commit to user 10
Tubulus proksimal berada sebagian besar di korteks ginjal. Diameternya ± 60 µm dan panjangnya ± 14 mm. Tubulus proksimal
terdiri dari pars konvulata yang berada di dekat korpuskulus ginjal dan pars rekta yang berjalan turun di medulla dan korteks, kemudian
berlanjut menjadi lengkung Henle di medulla. Sel-sel tubulus proksimal berbentuk kuboid selapis dengan batas sel yang tidak jelas dengan
sitoplasma eosinofilik dan bergranula dan inti sel yang besar, bulat dan berbentuk sferis di tengah sel. Puncak-puncak sel yang menghadap ke
lumen tubulus mempunyai mikrovili cukup panjang yang disebut brush border. Pada bagian basal sel tampak adanya garis-garis basal yang
disebut basal striation Gartner dan Hiatt, 2007. Penderita yang memakai analgetik dalam jumlah besar dapat
mengalami nefritis interstitial kronis dan sering disertai nekrosis papiler ginjal. Nefritis interstitial dapat terjadi karena konsumsi analgetik yang
toksikan dalam waktu yang lama. Asetaminofen, metabolit fenasetin, dapat merusak sel dengan ikatan kovalen dan jejas oksidatif
Robbins dan Kumar, 1995.
3. Parasetamol
Asetaminofen parasetamol merupakan metabolit fenasetin yang memiliki efek antipiretik yang sama dan telah digunakan sejak tahun
1893 Wilmana, 2001; Katzung, 1998. Obat ini adalah penghambat prostaglandin yang lemah pada jaringan perifer dan tidak memiliki efek
antiinflamasi yang bermakna Katzung, 1998. Efek antipiretik
commit to user 11
ditimbulkan oleh gugus aminobenzen Wilmana, 2001. Obat ini cukup aman untuk dosis terapi 1,2 grhari untuk dewasa Katzung, 1998.
Parasetamol diabsorbsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Absorbsinya tergantung kecepatan pengosongan lambung
Katzung, 1998. Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu setengah jam dan masa paruh plasma antara 1 - 3 jam. Dalam
plasma 25 parasetamol terikat protein plasma dan sebagian dimetabolisme enzim mikrosom hati Wilmana, 2001. Di dalam hati,
60 dikonjugasi dengan asam glukoronat, 35 asam sulfat dan 3 asam sistein Goodman dan Gilman, 2001. Secara normal, 90
parasetamol mengalami glukoronidasi dan sulfasi menjadi konjugat yang sesuai sedangkan sisanya 3 - 8 dimetabolisme melalui jalur
sitokrom P
450
Olson, 2004. Jalur glukuronidasi dan sulfasi tidak dapat digunakan lagi ketika asupan parasetamol jauh melebihi dosis terapi dan
akan beralih ke jalur sitokrom P
450
. Konjugasi melalui jalur sitokrom P
450
menghasilkan senyawa NAPQI yang merupakan metabolit intermediet parasetamol yang sangat aktif, elektrofilik dan bersifat
toksik bagi hati dan ginjal Goodman dan Gilman, 2001. Hepatotoksisitas tidak akan terjadi selama glutathione tersedia untuk
konjugasi senyawa NAPQI yang merupakan metabolit intermediet parasetamol tersebut. Glutathione yang terpakai akan lebih cepat dari
regenerasinya dengan berjalannya waktu dan akhirnya akan terjadi pengosongan glutathione dan terjadi penimbunan NAPQI. Metabolit ini
commit to user 12
akan berikatan kovalen dengan gugusan nukleofilik yang terdapat pada makromolekul sel seperti protein, DNA, dan mitokondria sehingga
menyebabkan hepatotoksisitas Hodgson dan Levi, 2000. Reaksi antara NAPQI dengan makromolekul memacu terbentuknya Radical Oxygen
Species ROS Klassen, 2003. Selain itu, NAPQI dapat menimbulkan stres oksidatif, yang berarti bahwa NAPQI dapat menyebabkan
terjadinya peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid merupakan bagian dari proses atau rantai reaksi terbentuknya radikal bebas Rubin et al., 2005.
NAPQI mengandung ion superoksidaradikal bebas oksigenO
2 -
yang merupakan oksidan bagi sel. O
2 -
ini dapat dinetralisir oleh SOD dan Cu
2+
menjadi hydrogen peroxide H
2
O
2
. Melalui reaksi Fenton dan Haber Weiss terbentuklah Radikal hidroksil OH
-
. Radikal hidroksil sangat reaktif dan toksik terhadap sel tubuh karena merusak senyawa-
senyawa penting tubuh yaitu asam lemak tak jenuh, DNA, dan protein Tjokroprawiro, 1993.
Radikal hidroksil juga dapat berikatan dengan asam lemak tak jenuh komponen glikolipid, fosfolipid dan kolesterol yang merupakan
penyusun membran sel, akibatnya terbentuklah lipid peroxide. Lipid peroxide
akhirnya akan
terpecah-pecah menjadi
beberapa malondialdehid MDA. MDA tersebut sangat toksik dan merusak
dengan akibat kematian sel Mayes, 1995.
commit to user 13
Efek samping paling serius dari kelebihan dosis akut parasetamol adalah nekrosis hati yang fatal. Nekrosis tubulus renalis dan
hipoglikemia juga dapat terjadi setelah menelan dosis tunggal 10-15 gr 150-250 mgkg BB. Dosis 20-25 gr atau lebih dapat menyebabkan
akibat fatal. Sekitar 10 pasien keracunan yang tidak mendapatkan pengobatan yang spesifik berkembang menjadi kerusakan hati yang
hebat dan 10-20 akhirnya meninggal karena kegagalan fungsi hati. Kegagalan ginjal akut juga terjadi pada beberapa pasien Goodman dan
Gilman, 2001. Sedangkan dosis toksik untuk tikus atau LD50 tikus adalah 1944 mgkg BB Genome Alberta, 2006. Penelitian pada hewan
coba menunjukkan bahwa ketika parasetamol memenuhi ginjal, parasetamol akan dioksidasi melalui sitokrom P
450
sehingga dapat menyebabkan kerusakan tubulus Zlatkovic et al., 1998.
4. Mikroskopis Kerusakan Ginjal Setelah Pemberian Parasetamol Dosis Toksik