sepenuhnya di gerakkan oleh mekanisme pasar kekuatan permintaan dan penawaran pasti akan mengalami pasang surut pada suatu periode
akan menegalami kelesuan dan pada periode berikutnya akan mengalami kegairahan kembali dan selanjutnya lesu kembali dan
seterusnya . Implikasi dari teori ini adalah bahwa kalau memang krisis ekonomi di Asia merupakan suatu gejala konjungtur, maka krisis itu
dengan sendirinya akan hilang, tentu dengan syarat bahwa prosesnya sepenuhnya ditentukan oleh kekuatan pasar
31
B. Penanggulangan Krisis Ekonomi Global
ada beberapa langkah penting untuk penanggulangan krisis ekonomi. Yaitu :
a. Kebijaksanaan Moneter
Pemerintahan negara yang terkena krisis ini menerapkan kebijaksanaan moneter yang ketat untuk mendorong nilai tukar ke
tingkat yang lebih wajar dan untuk menurunkan inflasi. Maksudnya, tingkat suku bunga SBI ditingkatkan, pada saat itu tingkat suku bunga
SBI untuk 1 bukan naik 22 persen menjadi 45 persen dengan tingkat bunga efektif tahunan sebesar 55 persen. Tingkat suku bunga SBI
ysng tinggi ini hingga oktober 1998 tetap dipertahankan dan membuat suku bunga dipasar uang juga tetap tinggi dan membuat ataun
31
Ibid, hal : 86-87
mendorong nilai tukar ke tingkat yang lebih wajar dan menurunkan inflasi.
32
b. Kebijaksanaan Perbankan
Langkah-langkah penting dalam restrukturisasi sektor perbankan yang telah dilakukan pemerintah hingga saat ini adalah termasuk
pembentukan Badan Penyehatan Perbankan Nasional BPPN, yang salah satu contohnya di Indonesia pada tanggal 14 Februari 1998 mulai
menangani 54 bank yang memperoleh pinjaman darurat dari BI yang melebihi 200 persen modalnya, atau yang pada bulan desember 1997
memiliki modal kurang dari 5 persen dari nilai aktivannya. Pada tanggal 31 maret tahun 1998, pemerintah lewat BPPN mengabil alih 6
bank swasta, yakni BDNI, Bank Modern, BUN, Bank Danamon, Bank PDFCI dan Bank Tiara, dan disusul BCA. Agustus 1998, dibentuk
Asset Management Unit AMU, yakni suatu lembaga khusus yang berada di bawah BPPN dengan tugas utama menampung semua kredit
bermasalah. Oktober tahun 1998, dibentuk Bank Mandiri, bank baru milik pemerintah yang akan menggabungkan Bank Exim, BBD, BDN
dan Bapindo. Selain itu, tanggal 24 Agustus tahun 1998 lalu pemerintah telah mengajukan konsep Rancangan Undang-Undang
RUU perubahan UU perbankan No.7 Tahun 1992 dalam sidang paripurna DPR. RUU itu antara lain memberi hak kepada investor
asing untuk menguasi saham di perbankan nasional sampai dengan 100
32
Ibid, hal : 129
persen. Dalam RUU itu, masyarakat juga dimungkinkan untu mengetahui sisi aktivitas dari neraca perbankan.
33
c. Program Kesempatan Kerja
Pemerintah Negara yg terkena krisis ini memperluas program Social Safety Net, atau program padat kerya di sektor pekerjaan umum dan
penyediaan kesempatan kerja sementara khusus bagi penduduk termiskin yang mengganggur mereka yang di PKH-kan akibat krisis,
dengan bantuan pembiayaan dari Bank Pembangunan Asia ADB, Bank Dunia, dan bantuan bilateral. Alokasi anggaran dalam APBN
untuk program ini juga telah ditingkatka. Disamping itu, untuk mempertahankan kesempatan kerja, ketersediaan berbagai skema
kredit dengan subsidi dari pemerintah untuk membantu usaha kecil dan menengah UKM telah diperbanyak.
34
d. Reformasi dan Privatisasi BUMN
Pemerintah Negara yang terkena Krisis ini mengupayakan untuk mempercepat reformasi BUMN guna memperkuat tingkat
keuntungannya dan meningkatkan sumbangannya kepada penerimaan Negara. Upaya tersebut diharapkan dapat penurunan penerimaan
Negara sebagai akibat dari berkurangnya penerimaan pajak, peningkatan subsidi yang lebi besar daripada yang dianggarkan
semula, dan biaya untuk restrukturisasi perbankan. Maksudnya, pada saat itu telah diangkat seorang Menteri Negara Pendayagunaan BUMN
dengan tugas mendayagunakan perusahaan-perusahaan di sektor
33
Ibid, hal : 220
34
Ibid hal : 221
publik yang berjumlah 164, termasuk lembaga-lembaga keuangan. Dalam tahun 1998-1999, pemerintah merencakan penjualan saham-
saham enam BUMN yang telah tercatat di pasar modal, dan yang bergerak dalam pasar kompetitif seperti PT Telkom, PT Indosat, PT
Semen Gresik, dan PT Krakatau Steel.
35
e. Restrukturisasi Utang Luar Negeri ULN Swasta
Pemerintahan Negara yg terkena krisis ini contohnya Indonesia sejak Februari 1998 telah dilakukan beberapa kali pertemuan antara Steering
Committee para kreditor bank asing dan Contact Group dari para debitor, serta tim penanggulangan ULN Swasta. Dengan bantuan
penasihat dari luar Negeri dan dengan berkonsultasi dengan Contact Group, Steering Committe, staf IMF, ADB, bank dunia, dan
pemerintahan Negara sahabat yang berminat, tim penanggulan ULN swasta telah menyiapkan kerangka kerja untuk restrukturisasi ULN
swasta. Salah satunya pertemuan yang terkenal adalah pertemuan Frankfrut bulan juli 1998. Pertemuan itu menghasilkan program
INDRA Indonesian Debt Restructuring Agency yang dibentuk pada tanggal 1 Agustus 1998. Dalam Program ini, perusahaan yang
bermasalah yang sudah mempunyai kesepakatan dengan kreditornya dapat menukar rupiahnya dengan Dolar AS dengan kurs rata-rata
selama 20 hari terakir. Perusahaan bisa untung kalau kurs tersebut lebih rendah daripada kurs yang berlaku di pasar pada saat itu, tetapi
sebaliknya rugi apabila kebalikannya. Pada pertengahan tahun 1998
35
Ibid, hal : 221
mulai dirasakan bahwa masalah ULN swasta, khususnya perbankan semakin berat, sementara hingga saat itu belum ada perusahaan
bermasalah yang menggunakan fasilitas INDRA. Jumlah perusahaan yang bermasalah terlalu banyak, sehingga penanganannya secara
konvensional semata tidak cukup lagi. Mengajukan kasus kredit bermasalah ke pengadilan kepailitan juga tidak menyelesaikan atau
meringankan persoalan. Selain prosesnya memakan waktu, juga dikhawatirkan hampir semua pelaku bisnis bermasalah dinyatakan
bangkrut. Melihat kenyataan itulah pemerintah membentuk Prakarsa Jakarta yang dikoordinasi oleh Ketua Tim Penanggulangan ULN
Swasta. Pinjaman bermasalah diatas dalam lembaga khusus dengan segala fasilitas kemudahan dari pemerintah, yang intinya memang
berupa penyelesaian utang di luar jalur pengadilan. Mekanisme kerja Prakarsa Jakarta adalah negosiasi yang menghasilkan
keputusan antara 5 kelompok, yakni:
36
a Pemerintah sebagai fasilitator
b Kreditor bank dalam negeri, bank luar negeri, pemegang obligasi
c Debitor pemili kredit bermasalah
d Komite Penasihat Restrukturisasi Perusahaan bank dalam negeri,
bank luar negeri, pemegang obligasi, BPPN, INDRA, dan e
Satuan Tugas Restrukturisasi Perusahaan
36
Ibid, hal : 221-222
C. Peran Negara-negara Dalam Penanggulangan Krisis Ekonomi Global