Pengukuran Kelelahan Kerja Kelelahan Kerja

25 Gambar 2. Skema: Penyebab Kelelahan, Cara Mengatasi dan Manajemen Resiko Kelelahan Tarwaka, 2015

2.1.7 Pengukuran Kelelahan Kerja

Secara pasti datangnya kelelahan yang menimpa pada diri seseorang akan sulit untuk diidentifikasikan secara jelas. Mengukur tingkatan kelelahan seseorang bukanlah pekerjaan yang mudah. Prestasi ataupun performans kerja yang biasa ditunjukkan dengan output kerja merupakan tolok ukur yang sering dipakai untuk mengevalusi tingkat kelelahan. Selain kuantitas output persatuan waktu, maka pengukuran terhadap kualitas output ataupun jumlah pokok cacat yang dihasilkan dan frekwensi kecelakaan yang menimpa pekerja seringkali juga dipakai sebagai PENYEBAB KELELAHAN 1. Aktifitas kerja fisik 2. Aktivitas kerja mental 3. Stasiun kerja tidak ergonomis 4. Sikap paksa 5. Kerja statis 6. Kerja bersifat monotoni 7. Lingkungan kerja ekstrim 8. Psikologis 9. Kebutuhan kalori kurang 10. Waktu kerja-istirahat tidak tepat 11. dan lain-lain CARA MENGATASI 1. Sesuai kapasitas kerja fisik 2. Sesuai kapasitas kerja mental 3. Redesain stasiun kerja ergonomi 4. Sikap kerja alamiah 5. Kerja lebih dinamis 6. Kerja lebih bervariasi 7. Redesain lingkungan kerja 8. Reorganisasi kerja 9. Kebutuhan kalori seimbang 10. Istirahat setiap 2 jam kerja dengan sedikit kudapan 11. dan lain-lain RESIKO 1. Motivasi kerja turun 2. Performansi rendah 3. Kualitas kerja rendah 4. Banyak terjadi kesalahan 5. Stress akibat kerja 6. Penyakit akibat kerja 7. Cedera 8. Terjadi kecelakaan akibat kerja 9. dan lain-lain. MANAJEMEN PENGENDALIAN 1. Tindakan preventif melalui pendekatan inovatif dan partisipatoris 2. Tindakan kuratif 3. Tindakan rehabilitatif 4. Jaminan masa tua Universitas Sumatera Utara 26 cara untuk mengkorelasikan dengan intensitas kelelahan yang terjadi. Meskipun demikian yang patut untuk diperhatikan adalah bahwa perubahan performans kerja kuantitas ataupun kualitas output kerja ternyata tidaklah semata-mata disebabkan oleh kelelahan saja. Wignjosoebroto S, 2000 Sampai saat ini belum ada cara mengukur tingkat kelelahan secara langsung. Pengukuran-pengukuran yang dilakukan oleh para peneliti sebelumnya hanya berupa indikator yang menunjukkan terjadinya kelelahan akibat kerja. Grandjean 1993 mengelompokkan metode pengukuran kelelahan dalam beberapa kelompok sebagai berikut; kualitas dan kuantitas kerja yang dilakukan, uji psiko-motor psychomotor test, uji hilangnya kelipan flicker-fusion test, perasaan kelelahan secara subjektif subjective feelings of fatique, dan uji mental dengan bourdon wiersman test Tarwaka, 2004 1. Kualitas dan Kuantitas kerja yang dilakukan Pada metode ini, kualitas output digambarkan sebagai jumlah proses kerja waktu yang digunakan setiap item atau proses operasi yang dilakukan setiap unit waktu. Namun demikian banyak faktor yang harus dipertimbangkan seperti; faktor sosial; dan perilaku psikologis dalam kerja. Sedangkan kualitas output kerusakan produk, penolakan produk atau frekuensi kecelakaan dapat menggambarkan terjadinya kelelahan, tetapi factor tersebut bukanlah merupakan causal factor. 2. Uji psiko-motor psychomotor test a. Pada metode ini melibatkan fungsi persepsi, interprestasi dan reaksi motor. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan pengukuran Universitas Sumatera Utara 27 waktu reaksi adalah dengan pengukuran waktu reaksi. Waktu reaksi adalah jangka waktu dari pemberian suatu rangsang sampai kepada suatu saat kesadaran atau dilaksanakan kegiatan. Dalam uji waktu reaksi dapat digunakan nyala lampu, denting suara, sentuhan klit atau goyangan badan. Terjadinya pemenjangan waktu reaksi merupakan petunjuk adanya pelambatan pada proses faal syaraf dan otot. b. Sanders McCormick 1987 mengatakan bahwa waktu reaksi adalah waktu untuk membuat suatu respon yang spesifik saat satu stimuli terjadi. Waktu reaksi terpendek biasanya berkisar antara 150 sd 200 milidetik. Waktu reaksi tergantung dari stimuli yang dibuat; intensitas dan lamanya perangsangan; umur subjek; dan perbedaan individu- individu lainnya. c. Setyawati 1996 melaporkan bahwa dalam uji waktu reaksi, ternyata stimuli terhadap cahaya lebih signifikan daripada stimuli suara. Hal tersebut disebabkan karena stimuli suara lebih cepat diterima oleh reseptor daripada stimuli cahaya. d. Alat ukur waktu reaksi yang telah dikembang di Indonesia biasanya menggunakan nyala lampu dan denting suara sebagai stimuli. 3. Uji hilangnya kelipan flicker-fusion test Dalam kondisi yang lelah, kemampuan tenga kerja untuk melihat kelipan akan berkurang. Semakin lelah akan semakin panjang waktu yang diperlukan untuk jarak anatra dua kelipan. Uji kelipan, di samping untuk Universitas Sumatera Utara 28 mengukur kelelahan juga menunjukkan keadaan kewaspadaan tenaga kerja. 4. Perasaan kelelahan secara subjektif subjective feelings of fatigue Subjective Self Rating Test dari Indutrial Fatique Research Committee IFRC Jepang, merupakan salah satu kuesioner yang dapat untuk mengukur tingkat kelelahan subyektif. Kuesioner tersebut berisi 30 daftar pertanyaan yang terdiri dari : a. 10 pertanyaan tentang pelemahan kegiatan: perasaan berat di kepala, lelah seluruh badan, berat di aki, mguap, pikiran kacau, mengantuk, ada beban pada mata, gerakan canggung dan kaku, berdiri tidak stabil dan ingin berbaring. b. 10 pertanyaan tentang pelemahan motivasi: susah berpikir, lelah untuk berbicara, gugup, tidak berkonsentrasi, sulit memusatkan perhatian, mudah lupa, kepercayaan, merasa cemas, sulit mengontrol sikap, tidak tekun dalam pekerjaan. c. 10 pertanyaan tentang gambaran kelelahan fisik: sakit di kepala, kaku di bahu, nyeri di punggung, sesak nafas, haus, suara serak, merasa pening, spasme di kelopak mata, tremor pada anggota badan, merasa kurang sehat. 5. Alat ukur perasaan kelelahan kerja KAUPK2 Menurut Setyawati KAUPK2 Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja merupakan parameter untuk mengukur perasaan kelelahan kerja sebagai gejala subjektif yang dialami pekerja dengan perasaan yang Universitas Sumatera Utara 29 tidak menyenangkan yang terdiri dari 17 pertanyaan tentang keluhan subjektif yang dapat diderita oleh tenaga kerja, antara lain : sukar berpikir, lelah berbicara, gugup menghadapi sesuatu, tidak pernah berkonsentrasi mengerjakan sesuatu, tidak punya perhatian terhadap sesuatu, cenderung lupa, kurang percaya diri, tidak tekun dalam melaksanakan pekerjaan, enggan menatap orang lain, enggan bekeja dengan cekatan, tidak tenang bekerja, lelah seluruh tubuh, lamban, tidak kuat berjalan, lelah sebelum, daya pikir menurun dan cemas terhadap sesuatu. Sidabalok Lince, 2007. Dari uraian tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan, bahwa kelelahan biasanya terjadi pada akhir jam kerja yang disebabkan oleh karena beberapa faktor, seperti monotoni, kerja otot statis, alat dan sarana kerja yang tidak sesuai dengan antropometri pemakainya, stasiun kerja yang tidak ergonomik, sikap paksa dan pengaturan waktu kerja-istirahat yang tidak tepat.

2.2 Peternakan Ayam Broiler