ ‐
j. Merk ‐ ‐
dst
35.KENDALA DAN PERMASALAHAN
Kegiatan ini membutuhkan sebuah digital sampling oscilloscope yang belum dimiliki PPET. Dana telah dianggarkan untuk pembelian alat tersebut. Namun karena kesalahan survey harga, ternyata dana yang dianggarkan tidak mencukupi untuk membeli dengan harga normal, sehingga pengadaannya sempat tertunda. Untunglah pihak pabrikan di luar negeri pada akhirnya bersedia memberi potongan harga, sehingga pengadaan digital sampling oscilloscope bisa dilakukan.
Hasil pengujian terhadap modul sampling down converter yang telah direalisasikan menunjukkan bahwa modul tersebut belum berfungsi sebagaimana yang diharapkan. Karena modul tersebut merupakan modul utama, belum berfungsinya modul tersebut mengakibatkan belum berfungsinya seluruh sistem radar. Modul sampling down converter merupakan salah satu modul yang dikembangkan sendiri. Keberhasilan pengembangan modul ini adalah indikator dari keberhasilan pengembangan sistem radar ultra wideband pulse. Untuk itu upaya harus dan akan terus dilakukan untuk merealisasikan prototipe modul sampling down converter yang berfungsi.
36.KESIMPULAN
Pengembangan hardware dan software Through Wall Radar untuk aplikasi Life Detektor dengan teknologi Radar UWB FM‐CW telah dilakukan pada tahun pertama dan kedua. Meskipun ada beberapa masalah yang harus diselesaikan dan penyempurnaan yang harus dilakukan, secara prinsip hardware dan software telah berfungsi.
(4)
Pada tahun ketiga, investigasi terhadap masalah yang masih ada di Radar UWB FM‐CW masih akan dilakukan. Bersamaan dengan itu dimulai pengembangan Radar UWB dengan teknologi lain, yaitu Radar UWB impulse.
Radar UWB impulse ini lebih sederhana dan lebih murah. Namun, karena belum ada pengalaman mengenai Radar dengan jenis ini, resiko dalam pengembangannya tetap harus diperhatikan. Tantangan utama dalam pengembangan radar jenis ini adalah pengembangan pembangkit impulse, yaitu pulsa yang sangat sempit berorde sekitar puluhan hingga ratusan pico second, dan pengembangan data akuisi yang mampu mendigitalkan sinyal impulse.
Prototype Radar UWB impulse telah direalisasikan, namun belum berfungsi sebagaimana direncanakan. Hal ini disebabkan oleh belum berfungsinya modul sampling down converter yang diperlukan untuk proses data akuisisi. Modul sampling down converter memungkinkan proses digitalisasi sinyal pulse dengan durasi sangat pendek menggunakan ADC biasa.
Hasil pengukuran menunjukkan bahwa pembangkit picopulse yang dikembangkan telah berfungsi sebagaimana yang diinginkan, di mana picopulse yang dihasilkan memiliki lebar sekitar 200ps dengan PRF sekitar 7,8MHz. Pengukuran spektrum frekuensi menggunakan spectrum analyzer menunjukkan bahwa sinyal berupa rangkaian picopulse memiliki bandwidth sekitar 5,6GHz dan jarak antara harmonik frekuensi sekitar 7,8MHz. Hasil ini mengkonfirmasi pengukuran lebar pulsa dan PRF yang dilakukan menggunakan digital sampling oscilloscope.
Terkait dengan Radar UWB FM‐CW, investigasi belum bisa dilakukan karena modul switch RF yang dikembangkan tidak memenuhi spesifikasi yang diperlukan. Untuk itu telah diputuskan untuk membeli modul switch RF yang memenuhi spesifikasi. Namun, karena pengadaan yang terlambat dilakukan, modul baru datang di akhir waktu kegiatan.
37.DAFTAR PUSTAKA
1. Protiva, P., Mrkvica, J., Macháč, J., Universal Generator of Ultra‐Wideband Pulses, Radioengineering, Vol. 17, No. 4, December 2008.
2. Rulikowski, P., Barrett, J., Truly Balanced Step Recovery Diode Pulse Generator with Single Power Supply,
3. Cemin Zhang and Aly E. Fathy, Reconfigurable Pico‐Pulse Generator for UWB Applications,
4. Jeongwoo Han And Cam Nguyen, A New Ultra‐Wideband, Ultra‐Short Monocycle Pulse Generator With Reduced Ringing, IEEE Microwave And Wireless Components Letters, Vol. 12, No. 6, June 2002
5. Daniels, D.J., Surface Penetrating Radar, IEE, London, 1996
6. Daniels, David J., Ground Penetrating Radar, 2nd Edision, IEE, London, 2004 7. Jol, Harry M., Ground Penetrating Radar Theory and Applications, Elsevier
Science & Technology, 2009
8. Chia, M Y W, Leong S W, Sim C K, Chan K M‐ “Through‐Wall UWB Radar Operating Within FCC’s Mask for Sensing Heart Beat and Breathing Rate”, 2005 European Microwave Conference, Oct 4‐6, Paris, France.
9. Hamran, Svein‐Erik, et all., Gated UWB FMCW/SF Radar for Ground Penetration and Through the Wall Applications, NATO Publication
(5)
10. Kouemou, Guy, Radar Technology, ISBN 978‐953‐307‐029‐2, INTECH, Croatia, December 2009.
11. Aqsa, Patel, Signal Generation for FMCW Ultra‐Wideband Radar, Master of Science Thesis, Electrical Engineering and Computer Science, University of Kansas, 2009
12. Jang, B.‐J. et al., Wireless Bio‐Radar Sensor For Heartbeat And Respiration Detection, Progress In Electromagnetics Research C, Vol. 5, 149–168, 2008 13. D'Urso , M. et al., A Simple Strategy For Life Signs Detection Via An X‐Band
Experimental Set‐Up, Progress In Electromagnetics Research C, Vol. 9, 119‐129, 2009
14. Boric‐Lubecke, Olga et al., Doppler Radar Architectures and Signal Processing for Heart Rate Extraction, Microwave Review, Decembar 2009
15. Yamaguchi, Yoshio et al., Human Body Detection in Wet Snowpack by an FM‐CW Radar, IEEE Transactions on Geoscience and Remote Sensing, Vol.30, No.1, January 1992
16. Purdy, Robert J. et al., Radar Signal Processing, Lincoln Laboratory Journal, Volume 12, Number 2, 2000
17. Yamaguchi, Yoshio et al., Detection of Objects Buried in Wet Snowpack by an FM‐CW Radar, IEEE Transactions on Geoscience and Remote Sensing, Vol.29, No.2, March 1991
18. Millot, P. and Maaref, N., UWB FM‐CW Radar for Through‐The‐Wall Sensing, 19. Ferrier, Jean Marie, Comparison of Two UWB Techniques: Step Frequency and
FMCW Technique,
20. Maaref, Nadia, FMCW Ultra‐Wideband Radar For Through‐The‐Wall Detection of Human Beings,
21. Harris, T. L. et al., Range‐Doppler Radar Signal Processing with Spectral Holography,
22. Hamran, Svein‐Erik et al., Gated UWB FMCW/SF Radar for Ground Penetration and Through the Wall Applications
23. Ivashov, S.I. et al., Detection of Human Breathing and Heartbeat by Remote Radar, Progress in Electromagnetic Research Symposium 2004, Pisa, Italy, March 28 ‐ 31
24. Immoreev, I. Y. et al., Ultra‐Wideband Radar For Remote Detection And Measurement Of Parameters Of The Moving Objects On Small Range, Ultra Wideband and Ultra Short Impulse Signals, 19‐22 September, 2004, Sevastopol, Ukraine pp. 1‐3
25. Immoreev, Igor Y., Practical Application Of Ultra‐Wideband Radars, Ultrawideband and Ultrashort Impulse Signals, 18‐22 September, 2006, Sevastopol, Ukraine
(6)