mempengaruhi metabolisme senyawa organik seperti protein sehingga bertambahnya sumber tenaga untuk pertumbuhan yang diikuti peningkatan
volume sel.
4.4 Kandungan Katekin 4.4.1 Kandungan Katekin Secara Kualitatif
Kandungan katekin secara kualitatif diperoleh dengan membandingkan waktu
retensi larutan standar dengan waktu retensi sampel yang dapat dilihat pada Tabel 4.3. Data waktu retensi larutan standar dan sampel dapat dilihat pada Lampiran 7,
halaman 38.
Tabel 4.3 Kandungan katekin secara kualitatif Rata-rata waktu retensi menit
Standar katekin 3,349
Sampel katekin 3,415
Berdasarkan Tabel 4.3 di atas dilihat bahwa rata-rata waktu retensi sampel jika dibandingkan dengan waktu retensi standar tidak jauh berbeda. Senyawa
katekin standar mempunyai waktu retensi 3,349 sedangkan sampel katekin mempunyai waktu retensi 3,415. Hal ini menunjukkan perlakuan elisitasi dengan
penambahan dinding sel Saccharomyces cerevisiae pada kalus teh mengandung senyawa katekin.
Menurut Sutini 2010, perbedaan waktu retensi antara standar dan sampel katekin dikarenakan kalus diduga mengandung senyawa lain sehingga waktu
retensi terdapat perbedaan yang kurang bermakna. Menurut Hamdiyati 1999, ada perbedaan profil kromatogram tidak menutup kemungkinan ada senyawa
yang sama karena walau tinggi puncaknya sedikit berbeda. Hal ini mungkin disebabkan dari konsentrasi senyawa yang tidak sama.
4.4.2 Kandungan Katekin Secara Kuantitatif
Kandungan katekin
secara kuantitatif
diperoleh dengan
cara menginterpolarisasikan luas area pada sampel kedalam persamaan regresi
linier y = a + bx yang diperoleh dari larutan katekin standar konsentrasi 50-400 mgL Lampiran 7, halaman 38. Data kandungan katekin pada sampel dapat
Universitas Sumatera Utara
dilihat pada Lampiran 8, halaman 39. Gambar 4.4 di bawah adalah histogram kandungan katekin yang diperoleh setelah kalus dielisitasi.
Gambar 4.2 Kandungan Katekin Secara Kuantitatif Berdasarkan uji statistik DNMRT 5 dapat diketahui bahwa pemberian
elisitor pada kalus yang dielisitasi rata-rata memberikan pengaruh terhadap peningkatan kandungan katekin yang diperoleh, jika dibandingkan dengan
kontrol. Kandungan katekin paling tinggi terdapat pada perlakuan dengan elisitor 0,50 yakni 2,105 mgg BK. Sedangkan pada perlakuan kontrol tanpa
pemberian elisitor, kandungan katekin yang dihasilkan 0,485 mgg BK. Peningkatan kandungan katekin setelah diberi elisitor dinding sel
Saccharomyces cerevisiae diduga karena terinduksinya serangkaian proses metabolisme metabolit sekunder yang mengarah pada akumulasi katekin.
Menurut Purkayastha 1996, tumbuhan mampu menghasilkan senyawa fitoalexin sebagai respon untuk melindungi diri. Penggunaan dinding sel jamur
pada kultur jaringan dapat menginduksi tanaman untuk membentuk beberapa enzim untuk pembentukan fitoalexin. Menurut Punyasiri et al. 2004, adanya
aktivitas enzim anthocyanidin reduktase, dihydroflavonol 4-reduktase, dan leucoanthocyanidin 4-reduktase pada teh akan mempengaruhi biosintesis
flavonoid katekin dan epigallokatekin dalam teh. Menurut Pandiangan 2011 dan Buitelaar 1991, beberapa faktor yang
mempengaruhi kandungan metabolit sekunder dalam kultur yang dielisitasi antara
50 100
150 200
250 300
350 400
Kontrol Elisitor 0,25 Elisitor 0,50 Elisitor 1,00 Elisitor 2,00 Elisitor 4,00
K and
un gan
kate kin
µ g
m L
Perlakuan
a c
b
a a
c
Universitas Sumatera Utara
lain: konsentrasi elisitor, jenis elisitor, waktu kontak elisitor dengan sel, galur eksplan yang digunakan, waktu penambahan elisitor, fase pertumbuhan sel dalam
kultur, dan nutrien yang digunakan di dalam medium. Menurut Ratnasari et al. 2001, konsentrasi elisitor dan waktu pemanenan berpengaruh terhadap post
binding effect yaitu proses yang diawali dengan berikatannya elisitor dan reseptor sehingga dapat menginduksi pembentukan metabolit sekunder. Pada penelitian
yang telah dilakukan Ratnasari et al. elisitasi dengan menggunakan dinding sel Saccharomyces cerevisiae 0,5 dan waktu pemanenan 24 jam dapat
meningkatkan produksi ajmalisin dengan presentase peningkatan tertinggi yaitu 216, 508.
Menurut Ali et al. 2007, adanya elisitor yang bersentuhan dengan dinding sel tumbuhan akan ditangkap oleh reseptor pada membran plasma,
kemudian akan merubah potensial plasma membran yang mengaktivasi NADPH oksidase untuk merespon reaktif oxygen spesies ROS yang akan menghasilkan
anion superoksida dan H
2
O
2
yang bertindak sebagai second messenger yang membawa sinyal ke inti sel sehingga menghasilkan gen pertahanan, meningkatkan
respon biosintesis metabolit sekunder protease inhibitor dan protein prolin. Menurut Hahn 1996, sisi aktif dari elisitor glukan ragi adalah 1,6 β-D
glukopiranosil. Glukan dari ekstrak ragi secara alami diperkirakan mempunyai binding site yang sesuai dengan reseptor yang terdapat pada permukan sel
tumbuhan. Menurut Hamdiyati 1999, homogenat jamur yang sudah diotoklaf apabila digunakan sebagai bahan elisitor, maka respon sel tumbuhan terhadap
elisitor berhubungan langsung dengan komposisi dari dinding sel jamur.
4.5 Hubungan Peningkatan Berat Basah Kalus dengan Produksi Katekin