yang tinggi tidak terlepas dari proses pembungaannya. Salah satu respon tumbuhan terhadap cahaya adalah memunculkan bunga yang disebut dengan peristiwa
fotoperiodisme. Hutan-hutan di Indonesia pada lereng timur nya mendapat cahaya lebih banyak dibandingkan lereng barat Steenis, 2010. Pada lokasi penelitian
jenis ini merupakan jenis yang dapat memunculkan bunga pada intensitas cahaya tinggi sehingga dapat berkembang baik di lokasi III. Menurut Sundarapandian dan
Swamy 2000 dalam Arrijani 2008, indeks nilai penting merupakan salah satu parameter yang dapat memberikan gambaran tentang peranan jenis yang
bersangkutan dalam komunitasnya atau pada lokasi penelitian. INP seluruh jenis selanjutnya menjadi dasar untuk mengitung indeks diversitas H’.
Semua lokasi penelitian menunjukkan struktur dan komposisi yang berbeda-beda baik pada tingkatan pohon maupun pole. Perubahan struktur dan
komposisi tidak hanya dapat dilihat untuk kelestarian pohon saja Muhdi, 2009. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perubahan struktur dan komposisi juga
merubah keberadaan hewan-hewan yang terdapat pada lingkungan seperti keberadaan jenis unggas Archaux, 2007 dalam Muhdi, 2009. Selanjutnya Slik et
al 2008 menjelaskan bahwa perubahan struktur dan komposisi juga mempengaruhi kadar CO
2
di atmosfer.
4.4 Indeks Keaneka raga man H’ dan Indeks Keseragaman E
Untuk mengetahui keanekaragaman dan keseragaman pada lokasi I, II dan III telah dilakukan analisa data dan didapat hasilnya sebagai berikut:
Tabel 6 . Indeks Keaneka ragaman H’ dan Indeks Keseragaman E Pohon
dan Pole Pada Setiap Lokasi Penelitian Lokasi
Pohon Pole
H’ E
H’ E
I 2,98
0,87 2,72
0,87 II
2,79 0,92
2,41 0,85
III 0,79
0,44 1,64
0,79 Nilai Indeks Keaneka ragaman H’ makin menurun seiring dengan naiknya
ketinggian tempat baik pada tingkatan pohon maupun tingkatan pole. Nilai H’
menggambarkan kekayaan jenis pohon yang berada di setiap lokasi penelitian. Hal
Universitas Sumatera Utara
ini menunjukkan jumlah jenis diantara jumlah total individu seluruh jenis yang ada pada lokasi I dan lokasi II baik dalam kategori pohon ataupun pole termasuk dalam
kategori sedang , sedangkan nilai H’ pada pohon di lokasi III termasuk dalam
kategori rendah. Hal ini disebabkan karena dominannya satu jenis tumbuhan saja pada lokasi ini. Menurut Mason 1986, jika nilai Indeks Keanekaragaman lebih
kecil dari 1 berarti keanekaragaman jenis rendah, jika diantara 1-3 berarti keanekagaman jenis sedang, jika lebih besar dari 3 berarti keanekaragaman jenis
tinggi. Menurunnya nilai keanekaragaman tersebut dikarenakan terjadinya
perubahan faktor fisik lingkungan yang juga merubah struktur dan komposisi vegetasi Mackinon, 2000. Semakin keatas, hanya jenis yang mampu beradaptasi
pada faktor fisik kimia lingkungan sajalah yang dapat tumbuh. Lokasi ini merupakan lokasi yang mendukung untuk pertumbuhan banyak jenis. Lokasi ini
berada pada zona hutan pegunungan bawah atau sub montana dengan suhu udara rata-rata 19
C, suhu tanah rata-rata 15 C, pH tanah rata-rata 4,4 Intensitas cahaya
52x2000 luks dan kelembababan 91. Secara umum nilai rata-rata pengukuran faktor fisik lingkungan pada setiap ketinggian disajikan dalam tabel 6 berikut.
Tabel. 7 Data Faktor Fisik Lingkungan di Setiap Lokasi Penelitian Lokasi
Suhu udara
C Suhu
Tanah C
pH Tanah
Intensitas Cahaya
Luks Kelembaban
I 19
15 4,4
52x2000 91
II 19
14 4,5
119x2000 82
III 20
14 4,2
440x2000 91
Intensitas cahaya menunjukkan perubahan seiring dengan pertambahan ketinggian, namun tidak demikian halnya dengan suhu udara dan kelembaban yang
nilai berfluktuasi. Pengukuran suhu yang dilakukan pada saat penelitian menunjukkan suhu yang semakin meningkat pada lokasi III. Hal ini disebabkan
karena lokasi III ini merupakan lokasi yang terbuka bila dibandingkan dengan lokasi I dan Lokasi II. Akibatnya intensitas cahaya dilokasi ini bertambah tinggi
diikuti dengan peningkatan suhu. Intensitas cahaya tinggi diakibatkan karena adanya pohon yang mati sehingga terbentuk rumpang. Perumpangan yang terjadi
Universitas Sumatera Utara
disebabkan erupsi dan juga faktor antropogenik. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari masyarakat setempat, jalur ini dulunya sering digunakan sebagai
jalan untuk mengambil belerang dari puncak gunung Sinabung sehingga kegiatan tersebut berpengaruh dengan pertumbuhan dan keberadaan pohon di jalur ini.
Menurut Rososoedarmo 1989, karakteristik dari hutan hujan tropis adalah mempunyai keanekaragaman jenis yang tinggi dan hanya jenis tertentu saja yang
dapat toleran dan mapu hidup pada habitat yang sangat ekstrim seperti tempat terbuka, cahaya matahari penuh, tekstur tanah padat dan keras, serta hara makanan
yang masih terikat pada batuan. Nilai indeks keseragaman E
didapat dengan membandingkan nilai H’ dengan total jumlah jenis atau genus ln s yang terdapat pada suatu lokasi. Nilai
ini digunakan untuk mengetahui pemusatan dan penyebaran suatu jenis dalam suatu komunitas. Menurut Magurran 1988, besaran nilai E 0,3 menunjukkan
kemerataan jenis rendah, nilai E antara 0,3 sampai dengan 0,6 menunjukkan kemerataan jenis sedang, dan E 0,6 menunjukkan kemerataan jenis tinggi.
Tabel 7 Diatas menunjukkan penurunan nilai E seiring dengan ketinggian tempat baik pada tegakan pohon maupun pole. Nilai E pada semua lokasi penelitian
termasuk dalam kategori tinggi 0,79-0,92, kecuali pada Pohon di lokasi I yang hanya mempunyai nilai sebesar 0,44 Kemerataan sedang. Menurunnya nilai
Indeks keseragaman dari lokasi I ke lokasi III disebabkan oleh kondisi lingkungan dan penyediaan nutrisi tanah yang berbeda. Dimana semakin ke puncak kandungan
hara tanah semakin berkurang atau miskin nutrisi. Menurut Sastrawidjaya 1991, ketersediaan nutrisi dan pemanfaatan nutrisi yang berbeda menyebabkan nilai
keanekaragaman dan nilai Indeks keseragaman bervariasi. Bahan organik mempunyai peranan yang sangat penting dalam tanah
terutama pengaruhnya terhadap kesuburan tanah Perdana 2009. Kemampuan suatu pohon untuk menyerap unsur hara baik secara pasif maupun secara aktif
merupakan faktor penting yang menentukan pertumbuhan pohon dengan baik sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan hutan secara keseluruhan Delvian,
2006. Unsur yang dibutuhkan oleh tanaman selama masa pertumbuhan dan perkembangannya merupakan unsur hara esensial makro dan mikro. Unsur hara
makro adalah unsur hara yang diperlukan oleh tanaman dalam jumlah yang relatif
Universitas Sumatera Utara
banyak, sedangkan unsur hara mikro juga sama pentingnya dengan unsur hara makro tetapi kebutuhan tanaman terhadap zat-zat tersebut hanya sedikit.
Hasil analisis kandungan organik tanah menunjukkan adanya variasi pada setiap lokasi penelitian yang cenderung menurun dari lokasi I sampai ke lokasi III
Lampiran 4, hal ini disebabkan karena bentuk topografi dan relief lokasi penelitian yang berbeda-beda. Mackensen 2000 menyebutkan bahwa distribusi
unsur hara tergantung dari relief suatu daerah, pada bagian bawah lereng dan daerah lembah, pasokan unsur hara lebih besar 2-10 kali lipat daripada daerah
dibagian atas dan puncak lereng. Selanjutnya Delvian 2006 menambahkan, faktor lain yang menyebabkan penurunan kandungan hara adalah proses pencucuian hara
karena kurangnya penutupan tajuk dan kemampuan tanaman mengikat hara. Pernyataan ini selaras dengan lokasi III areal penelitian yang kondisinya lebih
terbuka bila dibandingkan dengan lokasi I dan lokasi II sehingga kandungan organik tanahnya juga lebih rendah.
Kandungan C organik pada semua lokasi tergolong tinggi yaitu berkisar antara 9,89-10,92 lebih tinggi bila dibandingkan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Rahmasari 2011 pada areal hutan bekas terbakar yang memperoleh kisaran nilai C organik 2,96-7,90. Nilai karbon yang tinggi ini
disebabkan karena terjadinya kebakaran yang membantu cepatnya proses dekomposisi sedangkan pada areal penelitian tingginya nilai tersebut kemungkinan
disebabkan oleh cepatnya dekomposisi serasah oleh mikroorganisme di lantai hutan. Unsur C sangat dibutuhkan oleh tanaman untuk membangun tubuhnya
seperti pembentukan selulosa pada dinding selnya dan Lignin yang terdapat pada batang pohon. Kandungan C organik berkorelasi positif terhadap kesuburan tanah
dan pertumbuhan pohon Lampiran 5 yang berarti semakin tinggi nilai C organik, semakin subur tanahnya Perdana, 2009 dan semakin besar diameter pohon yang
tumbuh pada lokasi tersebut. Kenyataan ini dapat dilihat pada lokasi II yang memiliki C organik tertinggi dengan nilai 10,92 menunjukkan LBD pohon-
pohonnya yang besar pula. Kandungan Nitrogen pada lokasi penelitian tergolong sedang dengan nilai
berkisar antara 0,42-0,57 juga lebih tinggi bila dibandingkan dengan penelitian Rahmasari 2011 yang memperoleh nilai N total 0,23-0,34. Rendahnya nilai
Universitas Sumatera Utara
yang didapat pada hutan bekas kebakaran disebabkan karena terganggunya siklus Nitrogen yang umumnya diperankan oleh bakteri melalui proses fiksasi, assimilasi,
amonifikasi, reduksi, nitrifikasi dan denitrifikasi Kandungan organik tanah pada lokasi penelitian tersaji pada Tabel 8 berikut.
Tabel. 8 Kandungan Organik Tanah pada Setiap lokasi penelitian Loka
si C-
Organik N-
Total CN
P- bray2
ppm K-
Tukar m.e100
Mg-tukar m.e100
Al-dd m.e100
I 9,89
0,57 17,35
5,64 0,619
0,190 22,5
II 10,92
0,42 26,00
5,15 0,499
0,254 75,0
III 10,39
0,46 22,59
4,66 0,544
0,165 40,0
Sumber : Laboratorium ilmu tanah, Fakultas Pertanian USU.
Nitrogen merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan tanaman, yang pada umumnya sangat diperlukan untuk pembentukan atau pertumbuhan bagian-
bagian vegetatif tanaman seperti daun, batang dan akar, tetapi apabila terlalu banyak dapat menghambat pembungaan dan pembuahan pada tanaman. Nitrogen
diserap oleh akar tanaman dalam bentuk NO
3 -
Nitrat dan NH
4 +
Amonium, akan tetapi nitrat ini segera tereduksi menjadi ammonium melalui enzim yang
mengandung molibdinum. Apabila unsur N tersedia lebih banyak daripada unsur lainnya, akan dapat menghasilkan protein lebih banyak. Menurut Hamzah 1981,
nitrogen merupakan bagian vital dari protoplasma. Protoplasma adalah tempat dimana berlangsung pembelahan sel dan karena proses inilah terjadi pertumbuhan
tumbuh-tumbuhan. Kandungan N total pada lokasi penelitian menunjukkan penurunan seiring
dengan ketinggian tempat. Penurunan nilai ini berdampak pada pertumbuhan pohon dan pole yang dapat diamati pada kelas diameter pohon dan tinggi tanaman
sehingga dapat mempengaruhi karbon tersimpan pada setiap ketinggian. Pada umumnya semakin keatas, diameter pohon semakin kecil dan tinggi pohon semakin
berkurang, sehingga karbon tersimpan juga semakin kecil dari lokasi I hingga ke lokasi III Tabel 9.
Fosfor terdapat dalam bentuk phitin, nuklein dan fosfatide, merupakan bagian dari protoplasma dan inti sel. Sebagai bagian dari inti sel sangat penting
dalam pembelahan sel, demikian pula bagi perkembangan jaringan meristem,
Universitas Sumatera Utara
pertumbuhan jaringan muda dan akar, mempercepat pembungaan dan pemasakan buah, penyusun protein dan lemak. Fosfor diambil tanaman dalam bentuk H
2
PO
4 -
, dan HPO
4 =
. Sama halnya dengan Nitrogen, bagian terbesar fosfat didalam tanah terdapat dalam bentuk organis, fosfat didalam tanah sukar larut, sehingga sebagian
terbesar tidak tersedia bagi tanaman Hamzah, 1981. Tersedianya fosfat sangat dipengaruhi oleh pH tanah, pada pH rendah ion fosfat membentuk senyawa yang
tidak larut dengan Aluminium dan besi. Sedang pada pH tinggi fosfat terikat sebagai senyawa Kalsium. pH optimum untuk fosfat 6,5. Kandungan posfor pada
lokasi penelitian semakin rendah seiring dengan naiknya ketinggian. Rendahnya kandungan posfor tersebut disebabkan karena pH tanah semakin keatas semakin
rendah.
Selanjutnya Hardjowigeno 2003 menyatakan bahwa pada tanah masam unsur P tidak dapat diserap tanaman karena diikat difiksasi oleh Al.
Kalium sangat penting dalam proses metabolisme tanaman, Kalium juga penting di dalam proses fotosintesis. Bila Kalium kurang pada daun, maka
kecepatan asimilasi CO
2
akan menurun. Selain itu kalium berfungsi untuk meningkatkan resistensi tanaman terhadap penyakit dan meningkatkan kualitas biji
atau buah. Pada lokasi penelitian kandungan Kalium tertinggi di dalam tanah dijumpai pada lokasi I yaitu sebesar 0,6 m.e100, sehingga kualitas biji di lokasi ini
sangat baik bila dibandingkan dengan lokasi II. Biji Lithocarpus bancana, Lithocarpus sp.1 dan Aglai sp merupakan biji-biji yang banyak tersebar di lantai
hutan pada lokasi ini, namun kemampuan untuk tumbuh sangat bergantung dari jenis dan masa dormansi biji. Kualitas biji Lithocarpus bancana dan Lithocarpus
sp.1 memungkinkan biji tidak rusak sehingga dapat bertahan terhadap beberapa faktor fisik lingkungan yang dapat merusaknya. Kemampuan ini sangat
menguntungkan untuk regenerasi pohon dimasa mendatang. Magnesium diserap dalam bentuk Mg
2+
dan merupakan bagian dari klorofil. Kekurangan zat ini mengakibatkan terjadinya klorosis, gejalanya akan tampak pada
permukaan daun sebelah bawah. Mg termasuk unsur yang tidak mobil dalam tanah. Mg merupakan salah satu bagian enzim yang disebut Organic pyrophosphates dan
Carboxy peptisida. Kadar Mg di dalam bagian-bagian vegetatif dapat dikatakan rendah daripada kadar Ca, akan tetapi di dalam bagian generatif malah sebaliknya.
Mg banyak terdapat dalam buah dan juga di dalam tanah. Pada areal penelitian
Universitas Sumatera Utara
kadar Mg tertinggi berada pada lokasi II 0,254 m.e100 dan mengalami penurunan pada lokasi III 0,165 m.e100.
4.5 Potensi Biomassa dan Cadangan Karbon tersimpan