Lokasi III menunjukkan pola penyebaran yang lebih acak dibanding dengan lokasi I dan lokasi II. Gambar 7 memperlihatkan tersebarnya pohon dan pole
dengan jarak tumbuh yang berjauhan, sehingga rumpang gaps yang terbentuk juga besar. Rumpang gaps yang relatif besar pada lokasi ini disebabkan karena
mulai berkurang nya jumlah jenis dan jumlah individu pada lokasi ini. Selain itu perumpangan juga dapat terbentuk karena adanya pohon-pohon yang tumbang atau
yang mati Marthews, 2008. Lokasi ini merupakan lokasi yang paling dekat dengan puncak Gunung Sinabung sehingga dampak erupsi yang diterima juga lebih
besar, yang dapat diamati dengan banyaknya pohon-pohon yang mati. Besarnya intensitas cahaya yang masuk menyebabkan suhu menjadi lebih tinggi
dibandingkan dengan lokasi I dan lokasi II Tabel. 7.
4.3 Analisis Vegetasi
Analisis Vegetasi yang dilakukan pada tiga ketinggian tempat yang berbeda menunjukkan hasil yang bervariasi pada setiap tegakan dan ketinggian tersebut.
Tabel 3, Tabel 4 dan Tabel 5 berikut menyajikan hasil analisis vegetasi pada setiap tegakan dan ketinggian tempat yang berbeda. Perbedaan nilai-nilai tersebut
menunjukkan bagaimana karakter, fekunditas dan fertilitas vegetasi tersebut dalam lingkungannya.
Hasil penghitungan nilai Kerapatan Relatif KR, Frekuensi Relatif FR dan Dominansi Relatif menghasilkan Indeks Nilai Penting INP yang
menggambarkan dominansi jenis tertentu dalam komunitasnya. Besarnya nilai INP dapat menjadi acuan bioindikator lingkungan. Semakin tinggi INP suatu jenis,
semakin dapat tumbuhan tersebut bertahan dalam habitat nya serta melanjutkan siklus hidupnya dengan baik.
Nilai Kerapatan Relatif KR pohon pada lokasi I Tabel 3 berkisar antara 1,08-12,07, sedangkan pada pole berkisar antara 1,82-25,45 dengan nilai
tertinggi dijumpai pada jenis Aglaia sp Meliaceae pada kedua tegakan pohon dan pole. Tingginya nilai KR pada tingkatan pole menunjukkan keberhasilan jenis ini
dalam perkecambahan bijinya. Kecepatan perkecambahan biji yang ditandai dengan bayaknya jumlah individu merupakan salah satu faktor yang menentukan
kemampuan jenis tumbuhan untuk menghadapi dan menanggulangi persaingan
Universitas Sumatera Utara
yang terjadi Indriyanto, 2006. Nilai KR terendah pada pohon dijumpai pada beberapa jenis tumbuhan diantaranya adalah Pyrenaria serrata dan Eurya
trichocarpa lampiran. 3. Kedua jenis tersebut termasuk famili Theaceae yang terdapat pada beberapa tempat di hutan gunung sinabung, famili ini umumnya
dijumpai pada ketinggian diatas 1800 mdpl dalam bentuk pohon, pole ataupun sapling.
Tabel 3. Nilai KR , FR dan DR Tertinggi Sepuluh Jenis Pohon dan Pole pada Ketinggian 1700-1800 mdpl Lokasi I
Pohon No
Nama Jenis KR
FR DR
INP
1 Aglaia sp.
17,20 13,33
6,18 36,72
2 Lithocarpus bancana
11,83 10,67
10,56 33,05
3 Neocinnamomum sp
11,83 10,67
7,47 29,96
4 Brassaiopsis glomerulata
6,45 8,00
10,41 24,86
5 Lithocarpus sp.1
3,23 4,00
13,27 20,50
6 Villebrunea rubescens
5,38 5,33
2,04 12,75
7 Diospyros sp
3,23 4,00
4,15 11,37
8 Biscofia javanica
3,23 2,67
4,98 10,87
9 Grewia sp
2,15 2,67
5,35 10,17
10 Cinnamomum sp
3,23 2,67
3,39 9,29
Pole
1 Aglaia sp
25,45 22
26,5 73,95
2 Neocinnamomum sp
9,09 10
11,21 30,3
3 Villebrunea rubescens
9,09 8
8,15 25,24
4 Eurya trichocarpa
5,45 6
6,11 17,57
5 Garcinia cowa
5,45 6
6,11 17,57
6 Ficus sp. 1
5,45 6
5,10 16,55
7 Ficus lepicarpa
5,45 4
4,08 13,53
8 Antidesma sp
3,64 4
4,08 11,71
9 Gordonia sp
3,64 4
3,06 10,69
10 Pyrenaria serrata
3,64 4
2,04 9,670
Hutan pegunungan bagian bawah mempunyai fisiognomi yang menyerupai hutan hujan, hanya pohon-pohonnya yang tumbuh lebih kecil. Begitu pula
komposisinya juga agak berbeda. Pada ekosistem ini biasanya kaya akan jenis Orchidaceae dan Pteridophyta. Disamping itu pada umumnya dihuni oleh berbagai
jenis tumbuhan
antara lain
dari famili:
Anonaceae, Burseraceae,
Dipterocarpaceae, Leguminoceae, Meliaceae, Sapindaceae dan Sapotaceae Irwan, 1992.
Pada lokasi II Tabel. 4 nilai KR pada tingkatan pohon berkisar antara 1,72-12,07, sedangkan pada pole berkisar antara 1,69-20,34 dengan nilai
tertinggi pada tegakan pohon ditemukan pada jenis Lithocarpus sp.1 dan
Universitas Sumatera Utara
Eugenia operculata dengan nilai yang sama yaitu sebesar 12,07, sedangkan pada pole ditemukan pada jenis Eugenia operculata dan Brassaiopsis glomerulata yang
juga menunjukkan nilai yang sama yaitu sebesar 20,34. Nilai KR terendah pada pohon dijumpai pada sembilan jenis pohon diantaranya adalah Villebrunea
rubescens dan Knema sp Lampiran 3.
Tabel. 4 Nilai KR , FR , DR Tertinggi Sepuluh Jenis Pohon dan Pole pada Ketinggian 1800-1900 mdpl Lokasi II
Pohon No
Nama Jenis KR
FR DR
INP
1 Lithocarpus sp.1
12,07 11,76
21,36 45,19
2 Actinodaphne sp.
10,34 9,80
20,42 40,57
3 Eugenia operculata
12,07 13,73
10,34 36,13
4 Lithocarpus sp.2
10,34 7,84
14,91 33,1
5 Symingtonia populnea
6,9 7,84
10,76 25,5
6 Lithocarpus bancana
8,62 7,84
7,28 23,75
7 Eugenia rugosa
6,9 7,84
4,21 18,95
8 Cinnamomum sp
3,45 3,92
4,75 12,12
9 Aglaia sp
3,45 3,92
1,48 8,85
10 Beilschmieda sp
3,45 1,96
0,91 6,32
Pole
1 Eugenia operculata
20,34 20,41
24,59 65,34
2 Brassaiopsis glomerulata
20,34 14,29
19,32 53,95
3 Actinodaphne sp
11,86 12,24
9,66 33,77
4 Neocinnamomum sp
8,47 8,16
9,66 26,3
5 Aglaia sp
8,47 8,16
8,78 25,42
6 Lithocarpus bancanus
5,08 6,12
3,51 14,72
7 Eugenia rugosa
3,39 4,08
4,39 11,86
8 Garcinia cowa
3,39 4,08
3,51 10,98
9 Lithocarpus sp.2
3,39 4,08
2,63 10,11
10 Eugenia sp.3
3,39 4,08
1,76 9,23
Pada lokasi III Tabel 5 nilai KR pohon berkisar antara 1,85-79,63 dan pada pole berkisar antara 1,69-40. Nilai KR tertinggi dijumpai pada jenis
Micromeles corymbifera Rosaceae baik pada pohon dan pole dengan nilai yang mencolok bila dibandingkan dengan jenis yang lainnya.
Tingginya nilai ini menunjukkan banyaknya jenis ini didalam sampling plot. Loveless 1989 dalam
Sujarwo 2011 mengemukakan sebahagian tumbuhan berhasil tumbuh dalam kondisi lingkungan yang beraneka ragam sehingga tumbuhan tersebut cenderung
tersebar luas. Selanjutnya Daniel et al.1992, menyatakan bahwa pertumbuhan tumbuhan dipengaruhi oleh faktor tanah, iklim, mikroorganisme, kompetisi dengan
organisme lainnya dan juga dipengaruhi oleh zat-zat organik yang tersedia, kelembaban dan sinar matahari.
Universitas Sumatera Utara
Tabel. 5 Nilai KR , FR , DR Tertinggi Pohon dan Pole pada Ketinggian 1900-2000 mdpl Lokasi III
Pohon No
Nama Jenis KR
FR DR
INP
1 Micromeles corymbifera
79,63 70,83
82,23 232,69
2 Gordonia imbricata
9,26 8,33
7,32 24,91
3 Magnolia sp
3,7 8,33
4,18 16,22
4 Vaccinium laurifolium
3,7 4,17
3,14 11,01
5 Vaccinium lucidum
1,85 4,17
1,74 7,76
6 Lyonia ovalifolia
1,85 4,17
1,39 7,41
Pole
1 Micromeles corymbifera
40,00 34,62
47,66 122,27
2 Brassaiopsis glomerulata
17,78 23,08
15,46 56,31
3 Vaccinium lucidum
17,78 11,54
16,75 46,06
4 Lyonia ovalifolia
13,33 11,54
10,30 35,18
5 Eurya trichocarpa
4,44 7,69
3,86 16,00
6 Eugenia sp.1
2,22 3,85
3,10 9,17
7 Gordonia imbricata
2,22 3,85
1,68 7,75
8 Magnolia sp
2,22 3,85
1,19 7,25
Nilai kerapatan suatu jenis menunjukkan jumlah individu jenis dalam luasan tertentu, oleh karena itu nilai KR tidak dapat menggambarkan distribusi
jenis tersebut dalam areal penelitian. Gambaran mengenai distribusi tumbuhan dapat diketahui dengan menghitung nilai Frekuensi Relatif FR nya. Nilai FR
merupakan perbandingan antara jumlah plot ditemukannya jenis tertentu dengan jumlah total plot penelitian secara keseluruhan.
Frekuensi kehadiran sering pula dinyatakan dengan konstansi. Konstansi atau frekuensi kehadiran organisme dapat
dikelompokkan atas empat kelompok yaitu jenis yang aksidental frekuensi 0- 25, jenis assesori frekuensi 25-50, jenis konstan frekuensi 50-75, dan
jenis absolut frekuensi di atas 75 Suin,2002. Nilai FR tertinggi pada lokasi I pada tegakan pohon dan pole dijumpai pada
jenis yang sama yaitu Aglaia sp dengan nilai berturut-turut 13,33 dan 22. Pada tegakan pohon jenis ini tersebar dalam sepuluh plot penelitian dari total plot
sebanyak 20 plot, sedangkan pada tegakan pole jenis ini tersebar dalam sebelas plot penelitian. Jenis yang hanya dijumpai pada satu plot penelitian saja merupakan
jenis yang penyebarannya tidak luas. Jenis-jenis tersebut pada lokasi I dapat ditemukan antara lain pada jenis Adinandra dumosa baik pada tingkatan pohon
maupun tingkatan pole. Kecilnya nilai kerapatan relatif yang didapatkan ini merupakan sifat khas hutan hujan tropis, dimana perbandingan antara jumlah jenis
dari jumlah pohon perjenis rendah Resosoedarmo et al., 1989.
Universitas Sumatera Utara
Jenis yang memiliki nilai FR tertinggi pada lokasi II pada pohon ditemukan pada jenis Lithocarpus sp.1 11,76 dan pada pole ditemukan pada jenis Eugenia
operculata 20,41, sedangkan pada lokasi III ditemukan pada jenis yang sama baik pada tegakan pohon dan pole yaitu pada jenis Mycromeles corymbifera
dengan nilai berturut-turut 70,83 17 plot dari 20 plot dan 34,62 9 plot dari 20 plot. Besarnya nilai ini menyatakan bahwa jenis-jenis tersebut memiliki adaptasi
yang baik pada kondisi lingkungannya. Distribusi tumbuhan pada suatu komunitas tertentu dibatasi oleh kondisi lingkungan dalam arti luas. Beberapa jenis dari
tumbuhan di hutan hujan tropis teradaptasi dengan kondisi dibawah kanopi, pertengahan dan diatas kanopi yang intensitas cahayanya berbeda-beda
Balakrishnan et al., 1994. Dilihat dari nilai Dominasi Relatif DR nya pada tingkatan pohon, di
lokasi I ditemukan pada jenis Lithocarpus sp.1 13,27 sedangkan pada tingkatan pole dietemukan pada jenis Aglaia sp. 26,5. Tingginya nilai DR Aglai sp pada
tingkatan menyatakan banyaknya jumlah individu jenis ini di lokasi I. Keberhasilan untuk tumbuh tidak terlepas dari daya penyebaran dan perkecambahan bijinya.
Berdasarkan pengamatan di lapangan, jenis Aglaia sp merupakan jenis yang mampu menghasilkan buah yang banyak dan dapat menjadi pakan alami hewan-
hewan pemakan buah seperti burung, tupai dan kera sehingga hewan-hewan tersebut juga sangat membantu dalam penyebaran bijinya. Monk et al, 2000,
menyatakan pohon-pohon yang tumbuh di bawah ketinggian optimum, umumnya mengandalkan pasokan bijinya dari pohon-pohon di ketinggian atasnya.
Tabel 4 menunjukkan pada tingkatan pohon, nilai DR tertinggi di lokasi II dijumpai pada jenis Lithocarpus sp.1 21,36 disusul oleh jenis Actinodaphne sp
20,42, hal yang sangat wajar bila jenis tersebut mendominasi dilokasi ini mengingat lokasi ini masih berada pada hutan pegunungan bawah yang dikenal
dengan zona Laurofagaceum Steenis, 2006. Tingginya nilai tersebut menyatakan bahwa jenis ini dapat berkembang dengan baik pada lokasi ini.
Pada tingkatan pole nilai DR tertinggi ditempati oleh jenis Eugenia operculata 24,59 disusul oleh jenis Brassaiopsis glomerulata 19,32 yang
menunjukkan nilai mencolok jika dibandingkan dengan jenis lainnya. Jenis ini tersebar merata di hutan gunung Sinabung baik pada tempat-tempat tertutup
Universitas Sumatera Utara
ataupun terbuka. Besarnya nilai DR ditentukan oleh besarnya diameter pohon dan banyaknya jumlah individu dari jenis tersebut dilokasi ini. Semakin besar diameter
suatu pohon menunujukkan bahwa semakin cepat pembentukan biomassanya sehingga dengan kata lain nilai DR dapat dijadikan sebagai parameter untuk
menentukan biomassa pada suatu tegakan. Besarnya nilai DR tergantung dari Luas Bidang Dasar LBD suatu pohon, sehingga semakin tinggi LBD nya maka
semakin besar nilai DR nya. Nilai Dominasi Relatif menunjukkan proporsi antara luas tempat yang ditutupi oleh jenis tumbuhan dengan luas total habitat serta
menunjukkan jenis tumbuhan yang dominan didalam komunitas Indriyanto, 2006. Dominansi jenis menunjukkan jenis-jenis tumbuhan yang berperan penting
dalam suatu komunitas di areal hutan. Dominansi jenis ini ditunjukkan dengan Nilai Indeks Nilai Penting INP tertinggi. Tingginya nilai INP pun menunjukkan
bahwa jenis-jenis tersebut mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya lebih baik dibanding jenis lainnya Rahmasari, 2011.
Indeks Nilai Penting merupakan hasil penjumlahan nilai relatif ketiga parameter kerapatan, frekuensi dan dominasi yang telah diukur sebelumnya
sehingga nilainya juga bervariasi. Nilai INP tertinggi pohon pada lokasi I ditemukan pada jenis Aglaia sp sebesar 36,7 diikuti dengan Lithocarpus bancana
sebesar 33,05 dan disusul oleh Neocinnamomum sp sbesar 29,96. Indeks Nilai Penting terendah di lokasi ini ditemukan pada jenis Anneslea sp Theaceae dan
Pyrenaria serrata Theaceae dengan nilai yang sama yaitu sebesar 2,63. Rendahnya nilai ini menyatakan lingkungan tidak mendukung pertumbuhan jenis
tersebut pada lokasi ini. Famili Theaceae banyak ditemukan di hutan hujan terutama hutan pegunungan diatas 1000 m dengan suhu yang relatif rendah dan
pada umumnya famili ini dijumpai pada hutan pegunungan atas. Hutan pegunungan Jawa bagian barat sampai Gunung Merapi dapat ditemukan jenis ini pada
ketinggian mencapai 2200 mdpl Steenis, 2010. Nilai INP tertinggi pada tingkatan pole di lokasi I ditemukan pada jenis
Aglaia sp dengan nilai 73,95 disusul oleh jenis Neocinnamomum sp 30,3 dan Villebrunea rubescens 25,24. Jenis ini merupakan jenis yang jarang dijumpai
pada daerah-daerah lain, namun tidak demikian halnya di hutan gunung sinabung. Penelitian yang dilakukan oleh Arrijani 2008 melaporkan bahwa jenis ini juga
Universitas Sumatera Utara
merupakan tumbuhan Dominan di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Tingginya nilai INP menunjukkan produktivitas yang besar dari jenis-jenis tersebut
Odum, 1971. Jenis pohon dominan pada lokasi II adalah Lithocarpus sp.1 dengan nilai
INP sebesar 45,19 diikuti oleh Actinodaphne sp, Eugenia operculata, dan Lithocarpus sp.2 dengan nilai berturut-turut 40,57, 36,13 dan 33,10. Jenis
pohon-pohon ini tidak jauh berbeda bila dibandingkan dengan lokasi 1. Hasil pengukuran faktor fisik lingkungan menunjukkan sedikit perbedaan lokasi ini
dengan lokasi I. Suhu udara pada lokasi ini berkisar 20 C dengan intensitas cahaya
sebesar 440x2000 luks dan kelembaban berkisar 81. Kesamaan faktor fisik ini memungkinkan tumbuhan jenis yang sama untuk dapat hidup dilokasi ini.
Nilai penting tertinggi pada tingkatan pole pada lokasi II sebesar 65,34 yang dijumpai pada jenis Eugenia operculata. Selain jenis tersebut, jenis dominan
lainnya adalah Brassaiopsis glomerulata yang memiliki INP sebesar 53,95 dan Actinodaphne sp dengan INP sebesar 33,77. Besarnya nilai INP pohon Lithocarpus
sp.1 pada lokasi II ini tidak menjamin tingginya nilai INP pada tingkatan pole anakan nya. Hal ini kemungkinan disebabkan karena kurang berhasilnya jenis
tersebut dalam perkecambahan bijinya. Biji Fagaceae umumnya berkulit keras dan mempunyai dormansi yang lama sehingga pada saat penelitian anakannya sangat
sulit didapatkan pada lantai hutan. Lokasi III merupakan lokasi yang didominasi oleh pohon Mycromeles
corymbifera bahasa lokal : Taren yang termasuk dalam Famili Rosaceae. Menurut informasi penduduk setempat pohon ini banyak dijumpai pada ketinggian
2000 mdpl dan menghasilkan buah yang menjadi makanan burung yang terdapat di jalur sigarang-garang dan dapat juga dimakan oleh manusia sebagai pelepas
dahaga. Pohon yang buahnya berasa manis ini tampaknya berhasil dalam menyebarkan jenisnya sehingga dapat ditemui hampir di seluruh plot penelitian.
Banyaknya jumlah individu jenis ini membuat nilai INP nya menjadi sangat mencolok dibanding dengan jenis-jenis lainnya yaitu sebesar 232,69 pada
tingkatan pohon dan 122,27 pada tingkatan pole. Tumbuhan ini umumnya tumbuh pada tempat-tempat terbuka di hutan Gunung Sinabung jalur Sigarang-
garang. Keberhasilan jenis ini tumbuh pada lokasi yang memiliki intensitas cahaya
Universitas Sumatera Utara
yang tinggi tidak terlepas dari proses pembungaannya. Salah satu respon tumbuhan terhadap cahaya adalah memunculkan bunga yang disebut dengan peristiwa
fotoperiodisme. Hutan-hutan di Indonesia pada lereng timur nya mendapat cahaya lebih banyak dibandingkan lereng barat Steenis, 2010. Pada lokasi penelitian
jenis ini merupakan jenis yang dapat memunculkan bunga pada intensitas cahaya tinggi sehingga dapat berkembang baik di lokasi III. Menurut Sundarapandian dan
Swamy 2000 dalam Arrijani 2008, indeks nilai penting merupakan salah satu parameter yang dapat memberikan gambaran tentang peranan jenis yang
bersangkutan dalam komunitasnya atau pada lokasi penelitian. INP seluruh jenis selanjutnya menjadi dasar untuk mengitung indeks diversitas H’.
Semua lokasi penelitian menunjukkan struktur dan komposisi yang berbeda-beda baik pada tingkatan pohon maupun pole. Perubahan struktur dan
komposisi tidak hanya dapat dilihat untuk kelestarian pohon saja Muhdi, 2009. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perubahan struktur dan komposisi juga
merubah keberadaan hewan-hewan yang terdapat pada lingkungan seperti keberadaan jenis unggas Archaux, 2007 dalam Muhdi, 2009. Selanjutnya Slik et
al 2008 menjelaskan bahwa perubahan struktur dan komposisi juga mempengaruhi kadar CO
2
di atmosfer.
4.4 Indeks Keaneka raga man H’ dan Indeks Keseragaman E