Minyak Kelapa Sawit Standar Mutu

Kelapa sawit pertama kali di perkenalkan di Indonesia oleh pemerintahan kolonial Belanda pada tahun 1848. Ketika itu ada empat batang bibit kelapa sawit yang dibawa dari Mauritius dan Amsterdam dan ditanam di Kebun Raya Bogor. Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial pada tahun 1911. Perintis usaha kelapa sawit di Indonesia adalah Adrian Hallet, seorang Belgia yang telah belajar banyak tentang kelapa sawit di Afrika. Budidaya yang dilakukan diikuti oleh K. Schadt yang menandai lahirnya kelapa sawit di Indonesia. Sejak saat itu perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai berkembang. Perkebunan kelapa sawit pertama kali berlokasi di pantai timur Sumatera Utara Deli dan Aceh. Luas areal perkebunannya mencapai 5.123 ha. Indonesia mulai mengekspor minyak sawit pada tahun 1919 sebesar 576 ton ke negara – negara Eropa, kemudian tahun 1923 mulai mengekspor minyak inti sawit sebesar 850 ton. Pada masa pendudukan Belanda, perkebunan kelapa sawit mengalami perkembangan yang cukup pesat. Indonesia menggeser dominasi ekspor negara Afrika pada waktu itu. Namun, kemajuan pesat yang dialami Indonesia tidak diikuti dengan peningkatan perekonomian nasional. Hasil pengolahan ekspor minyak sawit hanya meningkatkan perekonomian negara asing termasuk Belanda.

2.2. Minyak Kelapa Sawit

Kelapa sawit mengandung kurang lebih 80 persen perikrap dan 20 persen buah yang dilapisi kulit yang tipis, kadar minyak dalam perikrap sekitar 34-40 persen. Universitas Sumatera Utara Minyak kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi asam lemak seperti Tabel 2.1 Tabel 2.1. Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit dan Minyak Inti Sawit . Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit persen Minyak Inti Sawit persen Asam Kaprilat Asam Kaproat Asam Laurat Asam Meristat Asam Palmitat Asam Stearat Asam Oleat Asam Linolenat - - - 1,1 – 2,5 40 – 46 3,6 – 4,7 39 – 45 7 – 11 3 – 4 3 – 7 46 – 52 14 – 17 6,5 – 6 1 – 2,5 13 – 10 0,2 – 2 Sumber : ketaren 1986 Minyak dan lemak terdiri dari trigliserida campuran, yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Lemak tersebut jika dihidrolisis atau splitting yang berlangsung pada suhu tinggi dan tekanan tinggi akan menghasilkan 3 molekul asam lemak rantai panjang dan 1 molekul gilserol. Adapun proses hidrolisis dari trigliserida tersebut adalah sebagai berikut : Riswiyanto, 2009 Universitas Sumatera Utara ............................................................................................................................ 2.1

2.3. Pemurnian Minyak Sawit

Proses pemurnian merupakan langkah yang perlu dilakukan dalam produksi edible oil dan produk berbasis lemak. Tujuan dari proses ini adalah untuk menghilangkan pengotor dan komponen lain yang akan mempengaruhi kualitas dari produk akhirjadi. Kualitas produk akhir yang perlu diawasi adalah bau, stabilitas daya simpan dan warna produk. Dalam sudut pandang industri, tujuan utama dari pemurnian adalah untuk merubah minyak kasarmentah menjadi edible oil yang berkualitas dengan cara menghilangkan pengotor yang tidak diinginkan sampai level yang diinginkan dengan cara yang paling efisien. Pengotor tersebut mungkin diperoleh selama proses hulu, yaitu ekstraksi, penyimpanan atau transportasi dari minyak kasarmentah dari lapangan ke pabrik. Proses pemurnian yang tepat sangat penting dilakukan dalam rangka untuk memproduksi produk akhir yang berkualitas tinggi dalam rentang spesifikasi yang telah ditentukan dan sesuai keinginan pelanggan. Ada dua tipe dasar teknologi pemurnian yang tersedia untuk minyak: Universitas Sumatera Utara i Pemurnian secara kimia alkali ii Pemurnian secara fisik Perbedaan diantara kedua tipe tersebut didasarkan pada jenis bahan kimia yang digunakan dan cara penghilangan asam lemak bebas. Pemurnian secara fisik tampaknya pada prakteknya menggantikan penggunaan teknik pemurnian menggunakan bahan kimia alkali karena tingginya asam lemak bebas pada minyak yang dimurnikan dengan secara kimia. Proses deasidifikasi deodorisasi pada proses pemurnian secara fisik mampu mengatasi masalah tersebut. Terpisah dari hal tersebut, menurut literature, metode ini didasarankan karena diketahui cocok untuk minyak tumbuhan dengan kadar fosfat yang rendah seperti minyak sawit. Dengan demikian, pemurnian secara fisik terbukti memiliki efisiensi yang lebih tinggi, kehilangan yang lebih sedikit nilai emurnian 1,3, biaya operasi yang lebih rendah, modal yang lebih rendah dan lebih sedikit bahan untuk ditangani. Nilai pemurnian NP adalah parameter yang digunakan untuk memperkirakan berbagai tahap pada proses pemurnian. Faktor ini tergantung pada hasil produk dan kualitas dari input yang dihitung seperti berikut ini : Nilai Pemurnian = ................................... 2.2 NP biasanya dikuantifikasi untuk berbagai tahap dalam proses pemurnian secara sendiri-sendiri dan pengawasan NP dalam pemurnian biasanya berdasarkan berat yang dihitung dari pengukuran volumetric yang disesuaikan dengan suhu atau menggunakan accurate cross-checked flow meters. Secara umum, pemurnian secara kimia memerlukan tahap proses, peratatan dan bahan kimia yang lebih banyak bila dibandingkan dengan pemurnia secara fisik. Universitas Sumatera Utara Diagram proses untuk proses pemurnian secara kimia dan secara fisik digambarkan pada Gambar 2.1 Hui, 1996. Gambar 2.1. Proses pemurnian dari CPO secara kimia dan fisika 2.3.1. Pemisahan Gum Pemisahan gum De-Gumming merupakan suatu proses pemisahan getah atau lendir-lendir yang terdiri dari fosfatida, protein, residu, karbohidrat, air dan resin, tanpa mengurangi jumlah asam lemak bebas dalam minyak. Biasanya proses ini dilakukan dengan cara dehidrasi gum atau kotoran lain agar bahan tersebut lebih mudah terpisah dari minyak, kemudian disusul dengan proses pemusingan sentrifusi. Caranya ialah dengan melakukan uap air panas ke dalam minyak disusul dengan pengaliran air dan selanjutnya disentrifusi sehingga bagian lendir terpisah dari air. Tujuan utama dari degumming adalah untuk menghapus getah yang tidak diinginkan, yang akan menggangu stabilitas produk minyak di tahap selanjutnya. Tujuan yang ingin dicapai adalah memperlakukan minyak kelapa sawit mentah Universitas Sumatera Utara CPO dengan jumlah makanan tertentu. Komponen utama yang terkandung dalam getah yang harus dihapuskan adalah fosfat. Sangat penting untuk menghapus fosfat dalam minyak sawit mentah karena adanya komponen ini akan memberikan rasa dan warna yang tidak diinginkan dan mempercepat kerusakan minyak Leong, 1992.

2.3.2. Netralisasi

Netralisasi ialah suatu proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari minyak atau lemak, dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun soa stock. Pemisahan asam lemak bebas dapat juga dilakukan dengan cara penyulingan yang dikenal dengan istilah de-asidifikasi. Netralisasi dengan Kaustik Soda NaOH Netralisasi dengan kaustik soda banyak dilakukan dalam skala industri, karena lebih efisien dan lebih murah dibandingkan dengan cara netralisasi lainnya. Selain itu penggunaan kaustik soda, membantu dalam mengurangi zat warna dan kotoran yang berupa getah dan lendir dalam minyak. Reaksi antara asam lemak bebas dengan NaOH adalah sebagai berikut : .................................... 2.3 Universitas Sumatera Utara Sabun yang terbentuk dapat membantu pemisahan zat warna dan kotoran seperti fosfatida dan protein, dengan cara membentuk emulsi. Sabun atau emulsi yang terbentuk dapat dipisahkan dari minyak dengan cara sentrifusi. Dengan cara hidrasi dan dibantu dengan proses pemisahan sabun secara mekanis, maka netralisasi dengan menggunakan kaustik soda dapat menghilangkan fosfatida, protein, resin dan suspense dalam minyak yang tidak dapat dihilangkan dengan proses pemisahan gum.

2.3.3. Pemucatan

Pemucatan Bleaching ialah suatu tahap proses pemurnian untuk menghilangkan zat-zat warna yang tidak disukai dalam minyak. Pemucatan ini dilakukan dengan cara mencampur minyak dengan sejumlah kecil adsorben, seperti tanah serap fuller earth, lempung aktiv activated clay dan arang aktif atau dapat juga menggunakan bahan kimia. Pemucatan Minyak Dengan Adsorben Absorben yang digunakan untuk memucatkan minyak terdiri dari tanah pemucat bleanching earth dan arang bleanching carbon. Zat warna dalam minyak akan diserap oleh permukaan adsorben dan juga menyerap suspense koloid gum dan resin serta hasil degradasi minyak, misalnya peroksida. Pemucatan minyak menggunakan adsorben umumnya dilakukan dalam ketel yang dilengkapi dengan pipa uap. Minyak yang akan dipucatkan dipanaskan pada suhu sekitar 1050 o C, selama 1 jam. Penambahan absorben pada saat minyak mencapai suhu sekitar 70-800 o C dan jumlah absorben kurang lebih sebanyak 1,0-1,5 persen dari berat minyak. Selanjutnya minyak dipanaskan dari absorben dengan cara Universitas Sumatera Utara penyaringan menggunakan kain tebal atau dengan cara pengepresan dengan filter press. Minyak yang hilang karena proses tersebut kurang lebih 0,2-0,5 persen dari berat minyak yang dihasilkan setelah proses pemucatan.

2.3.4. Deodorisasi

Tujuan deodorisasi adalah suatu tahap proses pemurnian mnyak yang bertujuan untuk menghilangkan bau dan rasa flavor yang tidak enak dalam minyak. Prinsip proses deodorisasi yaitu penyulingan minyak dengan uap panas dalam tekanan atmosfer atau keadaan vakum. Proses deodorisasi perlu dilakukan terhadap minyak yang digunakan untuk bahan pangan. Beberapa jenis minyak yang baru diekstrak mengandung flavor yang baik untuk tujuan bahan pangan, sehingga tidak memerlukan proses deodorisasi: misalnya lemak susu, lemak babi, lemak cokelat dan minyak olive Ketaren, 1986.

2.4. Standar Mutu

Minyak sawit memegang peranan penting dalam perdagangan dunia. Oleh karena itu, syarat mutu harus menjadi perhatian utama dalam perdagangnya. Istilah mutu minyak sawit dapat dibedakan menjadi dua arti. Pertama, benar-benar murni dan tidak bercampur dengan minyak nabati lain. Mutu minyak sawit tersebut dapat ditentukan dengan menilai sifat-sifat fisiknya, yaitu dengan mengukur nilai titik lebur angka penyabunan dan bilangan yodium. Kedua, pengertian mutu sawti berdasarkan ukuran. Dalam hal ini syarat mutu diukur berdasarkan spesifikasi standar mutu internasional yang meliputi kadar ALB, air, kotoran, logam besi, logam tembaga, peroksida, dan ukuran pemucatan Fauzi, 2008 Universitas Sumatera Utara Akhir-akhir ini minyak sawit berperan cukup penting dalam perdagangan dunia. Berbagai industri, baik pangan maupun non pangan, banyak yang menggunakannya sebagai bahan baku. Berdasarkan peranan dan kegunaan minyak sawit itu, maka mutu dan kualitasnya harus diperhatikan sebab sangat menentukan harga dan nilai komoditas ini Standar mutu adalah merupakan hal yang penting untuk menentukan minyak yang bermutu baik. Ada beberapa faktor yang menentukan standar mutu yaitu : kandungan air dan kotoran dalam minyak dan kandungan asam lemak bebas Adlin, 1992. Istilah mutu minyak sawit dapat dibedakan menjadi dua arti. Pertama, benar-benar murni dan tidak bercampur dengan minyak nabati lain. Mutu minyak tersebut dapat ditentukan dengan menilai sifat-sifat fisiknya, yaitu dengan mengukur titik lebur, angka penyabunan, dan bilangan yodium. Kedua, pengertian mutu sawit berdasarkan ukuran. Dalam hal ini, syarat mutu dapat diukur berdasarkan spesifikasi standar internasional yang meliputi ALB, air, kotoran, dan lain-lain Fauzi, 1994. Standar mutu di pabrik harus di bawah standar perdagangan karena pemeriksaan dilakukan di pelabuhan pembeli sehingga makin baik mutu yang dihasilkan di pabrik akan memberi kemungkinan lebih baik pula sesampainya ditempat tujuan. Perdagangan Internasional menghendaki syarat-syarat yaitu : 1. Asam lemak bebas ALB maksimum 5 2. Kadar air 0,10 3. Kadar kotoran 0,010 ppm Universitas Sumatera Utara 4. Besi 10 ppm 5. Tembaga 0,5 ppm 6. Peroksida 10 meq 7. Pemucatan diukur dengan indikator cahaya warna, yaitu Merah 3,5 dan Kuning 35 Lubis, 1992. Tabel 2.2. Standar Mutu Minyak Sawit, Minyak Inti Sawit, dan Inti Sawit Karakteristik Minyak Sawit Inti Sawit Minyak Inti Sawit Keterangan Asam Lemak Bebas Kadar Kotoran Kadar Zat Menguap Bilangan Peroksida Bilangan Iodine Kadar Logam Fe,Cu Lovibond Kadar Minyak Kontaminasi Kadar Pecah 5 0,5 0,5 6 meq 44-58 mggr 10 ppm 3-4 R - - - 3,5 0,02 7,5 - - - - 47 6 15 3,5 0,02 0,2 2,2 meq 10,5-18,5 mggr - - - - - Maksimal Maksimal Maksimal Maksimal - - - - Minimal Maksimal Maksimal Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 1989 Universitas Sumatera Utara

2.5. Penimbunan Minyak Kelapa Sawit