Sifat tanah pegunungan berubah dengan pertambahan ketinggian tempat, umumnya menjadi lebih masam dan miskin zat hara, terutama ditempat-tempat
dimana terdapat gambut asam. Tanah di puncak gunung, dibagian atas pungung- punggung gunung, dan di bukit-bukit kecil, yang hanya menerima air dari
atmosfer, kering dan lebih miskin zat hara daripada tanah-tanah di dalam cekungan atau di lereng-lereng yang lebih rendah, yang menerima masukan air tanah yang
tertapis dari atas. Selain itu kemiringan lereng dan keterbukaan vegetasi penutup juga merupakan factor-faktor yang penting. Suhu rendah memperlambat proses
pembentukan tanah karena evapotranspirasi menurun, reaksi kimia lebih lambat dan kerapatan organisme tanah lebih rendah Mackinnon et al., 2000.
2.3 Struktur dan Komposisi Hutan
Studi tentang komposisi dan struktur hutan merupakan bagian dari analisis vegetasi. Data komposisi jenis dan struktur hutan tersebut berguna untuk
mengetahui kondisi keseimbangan komunitas hutan menjelaskan interaksi di dalam dan antar jenis Odum, 1971, dan memprediksi kecendrungan komposisi tegakan
dimasa mendatang Whittaker, 1974. Struktur merupakan lapisan vertikal dari suatu komunitas hutan. Dalam
komunitas selalu terjadi kehidupan bersama saling menguntungkan sehingga dikenal adanya lapisan-lapisan bentuk kehidupan Syahbudin, 1987. Struktur
tegakan atau hutan menunjukkan sebaran umur dan atau kelas diameter dan kelas tajuk Daniel et al., 1992. Sementara itu Sorianegara Indrawan 1980
menyatakan bahwa struktur hutan menunjukkan stratifikasi yang tegas antara stratum A, stratum B dan stratum C yang tingginya secara berurutan sekitar 40, 20
dan 10 meter. Komposisi hutan merupakan penyusun suatu tegakan atau hutan yang
meliputi jumlah jenis ataupun banyaknya individu dari suatu jenis tumbuhan Wirakusuma, 1980. Komposisi hutan sangat ditentukan oleh faktor-faktor
kebetulan, terutama waktu-waktu pemencaran buah dan perkembangan bibit. Pada daerah tertentu komposisi hutan berkaitan erat dengan ciri habitat dan topografi
Damanik et al., 1992.
Universitas Sumatera Utara
2.4 Diagram Profil Hutan
Kondisi lingkungan dimasa depan dapat diprediksi dari komposisi dan struktur biota pada saat ini. Spesies atau komunitas tertentu yang interaksinya unik
dalam ekosistem dapat digunakan sebagai indikator untuk mengetahui kualitas lingkungan, mengidentifikasi permasalahan kawasan, dan memberikan peringatan
awal berbagai perubahan yang kemungkinan terjadi pada masa depan Setyawan, 2008.
Stratifikasi kanopi merupakan salah satu konsep tertua dalam ekologi hutan tropis. Konsep ini telah dikembangkan sejak permulaan abad ke-19, namun masih
menjadi perdebatan Whitmore, 1985. Beberapa peneliti menyatakan bahwa adanya strata pada kanopi hutan, namun peneliti lain tidak menemukannya.
Penyebab utama kerancuan ini adalah subyektifitas, defenisi dan metode yang digunakan. Istilah stratifikasi digunakan untuk tiga hal yang saling terkait, yaitu:
stratifikasi vertikal biomassa, stratifikasi vertikal kanopi dan stratifikasi vertikal spesies Ashton dan Hall, 1992.
Diagram profil hutan dibuat dengan meletakkan plot, biasanya dengan panjang 40-70 m dan lebar 10 m, tergantung densitas pohon. Ditentukan posisi
setiap pohon, digambar arsitekturnya berdasarkan skala tertentu, diukur tinggi, diameter setinggi dada, tinggi cabang pertama, serta dilakukan pemetaan proyeksi
ke tanah. Profil hutan menunjukkan situasi nyata posisi pepohonan dalam hutan secara visual dan kulaitatif. Dalam kasus tertentu, histogram kelas ketinggian atau
biomassa dibuat sebagai pelengkap profil hutan Ashton dan Hall, 1992.
2.5 Degradasi Hutan dan Pemanasan Global