Menurut Zulkarnain 2009, kultur in vitro memiliki peranan yang penting untuk mendapatkan hasil-hasil yang tidak mungkin dicapai melalui kultur in vivo.
Menurut Watimena 1992, teknik kultur in vitro mempunyai keuntungan dalam produksi metabolit sekunder jika dibandingkan dengan tanaman utuh karena
kecepatan pertumbuhan sel dan biosintesis dalam kultur yang diinisiasi dari eksplan sangat tinggi dalam periode yang sangat singkat, dan lebih ekonomis.
Menurut Sutini 2009, penggunaan kultur in vitro tanaman yang dipelihara di bawah kondisi lingkungan, nutrisi, dan zat pengatur tumbuh yang terkontrol akan
menghasilkan metabolit secara kontinyu. Kalus adalah kumpulan sel-sel yang terbentuk dari sel-sel parenkim yang
membelah secara terus menerus dan tidak berdifferensiasi, yang ditumbuhkan dalam keadaan steril pada suatu media buatan, dengan penambahan nutrisi
sehingga sel-selnya mampu tumbuh dan mengadakan pembelahan menjadi massa sel yang tidak terdeferensiasi yang disebut kalus Sutini, 2009. Adapun beberapa
tujuan dari kultur kalus antara lain: perbanyakan tanaman melalui pembentukan organ dan embrio, regenerasi varian genetika, mendapatkan tanaman bebas virus,
sebagai sumber untuk produksi protoplas, sebagai bahan awal untuk kreopreservasi, menghasilkan produk metabolit sekunder, dan biotransformasi
Zulkarnain, 2009.
2.3 Metabolit Sekunder
Semua makhluk hidup bereproduksi dan perlu melakukan sejumlah transformasi senyawa organik agar dapat melangsungkan kehidupan. Proses transformasi
senyawa organik tersebut dilakukan melalui sistem yang terdiri dari reaksi-reaksi kimia beraturan yang dikatalisis dan dikontrol ketat oleh sistem enzimatik dan
melibatkan jalur metabolik. Sedangkan senyawa-senyawa organik yang dihasilkan dan terlibat dalam metabolisme disebut sebagai metabolit. Metabolit sekunder
merupakan suatu hasil dari proses metabolisme sekunder dimana terjadi metabolisme dengan melibatkan senyawa organik dan spesifik yang terbatas di
alam Sudibyo, 2002. Secara kultur jaringan produksi metabolit sekunder dapat ditingkatkan
dengan beberapa cara, diantaranya dengan melakukan optimasi faktor eksternal
Universitas Sumatera Utara
dan internal. Optimasi faktor tersebut dapat dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap pertumbuhan dan tahap produksi. Pada tahap pertumbuhan, kondisi kultur
diarahkan untuk memproduksi biomassa sel, sedangkan pada tahap produksi dilakukan pemindahan biomassa sel ke dalam medium produksi dengan tujuan
pengkondisian kultur untuk memproduksi metabolit sekunder Hamdiyati, 1999. Mantell dan Smith 1983, menjelaskan beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi akumulasi metabolit sekunder pada kultur in vitro, yaitu: 1.
Kondisi Kultur Eksternal a
Cahaya Fotoperioditas, kualitas, dan intensitas cahaya dapat mempengaruhi produksi
metabolit sekunder secara in vitro. Sebagai contoh, produksi nikotin pada kultur kalus N. tabaccum yang disimpan pada kondisi gelap dapat mengakumulasi
nikotin dengan konsentrasi tinggi. b
Suhu Produksi metabolit sekunder dapat dipengaruhi suhu. Sebagai contoh, produksi
alkaloid pada kultur kalus Peganum maksimum pada suhu 25 C.
c Agitasi Kultur
Kecepatan agitasi kultur berpengauh pada pertumbuhan dan akumulasi metabolit sekunder dalam kultur. Sebagai contoh, produksi nikotin pada kultur kalus N.
tabaccum maksimum pada 150 rpm.
2. Kondisi kultur Internal
a Zat pengatur tumbuh
Jenis dan konsentrasi yang tepat dari zat pengatur tumbuh dapat mempengaruhi biosintesis metabolit sekunder. Sebagai contoh, penggunaan 2,4-D pada kultur sel
Daucus penambahan 10 mgL 2,4-D dapat menginduksi sintesis karotenoid dan ubiquinone hingga maksimum.
b Makro dan mikro nutrien
Makro dan mikro nutrien dalam medium kultur dapat mempengaruhi metabolisme sekunder sel. Sebagai contoh, peningkatan kadar posfat dapat meningkatkan
produksi indol pada kultur C. roseus.
Universitas Sumatera Utara
c Sumber karbon
Sukrosa merupakan salah satu sumber karbon yang banyak digunakan dalam medium kultur. Sebagai contoh, konsentrasi sukrosa 30 gL dalam kultur suspensi
S. aviculare dapat menghambat produksi solasodin. d
pH medium pH medium dapat mempengaruhi sintesis metabolit sekunder pada kultur jaringan
tumbuhan. Pertumbuhan optimum kultur sel tumbuhan biasanya terjadi pada pH 5-6.
e Prekursor prazat
Pemberian prazat ke dalam medium kultur dapat meningkatkan produksi metabolit sekunder. Sebagai contoh, penambahan 500 mgL fenilalanin pada
kultur kalus Coleus blumei dapat meningkatkan asam rosmarinik hingga 100. f
Elisitasi Elisitasi merupakan proses penambahan elisitor pada sel tumbuhan dengan tujuan
untuk menginduksi dan meningkatkan pembentukan metabolit sekunder. Sebagai contoh, produksi ajmalisin pada kultur suspensi sel C. roseus dapat ditingkatkan
sebanyak 60 setelah diberi homogenat jamur Phytopthora cactorum yang sudah diotoklaf.
Prekursor biosintesis metabolit sekunder didapatkan dari proses metabolisme primer. Struktur dan jumlah prekursor menentukan kerangka
metabolit sekunder yang terbentuk. Pada umumnya struktur metabolit sekunder berupa makromolekul yang terdiri dari tiga senyawa utama seperti: asetat, sikamat
dan mevalonat dan beberapa asam amino seperti ornitin dan lisin Dewick, 1999.
2.4 Senyawa Polifenol Katekin