Pemanfaatan Limbah Pulp Buah Semangka (Citrullus vulgaris, Schard) Untuk Pembuatan Nata De Watermelon Pulp Dengan Menggunakan Bakteri Acetobacter xylinum

(1)

PEMANFAATAN LIMBAH PULP BUAH SEMANGKA

(Citrullus vulgaris, Schard) UNTUK PEMBUATAN

NATA DE WATERMELON PULP DENGAN

MENGGUNAKAN BAKTERI

Acetobacter xylinum

SKRIPSI

MAWADDAH

080822009

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

PEMANFAATAN LIMBAH PULP BUAH SEMANGKA (Citrullus vulgaris, Schard) UNTUK PEMBUATAN

NATA DE WATERMELON PULP DENGAN MENGGUNAKAN BAKTERI

Acetobacter xylinum

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

MAWADDAH 080822009

PROGRAM STUDI S1 KIMIA EKSTENSI DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(3)

PERSETUJUAN

Judul : PEMANFAATAN LIMBAH PULP BUAH

SEMANGKA (Citrullus vulgaris, Schard) UNTUK PEMBUATAN NATA DE WATERMELON PULP DENGAN MENGGUNAKAN BAKTERI

Acetobacter xylinum

Kategori : SKRIPSI

Nama : MAWADDAH

Nomor Induk Mahasiswa : 080822009

Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA EKSTENSI Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di

Medan, Januari 2011

Komisi Pembimbing :

Pembimbing II, Pembimbing I,

Dra. Emma Zaidar Nst, M.Si Dr. Yuniarti Yusak, MS NIP 195509181987012001 NIP 130 809 726

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr.Rumondang Bulan Nst, M. S NIP 195408301985032001


(4)

PERNYATAAN

PEMANFAATAN LIMBAH PULP BUAH SEMANGKA (Citrullus vulgaris, Schard) UNTUK PEMBUATAN NATA DE WATERMELON PULP DENGAN

MENGGUNAKAN BAKTERI Acetobacter xylinum

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Januari 2011

Mawaddah 080822009


(5)

PENGHARGAAN

Bismillahirrahmanirrahim

Puji Syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karuniaNya yang tiada henti diberikan kepada penulis dalam melaksanakan penelitian dan penyelesaian skripsi ini. Shalawat beriring salam kita sampaikan kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW, semoga kita mendapat syafaatnya di yaumil akhir kelak. Amin.

Ucapan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada kedua orangtua, Ayahanda H. Rusdi Ibrahim dan Ibunda Hj. Rosmaini atas segala pengorbanan dan kasih sayang yang begitu besar diberikan kepada penulis sampai detik ini. Dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan terimakasih yang begitu besar kepada:

1. Dr. Yuniarti Yusak, MS selaku pembimbing I yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis dalam melaksanakan penelitian dan penyelesaian skripsi.

2. Dra. Emma Zaidar Nst, Ms selaku pembimbing II dan dosen pembimbing akademis, yang telah memberi tambahan masukan dan bimbingan kepada penulis.

3. Dr. Rumondang Bulan, Ms selaku ketua jurusan Departemen Kimia. 4. Dita, kak Astri dan teman-teman kimia ekstensi 2008.

5. Sahabat yang telah banyak memberikan bantuan serta dorongan semangat kepada penulis, Heryani Sitanggang dan Nadia Hifliza.

6. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, semoga Allah SWT membalasnya dengan yang terbaik. Amin.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran untuk lebih memperbaiki isi dari skripsi ini dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Januari 2010 Penulis,


(6)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah limbah pulp buah semangka dapat diolah sebagai bahan baku pembuatan nata dan bagaimana pengaruh pemakaian berat pulp semangka terhadap kualitas nata yang dihasilkan. Penelitian dilakukan dengan memvariasikan berat pulp semangka yakni, 10 g, 20 g, 30g, 40g, 50g, 60g, dan pulp semangka tanpa gula sebagai kontrol. Analisa data secara statistika meliputi pengukuran ketebalan, kadar air, kadar abu, kadar serat kasar serta uji organoleptik terhadap tekstur, warna, aroma, dan rasa nata de watermelon pulp. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nata yang paling tebal yakni 1,94 cm diperoleh dengan pemakaian 50 g pulp semangka, kadar air paling tinggi yakni 85,70% diperoleh dengan pemakaian pulp semangka tanpa gula, kadar abu tertinggi 1,57% diperoleh pada pemakaian 10 g pulp semangka dan kadar serat tertinggi yakni 3,95% diperoleh pada pemakaian 30 g pulp semangka. Uji organoleptik terhadap tekstur yang paling disukai pada pemakaian 10 g, warna dan aroma yang paling disukai pada pemakaian 20 g, sedangkan rasa yang paling disukai pada pemakaian 30 g pulp semangka.


(7)

THE USING OF WATERMELON PULP WASTE (Citrullus vulgaris, Schard) TO MAKE NATA DE WATERMELON PULP USE

Acetobacter xylinum BACTERIA

ABSTRACT

This research done to know can or not the waste of watermelon pulp use to produce nata and how the effect of mass variation using to nata’s quality. This research was done with mass variation of watermelon pulp that is 10 g, 20 g, 30 g, 40 g, 50 g, 60 g, and watermelon pulp without adding sugar as control. Statistical analysis count the thickness, water content, ash content, fiber content and organoleptic test of texture, color, aroma, and taste of nata de watermelon pulp. The result shows that the highest water content is 85,70% given with using 50 g of watermelon pulp, the highest ash content is 1,57 % given with using 10 g of watermelon pulp, the highest fiber content is 3,95 % given with using 30 g of watermelon pulp. Organoleptic test was the most like texture using 10 g of watermelon pulp, the most like color and aroma using 20 g of watermelon pulp, the most like taste using 30 g of watermelon pulp.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak v

Abstract vi

Daftar Isi vii

Daftar Tabel x

Daftar Gambar xi

Daftar Lampiran xii

Bab 1 Pendahuluan 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 3

1.3 Pembatasan Masalah 3

1.4 Tujuan Penelitian 4

1.5 Manfaat Penelitian 4

1.6 Metodologi Penelitian 4

1.7 Lokasi Penelitian 5

Bab 2 Tinjauan Pustaka 6

2.1 Buah Semangka 6

2.1.1 Sistematika Tanaman Semangka merah 6

2.1.2 Manfaat Buah Semangka 7

2.1.3 Kandungan Gizi Buah Semangka 7 2.1.4 Manfaat dan Kandungan Gizi pulp Buah Semangka 8

2.2 Acetobacter xylinum 9

2.3 Selulosa 10

2.3.1 Selulosa Tumbuhan 10

2.3.2 Selulosa Bakteri 11

2.4 Fermentasi 13

2.4.1 Pengendalian Fermetasi 14

2.4.2 Keuntungan dan Kerugian Fermentasi 15

2.5 Fermentasi Nata 16

2.6 Kadar Nutrisi Nata 18

2.6.1 Kadar Air 18

2.6.2 Kadar Abu 18

2.6.2 Kadar Serat Kasar 19

2.7 Uji Organoleptik 20

2.8 Syarat Mutu Nata 21

Bab 3 Metode Penelitian 22

3.1 Alat dan Bahan 22

3.1.1 Alat-alat 22


(9)

3.2 Prosedur Penelitian 23

3.2.1 Pembuatan Larutan 23

3.2.2 Pembuatan Starter 24

3.2.3 Pembuatan Nata de Watermelon Pulp Tanpa

Penambahan gula (kontrol) 24

3.2.4 Pembuatan Nata de Watermelon Pulp 25

3.3 Parameter yang Diamati 25

3.3.1 Pengukuran Ketebalan Nata 25

3.3.2 Pengukuran Kadar Air dengan Metode Termogravimetri 26 3.3.3 Pengukuran Kadar abu dengan Metode Gravimetri 26 3.3.4 Pengukuran Kadar Serat Kasar dengan Metode

Warren Wet 26

3.3.5 Penentuan Uji Organoleptik 27

3.4 Bagan Penelitian 28

3.4.1 Pembuatan Starter 28

3.4.2 Pembuatan Nata de Watermelon Pulp Tanpa

penambahan gula (kontrol) 29 3.4.3 Pembuatan Nata de Watermelon Pulp 30 3.4.5 Pengukuran Kadar Air dengan Metode Termogravimetri 31 3.4.6 Pengukuran Kadar abu dengan Metode Gravimetri 31 3.4.7 Pengukuran Kadar Serat Kasar dengan Metode

Defatting dan Digestion 32

3.4.8 Penentuan Uji Organoleptik 33

Bab 4 Hasil dan Pembahasan 34

4.1 Hasil Penelitian 34

4.2 Perhitungan 35

4.2.1 Perhitungan Kadar Air 35

4.2.2 Perhitungan Kadar Abu 35

4.2.3 Perhitungan Kadar Serat Kasar 36 4.2.4 Rancangan Acak Lengkap Untuk Kadar Air, Abu, dan

Serat Kasar Nata de Watermelon Pulp 36 4.2.4.1Rancangan Acak Lengkap Untuk Ketebalan Nata

de Watermelon Pulp 37

4.2.4.2Rancangan Acak Lengkap Untuk Kadar Air Nata

de Watermelon Pulp 38

4.2.4.3Rancangan Acak Lengkap Untuk Kadar Abu Nata

de Watermelon Pulp 40

4.2.4.4Rancangan Acak Lengkap Untuk Kadar Serat

Kasar Nata de Watermelon Pulp 41 4.2.5 Rancangan Acak Lengkap Uji Organoleptik Terhadap

Tekstur, Warna, Aroma, serta Rasa Nata 42 4.2.5.1Rancangan Acak Lengkap Uji Organoleptik

Terhadap Tekstur Nata 43

4.2.5.2Rancangan Acak Lengkap Uji Organoleptik

Terhadap Warna Nata 45

4.2.5.3Rancangan Acak Lengkap Uji Organoleptik

Terhadap Aroma Nata 47

4.2.5.4Rancangan Acak Lengkap Uji Organoleptik


(10)

4.3 Pembahasan 50

4.3.1 Ketebalan Nata 50

4.3.2 Kadar Air Nata 51

4.3.3 Kadar Abu Nata 51

4.3.4 Kadar Serat Kasar Nata 52

4.3.5 Uji Organoleptik 52

4.3.5.1 Uji Organoleptik Terhadap Tekstur Nata 52 4.3.5.2 Uji Organoleptik Terhadap Warna Nata 53 4.3.5.3 Uji Organoleptik Terhadap Aroma Nata 53 4.3.5.4 Uji Organoleptik Terhadap Rasa Nata 54

Bab 5 Kesimpulan dan Saran 55

5.1 Kesimpulan 55

5.2 Saran 55

Daftar Pustaka 56


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Kandungan gizi buah semangka per 100 gram bahan 7

Tabel 2.2 Syarat Mutu Nata 21

Tabel 3.1 Skala Uji hedonik 27


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Kulit/Pulp Buah Semangka 8

Gambar 2.2 Struktur Kimia Selulosa 11

Gambar 2.3 Struktur Selulosa Bakteri 12


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Tabel 1. Data Hasil Pengukuran Ketebalan (cm) Pada Nata de Watermelon pulp 59 Tabel 2. Analisa Sidik Ragam Ketebalan Nata de Watermelon pulp 59 Tabel 3. Data Hasil Pengukuran Kadar Air (%) Pada Nata de Watermelon pulp 60 Tabel 4. Analisa Sidik Ragam Kadar Air Nata de Watermelon pulp 60 Tabel 5. Data Hasil Pengukuran Kadar Abu (%) Pada Nata de Watermelon pulp 61 Tabel 6. Analisa Sidik Ragam Kadar Abu Nata de Watermelon pulp 61 Tabel 7. Data Hasil Pengukuran Kadar Serat Kasar (%) Pada Nata de

Watermelon pulp 62

Tabel 8. Analisa Sidik Ragam Kadar Serat Kasar Nata de Watermelon pulp 62 Tabel 9. Data Hasil Uji Organoleptik Terhadap Tekstur Nata de

Watermelon pulp 63

Tabel 10. Analisa Sidik Ragam Uji Organoleptik Terhadap Tekstur Nata 63 Tabel 11. Data Hasil Uji Organoleptik Terhadap Warna Nata de

Watermelon pulp 64

Tabel 12. Analisa Sidik Ragam Uji Organoleptik Terhadap Warna Nata 64 Tabel 13. Data Hasil Uji Organoleptik Terhadap Aroma Nata de

Watermelon pulp 65

Tabel 14. Analisis Sidik Ragam Uji Organoleptik Terhadap Aroma Nata 65 Tabel 15. Data Hasil Uji Organoleptik Terhadap Rasa Nata de

Watermelon pulp 66

Tabel 16. Analisis Sidik Ragam Uji Organoleptik Terhadap Rasa Nata 66 Gambar 1. Grafik hasil pengukuran ketebalan nata de watermelon pulp 67 Gambar 2. Grafik hasil pengukuran kadar air nata de watermelon pulp 67 Gambar 4. Grafik hasil pengukuran kadar serat kasar nata de watermelon pulp 68 Gambar 3. Grafik hasil pengukuran kadar abu nata de watermelon pulp 68 Tabel 17. Titik-titik Sebaran F 5% dan F 1% 69


(14)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah limbah pulp buah semangka dapat diolah sebagai bahan baku pembuatan nata dan bagaimana pengaruh pemakaian berat pulp semangka terhadap kualitas nata yang dihasilkan. Penelitian dilakukan dengan memvariasikan berat pulp semangka yakni, 10 g, 20 g, 30g, 40g, 50g, 60g, dan pulp semangka tanpa gula sebagai kontrol. Analisa data secara statistika meliputi pengukuran ketebalan, kadar air, kadar abu, kadar serat kasar serta uji organoleptik terhadap tekstur, warna, aroma, dan rasa nata de watermelon pulp. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nata yang paling tebal yakni 1,94 cm diperoleh dengan pemakaian 50 g pulp semangka, kadar air paling tinggi yakni 85,70% diperoleh dengan pemakaian pulp semangka tanpa gula, kadar abu tertinggi 1,57% diperoleh pada pemakaian 10 g pulp semangka dan kadar serat tertinggi yakni 3,95% diperoleh pada pemakaian 30 g pulp semangka. Uji organoleptik terhadap tekstur yang paling disukai pada pemakaian 10 g, warna dan aroma yang paling disukai pada pemakaian 20 g, sedangkan rasa yang paling disukai pada pemakaian 30 g pulp semangka.


(15)

THE USING OF WATERMELON PULP WASTE (Citrullus vulgaris, Schard) TO MAKE NATA DE WATERMELON PULP USE

Acetobacter xylinum BACTERIA

ABSTRACT

This research done to know can or not the waste of watermelon pulp use to produce nata and how the effect of mass variation using to nata’s quality. This research was done with mass variation of watermelon pulp that is 10 g, 20 g, 30 g, 40 g, 50 g, 60 g, and watermelon pulp without adding sugar as control. Statistical analysis count the thickness, water content, ash content, fiber content and organoleptic test of texture, color, aroma, and taste of nata de watermelon pulp. The result shows that the highest water content is 85,70% given with using 50 g of watermelon pulp, the highest ash content is 1,57 % given with using 10 g of watermelon pulp, the highest fiber content is 3,95 % given with using 30 g of watermelon pulp. Organoleptic test was the most like texture using 10 g of watermelon pulp, the most like color and aroma using 20 g of watermelon pulp, the most like taste using 30 g of watermelon pulp.


(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sekitar 20-60% bahan baku agroindustri biasanya akan menjadi limbah. Jika limbah tidak ditangani secara benar, akan mudah membusuk dan akhirnya mencemari lingkungan. Pengolahan limbah biasanya menggunakan alat pengolah limbah seperti alat pengolah pupuk organik dan alat pengering. Peralatan tersebut memerlukan biaya investasi yang mahal. Karena itu, perlu mencari solusi pengolahan limbah yang menguntungkan dan murah. Salah satu cara memanfaatkan limbah pertanian, yakni pembuatan nata. Hal ini telah dilakukan di beberapa industri skala rumah tangga untuk mengolah limbah seperti air kelapa, kulit nanas, dan pulp kakao. (Warisno, 2009)

Buah Semangka diketahui mengandung zat-zat tertentu yang cukup efektif dalam membunuh sel-sel kanker. Hasil percobaan menunjukkan bahwa semangka, mengandung zat-zat yang dapat menstimulir phagocyte. Phagocyte adalah suatu sel darah yang mampu melindungi sistem darah dari infeksi dengan cara menyerap mikroba untuk mematikan sel-sel penyebab penyakit kanker. (Prajnanta, 2003)

Menurut riset dari Bhimu Patil, seorang peneliti dari Texas A&M's Fruit and Vegetable Improvement Center, Amerika Serikat, pada pulp buah semangka banyak ditemuka n zat citrulline, yakni sekitar 60 persen dibanding dagingnya. Zat citrulline ini akan bereaksi dengan enzim tubuh ketika dikonsumsi, lalu diubah menjadi arginin, asam amino non essensial yang berkhasiat bagi jantung, sistem peredaran darah dan kekebalan tubuh. pulp buah semangka juga kaya akan vitamin, mineral, enzim, dan klorofil, besi, magnesium, yang memiliki banyak manfaat bagi kesehatan.


(17)

Nata merupakan suatu bahan makanan hasil fermentasi oleh bakteri Acetobacter xylinum yang kaya akan selulosa, bersifat kenyal dan rasanya menyerupai kolang-kaling. Nata merupakan selulosa bakteri yang terbentuk sebagai aktivitas bakteri. Selulosa ini merupakan produk bakteri yang membentuk slime (menyerupai kapsul) dan pada akhirnya bakteri tersebut terperangkap di dalam masa fibrilar selulosa tersebut. (Budiyanto, 2004)

Menurut Thimann (1962), pembentukan nata terjadi karena proses pengambilan glukosa oleh sel-sel Acetobacter xylinum. Kemudian glukosa tersebut digabungkan dengan asam lemak membentuk prekusor (penciri nata) pada membran sel. Prekusor ini selanjutnya dikeluarkan bersama enzim mempolimerisasikan glukosa menjadi selulosa di luar sel. (Palungkun, 2006)

Nata merupakan selulosa sintetik yang dihasilkan oleh bakteri Acetobacter xylinum. Bakteri nata ini berasal dari biakan murni atau bibit. Biakan murni merupakan bakteri yang berada dalam kondisi dormansi (istirahat) dan belum terkontaminasi mikroorganisme lainnya. Biakan murni ini perlu diaktifkan terlebih dahulu, yakni dengan menyediakan kondisi lingkungan (suhu dan pH) yang optimal dan makanan yang dibutuhkan. (Warisno, 2009)

Karena kandungan gizi yang rendah, produk ini aman dimakan oleh siapa saja dan tidak akan menyebabkan gemuk, sehingga sangat dianjurkan bagi mereka yang sedang diet rendah kalori untuk menurunkan berat badan. Keunggulan lain dari nata adalah kandungan seratnya yang cukup tinggi. Tanpa adanya serat dalam makanan, maka kita akan mudah mengalami gejala sembelit atau konstipasi (susah buang air besar), kanker usus besar, kencing manis, jantung koroner. (Palungkun, 2006)

Berbagai penelitian ilmiah telah membuktikan bahwa air buah kelapa dapat diganti dengan bahan lain sebagai bahan baku pembuatan nata. Effendy (1995) melakukan penelitian pengaruh pH dan penambahan sukrosa pada pembuatan nata dari sari buah mangga, hasilnya diperoleh nata de mango dengan kadar air 89,57%, kadar abu 0,51%, dan serat kasar 5,60%. Hartoyo (1995) melakukan penelitian produksi nata dengan menggunakan bahan baku limbah cair pabrik tahu dengan berbagai konsentrasi yang berbeda, hasilnya diperoleh nata de soya dengan kadar air


(18)

92,72%, kadar abu 0,63%, dan serat kasar 3,01%. Oleh karena itu penulis tertarik untuk memanfaatkan limbah pulp buah semangka untuk dijadikan bahan baku pembuatan nata dengan memvariasikan berat pulp buah semangka yang dilakukan melalui proses fermentasi menggunakan bakteri Acetobacter xylinum dengan menganalisis kandungan serta kualitas dari nata yang diperoleh.

1.2 Permasalahan

Semangka merupakan salah satu buah tropis yang cukup digemari masyarakat Indonesia, limbah pulp yang dihasilkan dari semangka ini cukup banyak yaitu sekitar 30 % dari buah itu sendiri. Limbah ini biasanya hanya dibuang begitu saja dan jika tidak ditangani dengan benar maka akan mencemari lingkungan. Sehingga timbul permasalahan bagaimana cara penanganan limbah yang cukup banyak yang dihasilkan oleh buah semangka ini agar dapat dimanfaatkan kembali menjadi sebuah produk pangan. Dari penelitian sebelumnya telah dibuktikan bahwa nata dapat dibuat dari limbah-limbah organik lainnya seperti nata de banana skin yang dibuat dari limbah kulit pisang. Untuk itu penulis ingin mengetahui apakah limbah pulp semangka dapat diolah menjadi produk nata dan bagaimana pengaruh berat pulp semangka dan terhadap kualitas nata yang dihasilkan.

1.3 Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini permasalahan dibatasi pada :

1. Bahan baku pembuatan nata adalah pulp buah semangka yang diperoleh dari penjual buah di kawasan kampus USU, Medan.

2. Variasi berat pulp buah semangka yang ditambahkan pada media fermentasi adalah 10 g, 20 g, 30 g, 40 g, 50 g, dan 60 g.

3. Konsentrasi gula yang ditambahkan pada media fermentasi adalah 20% 3. Waktu fermentasi pembuatan nata de watermelon pulp adalah 14 hari. 4. Parameter yang dianalisis adalah ketebalan, kadar air, kadar abu, kadar

serat kasar, serta uji organoleptik terhadap tekstur, warna, rasa, dan aroma nata de watermelon pulp.


(19)

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah pulp buah semangka dapat dijadikan sebagai bahan baku pembuatan nata yang dapat digunakan sebagai makanan ringan yang bermanfaat bagi masyarakat.

1.5 Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian diharapkan :

1. Dapat memanfaatkan limbah pulp buah semangka menjadi bahan pangan. 2. Produk yang dihasilkan dapat dijadikan sebagai makanan ringan berserat

tinggi yang bermanfaat bagi kesehatan.

1.6 Metodologi Penelitian

Penelitian ini adalah eksperimental laboratorium, dengan menggunakan sampel berupa pulp buah semangka yang diperoleh dari penjual buah di kawasan kampus USU, dimana langkah-langkah analisisnya adalah sebagai berikut :

1. Pulp buah semangka dengan variasi berat 10 g, 20 g, dan 30 g, 40 g, 50 g, dan 60 g difermentasi selama 14 hari hingga membentuk suatu lapisan dengan ketebalan tertentu yang disebut nata de watermelon pulp.

2. Penentuan kadar air dilakukan dengan metode termogravimetri, yaitu pengeringan di dalam oven pada suhu 100-1050C.

3. Penentuan kadar abu dilakukan dengan metode gravimetri, yaitu pengabuan didalam tanur pada suhu 5000C.

4. Penentuan kadar serat dilakukan dengan metode Warren Wet.

5. Penentuan uji organoleptik dilakukan dengan metode uji kesukaan yaitu dengan skala hedonik terhadap tekstur, warna, rasa, dan aroma nata.


(20)

Dalam penelitian ini digunakan tiga variabel yaitu variabel bebas, variabel tetap, dan variabel terikat.

1. Variabel bebas meliputi : a. Berat pulp buah semangka

2. Variabel tetap meliputi : a. Media fermentasi b. Konsentrasi gula c. Lama fermentasi d. pH media fermentasi e. Suhu fermentasi f. Nutrien

3. Variabel terikat meliput i : a. Kadar air

b. Kadar abu c. Kadar serat kasar d. Ketebalan nata e. Uji organoleptik

1.7 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia/Kimia Bahan Makanan FMIPA USU dan Laboratorium Sentral Fakultas Pertanian USU, Medan.


(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Buah Semangka

Semangka (Citrullus vulgaris, Schard) merupakan salah satu buah yang sangat digemari masyarakat Indonesia karena rasanya yang manis, renyah dan kandungan airnya yang banyak. Menurut asal-usulnya, tanaman semangka konon berasal dari gurun Kalahari di Afrika, kemudian menyebar ke segala penjuru dunia, mulai dari Jepang, Cina, Taiwan, Thailand, India, Belanda, bahkan ke Amerika. Semangka biasa dipanen buahnya untuk dimakan segar atau dibuat dikeringkan dan d memiliki kulit yang keras, berwarna hijau pekat atau hijau muda dengan larik-larik hijau tua tergantun kuning. (Prajnanta, 2003)

2.1.1 Sistematika Tanaman Semangka Merah

Berdasarkan klasifikasinya, tanaman semangka merah termasuk ke dalam: Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Subkelas : Sympetalae Ordo : Cucurbitales Famili : Cucurbitaceae Genus : Citrullus

Species : Citrullus vulgaris, Schard (Rukmana, 1994)


(22)

2.1.2 Manfaat Buah Semangka

Buah semangka diketahui mengandung zat-zat tertentu yang cukup efektif dalam membunuh sel-sel kanker, yaitu zat yang mampu menghidupkan aktivitas fungsi sel darah putih yang mampu meningkatkan sistem kekebalan. Hasil percobaan menunjukkan bahwa semangka mengandung zat-zat yang dapat menstimulir phagocyte, yaitu suatu sel darah yang mampu melindungi sistem darah dari infeksi dengan cara menyerap mikroba untuk mematikan sel-sel penyebab penyakit kanker. Kandungan kalori buah semangka sangat rendah sehingga semangka dapat berfungsi sebagai diuretik. Buah semangka mengandung pigmen karotenoid jenis flavonoid yang memberikan warna daging buah merah atau kuning. (Prajnanta, 2003)

2.1.3 Kandungan Gizi Buah Semangka

Kandungan gizi dari buah semangka dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut: Tabel 2.1 Kandungan gizi buah semangka per 100 gram bahan

Kandungan gizi Banyaknya

1) 2)

Air Kalori Protein Lemak Karbohidrat Kalsium Fosfor Zat Besi Serat Natrium Kalium Niacin Vitamin B1

Vitamin C 92,10 g 28,00 kal 0,50 g 0,20 g 6,90 g 7,00 mg 12,00 mg 0,20 mg - - - - 0,05 mg 6,00 mg 92,30 g 28,00 kal 0,10 g 0,20 g 7,20 g 8,00 mg 7,00 mg 0,20 mg 0,50 mg 1,00 mg 82,00 mg - 0,20 mg 6,00 mg

Sumber : 1) Direktorat gizi Depkes R.I (1981), 2) Food and Nutrition Research Center, Handbook No.1 Manila (1964).


(23)

2.1.4 Manfaat dan Kandungan Gizi Kulit/Pulp Buah Semangka

Menurut riset dari Bhimu Patil, seorang peneliti dan direktur Texas A&M's Fruit and Vegetable Improvement Center, Amerika Serikat, pada daging dan kulit/pulp buah semangka ditemukan zat citrulline. citrulline lebih banyak ditemukan pada kulit semangka yakni sekitar 60 persen dibanding dagingnya. Zat ini juga dapat ditemukan pada semua warna semangka dan yang paling tinggi kandungannya adalah jenis semangka kuning. Zat citrulline ini akan bereaksi dengan enzim tubuh ketika dikonsumsi dalam jumlah yang cukup banyak lalu diubah menjadi arginin, asam amino non essensial yang berkhasiat bagi jantung dan kekebalan tubuh.

Gambar 2.1 Kulit Buah Semangka (http://my.meishichina.com)

Kulit/pulp buah semangka juga kaya akan vitamin, mineral, enzim, dan klorofil. Vitamin-vitamin yang terdapat pada kulit buah semangka meliputi vitamin A, vitamin B2, vitamin B6, vitamin E, dan vitamin C. Kandungan vitamin E, vitamin C,

dan protein yang cukup banyak pada kulit buah semangka dapat digunakan untuk menghaluskan kulit, rambut, dan membuat rambut tampak berkilau. Sedangkan betakaroten dan likopen yang terdapat pada kulit buah semangka dapat dimanfaatkan sebagai antioksidan untuk mengencangkan kulit wajah dan mencegah timbulnya keriput pada wajah.

Cara memanfaatkan kulit/pulp semangka dapat dikatakan tidak sulit. Di beberapa negara seperti Amerika Selatan, Rusia, Ukraina, Rumania, Bulgaria, dan Arab, kulit buah semangka sering dibuat acar atau dimakan sebagai sayuran. Kulit buah semangka juga dapat diminum setelah dijus dengan campuran buah lainnya. Selain itu, kulit buah semangka dapat langsung digunakan dengan cara diparut dan ditempel pada wajah sebagai masker atau digosok-gosokkan pada kulit kepala untuk menghilangkan ketombe dan membuat rambut tampak lebih berkilau.


(24)

2.2 Acetobater xylinum

Acetobacter xylinum merupakan bakteri berbentuk batang pendek, yang mempunyai panjang 2 mikron dan lebar 0,6 mikron, dengan permukaan dinding yang berlendir. Bakteri ini biasa membentuk rantai pendek dengan satuan 6-8 sel dan dengan pewarnaan Gram menunjukkan Gram negatif. Pada kultur sel yang masih muda, individu sel berada sendiri-sendiri dan transparan. Koloni yang sudah tua membentuk lapisan menyerupai gelatin yang kokoh menutupi sel koloninya.

(http://inacofood.wordpress.com/)

Acetobacter xylinum memproduksi kapsul secara berlebihan dan digunakan dalam pembuatan nata de coco. (Fardiaz, 1992). Bakteri ini mampu mensintesis selulosa dari glukosa. Nata yang dihasilkan berupa pelikel yang mengambang di permukaan substrat. Bakteri ini juga terdapat pada produk kombucha yaitu teh yang difermentasi. (Hidayat, 2006)

Acetobacter xylinum dapat tumbuh dengan baik pada kondisi aerob, yaitu perlu adanya oksigen bebas dari udara dan dalam suasana asam. Untuk membuat suasana aerob biasanya wadah untuk fermentasi memiliki permukaan yang luas dan penutupan dengan penutup yang masih bisa ditembus oleh udara, misalnya dengan kertas yang berpori-pori. (Wahyudi, 2003)

Acetobacter xylinum yang ditambahkan pada awal fermentasi sebagai bibit dapat juga bersimbiosis dengan Acetobacter lain yang muncul selama proses fermentasi berlangsung. Keberadaanya dapat menguntungkan maupun merugikan bagi proses fermentasi. Selain itu, pada proses fermentasi dengan hasil yang baik, keragaman spesies Acetobacter yang ada dalam media fermentasi harus terkontrol, karena isolat Acetobacter yang berbeda akan menghasilkan karakter serat selulosa yang berbeda pula. (Hidayat, 2006)

Bakteri Acetobacter xylinum mengalami beberapa fase pertumbuhan sel yaitu fase adaptasi, fase pertumbuhan awal, fase pertumbuhan eksponensial, fase pertumbuhan lambat, fase pertumbuhan tetap, fase menuju kematian, dan fase kematian. Fase pertumbuhan adaptasi dicapai pada 0-24 jam sejak inokulasi. Fase


(25)

pertumbuhan awal dimulai dengan pembelahan sel dengan kecepatan rendah. Fase ini berlangsung beberapa jam saja. Fase eksponensial dicapai antara 1-5 hari. Fase ini sangat menentukan kecepatan strain Acetobacter xylinum dalam membentuk nata.

Fase pertumbuhan lambat terjadi karena nutrisi telah berkurang, terdapat metabolik bersifat racun yang menghambat pertumbuhan bakteri. Fase pertumbuhan tetap terjadi keseimbangan antara sel yang tumbuh dan yang mati. Matrik nata lebih banyak diproduksi pada fase ini. Fase menuju kematian terjadi akibat nutrisi dalam media sudah hampir habis. Setelah nutrisi habis, bakteri akan mengalami fase kematian. Pada fase kematian sel dengan cepat mengalami kematian. Bakteri hasil dari fase ini tidak baik untuk strain nata. (http://inacofood.wordpress.com/)

Meskipun bakteri Acetobacter xylinum dapat tumbuh pada pH 3,5 – 7,5, namun akan tumbuh optimal bila pH nya 4,3. Sedangkan suhu optimum bagi pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum pada suhu 28 – 310C. Bakteri ini sangat memerlukan oksigen. Sehingga dalam fermentasi tidak perlu ditutup rapat namun hanya ditutup untuk mencegah kotoran masuk ke dalam media yang dapat mengakibatkan kontaminasi. (http://inacofood.wordpress.com/)

2.3 Selulosa

2.3.1 Selulosa Tumbuhan

Selulosa merupakan komponen dasar dari bahan–bahan asal tumbuh-tumbuhan, dan produksi selulosa melampaui semua zat-zat alamiah lain. Zat- zat yang menetap di dalam tanah dan sisa tumbuh-tumbuhan yang dikembalikan ke dalam tanah, 40-70% terdiri dari selulosa. Komponen selulosa yang demikian tinggi menggaris bawahi pentingnya pengurai selulosa pada proses mineralisasi dan peredaran karbon. Sifat-sifat fisik dari fibril selulosa terutama kekokohan dan ketidaklarutannya, tidak sesuai dengan struktur berupa rantai tunggal. Seutas benang selulosa terdiri dari fibril selulosa yang diliputi oleh selaput lilin dan pektin. (Schiegel, 1994)


(26)

Selulosa adalah polisakarida yang terdiri dari rantai-rantai panjang unit-unit glukosa. Struktur dasarnya serupa dengan pati tetapi unit glukosanya berikatan dengan cara yang berbeda. Selulosa penting sebagai sumber serat dalam susunan makanan dan penting untuk kelancaran jalannya makanan dalam saluran pencernaan dan pengosongan periodik rongga lambung. Sapi dan binatang ruminansia lain dapat memecah dan menggunakan selulosa sebagai sumber energi karena mempunyai bakteri yang mampu memecah selulosa dalam rumennya. (Gaman, 1992)

Gambar 2.2 Struktur Kimia Selulosa

(Sumber : Fessenden, R.J, dan Fessenden, J.S., 1986)

Selulosa merupakan senyawa organik yang paling melimpah di bumi. Selulosa membentuk komponen serat dari dinding sel tumbuhan. Molekul selulosa merupakan rantai-rantai, atau mikrofibril dari D-glukosa sampai sebanyak 14.000 satuan yang terdapat sebagai berkas-berkas terpuntir mirip tali yang terikat satu sama lain oleh ikatan hidrogen. Suatu molekul tunggal selulosa merupakan polimer lurus dari 1,4’β -D-glukosa. Meskipun binatang menyusui tidak mengeluarkan enzim untuk memecah selulosa menjadi glukosa, bakteri dan protozoa tertentu mengeluarkan enzim-enzim ini. (Fessenden, R.J, dan Fessenden, J.S., 1986)

2.3.2 Selulosa Bakteri

Mikroorganisme yang dapat menghasilkan selulosa adalah Acetobacter. Acetobacter adalah suatu bakteri yang digunakan untuk memproduksi asam cuka. Dalam produksi asam cuka, sering ditemukan gel atau lapisan pada permukaan cairan. Sekitar seabad yang lalu materi ini ditetapkan sebagai selulosa. Selulosa yang berasal dari bakteri ini dinamakan selulosa bakteri, dan berbeda dengan selulosa yang berasal dari tumbuhan.


(27)

Selulosa bakteri ini telah dimakan selama beberapa tahun terakhir sebagai makanan pencuci mulut yang dinamakan ‘nata de coco’. (Phillips, G.O dan Williams, P.A., 2000)

Beberapa jenis polisakarida disintesis oleh bakteri. Sebagai contoh, A. xylinum memproduksi selulosa dari gliserol dan sumber karbon lainnya. (Pelczar, 1958) Selulosa bakteri mempunyai kadar air sekitar 98-99%, mempunyai daya serap yang baik terhadap cairan dan dapat disterilisasi tanpa merubah karakteristiknya. Karena bentuknya yang mirip seperti kulit manusia, selulosa bakteri dapat digunakan sebagai pengganti kulit untuk merawat luka bakar yang serius. Selulosa bakteri ini disintesis dari Acetobacter xylinum. Struktur serat dari selulosa bakteri ini terdiri dari jaringan mikrofibril tiga dimensi yang tersusun dari rantai glukosa yang terikat oleh ikatan hidrogen (Ciechańska, 2004)

Gambar 2.3 Struktur Selulosa Bakteri (http://res.titech.ac.jp)

Selulosa bakteri mempunyai struktur kimia yang sama dengan selulosa tumbuhan, dan merupakan suatu polisakarida rantai lurus yang mempunyai molekul D-glukosa yang dihubungkan oleh ikatan β-1,4. Meskipun mempunyai struktur kimia yang sama dengan selulosa tumbuhan, selulosa bakteri tersusun dari serat selulosa yang lebih banyak. Setiap serat tunggalnya memiliki diameter sekitar 50 nm, dan selulosa bakteri terdapat dalam bentuk kumpulan serat-serat tunggal yang berdiameter 0,1-0,2 µm. Sebagai perbandingan, diameter dari serat selulosa tumbuhan adalah sekitar 10-30 µm. (Phillips, G.O dan Williams, P.A., 2000).


(28)

Selulosa bakteri mempunyai keunggulan yaitu mempunyai kemurnian dan derajat kristalinitas yang tinggi, mempunyai kerapatan antara 300 dan 900 kg/m3, kekuatan tarik yang tinggi, serta elastis. (Krystinowich, 2001)

2.4 Fermentasi

Kata fermentasi berasal dari kata latin ferfere yang artinya mendidihkan. Ini dapat dianggap sebagai suatu peninggalan pada waktu ilmu kimia masih sangat muda sehingga terbentuknya gas dari suatu cairan kimia hanya dapat dibandingkan dengan keadaan seperti air mendidih. Pada masa itu memang belum diketahui bahwa kejadian tersebut dapat pula terjadi oleh terbentuknya gas-gas lain dalam cairan. (Judoamidjojo, 1992)

Fermentasi merupakan kegiatan mikrobia pada bahan pangan sehingga dihasilkan produk yang dikehendaki. Mikrobia yang umumnya terlibat dalam fermentasi adalah bakteri, khamir dan kapang. Contoh bakteri yang digunakan dalam fermentasi adalah Acetobacter xylinum pada pembuatan nata de coco. (Hidayat, 2006)

Terjadinya fermentasi ini dapat menyebabkan perubahan sifat bahan pangan, sebagai akibat dari pemecahan kandungan - kandungan bahan pangan tersebut. Misalnya buah atau sari buah dapat menghasilkan rasa dan bau alkohol, susu menjadi asam dan lainnya. (Winarno, 1980)

Fermentasi adalah reaksi dengan menggunakan biokatalis untuk mengubah bahan baku menjadi produk. Biokatalis yang digunakan adalah bakteri, yeast atau jamur. Prosesnya dilakukan dalam sebuah bejana yang disebut bioreaktor atau fermentor. Umpan yang masuk ke fermentor disebut substrat. Substrat utama adalah sumber karbon yang digunakan oleh mikroorganisme untuk memberikan energi untuk pertumbuhan dan produksi produk akhir.

Mikroorganisme juga membutuhkan nutrient lainnya. Nutrient ini juga menyediakan elemen-elemen kunci pada penyusunan struktur molekul dari komponen 2 sel seperti nukleus, dinding sel, dan membran. Nutrien yang umum adalah sulfur, phosphor, potassium, magnesium, nitrogen, dan mineral - mineral lainnya. Sel yang hidup


(29)

membutuhkan oksigen untuk memelihara pertumbuhan, sehingga kebutuhan oksigen untuk fermentasi dengan mikroorganisme aerobik disuplai dengan gelembung udara ke dalam fermentor. (Riadi, 2007)

Alat atau perlengkapan yang memberi kondisi untuk berlangsungnya bioreaksi dinamakan pula fermentor. Alat ini dapat dibuat dalam berbagai tipe. Menurut Denbigh dan Turner, (1971) jenis fermentor dapat digolongkan dalam tipe berikut:

1. Fermentor Batch (FB)

Fermentor tipe batch adalah jenis yang asli yang mempunyai kelemahan terutama dalam kecepatan produksi. Kondisi bahan maupun mikroorganisme dalam fermentor batch secara menyeluruh mengalami perubahan seiring dengan waktu sampai pada tingkat tertentu saat pemanenan harus dilakukan untuk proses lebih lanjut, seperti pemurnian dan lain sebagainya.

2. Fermentor Teraduk kontinu (FTK)

Pada fermentor teraduk kontinu terdiri dari deretan bejana silindrik yang dilengkapi masing-masing dengan alat pengaduk. Pemasukan bahan diberikan ke dalam bejana secara periodik. Bahan terfermen sebagian dipindahkan ke bejana selanjutnya dalam periode yang sama dalam pemberian pertama.

3. Fermentor Tubular (FT)

Fermentor tubular terdiri dari suatu tabung yang biasanya agak memanjang untuk menjamin berlangsungnya fermentasi secukupnya selama proses dalam tabung untuk dipanen pada terminal terakhir. (Judoamidjojo, 1992)

2.4.1 Pengendalian Fermentasi

Secara alami bahan pangan mengalami kontaminasi oleh mikrobia, dan akan menjadi busuk bilamana tidak dijaga. Jenis kegiatan yang akan berkembang tergantung pada kondisi lingkungan yang ada.


(30)

a. pH – kebanyakan bahan pangan segar alami yang dikonsumsi manusia sebagai bahan pangan bersifat asam. Rentang nilai pH untuk sayuran ialah 6,5-4,6 dan untuk buah-buahan ialah 4,5-3,0.

b. Sumber Energi – Oleh karena kebutuhan yang utama dari mikrobia ialah suatu sumber energi, maka karbohidrat yang terlarut dan cepat tersedia berpengaruh pada populasi mikroba yang akan mendominasi.

c. Oksigen – Derajat anaerobis merupakan faktor utama dalam pengendalian fermentasi. Populasi bakteri yang akan mendominasi suatu substart dapat dimanipulasikan dengan kebutuhan oksigennya dan ketersediannya. Produk akhir dari suatu fermentasi sebagian dapat dikendalikan dengan tegangan oksigen substrat apabila faktor-faktor lainnya optimum.

d. Suhu – setiap golongan mikrobia memiliki suhu pertumbuhan yang optimum, sehingga pengaturan suhu suatu substrat merupakan kendali yang positif terhadap pertumbuhannya. Untuk memperoleh hasil yang maksimum selama proses fermentasi, harus diciptakan kondisi suhu yang optimum bagi pertumbuhan organisme. (Desrosier, 1988)

2.4.2 Keuntungan dan Kerugian Fermentasi

Makanan-makanan yang mengalami fermentasi biasanya mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi daripada bahan asalnya. Hal ini tidak hanya disebabkan karena mikroba bersifat katabolitik atau memecah komponen-komponen yang kompleks menjadi zat-zat yang lebih sederhana sehingga lebih mudah dicerna, tetapi mikroba dapat juga mensintesa beberapa vitamin yang kompleks dan faktor-faktor pertumbuhan badan lainnya, misalnya produksi dari beberapa vitamin seperti riboflavin, vitamin B12 dan

provitamin A. ( Winarno, 1980)

Melalui proses fermentasi juga dapat terjadi pemecahan oleh enzim-enzim tertentu terhadap bahan-bahan yang tidak dapat dicerna oleh manusia seperti selulosa


(31)

menjadi gula sederhana atau turunannya. Beberapa makanan yang mengalami fermentasi juga dapat menyebabkan keracunan yang disebabkan oleh terbentuknya toksin sebagai hasil metabolisme mikroba selama tumbuh. ( Winarno, 1980)

2.5 Fermentasi Nata

Nata berasal dari bahasa spanyol yang berarti krim (cream). Krim ini dibentuk oleh mikroorganisme Acetobacter xylinum melalui proses fermentasi. Mikroorganisme ini membentuk gel pada permukaan larutan yang mengandung glukosa. (Palungkun, 2006)

Nata merupakan suatu bahan makanan hasil fermentasi oleh bakteri Acetobacter xylinum yang kaya akan selulosa, bersifat kenyal, transparan, dan rasanya menyerupai kolang-kaling. Menurut Rahman (1992) Acetobacter xylinum dapat tumbuh dan berkembang dalam medium glukosa dan akan mengubah glukosa menjadi selulosa. (Budiyanto, 2004)

Sumber glukosa merupakan faktor penting dalam proses fermentasi. Bakteri untuk menghasilkan nata membutuhkan sumber glukosa bagi proses metabolismenya. Glukosa akan masuk ke dalam sel yang dibutuhkan dalam perkembang biakannya. Jumlah glukosa yang ditambahkan harus diperhatikan sehingga mencukupi untuk metabolisme dan pembentukan pikel nata. (Hidayat, 2006). Tanpa penambahan gula, tekstur nata menjadi kurang tebal. Sebaliknya, penambahan gula yang terlalu banyak (konsentrasi gula terlalu pekat) menyebabkan bakteri mengalami plasmolisis (kematian). (Warisno, 2009)

Selain glukosa, nitrogen juga merupakan faktor penting. Nitrogen diperlukan untuk pertumbuhan sel dan pembentukan enzim. Zwelzeneur Ammonia (ZA) atau Urea mengandung nitrogen yang berguna untuk meningkatkan aktivitas atau sebagai nutrisi Acetobacter xylinum. Keuntungannya nata yang dihasilkan menjadi lebih banyak dalam waktu yang singkat. Sebaliknya, tanpa penggunaan nitrogen nata yang dihasilkan akan sedikit. (Warisno, 2009)


(32)

Bakteri Acetobacter xylinum akan tumbuh optimum pada media yang asam. Derajat keasaman yang dibutuhkan dalam pembuatan nata adalah 3-5. Pada kedua sisipH optimum, aktifitas enzim seringkali menurun dengan tajam. Suatu perubahan kecil pada pH dapat menimbulkan perbedaan besar pada kecepatan beberapa reaksi enzimatis yang amat penting bagi organisme. (Budiyanto, 2004). Jenis asam yang sering digunakan adalah asam asetat atau asam cuka. Kelebihannya, harga lebih murah dan mudah didapatkan dibanding asam organik lain. Jumlah penambahannya tergantung pada derajat keasaman media sebelumnnya. (Warisno, 2009)

Lama fermentasi yang digunakan dalam pembuatan nata ini pada umumnya 2-4 minggu. Minggu ke-2-4 dari waktu fermentasi merupakan waktu maksimal produksi nata. Tempat fermentasi sebaiknya tidak terbuat dari unsur logam karena mudah korosif, disamping itu tempat fermentasi diupayakan tidak mudah terkontaminasi, tidak terkena cahaya matahari, dan jauh dari sumber panas dan jangan sampai langsung berhubungan dengan tanah. (Budiyanto, 2004)

Selain itu, pada proses pembentukan nata harus dihindari gerakan atau goncangan karena akan menenggelamkan lapisan nata yang telah terbentuk yang menyebabkan terbentuknya lapisan baru, dimana lapisan pertama dan yang baru tidak dapat bersatu. Hal ini akan menyebabkan ketebalan produk nata menjadi tidak standard. Kriteria nata yang berkualitas dapat dilihat dari segi kandungan bahan gizi (protein, karbohidrat, lemak, air, abu, dan kadar serat), segi organoleptik (bau, rasa, warna, dan tekstur), dan dari segi penampakan produk (berat basah dan ketebalan produk). (Anonymous, 1991; Rahman, 1992)

Temperatur ruang inkubasi harus diperhatikan karena berkaitan dengan pertumbuhan bakteri sehingga dapat tumbuh dan berkembang baik secara optimal. Pada umumnya temperatur fermentasi untuk pembuatan nata adalah pada suhu kamar (280C). Jika suhu terlalu rendah nata yang dihasilkan kurang memuaskan. Temperatur ruang yang terlalu tinggi akan menganggu pertumbuhan bakteri nata yang akhirnya juga akan menghambat produksi nata. (Budiyanto, 2004)


(33)

Dari hasil penelitian yang telah ada ternyata nata mempunyai kandungan bahan gizi dan tingkat organoleptik yang berbeda. Perbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaan jenis bahan baku yang digunakan, konsentrasi starter, pH fermentasi, lama fermentasi, konsentrasi suplementasi, tempat fermentasi, dan sebagainya. (Budiyanto, 2004)

2.6 Kadar Nutrisi Nata

2.6.1 Kadar Air

Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan citarasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan (Winarno, 1997)

Air yang terdapat dalam bentuk bebas dapat membantu terjadinya proses kerusakan bahan makanan misalnya proses mikrobiologis, kimiawi, enzimatik, bahkan oleh aktivitas serangga perusak.

Salah satu cara penentuan kadar air adalah dengan metode pengeringan (thermogravimetri). Prinsipnya adalah menguapkan air yang ada dalam bahan dengan jalan pemanasan. Kemudian menimbang bahan sampai berat konstan yang berarti semua bahan sudah diuapkan. Untuk mempercepat penguapan air serta menghindari terjadinya reaksi yang menyebabkan terbentuknya air ataupun reaksi yang lain.

(Sudarmadji, 1989)


(34)

Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya. Bahan yang mempunyai kadar air tinggi sebelum pengabuan harus dikeringkan terlebih dahulu. Temperatur pengabuan harus diperhatikan karena banyak elemen abu yang dapat menguap pada suhu yang tinggi misalnya unsur K, Na, S, Ca, Cl, P.

Penentuan abu total dapat dikerjakan dengan pengabuan secara kering dan dapat pula secara basah. Penentuan kadar abu secara kering adalah dengan mengoksidasikan semua zat organik pada suhu yang tinggi, yaitu sekitar 500-6000C dan kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut. Penentuan kadar abu secara basah prinsipnya adalah memberikan reagen kimia tertentu kedalam bahan sebelum dilakukan pengabuan. Setelah selesai pengabuan, bahan kemudian diambil dari dalam cawan dan dimasukkan ke dalam oven bersuhu 1050C sekitar 15-30 menit selanjutnya dipindahkan ke dalam desikator yang telah dilengkapi dengan bahan penyerap uap air, kemudian dilakukan penimbangan sampai diperoleh berat abu yang konstan. (Sudarmadji, 1989)

2.6.3 Kadar Serat Kasar

Serat adalah komponen dalam makanan yang tidak dapat digunakan sebagai sumber energi karena tidak adanya enzim dalam usus manusia yang mampu menghidrolisis serat. (Budiyanto, 2004)

Serat kasar mengandung senyawa selulosa, lignin dan zat lain yang belum dapat diidentifikasi dengan pasti. Didalam analisa penentuan serat kasar diperhitungkan banyaknya zat-zat yang tak larut dalam asam encer ataupun basa encer dengan kondisi tertentu. Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisisnya adalah:

1. Menghilangkan lemak yang terkandung dalam sampel menggunakan pelarut lemak.


(35)

2. Pelarutan dengan asam dan pelarutan dengan basa. Kedua macam proses ini dilakukan dala keadaan tertutup pada suhu terkontrol (mendidih) dan sedapat mungkin dihilangkan dari pengaruh luar.

Langkah terakhir dari analisis serat kasar yaitu dengan mengabukan sampel dalam tanur.

Serat kasar sangat penting dalam penilaian kualitas bahan makanan karena merupakan indeks dan menentukan nilai gizi bahan makanan tersebut (Sudarmadji, 1989)

2.7 Uji Organoleptik

Uji organoleptik adalah penilaian menggunakan panca indera, penilaian menggunakan kemampuan sensorik, tidak dapat diturunkan pada orang lain. Salah satu pengujian organoleptik adalah dengan metode uji penyicipan. Dalam kelompok uji penyicipan ini termasuk uji kesukaan (hedonik). Pada uji hedonik, panelis diminta tangggapannya tentang kesukaan atau ketidaksukaan.

Disamping panelis mengemukakan tanggapan senang, suka atau kebalikannya, mereka juga mengemukakan tingkat kesukaanya. Tingkat kesukaan ini disebut skala hedonik. Dalam penganalisaan, skala hedonik diubah menjadi skala numerik menurut tingkat kesukaan. Dengan data numerik ini dapat dilakukan analisis-analisis statistik. (Soekarto, 1981)

Pengujian dilakukan oleh panelis sebanyak 15 orang. Panelis diberi formulir penilaian organoleptik dengan skala 1-5 menurut Elizabeth Larmond (1977) dengan kriteria sebagai berikut:

Amat sangat suka = 5 Sangat suka = 4 Suka = 5 Kurang suka = 5 Tidak suka = 5


(36)

2.8 Syarat Mutu Nata

Tabel 2.2 Syarat Mutu Nata

No Jenis Uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan :

1.1 Bau - Normal

1.2 Rasa - Normal

1.3 Warna - Normal

1.4 Tekstur - Normal

2 Bahan asing - Tidak boleh ada

3 Bobot tuntas % Min 50

4 Jumlah gula % Min 15

5 Serat makanan % Maks 4,5

6 Bahan tambahan makanan : 6.1 Pemanis buatan

- Sakarin - Siklamat

Tidak boleh ada Tidak boleh ada 6.2 Pewarna tambahan Sesuai SNI 01-0222-1995 6.3 Pengawet (Na-Benzoat) Sesuai SNI 01-0222-1995

7 Campran logam :

7.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks 0,2

7.2 Tembaga (Cu) mg/kg Maks 2,0

7.3 Seng (Zn) mg/kg Maks 5,0

7.4 Timah (Sn) mg/kg Maks 40,0/250,0

8 Cemaran arsen (As) Maks 0,1

9 Cemaran mikroba :

9.1 Angka lempeng total Koloni/g Maks 2,0 x 102

9.2 Coliform APM/g < 3

9.3 Kapang Koloni/g Maks 50

9.4 Khamir Koloni/g Maks 50


(37)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat-alat

1. Gelas Beaker Pyrex

2. Gelas ukur Pyrex

3. Labu Erlenmeyer Pyrex

4. Autoklaf Webecco

5. Batang pengaduk 6. Botol akuades 7. Bunsen

8. Cawan porselen

9. Corong Pyrex

10. Desikator 11. Hot plate

12. Indikator universal Merck

13. Pendingin Liebig 14. Pipet tetes 15. Jangka sorong

16. Labu takar Pyrex

17. Oven Gallen Kamp

18. Neraca analitis 19. Statif dan klem

20. Tanur Gallen Kamp

21. Tabung reaksi Pyrex


(38)

1. Air kelapa 2. Akuades

3. Sari pulp buah semangka 4. Gula pasir

5. Urea

6. Starter Acetobacter xylinum

7. CH3COOH pekat p.a (E. Merck)

8. H2SO4 pekat p.a (E.Merck)

9. NaOH(S) p.a (E.Merck)

10. K2SO4(S) p.a (E.Merck)

11. Alkohol 96% Teknis 96% (Bratachem)

12. n-heksan p.a (E.Merck)

13. Kertas saring

3.2 Prosedur Penelitian 3.2.1 Pembuatan larutan

a. Larutan CH3COOH 25 %

Sebanyak 25 ml CH3COOH pekat dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml,

diencerkan dengan akuades sampai garis tanda lalu dihomogenkan. b. Larutan H2SO4 1,25 %

Sebanyak 12,5 ml H2SO4 pekat dimasukkan ke dalam labu takar 1000 ml,

diencerkan dengan akuades sampai garis tanda lalu dihomogenkan. c. Larutan NaOH 1,25 %

Sejumlah 12,5 gram NaOH dimasukkan ke dalam labu takar 1000 ml, dilarutkan dengan akuades sampai garis tanda lalu dihomogenkan.

d. Larutan K2SO4 10%

Sejumlah 10 gram K2SO4 dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, dilarutkan


(39)

3.2.2 Pembuatan Starter

- Disaring sebanyak 1 liter air kelapa menggunakan kain kassa.

- Dimasukkan ke dalam gelas beaker lalu ditambah 10 % gula dan 0,5 % urea - Dimasak hingga mendidih dan semua bahan larut.

- Setelah mendidih ditambahkan asam asetat 25 % hingga pH larutan mencapai 3-4

- Dalam keadaan panas dimasukkan larutan ke dalam botol kaca yang telah disterilkan masing-masing sebanyak 300 ml, lalu ditutup dengan kertas roti dan diikat dengan karet dan dibiarkan hinga larutan menjadi dingin.

- Setelah larutan dingin dimasukkan 30 ml biakan Acetobacter xylinum ke dalam masing-masing botol, lalu ditutup kembali.

- Difermentasi selama kurang lebih 1 minggu atau sampai terbentuk lapisan putih (nata) pada permukaan larutan.

3.2.3 Pembuatan Nata de Watermelon Pulp Tanpa Penambahan gula (kontrol)

- 30 gram pulp buah semangka dicuci hingga bersih lalu dihancurkan

- Disaring dengan kain kassa dan diambil sarinya lalu diencerkan hingga 100 ml - Dimasukkan ke dalam gelas beaker lalu ditambah 0,5 % urea

- Dimasak hingga mendidih dan semua bahan larut.

- Setelah mendidih ditambahkan asam asetat 25 % hingga pH larutan mencapai 3-4

- Dalam keadaan panas dimasukkan larutan ke dalam gelas beaker yang telah disterilkan, lalu ditutup dengan kertas roti dan diikat dengan karet dan dibiarkan hinga larutan menjadi dingin.

- Setelah larutan dingin dimasukkan 10% starter Acetobacter xylinum lalu ditutup kembali.


(40)

3.2.4 Pembuatan Nata de Watermelon Pulp

- 10 gram pulp buah semangka dicuci hingga bersih lalu dihancurkan

- Disaring dengan kain kassa dan diambil sarinya lalu diencerkan hingga 100 ml - Dimasukkan ke dalam gelas beaker lalu ditambah 20 % gula dan 0,5 % urea - Dimasak hingga mendidih dan semua bahan larut.

- Setelah mendidih ditambahkan asam asetat 25 % hingga pH larutan mencapai 3-4

- Dalam keadaan panas dimasukkan larutan kedalam gelas beaker yang telah disterilkan, lalu ditutup dengan kertas roti dan diikat dengan karet dan dibiarkan hinga larutan menjadi dingin.

- Setelah larutan dingin dimasukkan 10% starter Acetobacter xylinum. - Difermentasi pada suhu kamar selama 14 hari.

- Diulangi perlakuan yang sama dengan variasi berat pulp buah semangka sebanyak 20 hingga 60 gram.

3.3 Parameter Yang Diamati 3.3.1 Pengukuran ketebalan nata

- Lapisan nata yang terbentuk diambil dari media fermentasi

- Diukur ketebalannya menggunakan jangka sorong pada empat sisi yang berbeda.


(41)

3.3.2 Penentuan kadar air dengan metode termogravimetri

- Ditimbang 2 gram nata dalam cawan porselen yang telah diketahui beratnya - Dikeringkan dalam oven pada suhu 100-1050C selama 6 jam

- Didinginkan dalam desikator selama 20 menit. Setelah dingin cawan porselen ditimbang.

- Dipanaskan kembali dalam oven, setelah itu didinginkan lalu ditimbang - Penimbangan diulangi sampai diperoleh berat yang konstan

- Dihitung kadar airnya dengan menggunakan rumus berikut:

3.3.3 Penentuan kadar abu dengan metode gravimetri

- Ditimbang 2 gram nata dalam cawan porselen yang telah diketahui beratnya. - Dibakar dalam tanur pengabuan pada suhu 5000C selama 5 jam sampai

diperoleh abu berwarna putih abu-abu - Didinginkan dalam desikator dan ditimbang

- Diulangi penimbangan sampai diperoleh berat yang konstan - Dihitung kadar abunya dengan menggunakan rumus berikut:

3.3.4 Penentuan kadar serat kasar dengan metode Warren Wet

- Pemisahan lemak dengan metode sokletasi.

Sebanyak 2 g nata yang telah dikeringkan pada suhu 1100C dan dihaluskan, lalu dilarutkan dalam 50 ml alkohol 96% dan diuapkan, selanjutnya ditambahkan 50 ml n-heksan kemudian direfluks selama 30 menit dan disaring.

- Ditambahkan 200 ml H2SO4 1,25%

- Dipasangkan labu Erlenmeyer pada pendingin liebig lalu didihkan selama 30 menit

100 %

berat uap yang hilang selama pengeringan

kadar air x

berat sampel

=

100 %

berat abu

kadar abu x

berat sampel


(42)

- Disaring dengan kertas saring lalu residu dicuci dengan akuades panas

- Dipindahkan residu secara kuantitatif ke dalam labu Erlenmeyer, sisanya dicuci dengan 200 ml NaOH 1,25% sampai semua residu masuk ke dalam labu Erlenmeyer

- Didihkan kembali selama 30 menit dan disaring dengan kertas saring yang telah diketahui beratnya

- Dicuci residu dengan K2SO4 10% lalu dicuci lagi dengan akuades panas dan

alkohol 96%

- Dikeringkan kertas saring dalam oven pada suhu 1100C - Didinginkan dalam desikator

- Diabukan dalam tanur pada suhu 5500C lalu didinginkan dalam desikator - Ditimbang sampai diperoleh berat yang konstan

- Dihitung kadar seratnya dengan menggunakan rumus:

3.3.5 Uji Organoleptik

Nata dipotong-potong kecil-kecil lalu dicuci dalam air bersih, kemudian dimasak dalam larutan gula. Dilakukan uji organoleptis pada nata, Uji ini meliputi uji tekstur, warna, rasa dan aroma yang ditentukan dengan uji kesukaan oleh 15 orang panelis, dimana panelis berasal dari lingkungan yang sama, bukan perokok dan sebelum mencicipinya diharuskan minum air putih terlebih dahulu. Uji ini ditentukan dengan skala hedonik sebagai berikut.

Tabel 3.1 Skala Uji hedonik

Skala hedonik Skala numerik Amat sangat suka

Sangat suka Suka

Kurang suka Tidak suka

5 4 3 2 1

100 %

berat serat kadar serat x

berat sampel


(43)

Bagan Penelitian

3.4.1 Pembuatan Starter

Disaring

Ditambah 10% gula pasir dan 0,5 % urea Dimasak hingga mendidih

Ditambahkan asam astetat 25 % hingga pH larutan menjadi 3-4

Dituang dalam keadaan panas ke dalam botol yang telah disterilkan masing- masing sebanyak 300 ml

Didinginkan

Ditambah 30 ml starter Acetobacter xylinum ke setiap botol

Ditutup dengan kertas roti dan diikat

dengan karet Diinkubasi pada suhu kamar selama

1 minggu

1 liter air kelapa

Media fermentasi


(44)

3.4.2 Pembuatan Nata de Watermelon Pulp tanpa penambahan gula (kontrol)

Dicuci bersih lalu dihancurkan Disaring dan diambil sarinya Diencerkan hingga 100 ml

Dimasukkan kedalam gelas beaker Ditambahkan 0,5 % urea

Dimasak hingga mendidih

Ditambahkan asam asetat 25% hingga pH larutan menjadi 3-4

Dituang ke dalam gelas beaker yang telah disterilkan dalam keadaan panas

Didinginkan

Ditambahkan 10% starter Acetobacter xylinum

Ditutup dengan kertas roti yang dan diikat dengan karet Difermentasi selama 14 hari pada suhu kamar

30 gram kulit buah semangka

Media Fermentasi


(45)

3.4.3 Pembuatan Nata de Watermelon Pulp

Dicuci bersih lalu dihancurkan Disaring dan diambil sarinya Diencerkan hingga 100 ml

Dimasukkan kedalam gelas beaker

Ditambahkan 20 % gula pasir dan 0,5 % urea Dimasak hingga mendidih

Ditambahkan asam asetat 25% hingga pH larutan menjadi 3-4

Dituang ke dalam gelas beaker yang telah disterilkan dalam keadaan panas

Didinginkan

Ditambahkan 10% starter Acetobacter xylinum

Ditutup dengan kertas roti dan diikat

dengan karet Difermentasi selama 14 hari pada suhu kamar

Diulangi perlakuan yang sama dengan variasi massa kulit semangka 20 g hingga 60g

10 gram kulit buah semangka

Media Fermentasi


(46)

3.4.5 Penentuan Kadar Air Dengan Metode Termogravimetri

Dimasukkan dalam cawan porselen Dikeringkan dalam oven pada suhu 100- 1050C selama 6 jam

Didinginkan dalam desikator selama 20 menit Ditimbang dan dipanaskan kembali di oven Didinginkan dan dihitung kadar airnya

3.4.6 Penentuan Kadar Abu Dengan Metode Gravimetri

Dimasukkan ke dalam cawan porselen Dibakar tanur pada suhu 5000C selama 5 jam hingga diperoleh abu berwarna putih abu-abu

Didinginkan dalam desikator Ditimbang sampai berat konstan Dihitung kadar abunya

2 gram nata

Hasil

2 gram nata

Abu


(47)

3.4.7 Penentuan Kadar serat kasar Dengan Metode Warren Wet

Dikeringkan pada suhu 1100C Dihaluskan

Ditambahkan 50 ml alkohol 96% dan diuapkan

Ditambahkan 50 ml n-heksan dan direfluks selama 30 menit

Disaring

Ditambahkan 200 ml H2SO4 1,25%

Dipasangkan labu Erlenmeyer pada pendingin liebig Didihkan selama 30 menit

Disaring

Dicuci dengan akuades panas

Dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu Erlenmeyer

Dicuci dengan 200 ml NaOH 1,25% sampai residu masuk ke dalam labu Erlenmeyer

Didihkan kembali selama 30 menit Disaring

Dicuci dengan K2SO4 10%

Dicuci lagi dengan akuades panas Dicuci dengan alkohol 96%

Dikeringkan dalam oven pada suhu 1100C Didinginkan dalam desikator

Diabukan dalam tanur pada suhu 5500C dan didinginkan dalam desikator Ditimbang sampai berat konstan dan dihitung kadar seratnya

2 gram nata

Residu Filtrat

Residu Filtrat


(48)

3.4.8 Penentuan Uji Organoleptik

Dilakukan uji kesukaan terhadap tekstur, warna, aroma, dan rasa nata

de watermelonskin Ditentukan nilainya

Hasil Panelis nata


(49)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh penambahan berat pulp buah semangka terhadap kualitas nata de watermelon pulp yang dihasilkan yaitu ketebalan, kadar air, abu, serat kasar serta uji organoleptik, maka digunakan analisis varians model tetap Rancangan Acak Lengkap (RAL), dan uji menggunakan statistik F dengan taraf signifikan 5 % dan 1%. Dimana statistik F dihitung menggunakan rumus:

F Hitung =

Galat KT

Perlakuan KT

Dimana; KT = Kuadrat Tengah

Hipotesa :

Ho = Apabila tidak ada pengaruh variasi penambahan berat pulp buah semangka terhadap kadar air, abu, serat kasar, dan uji organoleptik

Ha = Apabila ada pengaruh variasi penambahan berat pulp buah semangka terhadap kadar air, abu, serat kasar, dan uji organoleptik

Kriteria keputusan :

Jika F hitung ≤ F tabel : maka Ho diterima dan Ha ditolak Jika F hitung ≥ F tabel : maka Ho ditolak dan Ha diterima


(50)

4.2 Perhitungan

4.2.1 Perhitungan Kadar Air (%)

Berat cawan = 0,6834

Berat sampel basah = 5,1161 Berat cawan + sampel basah = 5,7995 Berat sampel kering = 1,1082 Berat cawan + sampel kering = 1,7916

Berat uap air = (Berat cawan + sampel basah – Berat cawan + sampel kering) = 5,7995 – 1,7916

= 4,0079

Kadar Air = x100%

basah sampel Berat

air uap Berat

= 100%

1161 , 5

0079 , 4

x

= 78,34 %

4.2.2 Perhitungan Kadar Abu(%)

Berat cawan = 13,6227

Berat sampel basah = 2,0009 Berat cawan + sampel basah = 15,6236

Berat cawan + abu = 13,6430

Berat abu = 0,0203

Kadar Abu = x100%

basah sampel Berat

abu Berat

= 100%

0009 , 2

0203 , 0

x


(51)

4.2.3 Perhitungan Kadar Serat Kasar(%)

Berat kertas saring = 1,2632 Berat sampel basah = 2,0006 Berat kertas saring + sampel basah = 3,2638

Berat serat = 0,0741

Berat kertas saring + serat = 1,3373

Kadar Serat = x100%

basah sampel Berat

serat Berat

= 100%

0006 , 2 0741 , 0 x

= 3,70 %

4.2.4 Rancangan Acak Lengkap Untuk Kadar Air, Abu, dan Serat Kasar Nata de Watermelonpulp

Langkah-langkah perhitungan :

1. FK =

t x r

G2

2. JK Umum = Xi FK

n

i

=1 2

3. JK Perlakuan = FK

r Ti t

i

=1 2

4. JK Galat = JK umumJK perlakuan 5. d.b. Perlakuan = t −1

6. d.b Galat = t(r−1) 7. KT Perlakuan =

1 -t

Perlakuan JK

8. KT Galat =

1) -t(r

Galat JK

9. F Hitung =

Galat KT

Perlakuan KT


(52)

FK = Faktor Koreksi

JK = Jumlah Kuadrat

d.b = Derajat Bebas

KT = Kuadrat Tengah

G = Jumlah Umum

Xi = Data hasil pengamatan

Ti = Total perlakuan

r = Banyak ulangan

t = Banyak perlakuan

4.2.4.1Rancangan Acak Lengkap Untuk Ketebalan Nata de Watermelon Pulp

d.b. Perlakuan = t −1 d.b. Galat = t(r−1)

= 7 -1 = 7(3 – 1 )

= 6 = 14

1. FK =

t x r G2 = 7 3 80 , 31 2 x = 48,15

2. JK Umum = Xi FK

n

i

=1 2

=

[

( ) ( ) ( )

0,70 2 + 1,00 2 + 1,75 2 +....+

( )

1,80 2

]

− 48,15

= 4,57

3. JK Perlakuan = FK

r Ti t

i

=1 2

=

( ) ( )

48,15

3 ) 55 , 5 ( ... 2,80

2,00 2 2 2

− +

+ +


(53)

= 4,51

4. JK Galat = JK umumJK perlakuan = 4,57 – 4,51

= 0,06

5. KT Perlakuan =

1 -t Perlakuan JK = 6 4,51

= 0,751

6. KT Galat =

1) -t(r Galat JK = 14 06 , 0

= 0,0042

7. F Hitung =

Galat KT Perlakuan KT = 0042 , 0 751 , 0

= 178,80

4.2.4.2Rancangan Acak Lengkap Untuk Kadar Air Nata de Watermelon Pulp

1. FK =

t x r G2 = 7 3 1654,052 x = 130280,06

2. JK Umum = Xi FK

n

i

=1 2

=

[

(

(

85,70

)

)

2 +(77,95) 2 +

(

78,34

)

2 +....+

(

78,01

)

2

]

−130280,06


(54)

3. JK Perlakuan = FK r Ti t i

=1 2

=

(

) (

)

130280,06

3 ) 07 , 234 ( ... 233,94

257,12 2 2 2

− +

+ +

= 178,99

4. JK Galat = JK umumJK perlakuan = 179 – 178,99

= 0,01

5. KT Perlakuan =

1 -t Perlakuan JK = 6 99 , 178

= 29,831

6. KT Galat =

1) -t(r Galat JK = 14 01 , 0

= 0,00071

7. F Hitung =

Galat KT Perlakuan KT = 00071 , 0 831 , 29

= 42015,49

4.2.4.3Rancangan Acak Lengkap Untuk Kadar Abu Nata de Watermelon Pulp

1. FK =

t x r


(55)

= 7 3 26 , 8 2 2 x = 38,029

2. JK Umum = Xi FK

n

i

=1 2

=

[

( )

1,54 2 +(1,52)2 +(1,01)2....+

( )

1,19 2

]

− 38,029 = 0,604

3. JK Perlakuan = FK

r Ti t

i

=1 2

=

( ) ( )

38,029

3 ) 59 , 3 ( ... 4,70

4,58 2 2 2

− +

+ +

= 0,602

4. JK Galat = JK umumJK perlakuan = 0,604 – 0,602

= 0,002

5. KT Perlakuan =

1 -t Perlakuan JK = 6 0,602

= 0,100

6. KT Galat =

1) -t(r Galat JK = 14 002 , 0

= 0,00014 7. F Hitung =

Galat KT Perlakuan KT = 00014 , 0 00 1 0,


(56)

4.2.4.4Rancangan Acak Lengkap Untuk Kadar Serat Kasar Nata de watermelon Pulp

1. FK =

t x r G2 = 7 3 78 , 4 7 2 x = 266,28

2. JK Umum = Xi FK

n

i

=1 2

=

[

( ) ( )

2,20 2 + 3,55 2 +(3,70)2....+

( )

3,78 2

]

− 266,28

= 6,69

3. JK Perlakuan = FK

r Ti t

i

=1 2

=

( ) (

)

266,28

3 ) 33 , 11 ( ... 10,60

6,64 2 2 2

− +

+ +

= 6,61

4. JK Galat = JK umumJK perlakuan = 6,69 – 6,61

= 0,08

5. KT Perlakuan =

1 -t Perlakuan JK = 6 6,61

= 1,101

6. KT Galat =

1) -t(r Galat JK = 14 0,08


(57)

7. F Hitung = Galat KT Perlakuan KT = 0057 , 0 101 , 1

= 193,15

4.2.5 Rancangan Acak Lengkap Uji Organoleptik Terhadap Tekstur, Warna, Aroma, serta Rasa Nata de Watermelon Pulp

Langkah-langkah perhitungan:

r = banyaknya panelis t = banyaknya perlakuan

d.b. Panelis = r −1 d.b. Perlakuan = t −1 d.b Umum = (r.t) −1

d.b Galat = d.bumum−(d.bpanelis+d.b perlakuan)

1. FK =

t x r

G2

2. JK Perlakuan = FK

r perlakuan Ti t i

=1 2 ) (

3. JK Panelis = FK

t panelis Ti t i

=1 2

) (

4. JK Umum = Xi FK

n

i

=1 2

5. JK Galat = JK umum − (JK perlakuan + JK panelis) 6. KT Perlakuan =

1 -t

Perlakuan JK

7. KT Panelis =

1 -r Panelis JK

8. KT Galat =

galat d.b

Galat JK

9. F Hitung perlakuan =

Galat KT

Perlakuan KT


(58)

10. F Hitung panelis =

Panelis KT

Perlakuan KT

4.2.5.1 Rancangan Acak Lengkap Uji Organoleptik Terhadap Tekstur Nata de Watermelon Pulp

r = banyaknya panelis t = banyaknya perlakuan

d.b. Panelis = r −1 d.b. Perlakuan = t −1

= 15 - 1 = 7 - 1

= 14 = 6

d.b Umum = (r.t) −1 = (15 . 7) -1 = 104

d.b Galat = d.bumum−(d.bpanelis+d.b perlakuan) = 104 – (14 + 6)

= 84

1. FK =

t x r G2 = 7 15 09 3 2 x = 909,34

2. JK Perlakuan = FK

r perlakuan Ti t i

=1 2 ) (

=

( ) ( ) ( )

( )

909,34

15

44 ... 52

64

34 2 2 2 2

− +

+ +

+

= 60,32

3. JK Panelis = FK

t panelis Ti t i

=1 2

) (

=

( )

( )

909,34

7 ) 18 ...( 21 (20) (21)

19 2 2 2 2 2

− +

+ +

+


(59)

4. JK Umum = Xi FK n

i

=1 2

=

[

( ) ( ) ( )

2 2 + 2 2 + 2 2 +(3)2 +....+

( )

3 2

]

− 909,34

= 93,66

5. JK Galat = JK umum − (JK perlakuan + JK panelis) = 93,66 – (60,32 + 4,23)

= 29,11

6. KT Perlakuan =

1 -t Perlakuan JK = 6 32 , 60

= 10,05

7. KT Panelis =

1 -r Panelis JK = 14 23 , 4

= 0,302

8. KT Galat =

galat d.b Galat JK = 84 11 , 29

= 0,346

9. F Hitung perlakuan =

Galat KT Perlakuan KT = 346 , 0 05 , 10

= 29,046

10. F Hitung panelis =

Panelis KT Perlakuan KT = 302 , 0 05 , 10


(60)

4.2.5.2Rancangan Acak Lengkap Untuk Uji Organoleptik Terhadap Warna Nata de watermelon Pulp

1. FK =

t x r G2 = 7 15 2762 x = 725,48

2. JK Perlakuan = FK

r perlakuan Ti t i

=1 2 ) (

=

( ) ( ) ( )

( )

725,48

15

36 .... 60 54

36 2 2 2 2

− +

+ +

+

= 65,32

3. JK Panelis = FK

t panelis Ti t i

=1 2

) (

=

( )

( )

725,48

7 ) 19 ( ... 20 (18) (19)

20 2 2 2 2 2

− + + + + +

= 5,94

4. JK Umum = Xi FK

n

i

=1 2

=

[

( ) ( ) ( )

2 2 + 3 2 + 2 2 +(1)2 +....+

( )

3 2

]

− 725,48

= 123,52

5. JK Galat = JK umum − (JK perlakuan + JK panelis) = 123,52 – (65,32 + 5,94)


(61)

6. KT Perlakuan = 1 -t Perlakuan JK = 6 32 , 65

= 10,88

7. KT Panelis =

1 -r Panelis JK = 14 94 , 5

= 0,424

8. KT Galat =

galat d.b Galat JK = 84 26 , 52

= 0,622

9. F Hitung perlakuan =

Galat KT Perlakuan KT = 622 , 0 88 , 10

= 17,49

10. F Hitung panelis =

Panelis KT Perlakuan KT = 424 , 0 88 , 10

= 25,66

4.2.5.3Rancangan Acak Lengkap Untuk Uji Organoleptik Terhadap Aroma Nata de watermelon Pulp

1. FK =

t x r G2 = 7 15 2632 x = 658,75


(62)

2. JK Perlakuan = FK r perlakuan Ti t i

=1 2 ) (

=

( ) ( ) ( )

( )

658,75

15

25 .... 52 51

35 2 2 2 2

− +

+ +

+

= 49,85

3. JK Panelis = FK

t panelis Ti t i

=1 2

) (

=

( )

( )

658,75

7 ) 14 ( ... 18 (21) (20)

20 2 2 2 2 2

− + + + + +

= 8,53

4. JK Umum = Xi FK

n

i

=1 2

=

[

( ) ( ) ( )

2 2 + 3 2 + 3 2 +(2)2 +....+

( )

12

]

− 658,75

= 86,25

5. JK Galat = JK umum − (JK perlakuan + JK panelis) = 86,25 – (49,85 + 8,53)

= 27,87

6. KT Perlakuan =

1 -t Perlakuan JK = 6 49,85

= 8,30

7. KT Panelis =

1 -r Panelis JK = 14 8,53

= 0,609

8. KT Galat =

galat d.b Galat JK = 84 27,87


(63)

9. F Hitung perlakuan = Galat KT Perlakuan KT = 0,331 8,30

= 25,075

10. F Hitung panelis =

Panelis KT Perlakuan KT = 0,609 8,30

= 13,628

4.2.5.4Rancangan Acak Lengkap Untuk Uji Organoleptik Terhadap Rasa Nata de watermelon Pulp

1. FK =

t x r G2 = 7 15 3132 x = 933,03

2. JK Perlakuan = FK

r perlakuan Ti t i

=1 2 ) (

=

( ) ( ) ( )

( )

933,03

15

38 ... 43 30

36 2 2 2 2

− +

+ +

+

= 49,83

3. JK Panelis = FK

t panelis Ti t i

=1 2

) (

=

( )

( )

933,03

7 ) 20 ( ... 21 (21) (21)

21 2 2 2 2 2

− + + + + +

= 4,25

4. JK Umum = Xi FK

n

i


(64)

=

[

( ) ( ) ( )

2 2 + 2 2 + 2 2 +(3)2 +....+

( )

2 2

]

− 933,03 = 85,97

5. JK Galat = JK umum − (JK perlakuan + JK panelis) = 85,97 – (49,83 + 4,25)

= 31,89

6. KT Perlakuan =

1 -t Perlakuan JK = 6 49,83

= 8,305

7. KT Panelis =

1 -r Panelis JK = 14 4,25

= 0,303

8. KT Galat =

galat d.b Galat JK = 84 31,89

= 0,379

9. F Hitung perlakuan =

Galat KT Perlakuan KT = 0,379 8,305

= 21,912

10. F Hitung panelis =

Panelis KT Perlakuan KT = 0,303 8,305


(1)

Tabel 9. Data Hasil Uji Organoleptik Terhadap Tekstur Nata de Watermelonskin

Panelis

Perlakuan (berat kulit semangka)

Total 30 g

(tanpa gula)/ kontrol

10 g/ 20% gula

20g/ 20% gula

30 g/ 20% gula

40 g/ 20% gula

50 g/ 20%

gula

60 g/ 20% gula

1 2 4 3 2 2 3 3 19

2 2 4 3 2 2 4 4 21

3 2 3 4 3 2 4 2 20

4 2 5 4 2 3 3 2 21

5 3 5 4 2 3 3 3 23

6 2 4 3 3 2 3 3 20

7 2 4 4 2 3 4 3 22

8 3 4 4 1 3 3 3 21

9 2 5 3 1 2 4 3 20

10 3 4 4 2 2 3 4 22

11 2 4 2 2 3 3 3 19

12 2 5 3 1 3 3 2 19

13 3 4 4 1 3 4 3 22

14 2 5 4 3 2 3 3 22

15 2 4 3 1 2 3 3 18

Jumlah Umum

(G)

34 64 52 28 37 50 44 309

Rataan 2,26 4,26 3,46 1,86 2,46 3,33 2,93 2,94

Tabel 10. Analisa Sidik Ragam Uji Organoleptik Terhadap Tekstur Nata

SK db JK KT F Hitung F Tabel

5 % 1%

Perlakuan 6 60,32 10,05 29,046** 2,21 3,04

Panelis 14 4,23 0,302 33,278** 1,82 2,32

Galat 84 29,11 0,346

Umum 104 93,66

kk = 4,07 %


(2)

Tabel 11. Data Hasil Uji Organoleptik Terhadap Warna Nata de Watermelonskin

Panelis

Perlakuan (berat kulit semangka)

Total 20 g

(tanpa gula)/ kontrol

10 g/ 20% gula

20 g/ 20% gula

30 g/ 20% gula

40 g/ 20% gula

50 g/ 20% gula

60 g/ 20% gula

1 2 4 4 3 2 3 2 20

2 3 4 3 2 2 3 2 19

3 2 4 3 2 2 2 3 18

4 1 3 4 3 3 3 3 20

5 2 4 4 2 2 3 1 18

6 1 3 5 1 2 2 1 15

7 2 4 4 2 1 2 2 17

8 2 3 4 2 2 2 2 17

9 3 3 5 1 2 3 3 20

10 3 4 5 1 2 3 3 21

11 4 4 5 1 1 2 3 20

12 3 3 4 2 2 2 3 19

13 2 4 3 2 1 2 2 16

14 3 4 3 1 1 2 3 17

15 3 3 4 2 2 2 3 19

Jumlah umum

(G)

36 54 60 27 27 36 36 276

Rataan 2,40 3,60 4,00 1,80 1,80 2,40 2,40 2,62

Tabel 12. Analisa Sidik Ragam Uji Organoleptik Terhadap Warna Nata

SK db JK KT F Hitung F Tabel

5 % 1%

Perlakuan 6 65,32 10,88 17,49** 2,21 3,04

Panelis 14 5,94 0,424 25,66** 1,82 2,32

Galat 84 52,26 0,622

Umum 104 123,52

kk = 30,10 %


(3)

Tabel 13. Data Hasil Uji Organoleptik Terhadap Aroma Nata de Watermelonskin

Panelis

Perlakuan (berat kulit semangka)

Total 20 g

(tanpa gula)/ kontrol

10 g/ 20% gula

20 g/ 20% gula

30 g/ 20% gula

40 g/ 20% gula

50 g/ 20% gula

60 g/ 20% gula

1 2 4 3 3 3 3 2 20

2 3 4 4 2 2 3 2 20

3 3 4 4 2 4 2 2 21

4 2 3 4 3 3 1 2 18

5 3 3 3 1 3 2 2 17

6 2 4 4 2 4 2 1 19

7 3 3 3 2 3 2 1 17

8 2 3 4 1 3 2 2 17

9 2 3 4 1 2 1 1 14

10 2 4 3 2 2 1 2 16

11 3 3 3 3 2 2 1 17

12 2 3 3 2 3 1 2 16

13 2 4 3 1 4 3 2 19

14 2 3 4 2 3 2 2 18

15 2 3 3 2 2 1 1 14

Jumlah umum

(G)

35 51 52 29 43 28 25 263

Rataan 2,33 3,40 3,46 1,93 2,86 1,86 1,67 2,50

Tabel 14. Analisis Sidik Ragam Uji Organoleptik Terhadap Aroma Nata

SK db JK KT F Hitung F Tabel

5 % 1%

Perlakuan 6 49,85 8,30 25,075** 2,21 3,04

Panelis 14 8,53 0,609 13,628** 1,82 2,32

Galat 84 27,87 0,331

Umum 104 86,25

kk = 23,01 %


(4)

Tabel 15. Data Hasil Uji Organoleptik Terhadap Rasa Nata de Watermelonskin

Panelis

Perlakuan (berat kulit semangka)

Total 20 g

(tanpa gula)/ kontrol

10 g/ 20% gula

20 g/ 20% gula

30 g/ 20% gula

40 g/ 20% gula

50 g/ 20% gula

60 g/ 20% gula

1 2 2 3 4 3 4 3 21

2 2 2 3 4 4 4 2 21

3 2 3 2 4 3 4 3 21

4 3 2 3 3 3 4 3 21

5 2 2 2 4 4 3 2 19

6 3 2 2 5 3 4 4 23

7 3 2 3 5 3 2 2 20

8 3 2 4 4 4 3 2 22

9 2 3 3 4 4 3 3 22

10 3 2 2 5 4 4 3 23

11 1 1 3 5 3 3 2 18

12 2 2 3 4 3 3 2 19

13 3 1 3 4 3 4 3 21

14 2 2 4 4 4 4 2 22

15 3 2 3 3 3 4 2 20

Jumlah umum

(G)

36 30 43 62 51 53 38 313

Rataan 2,40 2,00 2,86 4,13 3,40 4,41 2,53 2,18

Tabel 16. Analisis Sidik Ragam Uji Organoleptik Terhadap Rasa Nata

SK db JK KT F Hitung F Tabel

5 % 1%

Perlakuan 6 49,83 8,305 21,912** 2,21 3,04

Panelis 14 4,25 0,303 27,409** 1,82 2,32

Galat 84 31,89 0,379

Umum 104 85,97

kk = 28,23 %

** = nyata (signifikan) pada taraf 1%


(5)

0

0,2

0,4

0,6

0,8

1

1,2

1,4

1,6

1,8

2

Ketebalan (cm)

kontrol

20

40

60

Berat kulit semangka (g)

Gambar 1. Grafik hasil pengukuran ketebalan nata de watermelon skin

70

72

74

76

78

80

82

84

86

Kadar air

(%)

kontrol

20

40

60

Berat kulit semangka (g)

Gambar 2. Grafik hasil pengukuran kadar air nata de watermelon skin


(6)

0

0,2

0,4

0,6

0,8

1

1,2

1,4

1,6

Kadar abu

(%)

kontrol

20

40

60

Berat Kulit semangka (g)

Gambar 3. Grafik hasil pengukuran kadar abu nata de watermelon skin

0

0,5

1

1,5

2

2,5

3

3,5

4

Kadar

serat

kasar (%)

kontrol

20

40

60

Berat kulit semangka (g)