5. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian bertanggung jawab atas
pemantauan pelaksanaan Instruksi Presiden dan melaporkan secara berkala kepada Presiden.
6. Untuk kelancaran pelaksanaan pemantauan sebagaimana dimaksud dalam
Diktum KELIMA, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian membentuk Tim Pemantauan.
7. Menteri kordinator Bidang Perekonomian melakukan koordinasi dengan
Gubernur Bank Indonesia dalam hal pelaksanaan Instruksi Presiden ini berkaitan dengan bidang tugas dan kewenangan Bank Indonesia.
8. Agar melaksanakan Instruksi Presiden ini dengan penuh tanggung jawab dan
melaporkan hasil pelaksanaannya kepada Presiden secara berkala.
D. Pelaksanaan Hasil Kerjasama Indonesia Dengan IMF Dalam Mengatasi
Krisis Ekonomi Global
1. Pelaksanaan
Paket program pemulihan ekonomi yang disyaratkan IMF petama kali diluncurkan pada bulan November 1997 bersama pinjaman angsuran pertama
senilai 3 miliar dolar AS. Pada mulanya diharapkan bahwa dengan disetujuinya paket tersebut oleh pemerintah Indonesia, nilai rupiah akan mennguat dan stabil
kembali. Tetapi, kenyataann menunjukkan nilai rupiah terus melemah sampai pernah mencapai Rp 15.000 per dolar AS. Kepercayaan masyarakat di dalam
dan luar Negeri terhadap ekonomi Indonesia yang pada waktu itu terus merosot, membuat kesepakatan itu harus ditegaskan dalam Nota Kesepakatan letter of
intent yang di tanda tangani bersama antara pemerintah Indonesia dan IMF
pada bulan Januari 1998. Nota kesepakatan itu terdiri atas 50 butir kebijaksanaan-kebijaksanaan mencakup ekonomi makro fiskal dan moneter,
restrukturisasi sector keuangan dan reformasi structural.
89
Butir-butir dalam kebijaksanaan fiscal mencakup, selain penegasan tetap menggunakan prinsip anggaran berimbang pengeluaran pemerintah sama
dengan pendapatannya, juga meliputi usaha-usaha pengurangan pengeluaran pemerintah seperti menghilangkan subsidi Bahan Bakar Minyak BBM dan
listrik, dan membatalkan sejumlah proyek insfrastruktur besar dan peningkatan pendapatan pemerintah. Usaha-usaha terakir ini akan dilakukan dengan berbagai
cara, termasuk menaikkan cuka terhadap sejumlah barang tertentu, mencabut semua fasilitas kemudahan pajak, di antaranya penangguhan pajak pertambahan
nilai PPN, dan fasilitas pajak dan tarif bea masuk yang selama ini diberikan antara lain kepada industru mobil nasional Timor mengenakan pajak tambahan
terhadap bensin, memperbaiki audit PPN dan memperbanyak objek pajak.
90
Berbeda dengan Korea Selatan dan Thailand, dua Negara yang sangat serius dalam melaksanakan program reformasinya, pemerintah Indonesia ternyata
tidak melakukan reformasi sesuai kesepakatannya itu denga IMF. Akhirnya, pencairan pinjaman angsuran kedua senilai 3 miliar dolar AS yang seharusnya
dilakukan pada bulan Maret 1998 terpaksa di undur. Padahal, Indonesia tidak ada jalan lain selain harus bekerja sama sepenuhnya dengan IMF, terutama
karena dua hal, yakni;
91
a. Berbeda dengan kondisi krisis di Thailand, Korea Selatan, Filipina dan
Malaysia, di Indonesia krisis ekonomi sebenarnya sudah menjelma
89
Tulus Tambunan, Op.Cit. hal : 209
90
Ibid, hal : 210
91
Ibid, hal : 210-211
menjadi suatu krisis kepercayaan. Masyarakat dan dunia usaha, baik di dalam Negeri maupun Internasional termasuk bank-bank di Negara-
Negara mitra dagang Indonesia yang tidak lagi menerima letter of credit LC dari bank-bank Nasional dan investor-investor dunia tidak lagi
percaya akan kemampuan Indonesia untuk menanggulangi sendiri krisisnya; bahkan mereka juga tidak lagi percaya pada niat baik atau
keseriusan pemerintah dalam menangani krisis ekonomi di dalam Negeri. Oleh karena itu, satu-satunya yang masih bisa menjamin atau
memulihkan kembali kepercayan masyarakat diatau terhadap Indonesia adalah melakukan sepenuhnya ‘kemitraan usaha’ antara pemerintah
Indonesia dengan IMF. Dengan perkataan lain kalai Indonesia ingin mendapatkan bantuan dari lur Negeri, baik dalam bentuk pinjaman atau
hibah atau jaminan terhadap LC dan ingin agar arus Penanaman Modal Asing PMA meningkat atau terus mengalir, maka pemerintah
Indonesia terpaksa harus bekerja sama dengan IMF menjalankan reformasi sesuai kesepakatan tersebut.
b. Indonesia sangat membutuhkan dolar AS. Pada awal tahun 1998
kebutuhan itu diperkirakan sebesar 22,4 miliar dolar AS cadanga devisa bersih yang dimiliki BI hingga awal juni 1998 hanya 14.621,4 juta dolar
AS, naik dari 13.179,7 juta dolar AS pada akhir Maret 1998. Kebutuhan itu digunakan terutama untuk membayar Utang Luar Negeri ULN
jangka pendek yang diperkirakan pada pertengahan Tahun 1998 sebesar 20 miliar dolar AS, membayar bunga atas pinjaman jangka panjang 0,9
miliar dolar AS, dan sisanya sebanyak 1,5 miliar dolar AS untuk
kegiatan ekonomi didalam Negeri yang juga sangat diperlukan untuk memacu laju pertumbuhan ekonomi. Pada awal November 1998,
diperkirakan jumlah cicilan dan bunga ULN terhadap cadangan devisa pada Tahun tersebut sekitar 180 persen, dan tahun 1999 naik menjadi
kurang lebih 202 sampai 205 persen dari jumlah cadangan devisa pada tahun yang sama.
Kebutuhan dolar AS sebanyak itu terutama karena pemerintah Indonesia untuk sementara waktu, terutama pada saat krisis ini, tidak dapat
mengandalkan pemasukan devisa dari hasil ekspor dan juga tidak bisa mengandalkan dana rupiah dari hasil pajak, khususnya pajak pendapatan dan
penjualan yang pasti akan merosot pada saat resesi. Perkiraan kebutuhan dolar AS di atas, didasarkan pada asumsi kesepakatan pemerintah Indonesia
dengan IMF yakni laju pertumbuhan ekonomi tahun 1998 waktu itu diperkirakan minus 5 persen kenyataannya sudah mencapai minus 13
persen lebih tahun fiscal 19981999 dengan tingkat inflasi 49 persen pada tahun 1998 kenyataan sudah di atas 60 persen.
92
Setelah gagal dalam pelaksanaan kesepakatan pertama itu, dilakukan lagi perundingan-perundingan baru antara pemerintah Indonesia dengan IMF
pada bulan Maret 1998 dan dicapai lagi suatu kesepakatan baru antara kedua pihak pada bulan April 1998. Hasil-hasil perundingan dan kesepakatan itu
dituangkan secara lengkap dalam satu dokumen bernama “Memorandum Tambahan tentang Kebijaksanaan Ekonomi Keuangan MTKEK.
Memorandum tambahan ini sekaligus juga merupakan kelanjutan, pelengkap
92
Ibid, hal : 212
dan modifikasi dari 50 butir letter of intent pada bulan januari 1997, yang reformasi perbankan sektor keuangan dan sturktural. Ada beberapa
perubahan diantaranya penundaan penghapusan subsidi BBM dan listrik, dan penambahan sejumlah butir baru. Secara keseluruhan ada lima
memorandum tambahan dalam kesepakatan yang baru, yakni :
93
1 Program Stabilisasi
Tujuan utamanya adalah menstabilkan pasar uang dan mencegah hiperinflasi.
2 Restrukturisasi Perbankan.
Dalam rangka penyehatan system perbankan Nasional. 3
Reformasi Struktural. Disepakati agenda baru yang mencakup upaya-upaya dan sasaran yang
telah disepakati dalam kesepakatan pertama 15 Januari 1998 4
Penyelesaian Utang Luar Negeri ULN swasta corporate debt Disepakati perlumya dikembangkan kerangka penyelesaian ULN swasta
dengan keterlibatan pemerintah yang lebih besar, namun tetap dibatasi agar proses penyelesaiannya tetap dapat berlangsung lebih cepat.
5 Bantuan untuk rakyat kecil kelompok ekonomi lemah
Penyelesaian ULN swasta dengan bantuan untuk rakyat kecil merupakan dua hal yang di dalam kesepakatan pertama januari 1998 belum ada.
93
Ibid, hal : 212-213
2. Hasil Kerjasama
Seperti yang dijelaskan dalam pelaksanaanya bahwa ada 5 memorandum tambahan dalam kesepakatan ataupun perundingan antara IMF dengan
Indonesia, berikut penjelasannya;
94
a. Program Stabilisasi
Fiskal, adapun beberapa poin poinya yaitu: 1.
Menghilangkan pengecualian terhadap PPN 2.
Meningkatkan nilai jual kena pajak atas PBB menjadi 40 persen di sektor perkebunan dan kehutanan.
3. Menetapkan Nomor Pokok Wajib Pajak NPWP tunggal.
4. Meningkatkan cukai alkohol dan tembakau.
5. Menaikkan harga dan menghapuskan subsidi gula, tepung terigu,
jangkul, bungkil keledai dari tepung ikan. 6.
Meningkatkan penerimaan APBN dari laba BUMN 7.
Menghapus program kandungan lokal untuk kendaraan bermotor. 8.
Melaksanakan penelaahan atas penerimaan Negara dengan bantuan IMF.
dan lain lain. b.
Restrukturisasi Perbankan Moneter dan Perbankan, adapun beberapa poin-poinnya yaitu:
95
1. Memberikan otonomi pada BI dalam merumuskan kebijaksaan
moneter dan suku bunga. 2.
Menerbitkan data pokok moneter secara mingguan.
94
Ibid, hal : 213
95
Ibid, hal : 214
3. Memberikan otonomi pada bank pemerintah untuk menyesuaikan
tingkat suku bunga kredit dan deposito dengan ketentuan umum yang berlaku bagi semua bank.
4. Membatasi dan secara bertahap menghentikan kredit BI kepada
badan perusahaan pemerintah. 5.
Membatasi dan menghentikan kredit BI kepada badan dan perusahaan pemerintah.
6. Menghapuskan semua hambatan pemberian pinjaman oleh
perbankan kecuali karena alasan kehati-hatian atau untuk mendukung koperasi atau usaha kecil.
Dan lain-lain. c.
Reformasi Struktural Restrukturisasi Perbankan, adapun beberapa poin-poinnya yaitu:
96
1. Melikuidasi 16 bank yang tidak sehat, mengganti manajemen 16 bank
tersebut dengan tim likuidasi dan mengembalikan dana penabung kecil di 16 bank tersebut.
2. Menempatkan Bank Pembangunan Daerah BPD yang lemah dalam
pengawasan secara intensif oleh BI. 3
Menyediakan bantuan likuiditas bagi perbankan dengan persyaratan yang semakin ketat.
4 Menjamin kewajiban terhadap semua deposan dan kreditor dari
bank-bank yang berbadan hukum Indonesia.
96
Ibid, hal : 215
5 Mengubah Undang-Undang perbankan untuk menghapus batas
kepemilikan swasta. 6
Mengadakan asuransi deposito deposit insurance scheme d.
Penyelesaian Utang Luar Negeri Perdagangan Luar Negeri, adapun beberapa poin-poinnya yaitu:
97
1. Mengurangi tarif 5 persen percentage points untuk semua produk
yang saat ini dikenai tarif 15 sampai 25 persen. 2.
Mencabut semua batasan impor kapal bekas maupun baru. 3.
Menghapus pajak ekspor produk kulit, biji tambah ores dan alumunium sisa waste alumunium.
4. Menguari pajak ekspor untuk kayu gelondongan, kayu gergajian,
rotan, dan barang mineral secara bertahap hingga mencapai 10 persen dari harga jual.
5. Menghapuskan semua hambatan ekspor lainnya.
6. Mencabut larangan ekspor minyak sawit dan menggantikannya
dengan pajak ekspor sebesar 40 persen, dan secara bertahap akan diturunkan hingga 10 persen.
Dan lain-lain.
e. Investasi dan Deregulasi
Adapun beberapa poin-poinnya yaitu:
98
1. Mencabut peratuan yang membatasi kepemilikan Investor asing
sampai 40 persen dari perusahaan yang telag go publi.
97
Ibid, hal : 217
98
Ibid, hal : 218
2. Menerbitkan daftar negatif invesati yang direvisi dengan
pengurangan jumlah bidang usaha yang tertutup bagi investor asing. 3.
Mencabut pembatasan investasi asing dalam perkebunan sawit dan dalam bidang eceran dan perdagangan besar grosir
4. Mencabut kouta yang membatasi penjualan ternak.
5. Melarang pemerintah Dati I untuk membatasi perdagangan antar dan
intra provinsi. 6.
Membebaskan para petani dari kewajiban menanam tebu tri Dan lain-lain.
Pada prinsipnya semua butir kesepakatan dengan IMF di atas harus dilakukan selama tahun 1998. Hingga Oktober 1998, sebagian sudah
dilaksanakan, sebagian lain ada yang sedang dilakukan dan ada yang sedang dalam persiapan. Dari sekian banyak butri reformasi, ada sejumlah langkah
yang pengaruhnya sangat signifikan terhadap perekonomian Nasional, baik jangka pendek atau jangka panjang.
99
Dalam usaha menanggulangi suatu krisis, bukan hanya langkah pemulihan apa yang sebaiknya diambil tetapi bagaimana dampaknya
terutama jangka pendek terjadap kondisi ekonomi dari Negara yang bersangkutan juga sangat penting untuk diperkirakan sebelumnya. Yang
ingin dikatakan disini bahwa dampak jangka pendek dari semua kebijaksanaan pemulihan tersebut diatas terhadap kondisi ekonomi di dalam
Dampak Kebijaksanaan Pemulihan
99
Ibid, hal : 219
Negeri sangat menentukan bisa tidaknya perekonomian Indonesia pulih kembali dam kurun waktu setahun atau dua tahun ke depan dampak jangka
panjang. Suatu kebijaksanaan pemulihan akan berdampak negatif, terutama jangka pendek, apabila sifat kebijaksanaan itu kontraktif. Bahkan kalau
pelaksanaan kebijaksanaan itu terlau dipaksakan atau terburu-buru, tidak bertahap, bisa lebih memperbutuk perekonoman Indonesia, yang berarti
proses pemulihan menjadi lebih lambat daripada apabila kebijaksanaan itu diimplementasikan secara hati-hati.
100
100
Ibid, hal : 223-224
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN