2010, pertumbuhan kalus dari eksplan pucuk daun teh menunjukkan pertumbuhan pada usia 1 sampai 3 minggu. Kalus yang terbentuk dari jaringan
yang dipotong kemudian melebar hingga seluruh eksplan membentuk kalus. Namun setelah berumur 4 minggu, pertumbuhan kalus sangat lambat. Hal ini
disebabkan karena kalus menyesuaikan diri dengan media baru dan kalus masih berada pada fase lag menuju fase linier, dimana pada fase linier kalus mulai
memproduksi metabolit sekunder. Kalus sebaiknya disubkultur untuk mencegah kematian sel.
Menurut Pandiangan 2011, faktor lingkungan utama yang mempengaruhi pertumbuhan kalus pada kultur jaringan adalah cahaya dan suhu, sehingga
tingkat kelembaban dalam kultur yang tertutup terpelihara. Umumnya kultur disimpan pada suhu ruang 20-25
C. Cahaya disuplai dengan lampu neon kira-kira 30-50 µmolm
2
det. Iradiasi ini cukup untuk memberi respon morfologi pada kultur. Menurut Hendaryono dan Wijayanti 1994, warna kalus yang terbentuk
dapat disebabkan oleh adanya pengaruh cahaya sehingga terjadi pigmentasi, dan bagian tanaman yang dijadikan sebagai sumber eksplan. Eksplan yang cenderung
berwarna kecoklatan mungkin disebabkan oleh kondisi eksplan yang secara internal mempunyai kandungan fenol tinggi sehingga dengan adanya cahaya akan
menyebabkan teroksidasinya fenol menjadi kuinon. Merurut Hamdiyati 1999 dan Isaac 1992, warna kecoklatan pada kalus
menunjukkan terjadinya sintesis metabolit sekunder. Pencoklatan yang terjadi pada kalus selain karena adanya akumulasi fitoalexin, juga disebabkan adanya
sintesis senyawa fenolik. Menurut Peltonen et al. 1997, sintesis senyawa fenolik diinduksi karena adanya serangan senyawa mikroorganisme atau kondisi cekaman
lainnya. Salah satu senyawa fenolik DHBA asam 2,3-dihidro benzoaat dapat terakumulasi dengan cepat, yaitu sekitar 6 jam setelah elisitasi dilakukan.
4.2 Pengaruh Elisitasi Terhadap Peningkatan Berat Basah Kalus
Pertambahan berat basah kalus dapat dihitung dengan cara mengurangi berat basah akhir setelah kalus dielisitasi dengan berat basah awal sebelum kalus
dielisitasi. Data pertambahan berat basah kalus dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan Lampiran 4, halaman 35.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.1 Rata-rata berat basah kalus sebelum dan setelah dielisitasi Perlakuan
Rata-rata sebelum dielisitasi g
Rata-rata setelah dielisitasi g
Rata-rata selisih berat basah g
Kontrol 2,26
2,45 0,19
e
Elisitor 0,25 2,44
2,55 0,11
bc
Elisitor 0,50 2,29
2,34 0,05
a
Elisitor 1,00 2,39
2,52 0,13
cd
Elisitor 2,00 2,37
2,54 0,17
de
Elisitor 4,00 2,32
2,39 0,07
ab
Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DNMRT 5 p 0,05.
Berdasarkan uji statistik DNMRT 5 pada Tabel 4.1 di atas, terdapat perbedaan berat basah pada setiap perlakuan yang diberikan. Namun pertambahan
berat basah rata-rata paling tinggi terdapat pada perlakuan kontrol tanpa penambahan elisitor yakni sebesar 0,19 g, sedangkan pertambahan berat basah
paling rendah terdapat pada perlakuan elisitor 0,50 yakni sebesar 0,05 g. Berat basah kalus yang tinggi mungkin disebabkan karena kandungan air
yang tinggi pada kalus. Berat basah yang dihasilkan tergantung pada kecepatan sel-sel tersebut membelah diri, dan medium yang digunakan. Adanya 2,4-D dan
kinetin, dalam konsentrasi yang tepat pada kultur dapat mempengaruhi berbagai proses fisiologis. Misalnya 2,4-D yang berfungsi untuk proses pembesaran sel,
sedangkan kinetin berfungsi untuk proses pembelahan sel. Menurut Purwianingsih 1997, berat basah secara fisiologis terdiri dari
dua kandungan, yaitu kandungan air dan biomassa. Berat basah yang tinggi disebabkan karena kandungan airnya yang tinggi. Menurut Rahayu et al. 2003,
berat basah yang dihasilkan sangat tergantung pada kecepatan sel membelah diri, dan dilanjutkan dengan pembesaran kalus.
Menurut Salisbury dan Ross 1995, zat pengatur tumbuh yang diberikan dalam jumlah yang tepat dapat memberikan pengaruh terhadap berat kultur.
Auksin berperan dalam memicu pembesaran sel sehingga berat kultur meningkat. Interaksi substansi pertumbuhan dan zat pengatur tumbuh tersebut akan
meningkatkan jumlah dan ukuran sel dalam jaringan tumbuhan tersebut. Zat pengatur tumbuh yang diberikan pada konsentrasi yang tepat dapat menginisiasi
pembelahan sel dan meningkatkan pertumbuhan sel.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Pandiangan 2002, kebanyakan eksplan menghasilkan auksin dan sitokinin endogen. Dalam kultur jaringan, tambahan auksin dan sitokinin
eksogen sebagai zat pengatur tumbuh diberikan untuk memperoleh efek pertumbuhan.
4.3 Pengaruh Elisitasi Terhadap Berat Kering Kalus