BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Hasil analisa yang telah dilakukan di laboratorium diperoleh bilangan asam lemak bebas mengalami peningkatan karena lama waktu simpan yang
digunakan semakin meningkat pada CPO dan RBDPO, dimana bilangan asam lemak bebas di analisa dengan menggunakan metode titrasi alkalimetri.
Kadar asam lemak bebas di CPO dari hari 1 sampai 6 terus mengalami peningkatan mulai dari 4,11, 4,23, 4,28, 4,42, 4,61, 4,94 dan 5,01 .
Dan begitu juga untuk RBDPO pada hari 1 sampai 6 terus mengalami peningkatan bilangan asam lemak bebas mulai dari 0,0436 0,0452 0,0528 0,0633
0,0812 0,0941 dan 0,1025 . dimana pada hari ke 6 mengalami peningkatan yang tinggi, dikarenakan waktu simpan yang lama juga akan membuat proses
reaksi hidrolisa juga akan semakin cepat terbentuk pada penyimpanan CPO dan RBDPO
Universitas Sumatera Utara
5.2. Saran
Untuk memperoleh hasil yang lebih baik, pekerjaan selanjutnya disarankan untuk melakukan hal-hal berikut :
1. Diharapkan minyak sawit harus dilakukan pemeriksaan yang berulang-ulang dan teliti dalam waktu yang singkat, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui
apakah minyak sawit tersebut masih sesuai standar atau tidak, sehinggaa apabila ditemukan hal yang tidak sesuai standar maka dapat dilakukan proses pendaur
ulangan. 2. Diharapkan kepada pabrik pengolahan minyak kelapa sawit untuk menjaga
kualitas Crude Palm OilCPO khususnya dalam hal kadar Asam Lemak Bebas harus tetap dalam kualitas baik dan memenuhi standar mutu internasional.
Sehingga produk yang dihasilkan oleh PT.SMART Tbk berkualitas baik. 3 Diharapkan penelitian selanjutnya meneliti factor-faktor lain yang
mempengaruhi kadar bilangan asam lemak bebas.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sejarah Perkebunan Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit Elaeis Guineenis Jacq berasal dari Nigeria, Afrika Barat.
Didatangkan ke Indonesia oleh pemerintahan Hindia Belanda pada tahun 1848. Beberapa bijinya ditanam di Kebun Raya Bogor, sementara sisa benihnya
ditanami tepi-tepi jalan sebagai tanaman hias di Deli, Sumatera Utara pada tahun 1870-an. Pada saat yang bersamaan meningkatlah permintaan minyak nabati
akibat Revolusi Industri pertengahan abad ke-19. Dari sini kemudian muncul ide membuat perkebunan kelapa sawit berdasarkan tumbuhan seleksi dari Bogor dan
Deli, maka dikenalilah jenis sawit “Deli Dura” . Pada tahun 1911, kelapa sawit dimulai diusahakan dan dibudidayakan
secara komersial dengan perintisnya di Hindia Belanda adalah Adrien Hallet, seorang Belgia, yang lalu diikuti oleh K. Schadt. Perkebunan kelapa sawit
pertama kali berlokasi di Pantai Timur Sumatera Utara Deli dan Aceh. Semenjak era Orde Baru perluasan areal penanaman digalakkan,
dipadukan dengan sistem PIR Pirindu Perkebunan PTPN III. Perluasan area perkebunan kelapa sawit terus berlanjut akibat meningkatnya harga minyak bumi
sehingga peran minyak nabati meningkat sebagai energi alternatif. Beberapa pohon kelapa sawit yang ditanam di Kebun Raya Bogor hingga
sekarang masih hidup, dengan ketinggian sekitar 12m, dan merupakan kelapa sawit tertua di Asia Tenggara yang berasal dari Afrika Darmosarkoro, 2003 .
Universitas Sumatera Utara
Kelapa sawit pertama kali di perkenalkan di Indonesia oleh pemerintahan kolonial Belanda pada tahun 1848. Ketika itu ada empat batang bibit kelapa sawit
yang dibawa dari Mauritius dan Amsterdam dan ditanam di Kebun Raya Bogor. Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial
pada tahun 1911. Perintis usaha kelapa sawit di Indonesia adalah Adrian Hallet, seorang Belgia yang telah belajar banyak tentang kelapa sawit di Afrika.
Budidaya yang dilakukan diikuti oleh K. Schadt yang menandai lahirnya kelapa sawit di Indonesia. Sejak saat itu perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai
berkembang. Perkebunan kelapa sawit pertama kali berlokasi di pantai timur Sumatera
Utara Deli dan Aceh. Luas areal perkebunannya mencapai 5.123 ha. Indonesia mulai mengekspor minyak sawit pada tahun 1919 sebesar 576 ton ke negara –
negara Eropa, kemudian tahun 1923 mulai mengekspor minyak inti sawit sebesar 850 ton.
Pada masa pendudukan Belanda, perkebunan kelapa sawit mengalami perkembangan yang cukup pesat. Indonesia menggeser dominasi ekspor negara
Afrika pada waktu itu. Namun, kemajuan pesat yang dialami Indonesia tidak diikuti dengan peningkatan perekonomian nasional. Hasil pengolahan ekspor
minyak sawit hanya meningkatkan perekonomian negara asing termasuk Belanda.
2.2. Minyak Kelapa Sawit