c Sumber karbon
Sukrosa merupakan salah satu sumber karbon yang banyak digunakan dalam medium kultur. Sebagai contoh, konsentrasi sukrosa 30 gL dalam kultur suspensi
S. aviculare dapat menghambat produksi solasodin. d
pH medium pH medium dapat mempengaruhi sintesis metabolit sekunder pada kultur jaringan
tumbuhan. Pertumbuhan optimum kultur sel tumbuhan biasanya terjadi pada pH 5-6.
e Prekursor prazat
Pemberian prazat ke dalam medium kultur dapat meningkatkan produksi metabolit sekunder. Sebagai contoh, penambahan 500 mgL fenilalanin pada
kultur kalus Coleus blumei dapat meningkatkan asam rosmarinik hingga 100. f
Elisitasi Elisitasi merupakan proses penambahan elisitor pada sel tumbuhan dengan tujuan
untuk menginduksi dan meningkatkan pembentukan metabolit sekunder. Sebagai contoh, produksi ajmalisin pada kultur suspensi sel C. roseus dapat ditingkatkan
sebanyak 60 setelah diberi homogenat jamur Phytopthora cactorum yang sudah diotoklaf.
Prekursor biosintesis metabolit sekunder didapatkan dari proses metabolisme primer. Struktur dan jumlah prekursor menentukan kerangka
metabolit sekunder yang terbentuk. Pada umumnya struktur metabolit sekunder berupa makromolekul yang terdiri dari tiga senyawa utama seperti: asetat, sikamat
dan mevalonat dan beberapa asam amino seperti ornitin dan lisin Dewick, 1999.
2.4 Senyawa Polifenol Katekin
Senyawa fenolik di alam meliputi aneka ragam senyawa yang berasal dari tumbuhan yang mempunyai ciri yang sama, yaitu cincin aromatik yang
mengandung satu atau lebih gugus OH. Senyawa fenolik di alam sangat luas, mempunyai variasi struktur yang luas, mudah ditemukan pada hampir semua jenis
tanaman, bagian-bagian tanaman seperti bunga, buah, dan daun. Ribuan senyawa fenolik di alam telah diketahui strukturnya, antara lain flavonoid, fenol, fenil
propanoid, polifenol dan kuinon fenol Fauziah, 2008.
Universitas Sumatera Utara
Teh Camellia sinensis L. diantaranya mengandung komponen bioaktif polifenol, berperan besar dalam pencegahan berbagai macam penyakit, mencegah
radikal bebas yang dapat merusak sel dan menghentikan perkembangan sel-sel liar yang akan berkembang menjadi kanker dan meningkatkan sistem imun sehingga
teh dapat dikategorikan sebagai minuman fungsional karena mengandung senyawa aktif yaitu polifenol yang mampu berperan sebagai antioksidan alami,
menjaga tubuh dari serangan radikal bebas Sutini, 2009. Katekin merupakan salah satu senyawa turunan polifenol yang dikenal
memiliki aktivitas biomedisin. Katekin memiliki sifat kelarutan yang rendah dalam air dan tidak stabil. Namun, sintesis senyawa katekin memiliki potensi
tinggi untuk diuji dan dimanfaatkan, diantaranya dapat dimanfaatkan sebagai senyawa antioksidan, antibakteri, dan antitumor yang menarik perhatian ilmuwan
Yanuar, 2001. Menurut Yanuar 2001, secara umum katekin terdapat dalam bentuk tanin
terkondensasi yang banyak ditemukan pada teh hijau. Teh hijau mengandung polifenol kurang lebih 30-40 dari berat kering total daun teh yang belum
mengalami proses fermentasi. Menurut Alamsyah 2006, teh hijau mengandung katekin 3,3-8,294 mg 100 g. Ekstrak teh hijau dalam air hanya mengandung
sekitar 0,5 katekin karena katekin segera larut dalam air apabila terdapat dalam bentuk glikosida. Adapun struktur kimia katekin dapat dilihat pada Gambar
2.1.dibawah ini:
Gambar 2.1. Struktur kimia katekin
Universitas Sumatera Utara
2.5 Pola Hubungan Pertumbuhan dengan Produksi Metabolit Sekunder