Gambaran Kelelahan Kerja Pada Pekerja Peternakan Ayam Broiler di Kecamatan Lampasi Tigo Nagori Kota Payakumbuh Tahun 2016

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

Lampiran 2 OutPut

Statistics

64 64 64 64 64 64 64 64

0 0 0 0 0 0 0 0

40,09 ,52 ,34 1,23 6,20 ,55 ,81 ,81

41,00 1,00 ,00 1,00 5,00 1,00 1,00 1,00

9,608 ,504 ,479 ,921 4,821 ,502 ,560 ,560

20 0 0 0 1 0 0 0

65 1 1 3 20 1 2 2

Valid Missing N Mean Median Std. Deviation Minimum Maximum umur responden (tahun) umur responden

(tahun) jenis kelamin

tingkat pendidikan masa kerja (tahun) masa kerja (tahun) Jumlah hasil kuesioner Jumlah hasil kuesioner


(6)

umur responden (tahun)

1 1,6 1,6 1,6

1 1,6 1,6 3,1

2 3,1 3,1 6,3

1 1,6 1,6 7,8

2 3,1 3,1 10,9

1 1,6 1,6 12,5

5 7,8 7,8 20,3

3 4,7 4,7 25,0

3 4,7 4,7 29,7

3 4,7 4,7 34,4

2 3,1 3,1 37,5

3 4,7 4,7 42,2

2 3,1 3,1 45,3

2 3,1 3,1 48,4

2 3,1 3,1 51,6

7 10,9 10,9 62,5

2 3,1 3,1 65,6

1 1,6 1,6 67,2

5 7,8 7,8 75,0

4 6,3 6,3 81,3

2 3,1 3,1 84,4

2 3,1 3,1 87,5

1 1,6 1,6 89,1

2 3,1 3,1 92,2

2 3,1 3,1 95,3

1 1,6 1,6 96,9

1 1,6 1,6 98,4

1 1,6 1,6 100,0

64 100,0 100,0

20 23 24 27 28 29 30 32 34 35 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 50 55 56 60 62 65 Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

umur responden (tahun)

31 48,4 48,4 48,4

33 51,6 51,6 100,0

64 100,0 100,0

< 41 tahun >= 41 tahun Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(7)

jenis kelamin

42 65,6 65,6 65,6

22 34,4 34,4 100,0

64 100,0 100,0

Laki-laki Perempuan Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

tingkat pendidikan

17 26,6 26,6 26,6

19 29,7 29,7 56,3

24 37,5 37,5 93,8

4 6,3 6,3 100,0

64 100,0 100,0

SD SLTP SLTA Sarjana Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

masa kerja (tahun)

6 9,4 9,4 9,4

10 15,6 15,6 25,0

7 10,9 10,9 35,9

6 9,4 9,4 45,3

11 17,2 17,2 62,5

1 1,6 1,6 64,1

3 4,7 4,7 68,8

5 7,8 7,8 76,6

1 1,6 1,6 78,1

4 6,3 6,3 84,4

1 1,6 1,6 85,9

1 1,6 1,6 87,5

6 9,4 9,4 96,9

2 3,1 3,1 100,0

64 100,0 100,0

>= 5 tahun 2 3 4 5 6 7 8 9 10 12 13 15 20 Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(8)

masa kerja (tahun)

29 45,3 45,3 45,3

35 54,7 54,7 100,0

64 100,0 100,0

< 5 tahun >= 5 tahun Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

beban kerja (tenaga bantuan)

2 3,1 3,1 3,1

35 54,7 54,7 57,8

15 23,4 23,4 81,3

8 12,5 12,5 93,8

2 3,1 3,1 96,9

2 3,1 3,1 100,0

64 100,0 100,0

tidak ada bantuan 1 orang bantuan 2 orang bantuan 3 orang bantuan 4 orang bantuan 5 orang bantuan Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Jumlah hasil kuesioner

17 26,6 26,6 26,6

42 65,6 65,6 92,2

5 7,8 7,8 100,0

64 100,0 100,0

0-21 22-44 45-67 Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Jumlah hasil kuesioner

17 26,6 26,6 26,6

42 65,6 65,6 92,2

5 7,8 7,8 100,0

64 100,0 100,0

rendah sedang tinggi Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(9)

CROSSTAB

Case Processing Summary

64 100,0% 0 ,0% 64 100,0%

64 100,0% 0 ,0% 64 100,0%

64 100,0% 0 ,0% 64 100,0%

64 100,0% 0 ,0% 64 100,0%

umur responden (tahun) * Jumlah hasil kuesioner tingkat pendidikan * Jumlah hasil kuesioner masa kerja (tahun) * Jumlah hasil kuesioner beban kerja (tenaga bantuan) * Jumlah hasil kuesioner

N Percent N Percent N Percent

Valid Missing Total

Cases

umur responden (tahun) * Jumlah hasil kuesioner Crosstabulation

Count

15 16 0 31

2 26 5 33

17 42 5 64

< 41 tahun >= 41 tahun umur responden

(tahun) Total

rendah sedang tinggi Jumlah hasil kuesioner

Total

tingkat pendidikan * Jumlah hasil kuesioner Crosstabulation

Count

3 14 0 17

4 11 4 19

9 14 1 24

1 3 0 4

17 42 5 64

SD SLTP SLTA Sarjana tingkat pendidikan Total

rendah sedang tinggi Jumlah hasil kuesioner


(10)

masa kerja (tahun) * Jumlah hasil kuesioner Crosstabulation

Count

8 21 0 29

9 21 5 35

17 42 5 64

< 5 tahun >= 5 tahun masa kerja

(tahun) Total

rendah sedang tinggi Jumlah hasil kuesioner

Total

beban kerja (tenaga bantuan) * Jumlah hasil kuesioner Crosstabulation

Count

0 2 0 2

7 25 3 35

3 11 1 15

4 3 1 8

1 1 0 2

2 0 0 2

17 42 5 64

tidak ada bantuan 1 orang bantuan 2 orang bantuan 3 orang bantuan 4 orang bantuan 5 orang bantuan beban

kerja (tenaga bantuan)

Total

rendah sedang tinggi Jumlah hasil kuesioner


(11)

KUESIONER GAMBARAN KELELAHAN KERJA PADA PEKERJA PETERNAKAN AYAM BROILER DI KECAMATAN LAMPASI

TIGO NAGORI KOTA PAYAKUMBUH TAHUN 2016 Karakteristik Responden

Nama :

Umur : tahun

Masa Kerja : tahun Pendidikan :

Status Perkawinan : Jumlah Tenaga Bantuan :

Petunjuk menjawab pertanyaan : Jawablah dengan jujur sesuai dengan apa yang anda rasakan. Berilah tanda centang (√) jika 0 (tidak merasakan), 1 (kadang-kadang merasakan), 2 (sering merasakan), 3 (sering kali merasakan).

No Gejala Kelelahan 0 1 2 3

Pelemahan Kegiatan

1 Apakah saudara ada perasaan berat di kepala? 2 Apakah saudara merasa lelah pada seluruh badan? 3 Apakah saudara merasa berat di kaki?

4 Apakah saudara sering menguap pada saat bekerja? 5 Apakah pikiran saudara kacau pada saat bekerja? 6 Apakah saudara merasa mengantuk?

7 Apakah saudara merasa ada beban pada bagian mata? 8 Apakah gerakan saudara terasa canggung dan kaku? 9 Apakah saudara merasakan pada saat berdiri tidak stabil? 10 Apakah saudara merasa ingin berbaring?

Pelemahan Motivasi

11 Apakah saudara merasa susah berfikir? 12 Apakah saudara merasa malas untuk bicara?


(12)

14 Apakah saudara merasa tidak dapat berkonsentrasi? 15 Apakah saudara merasa sulit memusatkan perhatian? 16 Apakah saudara merasa mudah melupakan sesuatu? 17 Apakah saudara merasakan kepercayaan diri berkurang? 18 Apakah saudara merasa cemas?

19 Apakah saudara merasa sulit untuk mengontrol sikap? 20 Apakah saudara merasa tidak tekun dalam pekerjaan?

Kelelahan Fisik

21 Apakah saudara merasakan sakit di bagian kepala? 22 Apakah saudara merasakan kaku di bagian bahu? 23 Apakah saudara merasakan nyeri di bagian punggung? 24 Apakah saudara merasa sesak nafas?

25 Apakah saudara merasa haus? 26 Apakah suara saudara terasa serak? 27 Apakah saudara merasa pening?

28 Apakah saudara merasa ada yang mengganjal di kelopak mata?

29 Apakah anggota badan saudara terasa gemetar? 30 Apakah saudara merasa kurang sehat?


(13)

(14)

(15)

(16)

Lampiran Dokumentasi

Gambar 1 Tempat Pakan Ayam


(17)

(18)

Gambar 5 Kondisi dalam Kandang


(19)

(20)

Gambar 8 Tempat Tinggal Pekerja


(21)

(22)

(23)

(24)

(25)

DAFTAR PUSTAKA

Anoraga, P., 2009. Psikologi Industri, PT Rineka Cipta, Yogyakarta

Budiono, Sugeng, A.M. 2005. Bunga Rampai Hiperkes dan KK. Badan penerbit UNDIP. Semarang

Chandra, Ade. 2015. Analisis Risiko Kesehatan Pajanan Amonia dan

Pengawasan Limbah Peternakan Ayam Broiler di Wilayah Kerja Puskesmas Lampasi Kota Payakumbuh. Tesis FK UNAND. Padang

Dinas Kesehatan Kota Payakumbuh. Laporan Tahunan Penyehatan

Lingkungan. Payakumbuh: 2014.

ILO. 2003. Encyclopedia of Occupational Health and Safety, Geneva.

Info Medion. Prospek Pengembangan Usaha Bagi Peternak Ayam Pedaging, 2014 http://info.medion.co.id diakses pada tanggal 3 Agustus 2016.

Kementerian Pertanian. Peraturan Menteri Pertanianan No. 31/Permentan/OT.140/2/2014 tentang Pedoman Budi Daya Ayam

Pedaging dan Ayam Petelur Yang Baik. Jakarta 2014

Markkanen, Pia K. 2004. Keselamatan Dan Kesehatan Kerja. International Labour Organization.

Muftia, Atik. 2005. Hubungan Antara Faktor Fisik Dengan Kelelahan Kerja

Karyawan Produksi Bagian Selektor Di PT.Sinar Sosro Ungaran Semarang. Skripsi FIK UNS. Semarang. http://www.uns.ac.id diakses 2 Agustus 2016

Nurmianto E. 2004. Ergonomi – Konsep Dasar Dan Aplikasinya. Guna Widya.

Surabaya.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.

Parlyna, R. Marsal, A., 2013. Kelelahan Kerja (Work Fatique). Jurnal Ilmiah Volume XI. Nomor 1.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2007 Tentang Tata

Cara Memperoleh Informasi Ketenagakerjaan dan Penyusunan Serta Pelaksanaan Perencanaan Tenaga Kerja. Jakarta 2007.


(26)

Roni F. Sukses Beternak Ayam Broiler. Cetakan Pertama. : PT. Agromedia Pustaka. Jakarta.; 2007.

Setiawan N. 2007. Penentuan Ukuran Sampel Memakai Rumus Slovin dan

Tabel Krejcie-Morgan: Telaan Konsep dan Aplikasinya. Skripsi,

Universitas Padjadjaran. Bandung.

Sevilla, Consuelo G., dkk. 2006. Pengantar Metode Penelitian. UI-Press. Jakarta.

Sidabalok Lince. 2007. Gambaran Kelelahan Kerja Pada Masinis Kereta Api

Di PT.Kereta Api (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara Tahun 2007. Skripsi. FKM USU. Medan.

Silastuti Ambar. 2006. Hubungan Antara Kelelahan Dengan Produktivitas

Tenaga kerja Di Bagian Penjahitan PT Bengawan Solo Garment Indonesia. Skripsi. FIK UNS. Semarang.

Suma’mur, P.K., 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. CV Sagung

Seto. Jakarta.

Susetyo, J., Oesman, T.I., dan Sudharman, S.T., 2012. Pengaruh Shift Kerja

Terhadap Kelelahan Karyawan dengan Metode Bourdon Wiesman dan 30 Items of Rating Scale. Fakultas Teknologi Industri. Institut Sains

& Teknologi AKPRIND Yogyakarta.

Sutalaksana, Anggawisastra, Tjakraatmadja. 1999. Teknik Tata Cara Kerja. T.I.-ITB. Bandung.

Sutalaksana. I.Z., 2005. Teknik Perancangan Sistem Kerja. Penerbit: Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Sutrisno, E., 2012. Manajemen Sumber daya Manusia. Cetakan Keempat. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.

Tarwaka. 2004. Ergonomi untuk Keselamatan Kesehatan Kerja dan

Produktivitas Kerja. Cetakan Pertama. Uniba Press. Surakarta.

_______. 2015. Dasar-dasar Pengetahuan Ergonomi dan Aplikasi di Tempat

Kerja. Harapan Press. Surakarta

Tarwaka, Bakri Solichul H.A., Sudiajeng L. 2004. Ergonomi Untuk

Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas. Uniba Press.


(27)

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan. Jakarta 2003.

Virgy Sulistya. 2011. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan

Kerja Pada Karyawan di Instalasi Gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta.

Skripsi. FK UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta.

Widodo, Tri, SE. Mec. Dev. 2005. Peran Sektor Informal Indonesia.

http://www.ugm.ac.id diakses 2 Agustus 2016

Wignjosoebroto S. 2000. Ergonomi, Studi Gerak Dan Waktu. Teknik Analisis

Untuk Peningkatan Produktivitas Kerja. Penerbit Guna Widya.


(28)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran kelelahan kerja pada pekerja peternakan ayam broiler di Kecamatan Lampasi Tigo Nagori Kota Payakumbuh tahun 2016.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Peternakan Ayam Broiler Kecamatan Lampasi Tigo Nagori Kota Payakumbuh dengan alasan:

1. Ditemukan keluhan-keluhan kesehatan sebagai gejala timbulnya kelelahan kerja pada pekerja peternakan.

2. Belum pernah dilakukan penelitian sejenis di tempat tersebut. 3. Adanya izin dari pihak Kecamatan Lampasi Tigo Nagori.

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Februari - September 2016

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah semua tenaga kerja yang bekerja di 64 peternakan ayam broiler di Kecamatan Lampasi Tigo Nagori Kota Payakumbuh sebanyak 64 orang.

3.3.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang mewakili populasi yang akan diambil (Natoatmodjo, 2002). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini


(29)

36

adalah total sampling yaitu teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi karena jumlah populasi kurang dari 100 orang. Jadi sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi yang berjumlah 64 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah semua pekerja yang bekerja di peternakan ayam broiler Kecamatan Lampasi Tigo Nagori Kota Payakumbuh berjenis kelamin laki-laki dan perempuan.

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Data primer diperoleh dengan observasi langsung dan Kuesioner perasaan kelelahan secara subyektif (Subjective Self Rating Test) dari Industrial Fatigue Research Committee (IFRC).

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari Kecamatan Lampasi Tigo Nagori yang berhubungan dengan peternakan ayam.

3.5 Definisi Operasional

Definisi Operasional dalam penelitian ini adalah :

1. Umur adalah lama waktu hidup responden yang dihitung berdasarkan ulang tahun terakhir saat penelitian dilakukan.

2. Masa kerja adalah rentang waktu sejak responden menjadi pekerja di peternakan sampai saat penelitian ini dilakukan.

3. Tingkat Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang telah diselesaikan oleh responden.


(30)

37

4. Beban Kerja adalah keterlibatan anggota keluarga dalam menyelesaikan pekerjaan yang sama yang dilakukan oleh responden responden di peternakan ayam broiler.

5. Kelelahan Kerja adalah suatu kelompok gejala yang berhubungan dengan adanya penurunan efisiensi kerja, keterampilan serta peningkatan kecemasan atau kebosanan.

3.6 Aspek Pengukuran

Pengukuran kelelahan kerja dilakukan dengan menggunakan kuesioner perasaan kelelahan secara subyektif (Subjective Self Rating Test) dari Industrial

Fatigue Research Committee (IFRC). Pengukuran kelelahan dengan

menggunakan kuesioner kelelahan subjektif dapat digunakan untuk menilai tingkat keparahan kelelahan individu dalam kelompok kerja yang cukup banyak atau kelompok sampel yang dapat mempresentasikan populasi secara keseluruhan.

Kuesioner tersebut berisi 30 daftar pertanyaan yang terdiri dari 10 pertanyaan tetang pelemahan kegiatan, 10 pertanyaan tetang pelemahan motivasi, dan 10 pertanyaan tentang gambaran kelelahan fisik. Skor yang diberikan pada tiap masing-masing pertanyaan yaitu tidak pernah merasakan kelelahan diberi nilai 0, kadang-kadang (1-3 kali dalam seminggu) merasakan diberi nilai 1, sering (>4 kali dalam seminggu) merasakan diberi nilai 2, selalu merasakan diberi nilai 3. Langkah terakhir dari aplikasi kuesioner kelelahan subjektif adalah menentukan tingkat kelelahan dan melakukan upaya perbaikan pada pekerjaan, jika diperoleh hasil yang menunjukan tingkat kelelahan yang tinggi.


(31)

38

Dibawah ini merupakan pedoman sederhana yang dapat digunakan untuk menentukan klasifikasi tingkat kelelahan subjektif.

Tabel 3.1. Klasifikasi Tingkat dan Ketegori Kelelahan Subjektif Berdasarkan Total Skor Individu

Total Skor Individu

Tingkat Kelelahan

Kategori Kelelahan

Tindakan Perbaikan

0-21 0 Rendah Belum diperlukan adanya tindakan perbaikan

22-44 1 Sedang Mungkin diperlukan

tindakan dikemudian hari 45-67 2 Tinggi Diperlukan tindakan segera 68-90 3 Sangat Tinggi Diperlukan tindakan

menyeluruh sesegera mungkin

Sumber : (IFRC dalam Tarwaka 2015)

3.7 Pengolahan dan Penyajian Data

Pengolahan data statistik dilakukan dengan cara manual dan proses komputerisasi. Pengolahan data ini mencakup editing, coding, dan tabulating hasil pengukuran yang diperoleh dan kemudian dia analisa secara deskriptif lalu disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.


(32)

BAB IV

HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Peternakan

Penelitian ini dilaksanakan di 64 kandang peternakan ayam broiler yang berada di Kecamatan Lampasi Tigo Nagori Kota Payakumbuh. Lokasi penelitian ini tersebar di 5 daerah yaitu peternakan ayam broiler di Napar, Koto Panjang Padang, Padang Sikabu, Parambahan dan Sungai Durian.

Peternakan di Kecamatan Lampasi memiliki ukuran kandang sekitar 1200m³ dengan panjang 40 meter, lebar 5 meter dan tinggi 6 meter. Ayam yang dipelihara berjumlah 4800 ekor ayam dalam satu kandang. Kandang di peternakan dibagi menjadi dua sisi yang berhadapan dan satu sisi kandang memiliki 4 tingkatan tempat ayam yang diisi dengan 2400 ekor ayam..

Ada beberapa hal yang mendukung lokasi peternakan di Kecamatan Lampasi yaitu sumber mata air tanah cukup banyak, karena untuk kebutuhan proses peternakan memerlukan banyak air. Daerah di Kecamatan Lampasi cukup aman, jarak tempuh ke pusat Kota Payakumbuh hanya 4 km dan akses jalan yang cukup baik, sehingga transportasi untuk membawa bibit ayam, mengangkat pakan ternak dan hasil panen dari peternakan ayam menjadi lancar.

Berikut adalah batas-batas wilayah peternakan ayam broiler di Kecamatan Lampasi Tigo Nagori :

a. Timur : Kecamatan Payakumbuh Utara b. Barat : Kabupaten Lima Puluh Kota c. Utara : Kabupaten Lima Puluh Kota d. Selatan : Kecamatan Payakumbuh Barat


(33)

40

Peternakan ayam broiler ini merupakan salah satu usaha yang banyak diminati masyarakat di Kota Payakumbuh khususnya di Kecamatan Lampasi. Pada umumnya usaha peternakan ayam broiler, merupakan usaha keluarga atau turun temurun skala sedang dengan jumlah ayam yang dipelihara yaitu 50.000-500.000 ekor. Status kepemilikan masih perorangan dan manajemen pemeliharaannya lebih maju dari peternakan skala kecil. Namun secara legal belum membentuk perusahaan yang berbadan hukum. Dalam pengoperasiannya peternakan ini dibagi lagi menjadi beberapa kandang dengan jumlah ayam 4.800 ekor perkandangnya dan dikelola oleh satu orang pekerja utama yang dibantu oleh anggota keluarga.

Pengusaha atau pemilik peternakan mempekerjakan satu orang pekerja untuk satu kandang dan dibantu oleh anggota keluarga dengan jumlah yang tidak ditentukan. Pengusaha atau pemilik peternakan telah mempertimbangkan terlebih dahulu waktu yang diperlukan dengan tingkat kesulitan dalam pekerjaan. Sistem pengupahan di peternakan ini adalah sistem pembayaran upah kepada pekerja yang dilakukan tiap bulannya.

Pengusaha atau pemilik peternakan menyerahkan pekerjaan kepada pekerja di peternakan. Pekerja bertanggung jawab atas seluruh kegiatan di peternakan mulai dari awal sampai selesai satu periode sesuai kesepakatan dengan pemilik. Kesepakatan tersebut meliputi hak atau sistem pengupahan dan kewajiban atau tanggung jawab, sehingga apa yang menjadi keinginan pemilik terwujud sesuai dengan yang diharapkan.


(34)

41

Pekerja utama di peternakan tidak selalu laki-laki ada juga yang perempuan. Tidak ada beda beban kerja di peternakan ayam broiler Kecamatan Lampasi antara pekerja laki-laki dan perempuan. Hal ini disebabkan karena pekerjaan dengan sistem borongan untuk keluarga, jadi pekerja laki-laki lebih bertanggung jawab atas pekerjaan yang banyak di peternakan dan dibantu oleh istri dan anak yang sudah dewasa yang mana mereka telah berpengalaman. Istri lebih bertanggung jawab sebagai ibu rumah tangga, namun tetap ikut bekerja untuk pekerjaan rutin seperti memberi makan dan minum ayam serta membersihkan tempat makan dan minum ayam setiap hari.

Tidak hanya laki-laki ada juga perempuan yang menjadi pekerja utama di peternakan ayam. Hal ini terjadi karena perempuan ingin membantu suami dalam memperbaiki ekonomi keluarga, meskipun suami telah memiliki pekerjaan lain. Sama halnya dengan pekerja laki-laki, pekerja perempuan juga lebih bertanggung jawab atas pekerjaan di peternakan. Semua pekerjaan peternakan menjadi tanggung jawab pekerja perempuan dan terkadang dibantu oleh suami yang telah pulang kerja dan anak yang sudah dewasa.

Pekerjaan rutin pada peternakan ayam ini adalah memberi makan dan minum ayam sesuai takaran dengan cara membagi-bagikan pakan ketempat makan dan mencampurkan vitamin kedalam air minum ayam 4 kali sehari, memberikan obat dan vaksin saat diperlukan, membetulkan kandang saat rusak, mensortir ayam yang mati atau sakit, mengumpulkan dan mensortir telur ayam dan mengupulkan kotoran ayam. Tempat makan dan minum ayam harus dibersihkan 2 kali sehari sebanyak lebih kurang 80 buah.


(35)

42

Peternakan ini adalah peternakan ayam petelur yang memproduksi telur setiap harinya. Panen telur dapat dilakukan mulai dari usia ayam rata-rata 4 bulan 10 hari, panen telur dilakukan setiap hari sesuai dengan kondisi kesehatan ayam. Apabila ayam telah berusia rata-rata 1.5 tahun (telah afkir) atau apabila produksi ayam telah kurang dari 70% produksi rata-rata dalam menghasilkan telur, maka ayam akan dijual. Setelah kandang kosong, kandang dan peralatan harus dibersihkan secara keseluruhan dengan air dan disemproti menggunakan formalin agar kandang betul-betul bersih dari kotoran dan kuman penyakit ayam. untuk menunggu anak ayam masuk ke kandang pada periode berikutnya.

Anggota keluarga yang telibat membantu semua pekerjaan rutin kecuali memberikan vitamin, obat dan vaksin karena ada takaran tertentu. Anggota keluarga yang membantu tidak selalu bekerja penuh setiap hari, terkadang mereka hanya membantu sebagian dari pekerjaan. Mereka hanya memberikan makan saja, mengutip telur atau hanya memersihkan tempat makan dan minum

Pekerja di peternakan ayam dalam sebulan hanya digaji Rp.970 ribu, namun apabila target produksi telur yang telah ditetapkan telah dipenuhi, pekerja akan mendapat bonus maksimal Rp.200 ribu, akan tetapi apabila target tidak terpenuhi maka banus tidak ada.

Peternakan ayam di Lampasi berada dibawah pengawasan Kecamatan Lampasi Tigo Nagori, tetapi pengawasan yang dilakukan hanya mengenai keamanan dan kebersihan peternakan dan daerah sekitar peternakan. Namun pengawasan mengenai sistem penggajian dan kesehatan kerja para pekerja tidak


(36)

43

4.2 Karakteristik Pekerja Peternakan Ayam Broiler di Kecamatan Lampasi Tigo Nagori Kota Payakumbuh Tahun 2016

4.2.1 Karakteristik Pekerja Peternakan Ayam Broiler di Kecamatan Lampasi Tigo Nagori Kota Payakumbuh Tahun 2016 Berdasarkan Kelompok Umur

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Pekerja Berdasarkan Kelompok Umur di Peternakan Ayam Broiler Kecamatan Lampasi Tigo Nagori Kota Payakumbuh Tahun 2016

Umur (Tahun) Jumlah (n) Persentase (%)

< 41 31 48.4

> 41 33 51.6

Total 64 100

Berdasarkan tabel 4.1. di atas, dapat diketahui bahwa frekuensi terbesar umur pekerja peternakan berada pada kelompok umur > 41 tahun yaitu berjumlah 33 orang (51.6%) dan frekuensi terendah berada pada kelompok umur > 41 tahun yaitu berjumlah 31 orang (48.4%).

4.2.2 Karakteristik Pekerja Peternakan Ayam Broiler di Kecamatan Lampasi Tigo Nagori Kota Payakumbuh Tahun 2016 Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Pekerja Berdasarkan Jenis Kelamin di Peternakan Ayam Broiler Kecamatan Lampasi Tigo Nagori Kota Payakumbuh Tahun 2016

Jenis Kelamin Jumlah (n) Persentase (%)

Laki-Laki 42 65.6

Perempuan 22 34.4

Total 64 100

Berdasarkan tabel 4.2. di atas, dapat diketahui bahwa frekuensi terbesar jenis kelamin pekerja peternakan berada pada kelompok jenis kelamin laki-laki yaitu berjumlah 42 orang (65.6%) dan frekuensi jenis kelamin perempuan yaitu berjumlah 22 orang (34.4%).


(37)

44

4.2.3 Karakteristik Pekerja Peternakan Ayam Broiler di Kecamatan Lampasi Tigo Nagori Kota Payakumbuh Tahun 2016 Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Pekerja Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Peternakan Ayam Broiler Kecamatan Lampasi Tigo Nagori Kota Payakumbuh Tahun 2016

Pendidikan Terakhir Jumlah (n) Persentase (%)

SD 17 26.6

SLTP 19 29.7

SLTA 24 37.5

Sarjana 4 6.3

Total 64 100

Berdasarkan tabel 4.3. di atas, dapat diketahui bahwa frekuensi terbesar tingkat pendidikan pekerja peternakan berada pada kelompok tingkat pendidikan SLTA yaitu berjumlah 24 orang (37.5%) dan frekuensi terendah berada pada kelompok tingkat pendidikan Sarjana yaitu berjumlah 4 orang (6.3%).

4.2.4 Karakteristik Pekerja Peternakan Ayam Broiler di Kecamatan Lampasi Tigo Nagori Kota Payakumbuh Tahun 2016 Berdasarkan Status Perkawinan

Berdasarkan hasil kuesioner pekerja peternakan, dapat diketahui bahwa frekuensi status perkawinan pekerja peternakan ayam broiler Kecamatan Lampasi Tigo Nagori yaitu semua pekerja peternakan memiliki status kawin / telah menikah.


(38)

45

4.2.5 Karakteristik Pekerja Peternakan Ayam Broiler di Kecamatan Lampasi Tigo Nagori Kota Payakumbuh Tahun 2016 Berdasarkan Masa Kerja

Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Pekerja Berdasarkan Masa Kerja di Peternakan Ayam Broiler Kecamatan Lampasi Tigo Nagori Kota Payakumbuh Tahun 2016

Masa Kerja (Tahun) Jumlah (n) Persentase (%)

< 5 29 45.3

> 5 35 54.7

Total 64 100

Berdasarkan tabel 4.4., dapat diketahui bahwa frekuensi terbesar masa kerja pekerja peternakan berada pada kelompok masa kerja > 5 tahun yaitu berjumlah 35 orang (54.7%) dan frekuensi terendah berada pada kelompok masa kerja < 15 tahun yaitu berjumlah 29 orang (45.3%)

4.2.6 Karakteristik Pekerja Peternakan Ayam Broiler di Kecamatan Lampasi Tigo Nagori Kota Payakumbuh Tahun 2016 Berdasarkan Beban Kerja (Jumlah Tenaga Bantuan)

Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Pekerja Berdasarkan Beban Kerja di Peternakan Ayam Broiler Kecamatan Lampasi Tigo Nagori Kota Payakumbuh Tahun 2016

Beban Kerja (Orang) Jumlah (n) Persentase (%)

Tidak dibantu 2 3.1

Dibantu 1 orang 35 54.7

Dibantu 2 orang 15 23.4

Dibantu 3 orang 8 12.5

Dibantu 4 orang 2 3.1

Dibantu 5 orang 2 3.1

Total 64 100

Berdasarkan tabel 4.5. diatas, dapat diketahui bahwa frekuensi terbesar beban kerja (jumlah tenaga bantuan) pekerja peternakan berada pada kelompok dibantu 1 orang yaitu berjumlah 35 orang (54.7%) dan frekuensi terendah berada


(39)

46

pada beban kerja dibantu 5 orang , dibantu 4 orang dan tidak ada tenaga bantuan yaitu sama-sama berjumlah 2 orang (3.1%).

4.3 Hasil Pengukuran Kuesioner Perasaan Kelelahan dari IFRC pada Pekerja Peternakan Ayam Broiler Kecamatan Lampasi Tigo Nagori Kota Payakumbuh Tahun 2016

Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Pekerja Peternakan Berdasarkan Pertanyaan Perasaan-Perasaan Kelelahan Kerja Pada Kuesioner IFRC di Peternakan Ayam Broiler Kecamatan Lampasi Tigo Nagori Kota Payakumbuh Tahun 2016

No Pengukuran IFRC

Selalu % Sering % Kadang % Tidak

Pernah

%

1 Berat di kepala 1 1.56 7 10.94 35 54.69 21 32.81 2

Lelah seluruh

badan 27 42.2 15 23.44 18 28.13 4 6.25

3 Berat di kaki 1 1.56 13 20.31 20 31.25 30 46.88 4

Sering

Menguap 0 0 15 23.44 33 51.56 16 25

5 Pikiran Kacau 0 0 1 1.56 20 31.25 43 67.19 6 Mengantuk 5 7.81 30 46.88 19 29.68 10 15.63 7

Beban pada

mata 0 0 3 4.69 27 42.19 34 53.13

8

Canggung dan

kaku 0 0 2 3.12 25 39.06 37 57.81

9

Berdiri tidak

stabil 0 0 7 10.94 27 42.19 30 46.88

10 Ingin berbaring 4 6.25 34 53.13 17 26.56 9 14.06 11 Susah berfikir 0 0 1 1.56 23 35.94 40 62.5 12

Malas untuk

bicara 0 0 5 7.81 35 54.69 24 37.5

13 Gugup 0 0 11 17.19 29 45.31 24 37.5

14

Tidak dapat


(40)

47

perhatian 16

Melupakan

sesuatu 12 18.8 22 34.38 23 35.94 7 10.94

17

Kurang

percaya diri 0 0 2 3.12 35 54.69 27 42.19

18 Cemas 0 0 15 23.44 23 35.94 26 40.63

19

Sulit mengontrol sikap

0 0 1 1.56 31 48.44 32 50

20

Tidak tekun

bekerja 0 0 2 3.12 27 42.19 35 54.69

21

Sakit di bagian

kepala 1 1.56 18 28.13 36 56.25 9 14.06

22

Kaku dibagian

bahu 1 1.56 30 46.88 29 45.31 4 6.25

23

Nyeri

punggung 10 15.6 32 50 16 25 6 9.38

24 Sesak nafas 4 6.25 10 15.63 26 40.63 24 37.5 25 Merasa haus 22 34.4 30 46.88 8 12.5 4 6.25

26 Suara serak 0 0 3 4.69 25 39.06 36 56.25

27 Pening 0 0 2 3.12 34 53.13 28 43.75

28

Mengganjal di

mata 1 1.56 4 6.25 22 34.38 37 57.81

29 Badan gemetar 0 0 1 1.56 25 39.06 38 59.38 30 Kurang sehat 1 1.56 25 39.06 27 42.19 11 17.19

Berdasarkan tabel 4.6. di atas, dapat diketahui bahwa frekuensi perasaan kelelahan pekerja peternakan terbanyak yaitu selalu merasakan lelah pada seluruh badan yaitu 27 orang (42.2%). Sering merasakan ingin berbaring yaitu 34 orang (53.13%), kadang-kadang merasakan sakit di bagian kepala yaitu 36 orang (56.25%), dan tidak pernah merasakan pikiran kacau pada saat bekerja yaitu 43 orang (67.19%).


(41)

48

Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Pekerja Peternakan Berdasarkan Perasaan Lelah di Peternakan Ayam Broiler Kecamatan Lampasi Tigo Nagori Kota Payakumbuh Tahun 2016

Perasaan Lelah Frekuensi (orang) Persentase (%)

Rendah 17 26.6

Sedang 42 65.6

Tinggi 5 7.8

Total 64 100

Berdasarkan Tabel 4.7. diatas, dapat diketahui bahwa frekuensi perasaan kelelahan paling banyak berada pada kategori sedang yaitu berjumlah 42 orang (65.6%), selanjutnya pada kategori rendah yaitu berjumlah 17 orang (26.6%), dan yang paling sedikit berada pada kategori tinggi yaitu berjumlah 5 orang (7.8%).

Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Umur Berdasarkan Perasaan Lelah di Peternakan Ayam Broiler Kecamatan Lampasi Tigo Nagori Kota Payakumbuh Tahun 2016

Umur (tahun)

Perasaan Kelelahan

Rendah Sedang Tinggi

Frekuensi % Frekuensi % Frekuensi %

< 41 15 88.2 16 38.1 - -

> 41 2 11.8 26 61.9 5 100

Jumlah 17 100 42 100 5 100

Berdasarkan tabel 4.8. di atas, dapat diketahui bahwa frekuensi terbesar kategori rendah berada pada kelompok umur < 41 tahun yaitu berjumlah 15 orang (88.2%), frekuensi terbesar kategori sedang berada pada kelompok umur > 41 tahun yaitu berjumlah 26 orang (61.9%), dan untuk kategori tinggi berada pada kelompok umur > 41 tahun yaitu berjumlah 5 orang (100%).


(42)

49

Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi Masa Kerja Berdasarkan Perasaan Lelah di Peternakan Ayam Broiler Kecamatan Lampasi Tigo Nagori Kota Payakumbuh Tahun 2016

Masa Kerja (tahun)

Perasaan Kelelahan

Rendah Sedang Tinggi

Frekuensi % Frekuensi % Frekuensi %

< 5 8 47.1 21 50 - -

> 5 9 52.9 21 50 5 100

Jumlah 17 100 42 100 5 100

Berdasarkan tabel 4.9. di atas, dapat diketahui bahwa frekuensi terbesar kategori rendah berada pada kelompok masa kerja > 5 tahun yaitu berjumlah 9 orang (52.9%), frekuensi kelelahan kategori sedang dengan jumlah sama pada kelompok masa kerja < 5 dan > 5 tahun yaitu berjumlah 21 orang (50%), dan untuk kategori tinggi berada pada kelompok masa kerja > 5 tahun yaitu berjumlah 5 orang (100%).

Tabel 4.10. Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Berdasarkan Perasaan Lelah di Peternakan Ayam Broiler Kecamatan Lampasi Tigo Nagori Kota Payakumbuh Tahun 2016

Tingkat Pendidikan

Perasaan Kelelahan

Rendah Sedang Tinggi

Frekuensi % Frekuensi % Frekuensi %

SD 3 17.7 14 33.3 - -

SLTP 4 23.5 11 26.2 4 80

SLTA 9 52.9 14 33.3 1 20

Sarjana 1 5.9 3 7.1 - -

Jumlah 17 100 42 100 5 100

Berdasarkan tabel 4.10. di atas, dapat diketahui bahwa frekuensi terbesar kategori rendah berada pada kelompok tingkat pendidikan SLTA yaitu berjumlah 9 orang (52.9%), frekuensi terbesar kategori sedang berada pada kelompok tingkat


(43)

50

pendidikan SD dan SLTA yaitu berjumlah 14 orang (33.3%), dan untuk kategori tinggi berada pada kelompok tingkat pendidikan SLTP yaitu berjumlah 4 orang (80%).

Tabel 4.11. Distribusi Frekuensi Beban Kerja (Jumlah Tenaga Bantuan) Berdasarkan Perasaan Lelah di Peternakan Ayam Broiler Kecamatan Lampasi Tigo Nagori Kota Payakumbuh Tahun 2016 Beban Kerja

(orang)

Perasaan Kelelahan

Rendah Sedang Tinggi

Frekuensi % Frekuensi % Frekuensi %

Tidak dibantu - - 2 4.76 - -

Dibantu 1 orang 7 41.18 25 59.52 3 60

Dibantu 2 orang 3 17.65 11 26.19 1 20

Dibantu 3 orang 4 23.53 3 7.14 1 20

Dibantu 4 orang 1 5.88 1 3.38 - -

Dibantu 5 orang 2 11.76 - - - -

Jumlah 17 100 42 100 5 100

Berdasarkan tabel 4.11. di atas, dapat diketahui bahwa frekuensi terbesar kategori rendah berada pada kelompok beban kerja dibantu 1 orang yaitu berjumlah 7 orang (41.18%), frekuensi terbesar kategori sedang berada pada kelompok beban kerja dibantu 1 orang yaitu berjumlah 25 orang (59.52%), dan untuk kategori tinggi berada pada kelompok beban kerja dibantu 1 orang yaitu berjumlah 3 orang (60%).


(44)

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Kelelahan Kerja Pada Pekerja Peternakan Ayam Broiler di Kecamatan Lampasi Tigo Nagori Kota Payakumbuh Tahun 2016

Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran kelelahan kerja pada pekerja peternakan ayam broiler di Kecamatan Lampasi Tigo Nagori Kota Payakumbuh tahun 2016. Pengukuran kelelahan kerja dilakukan pada saat selesai bekerja menggunakan kuesioner IFRC. Hasil pengukuran kuesioner IFRC menunjukkan bahwa dari 64 orang pekerja peternakan, sebanyak 17 orang (26.56%) mengalami kelelahan kategori rendah, ketegori kelelahan sedang berjumlah 42 orang (65.63%) dan kelelahan kategori tinggi berjumlah 5 orang (7.81%).

Berdasarkan pertanyaan perasaan kelelahan kerja pada kuesioner IFRC, dapat diketahui bahwa perasaan kelelahan terbanyak yaitu selalu merasa lelah pada seluruh badan berjumlah 27 orang (42.19), sering merasakan ingin berbaring berjumlah 34 orang (43.13), kadang-kadang merasakan sakit di bagian kepala berjumlah 36 orang (56.25), dan tidak pernak merasakan pikiran kacau saat bekerja yaitu 43 orang (67.19). Untuk jawaban selalu dan sering, disebabkan karena banyaknya pekerjaan yang harus diselesaikan dalam satu hari dimulai dari mengangkat pakan ayam yang berat, membersihkan kandang, mengumpulkan kotoran ayam dan posisi kerja yang tidak ergonomis yaitu berdiri, membungkuk dan jongkok secara berulang pada saat memberi makan, minum dan pengambilan telur. Pekerjaan ini yang menyebabkan pekerja selalu merasakan lelah seluruh badan dan sering merasakan ingin berbaring.


(45)

52

5.1.1 Kelelahan Berdasarkan Umur Pekerja Peternakan Ayam Broiler Di Kecamatan Lampasi Tigo Nagori Kota Payakumbuh Tahun 2016

Berdasarkan hasil kuesioner maka dapat dilihat bahwa umur pekerja peternakan berkisar antara 18 – 65 tahun. Berdasarkan tabel 4.1. dapat dilihat bahwa umur pekerja yang terbanyak yaitu berumur > 41 tahun yaitu berjumlah 33 orang (51.6%). Dari data tersebut dapat dilihat bahwa pekerja peternakan di peternkan ayam broiler Kecamatan Lampasi ini berada dalam usia produktif (umur 15 – 65 tahun) yang masuk kategori angkatan kerja dan akan mempengaruhi produktifitas kerja dan kesehatan kerja.

Berdasarkan kelelahan kategori rendah, dapat diketahui frekuensi terbesar berada pada kelompok umur < 41 tahun yaitu berjumlah 15 orang (88.2%). Berdasarkan kelelahan kategori sedang, diketahui bahwa frekuensi paling banyak pekerja peternakan berada di kelompok umur > 41 tahun yaitu berjumlah 26 orang (61.9%). Berdasarkan kelelahan kategori tinggi, semua pekerja peternakan berada pada kelompok umur > 41 tahun yaitu berjumlah 5 orang (100%). Terdapat 5 orang mengalami kelelahan kategori tinggi karena distribusi pekerja berdasarkan hasil kuesioner terdapat 5 orang pekerja yang memiliki umur diatas 55 tahun.

Dari data ini dapat kita lihat bahwa kelelahan kerja lebih banyak dialami oleh pekerja peternakan yang berumur > 41 tahun. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Caffin dalam Tarwaka bahwa kelelahan biasanya mulai dirasakan lebih menonjol pada usia 25 sampai 65 tahun, dimana tingkat keluhan atau kelelahan akan bertambah seiring bertambahnya umur. Hal ini terjadi karena


(46)

53

seiring peningkatan umur, kekuatan dan ketahanan otot akan menurun sehingga resiko terjadinya kelelahan meningkat (tarwaka 2004).

5.1.2 Kelelahan Berdasarkan Masa Kerja Pekerja Peternakan Ayam Broiler Di Kecamatan Lampasi Tigo Nagori Kota Payakumbuh Tahun 2016

Masa kerja setiap pekerja di peternakan ayam ini berbeda-beda, dimulai dari masa kerja 1 tahun sampai masa kerja 20 tahun. Berdasarkan tabel 4.4. dapat diketahui bahwa masa kerja pekerja peternakan yang terbanyak berada pada kelompok umur > 5 tahun yaitu berjumlah 35 orang (54.7%). Dari data masa kerja ini, dapat dilihat bahwa sebagian besar pekerja peternakan memiliki pengalaman yang cukup lama dalam bekerja di peternakan ayam.

Berdasarkan masa kerja, diketahui bahwa frekuensi kelelahan kategori rendah paling banyak pekerja peternakan berada pada masa kerja > 5 tahun yaitu 9 orang (52.9%). Berdasarkan kelelahan kategori sedang, diketahui bahwa frekuensi pekerja peternakan antara masa kerja < 5 dan > 5 sama-sama berjumlah 21 orang (50%). Berdasarkan kelelahan kategori tinggi, semua pekerja peternakan berada pada masa kerja > 5 tahun yaitu berjumlah 5 orang (100%). Terdapat 5 orang pekerja mengalami kelelahan kategori tinggi, ini terjadi karena distribusi pekerja dari hasil kuesioner terdapat 5 orang pekerja dengan masa kerja > 5 tahun yang memiliki umur diatas 55 tahun.

Dari data ini dapat kita lihat bahwa pekerja peternakan dengan masa kerja > 5 tahun lebih banyak mengalami kelalahan kerja dari pada masa kerja < 5 tahun. Sutjana dalam Virgy 2011 mengatakan bahwa tingkat pengalaman seseorang dalam suatu pekerjaan akan mempengaruhi terjadinya kelelahan kerja, hal ini


(47)

54

dikarenakan semakin berpengalaman orang tersebut dalam pekerjaannya, efisiensinya dalam bekerja juga meningkat. Orang tersebut dikatakan dapat mengatur besarnya tenaga yang dikeluarkan oleh karena seringnya mengambil pekerjaan yang sama. Selain itu, pekerja tersebut juga telah mengetahui posisi kerja yang terbaik atau nyaman untuk dirinya, sehingga produktivitasnya juga terjaga. Hal – hal tersebut diperkirakan dapat mencegah atau mengurangi terjadinya kelelahan maupun kecelakaan akibat kerja. Namun pernyataan diatas tidak sesuai dengan data tabel hasil penelitian tentang kelelahan berdasarkan masa kerja. Hal ini bisa terjadi karena distribusi pekerja peternakan berdasarkan masa kerja lebih banyak pada masa kerja > 5 tahun.

Berdasarkan tanya jawab dengan pekerja peternakan, mereka yang mempunyai masa kerja 5 tahun kebawah merasa masih harus membutuhkan banyak waktu untuk bisa menyesuaikan diri dengan banyaknya pekerjaan di peternakan ayam broiler agar mereka dapat menyesuaikan tenaga yang dikeluarkan untuk satu pekerjaan, menyesuaikan posisi kerja dengan pekerjaan yang mereka lakukan.

5.1.3 Kelelahan Berdasarkan Tingkat Pendidikan Pekerja Peternakan Ayam Broiler Di Kecamatan Lampasi Tigo Nagori Kota Payakumbuh Tahun 2016

Tingkat pendidikan di peternakan ayam ini berbeda-beda mulai dari tamatan SD, SLTP, SLTA, dan ada juga yang Sarjana. Berdasarkan Tabel 4.3. dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan pekerja peternakan terbanyak berada


(48)

55

Sebagian besar pekerja peternakan mempunyai dasar pendidikan formal yang sesuai dengan program wajib belajar sembilan tahun.

Berdasarkan kelelahan kategori rendah, dapat diketahui frekuensi terbesar berada pada tingkat pendidikan SLTA yaitu berjumlah 9 orang (52.9%). Berdasarkan kelelahan kategori sedang, diketahui bahwa frekuensi paling banyak pekerja peternakan berada pada tingkat pendidikan SLTA dan SD yaitu berjumlah 14 orang (33.3%). Berdasarkan kelelahan kategori tinggi, diketahui bahwa frekuensi paling banyak pekerja peternakan berada pada tingkat pendidikan SLTP yaitu berjumlah 4 orang (80%). Terdapat empat pekerja dengan tingkat pendidikan SLTP yang mengalami kelelahan kategori tinggi, hal ini terjadi karena distribusi pekerja dari hasil kuesioner dan mereka memiliki umur diatas 55 tahun. Dari data ini dapat dilihat bahwa tingkat kelelahan pekerja dengan tingkat pendidikan SLTA lebih tinggi dari pekerja dengan tingkat pendidikan yang lain. Hal ini terjadi dalam penelitian ini dikarenakan distribusi pekerja peternakan sebagian besar adalah berpendidikan SLTA yaitu berjumlah 24 orang (37.5%). Kelelahan pekerja peternakan dapat dilihat dari kondisi sikap kerja yang mana pekerja melakukan pekerjaannya dalam posisi berdiri, membungkuk dan jongkok secara berulang dan kondisi tempat kerja yang tidak ergonomis seperti suhu ruangan kandang yang agak panas, bau dari limbah dan bau ayam yang menyengat dan mengganggu pernapasan. Banyaknya pekerjaan dan tidak diiringi dengan istirahat yang cukup juga berpengaruh terhadap kelelahan yang dirasakan pekerja. Grandjean (1991) menjelaskan bahwa faktor penyebab terjadinya kelelahan di industri sangat bervariasi, dan untuk memelihara / mempertahankan


(49)

56

kesehatan dan efisiensi, proses penyegaran harus dilakukan di luar tekanan (cancel out the stress). Penyegaran terjadi terutama selama waktu tidur malam, tetapi periode istirahat dan waktu-waktu berhenti kerja juga dapat memberikan penyegaran. Faktor-faktor lain penyebab kelelahan yaitu: intensitas lamanya kerja fisik dan mental, ergonomi, lingkungan (iklim, penerangan, kebisingan, getaran dll), circadian rhythm, problem psikis (tanggung jawab, kekhawatiran, konflik dll), kenyerian dan kondisi kesehatan, dan nutrisi (Tarwaka, 2015).

5.1.4 Kelelahan Berdasarkan Beban Kerja (Jumlah Tenaga Bantuan) Pekerja Peternakan Ayam Broiler Di Kecamatan Lampasi Tigo Nagori Kota Payakumbuh Tahun 2016

Berdasarkan tabel 4.5. dapat diketahui bahwa kelompok beban kerja (jumlah tenaga bantuan) pekerja peternakan terbanyak yaitu berada pada kelompok beban kerja dibantu 1 orang yang berjumlah 35 orang pekerja (54.7%). Dari data ini dapat dilihat bahwa paling banyak pekerja peternakan hanya dibantu oleh 1 orang tenaga bantuan yaitu istri atau suami karena anak-anak mereka yang telah dewasa banyak yang merantau untuk melanjutkan sekolah dan untuk bekerja meskipun ada beberapa pekerja yang dibantu oleh anak-anak yang sudah dewasa. Tenaga bantuan di peternakan ayam broiler Kecamatan Lampasi tiap kandangnya yaitu istri, suami atau anak yang sudah dewasa dan memiliki kemampuan yang sama dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan dasar di peternakan ayam broiler.

Berdasarkan tabel 4.11, diketahui bahwa frekuensi terbesar kelelahan pekerja peternakan kategori rendah, sedang dan tinggi berada pada kelompok


(50)

57

(59.52%), dan 3 orang (60%). Pada kelelahan kategori sedang, terdapat dua pekerja dengan beban kerja tidak dibantu. Hal ini terjadi karena dari hasil kuesioner hanya 2 orang pekerja yang tidak dibantu tenaga bantuan dan umur mereka termasuk kelompok umur <41 tahun. Pada kelelahan kategori tinggi terdapat 3 orang pekerja dengan beban kerja dibantu 1 orang, hal ini terjadi karena dari 5 orang kelelahan kategori tinggi memiliki umur diatas 55 tahun berdasarkan hasil kuesioner.

Dari data ini dapat dilihat bahwa semakin banyak tenaga bantuan akan mengurangi tingkat kelelahan kerja dan sebaliknya semakin sedikit tenaga bantuan maka semakin bertambah tingkat kelelahan dalam bekerja. Tenaga bantuan sebaiknya telah memiliki pengalaman dalam membantu pekerjaan di peternakan, apabila tenaga bantuan belum berpengalaman, mungkin saja dapat meningkatkan tingkat kelelahan pekerja. Di peternakan ayam ini pada umumnya pekerja dibantu oleh suami atau istri dan juga ada beberapa yang dibantu oleh anak yang sudah dewasa dan mereka juga telah memiliki pengalaman dalam membantu pekerjaan peternakan seperti telah memiliki pengalaman dan mengetahui posisi kerja yang sesuai dan nyaman pada saat melakukan pekerjaan pemberian makan dan minum ayam, dan pada saat pengambilan dan pengumpulan telur ayam.


(51)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan

1. Gambaran kelelahan kerja paling dominan disebabkan oleh faktor beban kerja (jumlah tenaga bantuan) pada pekerja peternakan. Dari ketiga ketegori kelelahan yaitu kategori rendah, kategori sedang dan kategori tinggi, kelelahan kerja paling banyak dialami oleh pekerja dengan beban kerja dibantu 1 orang.

2. Gambaran kelelahan kerja paling dominan berdasarkan kelelahan ketegori rendah disebabkan oleh faktor beban kerja. Dari 17 pekerja yang mengalami kelelahan kerja, 7 pekerja memiliki beban kerja dibantu 1 orang (41.18%).

3. Gambaran kelelahan kerja paling dominan berdasarkan kelelahan kategori sedang disebabkan oleh faktor umur. Dari 42 pekerja yang mengalami kelelahan kerja, 26 pekerja berada pada kelompok umur > 41 tahun (61.9%).

4. Gambaran kelelahan kerja kategori tinggi, kelelahan kerja dialami oleh 3 pekerja yang memiliki beban kerja dibantu 1 orang dengan kelompok umur > 41 tahun.


(52)

59

6.2 Saran

1. Agar pekerja dapat menyesuaikan kemampuan tubuh dengan kapasitas kerja fisik.

2. Agar pekerja dapat menyesuaikan sikap kerja yang sesuai dengan pekerjaan.

3. Agar pekerja dapat mengurangi monotoni kerja yaitu dengan membuat variasi antara kerja berdiri, jongkok dan duduk secara berulang.

4. Agar pekerja memperhatikan waktu kerja dan waktu istirahat setiap 2 jam kerja.


(53)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelelahan Kerja

2.1.1 Definisi Kelelahan Kerja

Kata lelah (fatique) menunjukkan keadaan tubuh fisik dan mental yang berbeda, tetapi semuanya berakibat pada penurunan daya kerja dan berkurangnya ketahanan tubuh untuk bekerja. Kelelahan merupakan suatu mekanisme tubuh (Suma’mur, 2009). Kelelahan merupakan suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat.

Kelelahan adalah ungkapan perasaan yang tidak enak secara umum, suatu perasaan yang kurang menyenangkan, perasaan resah dan capai yang menguras seluruh minat dan tenaga (Anoraga, 2009). Istilah kelelahan biasanya menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara kepada hilangnya efesiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh (Tarwaka, 2004).

Kelelahan adalah suatu perasaan yang kurang menyenangkan hingga berpengaruh pada menurunnya kekuatan bergerak dan akhirnya berpengaruh kepada menurunnya prestasi yang dicapai oleh individu yang mengalami kelelahan (Ryna Parlyna dan Arif Marsal, 2013).

Dari banyak defenisi kelelahan diatas, secara garis besar dapat dikatakan bahwa kelelahan kerja merupakan suatu pola yang timbul dari suatu keadaan, yang secara umum terjadi pada setiap individu yang sudah tidak sanggup lagi


(54)

11

2.1.2 Jenis Kelelahan Kerja

Kelelahan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu berdasarkan proses, waktu, dan penyebab terjadinya kelelahan.

a. Berdasarkan proses, meliputi : 1. Kelelahan otot (muscular fatique)

Kelelahan otot adalah suatu penurunan kapasitas otot dalam bekerja akibat kontraksi yang berulang. Kontraksi otot yang berlangsung lama mengakibatkan keadaan yang dikenal sebagai kelelahan otot. Otot yang lelah akan menunjukkan kurangnya kekuatan, bertambahnya waktu kontraksi dan relaksasi, berkurangnya koordinasi serta otot menjadi gemetar. (tarwaka,2004)

Kelelahan otot di tunjukkan melalui gejala sakit nyeri yang luar biasa seperti ketegangan otot dan daerah sekitar sendi. Gejala kelelahan otot dapat terlihat pada gejala yang tampak dari luar.

Kinerja otot berkurang dengan meningkatnya ketegangan otot sehingga stimulasi tidak lagi menghasilkan respon tertentu. Irama kontraksi otot akan terjadi setelah melalui suatu periode aktivitas secara terus-menerus.

Fenomena berkurangnya kinerja otot setelah terjadinya tekanan melalui fisik untuk suatu waktu tertentu disebut ‘Kelelahan Otot’ secara fisiologi, dan gejala yang ditunjukkan tidak hanya berupa berkurangnya tekanan fisik namun juga pada makin rendahnya gerakan. Pada akhirnya kelelahan fisik ini dapat menyebabkan sejumlah hal yang


(55)

12

kurang menguntungkan seperti melemahnya kemampuan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya dan meningkatnya kesalahan dalam melakukan kegiatan kerja dan akibat fatalnya adalah terjadinya kecelakaan kerja (Budiono, Sugeng,A.M., 2005).

2. Kelelahan Umum

Kelelahan umum, adalah perasaan yang menyebar yang disertai adanya penurunan kesiagaan dan kelambanan pada setiap aktivitas. Kelelahan umum biasanya ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja yang disebabkan oleh monotoni, intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan lingkungan, sebab-sebab mental, status kesehatan dan keadaan gizi (Tarwaka, 2004).

Secara umum gejala kelelahan dapat dimulai dari yang sangat ringan sampai perasaan yang sangat melelahkan. Kelelahan subyektif biasanya terjadi pada akhir jam kerja, apabila beban kerja melebihi 30-40% dari tenaga aerobik. (Tarwaka, Bakri Solichul H.A., Sudiajeng L. 2004)

Gejala umum kelelahan adalah suatu perasaan letih yang luar biasa dan terasa aneh. Semua aktivitas menjadi terganggu dan terhambat karena munculnya gejala kelelahan terebut. Tidak adanya gairah untuk bekerja baik secara fisik maupun psikis, segalanya terasa berat dan merasa mengantuk. (Budiono, Sugeng, A.M., 2005)


(56)

13

b. Berdasarkan waktu terjadinya kelelahan, meliputi:

1. Kelalahan akut, yaitu disebabkan oleh kerja suatu organ tubuh secara berlebihan dan datangnya secara tiba-tiba.

2. Kelelahan kronis, yaitu kelelahan yang disebabkan oleh sejumlah faktor yang berlangsung secara terus-menerus dan terakumulasi untuk jangka waktu yang panjang. Kelelahan kronis merupakan kumulatif respon non spesifik terhadap perpanjangan stress. Pada keadaan seperti ini, gejalanya tidak hanya stres atau sesaat setelah masa stress, tetapi cepat atau lambat akan sangat mengancam setiap saat.

Gejala-gejala yang tampak jelas akibat lelah kronis ini dapat dicirikan seperti : a. Meningkatnya emosi dan rasa jengkel sehingga orang menjadi

kurang toleran terhadap orang lain.

b. Munculnya sikap apatis terhadap pekerjan.

c. Depresi yang berat, dan lain-lain. (Wignjosoebroto, S., 2000) c. Berdasarkan penyebab kelelahan, meliputi:

1. Kelelahan Fisiologis

Kelelahan Fisiologis, adalah kelelahan yang timbul karena adanya perubahan-perubahan faal dalam tubuh. Dari segi fisiologis, tubuh manusia dapat dianggap sebagai mesin yang mengkonsumsi bahan bakar dan memberikan output yang berupa tenaga yang berguna untuk melaksanakan aktivitas sehari-hari.


(57)

14

Kelelahan fisiologis disebabkan oleh faktor fisik atau kimia yaitu suhu, penerangan, mikroorganisme, zat kimia, dan kebisingan. (Nurmianto E., 2004)

2. Kelelahan Psikologis

Kelelahan psikologis, adalah kelelahan yang dapat dikatakan kelelahan palsu yang timbul dalam perasaan pekerja. Kelelahan ini dapat dilihat dari perubahan tingkah laku atau pendapat-pendapatnya yang sudah tidak konsisten lagi, serta labilnya jiwa dengan adanya perubahan pada kondisi lingkungan atau kondisi tubuhnya. Beberapa sebab kelelahan ini diantaranya: kurangnya minat dalam pekerjaan, berbagai penyakit, monotoni, keadaan lingkungan, adanya hukum atau nilai moral yang mengikat yang dirasakan tidak cocok baginya, serta sebab-sebab fisikologis lain seperti tanggung jawab, kekhawatiran, dan konflik-konflik. Pengaruh-pengaruh ini seakan-akan terkumpul didalam tubuh (benak) dan menimbulkan rasa lelah. (Sutalaksana, Anggawisastra, Tjakraatmadja., 1999)

Beberapa jenis kelelahan umum menurut Grandjean (1988) adalah:

1. Kelelahan penglihatan, muncul dari terlalu letihnya mata.

2. Kelelahan seluruh tubuh, sebagai akibat terlampau besarnya beban fisik bagi seluruh organ tubuh.

3. Kelelahan mental, penyebabnya dipicu oleh pekerjaan yang bersifat mental dan intelektual.


(58)

15

4. Kelelahan syaraf, disebabkan oleh terlalu tertekannya salah satu bagian dari sistem psikomotor.

5. Kelelahan kronis, sebagai akibat terjadinya akumulasi efek kelelahan pada jangka waktu yang panjang.

6. Kelelahan siklus hidup sebagai bagian dari irama hidup siang dan malam serta pertukaran periode tidur.

2.1.3 Faktor-faktor penyebab terjadinya kelelahan kerja

Grandjean (1991) menjelaskan bahwa faktor penyebab terjadinya kelelahan di industri sangat bervariasi, dan untuk memelihara/ memepertahankan kesehatan dan efisiensi, proses penyegaran harus dilakukan di luar tekanan (cancel out the stress). Penyegaran terjadi terutama selama waktu tidur malam, tetapi periode istirahat dan waktu-waktu berhenti kerja juga dapat memberikan penyegaran.

Faktor-faktor penyebab kelelahan antara lain: intensitas lamanya kerja fisik dan mental, lingkungan (iklim, penerangan, kebisingan, getaran dll), circadian rhythm, problem psikis (tanggung jawab, kekhawatiran, konflik dll), kenyerian dan kondisi kesehatan, dan nutrisi (Tarwaka, 2015).

Kelelahan yang disebabkan oleh kerja statis berbeda dengan kerja dinamis. Pada kerja otot statis, dengan pengerahan tenaga 50% dari kekuatan maksimum otot hanya dapat bekerja dalam satu menit, sedangkan pada pengerahan tenaga <20% kerja fisik dapat berlangsung cukup lama. Tetapi pengerahan tenaga otot statis sebesar 15-20% akan menyebabkan kelelahan dan nyeri jika pembebanan berlangsung sepanjang hari, lebih lanjut Suma’mur (2009) juga mengatakan


(59)

16

bahwa kerja otot statis merupakan kerja berat, kemudian mereka membandingkan antara kerja otot statis dan kerja otot dinamis. Pada kondisi yang hampir sama, kerja otot statis mempunyai konsumsi energi yang lebih tinggi, denyut nadi meningkat dan diperlukan waktu istirahat yang lebih lama.

Dari sekian banyak jenis kelelahan seperti yang telah diuraikan diatas, maka timbulnya rasa lelah dalam diri manusia merupakan proses yang terakumulasi dari berbagai faktor penyebab dan mendatangkan ketegangan (stress) yang dialami oleh tubuh manusia. (Wignjosoebroto S., 2000)

Skema di bawah ini akan memberikan analogi tentang faktor-faktor penyebab kelelahan dan proses pemulihannya.

Lingkungan yang tidak ergonomis

Status kesehatan psikologi, tanggung jawab, emosi

Monotomi intensitas dan durasi kerja

fisik/mental

Perasaan lelah

Pemulihan/istirahat Gambar 1. Skema Proses Akumulasi Kelelahan dan Faktor-faktor Penyebabnya Sumber : Grandjean (1991:838). Encyclopaedia of Occupational Health and


(60)

17

Istirahat yang diperlihatkan pada skema adalah sebagai jalan satu-satunya pengosongan dari sebuah tabung. Fenomena dari pengambilan waktu istirahat secara normal jika organismenya tidak terganggu atau jika minimal salah satu dari bagian yang penting dalam tubuh tidak merasa stress. Ini menjelaskan bagian penentu berperan pada saat bekerja sehari-hari adalah seluruh waktu istirahat kerja, mulai dari saat istirahat singkat pada saat bekerja sampai tidur pada malam hari. Analogi dari tabung menggambarkan betapa dibutuhkannya waktu istiarahat untuk kehidupan yang normal dalam mencapai keseimbangan antara total beban kerja yang dipikul oleh individu dan jumlah waktu istirahat yang memungkinkan. (ILO, 2003)

Penyebab kelelahan akibat tidak ergonomis nya kondisi sarana, prasarana dan lingkungan kerja merupakan faktor dominan bagi menurunnya atau rendahnya produktivitas kerja seorang tenaga kerja. Suasana kerja yang tidak ditunjang oleh kondisi lingkungan kerja yang sehat antara lain adalah sebagai penyebab timbulnya kelelahan kerja. Banyak dijumpai kasus kelelahan kerja sebagai akibat pembebanan kerja yang berlebihan, antara lain irama kerja yang tidak serasi, pekerjaan yang monoton dan kondisi tempat kerja yang menggairahkan. (Budiono, Sugeng, A.M., 2005)

Tingkat kelelahan kerja tergantung pada faktor antara lain oleh jam kerja, periode istirahat, cahaya, suhu dan ventilasi yang berpengaruh pada kenyamanan fisik, sikap mental output dan kelelahan tenaga kerja, kebisingan dan getaran. (Nurmianto E, 2004)


(61)

18

Untuk mengurangi tingkat kelelahan maka harus dihindarkan sikap kerja yang bersifat statis dan diupayakan sikap kerja yang lebih dinamis. Hal ini dapat dilakukan dengan merubah sikap kerja yang statis menjadi sikap kerja yang lebih bervariasi atau dinamis, sehingga sirkulasi darah dan oksigen dapat berjalan normal ke seluruh anggota tubuh. Sedangkan untuk menilai tingkat kelelahan seseorang dapat dilakukan pengukuran kelelahan secara tidak langsung baik secara objektif maupun subjektif. (Tarwaka, 2004)

2.1.4 Gejala-gejala Kelelahan Kerja

Kelelahana dapat kita ketahui dari gejala-gejala atau perasaan-perasaan yang sering timbul seperti :

1. Perasaan berat dikepala, menjadi lelah seluruh badan, kaki teras berat, menguap, pikiran merasa acau, mengantuk, mata terasa berat, kaku dan canggung dalam gerakan, tidak seimbang dalam berdiri, dan merasa ingin berbaring.

2. Merasa susah berpikir, lelah berbicara, menjadi gugup, tidak berkonsentrasi, tidak dapat mempunyai perhatian terhadap sesuatu, tidak dapat mengontrol sikap, dan tidak dapat tekun dalam pekerjaan.

3. Sakit kepala, kekakuan bahu, merasa nyeri di punggung, pernapasan merasa tertekan, haus, suara serak, merasa pening, spasme dari kelopak mata, tremor pada anggota badan, dan merasa kurang sehat badan.

Gejala-gejala yang termasuk kelompok 1, menunjukkan pelemahan kegiatan, kelompok 2 menunjukkan pelemahan motivasi dan kelompok 3


(62)

19

menunjukkan kelelahan fisik sebagai akibat dari keadaan umum yang melelahkan. (Sutalaksana, Anggawisastra, Tjakraatmadja, 1999)

Kelelahan yang terus menerus terjadi setiap hari akan berakibat terjadinya kelelahan yang kronis. Perasaan lelah tidak saja terjadi sesudah bekerja pada sore hari, tetapi juga selama bekerja, bahkan kadang-kadang sebelumnya. Perasaan lesu tampak sebagai suatu gejala. Gejala-gejala psikis ditandai dengan perbuatan-perbuatan anti sosial dan perasaan tidak cocok dengan sekitarnya, sering depresi, kurangnya tenaga serta kehilangan inisiatif. Tanda-tanda psikis ini sering disertai kelainan-kelainan psikolatis seperti sakit kepala, vertigo, gangguan pencernaan,tidak dapat tidur dan lain-lain. Kelelahan kronis demikian disebut kelelahan klinis.

Hal ini menyebabkan tingkat absentisme akan meningkat terutama mangkir kerja pada waktu jangka pendek disebabkan kebutuhan istirahat lebih banyak atau meningkatnya angka sakit. Kelelahan klinis terutama terjadi pada mereka yang mengalami konflik-konflik mental atau kesulitan-kesulitan psikologis. Sikap negatif terhadap kerja, perasaan terhadap atasan atau lingkungan kerja memungkinkan faktor penting dalam sebab ataupun akibat (Suma’mur, 2009).

2.1.5 Proses Terjadinya Kelelahan

Kelelahan terjadi karena terkumpulnya produk-produk sisa dalam otot dan peredaran darah, dimana produk-produk sisa ini bersifat bisa membatasi kelangsungan aktivitas otot. Atau, mungkin bisa dikatakan bahwa produk-produk sisa ini mempengaruhi serat-serat syaraf dan sistem syaraf pusat sehingga


(63)

20

menyebabkan orang menjadi lambat bekerja jika sudah lelah. (Sutalaksana, Anggawisastra, Tjakraatmadja, 1999).

Makanan yang mengandung glikogen, mengalir dalam tubuh melalui peredaran darah. Setiap kontraksi dari otot akan selalu diikuti oleh reaksi kimia (oksida glukosa) yang merubah glikogen menjadi tenaga, panas dan asam laktat (produk sisa). Dalam tubuh dikenal fase pemulihan, yaitu suatu proses untuk merubah asam laktat menjadi glikogen kembali dengan adanya oksigen dari pernafasan, sehingga memungkinkan otot-otot bisa bergerak secara kontiniu. Ini berarti keseimbangan kerja bisa dicapai dengan baik apabila kerja fisiknya tidak terlalu berat. Pada dasarnya kelelahan ini timbul karena terakumulasinya produk-produk sisa dalam otot dan peredaran darah yang disebabkan tidak seimbangnya antara kerja dengan proses pemulihan.

Secara lebih jelas proses terjadinya kelelahan fisik adalah sebagai berikut : 1. Oksidasi glukosa dalam otot menimbulakan CO2, saerolatic, phospati, dan

sebagainya, dimana zat-zat tersebut terikat dalam darah yang kemudian dikeluarkan waktu bernafas. Kelelahan terjadi apabila pembentukan zat-zat tersebut tidak seimbang dengan proses pengeluarannya sehingga timbul penimbunan dalam jaringan otot yang mengganggu kegiatan otot selanjutnya.

2. Karbohidrat yang didapat dari makanan diubah menjadi glukosa dan disimpan di hati dalam bentuk glikogen. Setiap 1 cm3 darah normal akan membawa 1 mm glukosa, berarti setiap sirkulasi darah hanya membawa


(64)

21

adanya aktivitas bekerja persediaan glikogen dalam hati akan menipis. Kelelahan akan timbul apabila konsentrasi glikogen dalam hati hanya tersisa 0,7%.

Untuk kelelahan fisiologis, para ahli meyakini bahwa keadaan dan perasaan kelelahan yang timbul karena adanya reaksi fungsional dari pusat kesadaran (Cortex cerebri) atas pengaruh dua sistem antagonistik yaitu sistem penghambat (inhibisi) dan sistem penggerak (aktivasi). Sistem penghambat ini terdapat dalam thalamus, dan bersifat menurunkan kemampuan manusia untuk bereaksi. Sedangkan sistem penggerak terdapat dalam formatio retikolaris yang bersifat dapat merangsang pusat-pusat vegetatif untuk konversi ergotropis dari peralatan-peralatan tubuh ke arah reaksi. Dengan demikian, keadaan seseorang pada suatu saat tergantung pada hasil kerja kedua sistem antagonis tersebut.

Apabila sistem penggerak lebih kuat dari sistem penghambat, maka keadaan orang tersebut ada dalam keadaan segar untuk bekerja. Sebaliknya, apabila sistem penghambat lebih kuat dari sistem penggerak maka orang akan mengalami kelelahan. Itulah sebabnya, seseorang yang sedang lelah dapat melakukan aktivitas secara tiba-tiba apabila mengalami suatu peristiwa yang tidak terduga (ketegangan emosi). Demikian juga kerja yang monoton bisa menimbulkan kelelahan walaupun beban kerjanya tidak seberapa. Hal ini disebabkan karena sistem penghambat lebih kuat daripada sistem penggerak (Sutalaksana, 2005).

Dalam bukunya “Ergonomi untuk keselamatan, kesehatan kerja dan produktivitas”, Tarwaka (2004) menyebutkan bahwa sampai saat ini masih ada


(65)

22

dua teori tentang kelelahan otot yaitu teori klinis dan teori syaraf pusat terjadinya kelelahan. Pada teori kimia secara umum menjelaskan bahwa terjadinya kelelahan adalah akibat berkurangnya cadangan energi dan meningkatkan sisa metabolisme sebagai penyebab hilangnya efesiensi otot, sedangkan perubahan arus listrik pada otot dan syaraf adalah penyebab sekunder. Sedangkan pada teori syaraf pusat menjelaskan bahwa perubahan kimia hanya merupakan penunjang proses. Perubahan kimia yang terjadi mengakibatkan dihantarkannya ransangan syaraf melalui syaraf sensoris ke otak yang disadari sebagai kelelahan otot. Ransangan aferen ini menghambat pusat-pusat otak dalam mengendalikan gerakan sehingga frekuensi potensial kegiatan pada sel syaraf menjadi berkurang. Berkurangnya frekuensi tersebut akna menurunkan kekuatan dan kecepatan kontraksi otot dan gerakan atas perintah kemauan menjadi lambat. Dengan demikian semakin lambat gerakan seseorang akan menunjukkan semakin lelah kondisi otot seseorang.

2.1.6 Langkah-langkah Mengatasi Kelelahan Kerja

Kelelahan dapat dikurangi bahkan ditiadakan dengan pendekatan sebagai cara yang ditujukan kepada aneka hal yang bersifat umum dan pengolahan kondisi pekerjaan dan lingkungan kerja ditempat kerja. Misalnya banyak hal dapat dicapai dengan menerapkan jam kerja dan waktu istirahat sesuai dengan ketentuan yang berlaku, pengaturan cutiempat kerja. Misalnya banyak hal dapat dicapai dengan menerapkan jam kerja dan waktu istirahat sesuai dengan ketentuan yang berlaku, pengaturan cuti yang tepat, penyelanggaraan tempat istirahat yang memperhatikan kesegaran fisik dan keharmonisan mental psikologis, pemamfaatan masa libur dan


(66)

23

perlengkapan dan peralatan kerja, cara kerja serta pengelolahan lingkungan kerja yang memenuhi persyaratan fisiologis dan psikologis kerja merupakan upaya yang sangat membantu mencegah timbulnya kelelahan. Demikian pula sangat besar peran dari pengorganisasian proses produksi yang tepat. (Suma’mur, 2009). Karakteristik kelelahan kerja akan meningkat dengan semakin lamanya pekerjaan yang dilakukan sedangkan menurunnya rasa lelah (recovery) adalah didapat dengan memberikan istirahat yang cukup. Istirahat sebagai usaha pemulihan dapat dilakukan dengan berhenti kerja sewaktu-waktu sebentar sampai tidur malam hari.

Kelelahan dapat dikurangi dengan berbagai cara, diantaranya : 1. Sediakan kalori secukupnya sebagai input untuk tubuh

2. Bekerja dengan menggunakan metoda kerja yang baik, misalnya bekerja dengan memakai prinsip ekonomi gerakan

3. Memperhatikan kemampuan tubuh, artinya mengeluarkan tenaga tidak melibihi pemasukannya dengan memperhatikan batasan-batasannya

4. Memperhatikan waktu kerja yang teratur. Berarti harus dilakukan pengaturan terhadap jam kerja, waktu istirahat dan sarana-sarananya masa-masa libur dari rekreasi, dan lain-lain

5. Mengatur lingkungan fisik sebaik-baiknya, seperti temperatur, kelembaban, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran bau/ wangi-wangian dan lain-lain.

6. Berusaha untuk mengurangi monotoni dan ketegangan-ketegangan akibat kerja, misalnya dengan menggunakan warna dan dekorasi ruangan kerja,


(67)

24

menyediakan musik, menyediakan waktu-waktu olahraga dan lain-lain. (Sutalaksana, Anggawisastra, Tjakraatmadja, 1999)

Observasi yang pernah dilakukan, bahwa perasaan letih seperti haus, lapar dan perasaan lainnya yang sejenis merupakan alat pelindung alami sebagai indikator bahwa keadaan fisik dan psikis seseorang menurun. (Budiono, Sugeng, A.M., 2005)

Tarwaka (2004) menyebutkan bahwa agar dapat menangani kelelahan dengan tepat, maka kita harus mengetahui apa yang menjadi penyebab terjadinya kelelahan. Berikut ini akan diuraikan secara skematis antara faktor penyebab terjadinya kelelahan, penyegaran dan cara menangani kelelahan agar tidak menimbulkan resiko yang lebih parah seperti pada skema di bawah ini.


(68)

25

Gambar 2. Skema: Penyebab Kelelahan, Cara Mengatasi dan Manajemen Resiko Kelelahan (Tarwaka, 2015)

2.1.7 Pengukuran Kelelahan Kerja

Secara pasti datangnya kelelahan yang menimpa pada diri seseorang akan sulit untuk diidentifikasikan secara jelas. Mengukur tingkatan kelelahan seseorang bukanlah pekerjaan yang mudah. Prestasi ataupun performans kerja yang biasa ditunjukkan dengan output kerja merupakan tolok ukur yang sering dipakai untuk mengevalusi tingkat kelelahan. Selain kuantitas output persatuan waktu, maka pengukuran terhadap kualitas output ataupun jumlah pokok cacat yang dihasilkan dan frekwensi kecelakaan yang menimpa pekerja seringkali juga dipakai sebagai

PENYEBAB KELELAHAN

1. Aktifitas kerja fisik 2. Aktivitas kerja mental

3. Stasiun kerja tidak ergonomis 4. Sikap paksa

5. Kerja statis

6. Kerja bersifat monotoni 7. Lingkungan kerja ekstrim 8. Psikologis

9. Kebutuhan kalori kurang

10. Waktu kerja-istirahat tidak tepat 11. dan lain-lain

CARA MENGATASI

1. Sesuai kapasitas kerja fisik 2. Sesuai kapasitas kerja mental 3. Redesain stasiun kerja ergonomi 4. Sikap kerja alamiah

5. Kerja lebih dinamis 6. Kerja lebih bervariasi 7. Redesain lingkungan kerja 8. Reorganisasi kerja

9. Kebutuhan kalori seimbang 10. Istirahat setiap 2 jam kerja

dengan sedikit kudapan 11. dan lain-lain

RESIKO

1. Motivasi kerja turun 2. Performansi rendah 3. Kualitas kerja rendah 4. Banyak terjadi kesalahan 5. Stress akibat kerja 6. Penyakit akibat kerja 7. Cedera

8. Terjadi kecelakaan akibat kerja 9. dan lain-lain.

MANAJEMEN PENGENDALIAN

1. Tindakan preventif melalui pendekatan inovatif dan partisipatoris

2. Tindakan kuratif 3. Tindakan rehabilitatif 4. Jaminan masa tua


(69)

26

cara untuk mengkorelasikan dengan intensitas kelelahan yang terjadi. Meskipun demikian yang patut untuk diperhatikan adalah bahwa perubahan performans kerja kuantitas ataupun kualitas output kerja ternyata tidaklah semata-mata disebabkan oleh kelelahan saja. (Wignjosoebroto S, 2000)

Sampai saat ini belum ada cara mengukur tingkat kelelahan secara langsung. Pengukuran-pengukuran yang dilakukan oleh para peneliti sebelumnya hanya berupa indikator yang menunjukkan terjadinya kelelahan akibat kerja. Grandjean (1993) mengelompokkan metode pengukuran kelelahan dalam beberapa kelompok sebagai berikut; kualitas dan kuantitas kerja yang dilakukan, uji psiko-motor (psychomotor test), uji hilangnya kelipan (flicker-fusion test), perasaan kelelahan secara subjektif (subjective feelings of fatique), dan uji mental dengan bourdon wiersman test (Tarwaka, 2004)

1. Kualitas dan Kuantitas kerja yang dilakukan

Pada metode ini, kualitas output digambarkan sebagai jumlah proses kerja (waktu yang digunakan setiap item) atau proses operasi yang dilakukan setiap unit waktu. Namun demikian banyak faktor yang harus dipertimbangkan seperti; faktor sosial; dan perilaku psikologis dalam kerja. Sedangkan kualitas output (kerusakan produk, penolakan produk) atau frekuensi kecelakaan dapat menggambarkan terjadinya kelelahan, tetapi factor tersebut bukanlah merupakan causal factor.

2. Uji psiko-motor (psychomotor test)


(70)

27

waktu reaksi adalah dengan pengukuran waktu reaksi. Waktu reaksi adalah jangka waktu dari pemberian suatu rangsang sampai kepada suatu saat kesadaran atau dilaksanakan kegiatan. Dalam uji waktu reaksi dapat digunakan nyala lampu, denting suara, sentuhan klit atau goyangan badan. Terjadinya pemenjangan waktu reaksi merupakan petunjuk adanya pelambatan pada proses faal syaraf dan otot.

b. Sanders & McCormick (1987) mengatakan bahwa waktu reaksi adalah waktu untuk membuat suatu respon yang spesifik saat satu stimuli terjadi. Waktu reaksi terpendek biasanya berkisar antara 150 s/d 200 milidetik. Waktu reaksi tergantung dari stimuli yang dibuat; intensitas dan lamanya perangsangan; umur subjek; dan perbedaan individu-individu lainnya.

c. Setyawati (1996) melaporkan bahwa dalam uji waktu reaksi, ternyata stimuli terhadap cahaya lebih signifikan daripada stimuli suara. Hal tersebut disebabkan karena stimuli suara lebih cepat diterima oleh reseptor daripada stimuli cahaya.

d. Alat ukur waktu reaksi yang telah dikembang di Indonesia biasanya menggunakan nyala lampu dan denting suara sebagai stimuli.

3. Uji hilangnya kelipan (flicker-fusion test)

Dalam kondisi yang lelah, kemampuan tenga kerja untuk melihat kelipan akan berkurang. Semakin lelah akan semakin panjang waktu yang diperlukan untuk jarak anatra dua kelipan. Uji kelipan, di samping untuk


(71)

28

mengukur kelelahan juga menunjukkan keadaan kewaspadaan tenaga kerja.

4. Perasaan kelelahan secara subjektif (subjective feelings of fatigue)

Subjective Self Rating Test dari Indutrial Fatique Research Committee (IFRC) Jepang, merupakan salah satu kuesioner yang dapat untuk mengukur tingkat kelelahan subyektif. Kuesioner tersebut berisi 30 daftar pertanyaan yang terdiri dari :

a. 10 pertanyaan tentang pelemahan kegiatan: perasaan berat di kepala, lelah seluruh badan, berat di aki, mguap, pikiran kacau, mengantuk, ada beban pada mata, gerakan canggung dan kaku, berdiri tidak stabil dan ingin berbaring.

b. 10 pertanyaan tentang pelemahan motivasi: susah berpikir, lelah untuk berbicara, gugup, tidak berkonsentrasi, sulit memusatkan perhatian, mudah lupa, kepercayaan, merasa cemas, sulit mengontrol sikap, tidak tekun dalam pekerjaan.

c. 10 pertanyaan tentang gambaran kelelahan fisik: sakit di kepala, kaku di bahu, nyeri di punggung, sesak nafas, haus, suara serak, merasa pening, spasme di kelopak mata, tremor pada anggota badan, merasa kurang sehat.

5. Alat ukur perasaan kelelahan kerja (KAUPK2)

Menurut Setyawati KAUPK2 (Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja) merupakan parameter untuk mengukur perasaan kelelahan


(72)

29

tidak menyenangkan yang terdiri dari 17 pertanyaan tentang keluhan subjektif yang dapat diderita oleh tenaga kerja, antara lain : sukar berpikir, lelah berbicara, gugup menghadapi sesuatu, tidak pernah berkonsentrasi mengerjakan sesuatu, tidak punya perhatian terhadap sesuatu, cenderung lupa, kurang percaya diri, tidak tekun dalam melaksanakan pekerjaan, enggan menatap orang lain, enggan bekeja dengan cekatan, tidak tenang bekerja, lelah seluruh tubuh, lamban, tidak kuat berjalan, lelah sebelum, daya pikir menurun dan cemas terhadap sesuatu. (Sidabalok Lince, 2007).

Dari uraian tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan, bahwa kelelahan biasanya terjadi pada akhir jam kerja yang disebabkan oleh karena beberapa faktor, seperti monotoni, kerja otot statis, alat dan sarana kerja yang tidak sesuai dengan antropometri pemakainya, stasiun kerja yang tidak ergonomik, sikap paksa dan pengaturan waktu kerja-istirahat yang tidak tepat.

2.2 Peternakan Ayam Broiler

Usaha peternakan ayam broiler terlihat mulai kembali berkembang setelah Indonesia dilanda krisis pada tahun 1997. Kota Payakumbuh merupakan salah satu sentra produksi ayam ras pedaging dan petelur di Provinsi Sumatera Barat. Usaha peternakan ayam ras pedaging dan petelur di wilayah Kota Payakumbuh, pada satu sisi telah berdampak positif dalam meningkatkan pendapatan dan perekonomian masyarakat yang melibatkan banyak peternak dengan skala usaha mulai dari ribuan ekor sampai dengan puluhan ribu ekor ayam per peternak.

Skala usaha peternakan ayam broiler, terdiri dari (Roni F, 2007); skala kecil (peternakan rakyat) dengan jumlah ayam yang dibudidayakan 1.000 –


(73)

30

50.000 ekor, tetapi umumnya 5.000 – 25.000 ekor. Peternakan rakyat mempunyai beberapa karakter, seperti modal terbatas, kontiniutas usaha sepanjang tahun tidak berjalan lancar, kandang di bangun dengan sederhana dan dekat dengan tempat tinggal, serta kepemilikannya bersifat perorangan. Skala sedang (peternakan mapan atau peternakan besar) dengan jumlah ayam yang dipelihara 50.000 – 500.000 ekor. Status kepemilikan masih perorangan. Manajemen pemeliharaan lebih maju dari pada manajemen yang dilaksanakan di peternakan rakyat. Namun secara legal belum membentuk perusahaan yang berbadan hukum. Skala besar (skala perusahaan) secara legal telah berbadan hukum. Jumlah ayam yang dipelihara bervariasi, umumnya diatas 1.000.000 ekor sampai dengan berjuta-juta ekor. Pengoperasian usahanya bisa ditangani sendiri, ada juga dengan menjalin kerjasama dengan peternak rakyat atau disebut pola kemitraan.

Rencana besarnya skala usaha yang akan dijalankan, tentu akan dibutuhkan pedoman untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan para peternak, perusahaan peternakan, dan masyarakat, termasuk untuk meningkatkan daya saing yang termaktub dalam Peraturan Menteri Pertanian No. 31/Permentan/OT.140/2/2014 tentang pedoman budi daya ayam pedaging dan petelur yang baik adalah: Prasarana yang terdiri dari lahan dan lokasi budi daya ayam pedaging dan petelur harus memenuhi ketentuan sebagai berikut ; Upaya Kelestarian Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL/UPL), sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP), Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota (RTRWK), atau Rencana Detail Tata Ruang Daerah


(1)

3.5 Definisi Operasional ...36 3.6 Aspek Pengukuran ...37 3.7 Pengolahan dan Penyajian Data ...38 BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Peternakan ...39 4.2 Kharakteristik Pekerja Peternakan Ayam Broiler di Kecamatan Lampasi

Tigo Nagori Kota Payakumbuh Tahun 2016 ...43 4.2.1 Kharakteristik Pekerja Peternakan Ayam Broiler di Kecamatan Lampasi

Tigo Nagori Kota Payakumbuh Tahun 2016 Berdasarkan Umur ...43 4.2.2 Kharakteristik Pekerja Peternakan Ayam Broiler di Kecamatan Lampasi

Tigo Nagori Kota Payakumbuh Tahun 2016 Berdasarkan

Jenis Kelamin ...43 4.2.3 Kharakteristik Pekerja Peternakan Ayam Broiler di Kecamatan Lampasi

Tigo Nagori Kota Payakumbuh Tahun 2016 Berdasarkan

Tingkat Pendidikan ...44 4.2.4 Kharakteristik Pekerja Peternakan Ayam Broiler di Kecamatan Lampasi

Tigo Nagori Kota Payakumbuh Tahun 2016 Berdasarkan

Status Perkawinan ...44 4.2.5 Kharakteristik Pekerja Peternakan Ayam Broiler di Kecamatan Lampasi

Tigo Nagori Kota Payakumbuh Tahun 2016 Berdasarkan Masa Kerja ....45 4.2.6 Kharakteristik Pekerja Peternakan Ayam Broiler di Kecamatan Lampasi

Tigo Nagori Kota Payakumbuh Tahun 2016 Berdasarkan Beban Kerja ...45 4.3 Hasil Pengukuran Kuesioner Perasaan Kelelahan dari IFRC Pada Pekerja

Peternakan Ayam Broiler Kecamata Lampasi Tigo Nagori

Kota Payakumbuh Tahun 2016 ...46 BAB V PEMBAHASAN

5.1 Kelelahan Kerja Pada Pekerja Peternakan Ayam Broiler di Kecamatan Lampasi Tigo Nagori Kota Payakumbuh Tahun 2016 ...51 5.1.1 Kelelahan Berdasarkan Umur Pekerja Peternakan Ayam Broiler di

Kecamatan Lampasi Tigo Nagori Kota Payakumbuh Tahun 2016 ...52 5.1.2 Kelelahan Berdasarkan Masa Kerja Pekerja Peternakan Ayam Broiler di

Kecamatan Lampasi Tigo Nagori Kota Payakumbuh Tahun 2016 ...53 5.1.3 Kelelahan Berdasarkan Tingkat Pendidikan Pekerja Peternakan Ayam

Broiler di Kecamatan Lampasi Tigo Nagori Kota Payakumbuh

Tahun 2016 ...54 5.1.4 Kelelahan Berdasarkan Beban Kerja Pekerja Peternakan Ayam Broiler di

Kecamatan Lampasi Tigo Nagori Kota Payakumbuh Tahun 2016 ...56 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ...58 6.2 Saran ...59 DAFTAR PUSTAKA


(2)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Klasifikasi Tingkat dan Kategori Kelelahan Subjektif Berdasarkan Total Skor Individu ... 38 Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Pekerja Berdasarkan Kelompok Umur di

Peternakan Ayam Broiler Kecamatan Lampasi Tigo Nagori Kota Payakumbuh Tahun 2016 ... 43 Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Pekerja Berdasarkan Jenis Kelamin di

Peternakan Ayam Broiler Kecamatan Lampasi Tigo Nagori Kota Payakumbuh Tahun 2016 ... 43 Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Pekerja Berdasarkan Tingkat Pendidikan di

Peternakan Ayam Broiler Kecamatan Lampasi Tigo Nagori Kota Payakumbuh Tahun 2016 ... 44 Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Pekerja Berdasarkan Masa Kerja di

Peternakan Ayam Broiler Kecamatan Lampasi Tigo Nagori Kota Payakumbuh Tahun 2016 ... 45 Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Pekerja Berdasarkan Beban Kerja di

Peternakan Ayam Broiler Kecamatan Lampasi Tigo Nagori Kota Payakumbuh Tahun 2016 ... 45 Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Pekerja Peternakan Berdasarkan

Perasaan-Perasaan Kelelahan Kerja Pada Kuesioner IFRC di Peternakan Ayam Broiler Kecamatan Lampasi Tigo Nagori Kota Payakumbuh Tahun 2016 ... 46 Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Pekerja Peternakan Berdasarkan Perasaan

Lelah di Peternakan Ayam Broiler Kecamatan Lampasi Tigo Nagori Kota Payakumbuh Tahun 2016 ... 48 Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Umur Berdasarkan Perasaan Lelah di

Peternakan Ayam Broiler Kecamatan Lampasi Tigo Nagori Kota Payakumbuh Tahun 2016 ... 48 Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi Masa Kerja Berdasarkan Perasaan Lelah di

Peternakan Ayam Broiler Kecamatan Lampasi Tigo Nagori Kota Payakumbuh Tahun 2016 ... 49 Tabel 4.10. Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Berdasarkan Perasaan

Lelah di Peternakan Ayam Broiler Kecamatan Lampasi Tigo Nagori Kota Payakumbuh Tahun 2016 ... 49


(3)

Tabel 4.11. Distribusi Frekuensi Beban Kerja (Jumlah Tenaga Bantuan) Berdasarkan Perasaan Lelah di Peternakan Ayam Broiler Kecamatan Lampasi Tigo Nagori Kota Payakumbuh Tahun 2016 ... 50


(4)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skema Proses Akumulasi Kelelahan dan Faktor-faktor

Penyebabnya... 16

Gambar 2. Skema Penyebab Kelelahan, Cara Mengatasi dan Manajemen

Resiko Kelelahan... 25 Gambar 3. Kerangka Konsep Penelitian... 34


(5)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Master data hasil kuesioner penelitian

Lampiran 2. Output statistik data hasil kuesioner penelitian

Lampiran 3. Kuesioner perasaan kelelahan secara subyektif dari IFRC

Lampiran 4. Peta Kecamatan Lampasi Tigo Nagori

Lampiran 5. Surat izin penelitian dari Fakultas Kesehatan Masyarakat

Lampiran 6. Surat keterangan telah selesai melakukan penelitian dari pemilik peternakan ayam broiler


(6)

xiv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Ariffandi Tri Rachmadi

Tempat Lahir : Kab. 50 Kota

Tanggal Lahir : 27 Maret 1995

Suku Bangsa : Minang

Agama : Islam

Nama Ayah : Marizon Neldi

Suku Bangsa Ayah : Minang

Nama Ibu : Rosnensih

Suku Bangsa Ibu : Minang

Pendidikan Formal

1. TK/Tamat Tahun : TK Aushat Seberang Betung/2000 2. SD/Tamat Tahun : SD Negeri 31 Seberang Betung/2006 3. SLTP/Tamat Tahun : SMP Negeri 1 Payakumbuh/2009 4. SLTA/Tamat Tahun : SMA Negeri 1 Payakumbuh/2012 Lama studi di FKM : 4 tahun 3 bulan