19
menunjukkan kelelahan fisik sebagai akibat dari keadaan umum yang melelahkan. Sutalaksana, Anggawisastra, Tjakraatmadja, 1999
Kelelahan yang terus menerus terjadi setiap hari akan berakibat terjadinya kelelahan yang kronis. Perasaan lelah tidak saja terjadi sesudah bekerja pada sore
hari, tetapi juga selama bekerja, bahkan kadang-kadang sebelumnya. Perasaan lesu tampak sebagai suatu gejala. Gejala-gejala psikis ditandai dengan perbuatan-
perbuatan anti sosial dan perasaan tidak cocok dengan sekitarnya, sering depresi, kurangnya tenaga serta kehilangan inisiatif. Tanda-tanda psikis ini sering disertai
kelainan-kelainan psikolatis
seperti sakit
kepala, vertigo,
gangguan pencernaan,tidak dapat tidur dan lain-lain. Kelelahan kronis demikian disebut
kelelahan klinis. Hal ini menyebabkan tingkat absentisme akan meningkat terutama
mangkir kerja pada waktu jangka pendek disebabkan kebutuhan istirahat lebih banyak atau meningkatnya angka sakit. Kelelahan klinis terutama terjadi pada
mereka yang mengalami konflik-konflik mental atau kesulitan-kesulitan psikologis. Sikap negatif terhadap kerja, perasaan terhadap atasan atau lingkungan
kerja memungkinkan faktor penting da lam sebab ataupun akibat Suma’mur,
2009.
2.1.5 Proses Terjadinya Kelelahan
Kelelahan terjadi karena terkumpulnya produk-produk sisa dalam otot dan peredaran darah, dimana produk-produk sisa ini bersifat bisa membatasi
kelangsungan aktivitas otot. Atau, mungkin bisa dikatakan bahwa produk-produk sisa ini mempengaruhi serat-serat syaraf dan sistem syaraf pusat sehingga
Universitas Sumatera Utara
20
menyebabkan orang menjadi lambat bekerja jika sudah lelah. Sutalaksana, Anggawisastra, Tjakraatmadja, 1999.
Makanan yang mengandung glikogen, mengalir dalam tubuh melalui peredaran darah. Setiap kontraksi dari otot akan selalu diikuti oleh reaksi kimia
oksida glukosa yang merubah glikogen menjadi tenaga, panas dan asam laktat produk sisa. Dalam tubuh dikenal fase pemulihan, yaitu suatu proses untuk
merubah asam laktat menjadi glikogen kembali dengan adanya oksigen dari pernafasan, sehingga memungkinkan otot-otot bisa bergerak secara kontiniu. Ini
berarti keseimbangan kerja bisa dicapai dengan baik apabila kerja fisiknya tidak terlalu berat. Pada dasarnya kelelahan ini timbul karena terakumulasinya produk-
produk sisa dalam otot dan peredaran darah yang disebabkan tidak seimbangnya antara kerja dengan proses pemulihan.
Secara lebih jelas proses terjadinya kelelahan fisik adalah sebagai berikut : 1.
Oksidasi glukosa dalam otot menimbulakan CO2, saerolatic, phospati, dan sebagainya, dimana zat-zat tersebut terikat dalam darah yang kemudian
dikeluarkan waktu bernafas. Kelelahan terjadi apabila pembentukan zat-zat tersebut tidak seimbang dengan proses pengeluarannya sehingga timbul
penimbunan dalam jaringan otot yang mengganggu kegiatan otot selanjutnya.
2. Karbohidrat yang didapat dari makanan diubah menjadi glukosa dan
disimpan di hati dalam bentuk glikogen. Setiap 1 cm3 darah normal akan membawa 1 mm glukosa, berarti setiap sirkulasi darah hanya membawa
0,1 dari sejumlah glikogen yang ada dalam hati. Oleh Karena itu, dengan
Universitas Sumatera Utara
21
adanya aktivitas bekerja persediaan glikogen dalam hati akan menipis. Kelelahan akan timbul apabila konsentrasi glikogen dalam hati hanya
tersisa 0,7. Untuk kelelahan fisiologis, para ahli meyakini bahwa keadaan dan
perasaan kelelahan yang timbul karena adanya reaksi fungsional dari pusat kesadaran Cortex cerebri atas pengaruh dua sistem antagonistik yaitu sistem
penghambat inhibisi dan sistem penggerak aktivasi. Sistem penghambat ini terdapat dalam thalamus, dan bersifat menurunkan kemampuan manusia untuk
bereaksi. Sedangkan sistem penggerak terdapat dalam formatio retikolaris yang bersifat dapat merangsang pusat-pusat vegetatif untuk konversi ergotropis dari
peralatan-peralatan tubuh ke arah reaksi. Dengan demikian, keadaan seseorang pada suatu saat tergantung pada hasil kerja kedua sistem antagonis tersebut.
Apabila sistem penggerak lebih kuat dari sistem penghambat, maka keadaan orang tersebut ada dalam keadaan segar untuk bekerja. Sebaliknya,
apabila sistem penghambat lebih kuat dari sistem penggerak maka orang akan mengalami kelelahan. Itulah sebabnya, seseorang yang sedang lelah dapat
melakukan aktivitas secara tiba-tiba apabila mengalami suatu peristiwa yang tidak terduga ketegangan emosi. Demikian juga kerja yang monoton bisa
menimbulkan kelelahan walaupun beban kerjanya tidak seberapa. Hal ini disebabkan karena sistem penghambat lebih kuat daripada sistem penggerak
Sutalaksana, 2005. Dalam bukunya “Ergonomi untuk keselamatan, kesehatan kerja dan
produktivitas”, Tarwaka 2004 menyebutkan bahwa sampai saat ini masih ada
Universitas Sumatera Utara
22
dua teori tentang kelelahan otot yaitu teori klinis dan teori syaraf pusat terjadinya kelelahan. Pada teori kimia secara umum menjelaskan bahwa terjadinya kelelahan
adalah akibat berkurangnya cadangan energi dan meningkatkan sisa metabolisme sebagai penyebab hilangnya efesiensi otot, sedangkan perubahan arus listrik pada
otot dan syaraf adalah penyebab sekunder. Sedangkan pada teori syaraf pusat menjelaskan bahwa perubahan kimia hanya merupakan penunjang proses.
Perubahan kimia yang terjadi mengakibatkan dihantarkannya ransangan syaraf melalui syaraf sensoris ke otak yang disadari sebagai kelelahan otot. Ransangan
aferen ini menghambat pusat-pusat otak dalam mengendalikan gerakan sehingga frekuensi potensial kegiatan pada sel syaraf menjadi berkurang. Berkurangnya
frekuensi tersebut akna menurunkan kekuatan dan kecepatan kontraksi otot dan gerakan atas perintah kemauan menjadi lambat. Dengan demikian semakin lambat
gerakan seseorang akan menunjukkan semakin lelah kondisi otot seseorang.
2.1.6 Langkah-langkah Mengatasi Kelelahan Kerja