1. Kajian Hukum Pidana dan Kriminologi Tentang Penyalahgunaan Kartu
Kredit Credit Card Fraud, Berlin Anto Gulo, 990200021 2.
Kejahatan yang Berkaitan dengan Kartu Kredit dan Upaya Penanggulangannya Rosvelin Rominar Sormin, 040200254
3. Peranan Asosiasi Kartu Kredit Indonesia AKKI dalam Menanggulangi
Tindak Pidana yang Berhubungan dengan Kartu Kredit Studi di Asosiasi Kartu Kredit Indonesia, Putri Sinaga, 050200242
4. Pemalsuan Kartu Kredit Dikaitkan dengan Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana dan PAsal 35 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ITE, Archiman Simbolon,
060200012 5.
Kelemahan-Kelemahan Pasal 263 KUHP Terhadap Kejahatan Kartu Kredit dan Upaya Penanggulangannya, Halimatussakdiah, 920200070
Dengan demikian jika dilihat dari permasalahan serta tujuan yang ingin dicapai dari penulisan skripsi ini, maka penulis dapat mengatakan bahwa skripsi
ini adalah hasil karya yang berasal dari pemikiran penulis.
E. Tinjauan Kepustakaan
1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “Tanggung Jawab” adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu kalau terjadi apa-apa boleh dituntut,
Universitas Sumatera Utara
dipersalahkan, diperkarakan dan sebagainya.
7
Pidana adalah kejahatan tentang pembunuhan, perampokan, dan sebagainya.
8
Selanjutnya pertanggungjawaban pidana adalah pertanggungjawaban dan pidana, merupakan ungkapan-ungkapan yang terdengar dan digunakan dalam
kehidupan sehari-hari, dalam moral, agama dan hukum. Tiga hal ini berkaitan dengan yang lain, dan berakar pada suatu keadaan yang sama, yaitu adanya suatu
pelanggaran terhadap sistem aturan-aturan. Pertanggungjawaban pidana berkaitan dengan persoalan keadilan.
Pertanggungjawaban pidana
lahir dengan
diteruskannya celaan
verwijtbaarheid yang objektif terhadap perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana berdasarkan hukum pidana yang berlaku, yang secara subjektif
kepada pembuat yang memenuhi persyaratan untuk dapat dikenai pidana karena perbuatan tersebut. Dasar dari adanya tindak pidana adalah asas legalitas,
sedangkan dasar dapat dipidananya pembuat adalah asas kesalahan. Ini berarti bahwa pembuat tindak pidana hanya akan dipidana jika ia mempunyai kesalahan
dalam melakukan tindak pidana tersebut. Kapan seseorang dikatakan mempunyai kesalahan dalam melakukan tindak pidana tersebut, merupakan hal menyangkut
masalah pertanggungjawaban pidana. Seseorang mempunyai kesalahan bilamana melakukan tindak pidana, dilihat dari segi kemasyarakatan. Ia dapat dicela oleh
karena perbuatan tersebut.
9
7
Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua, Balai Pustaka, Jakarta, 1991, hal. 1006
8
Ibid, hal. 776
9
Penjelasan Pasal 31 RUU KUHP 1999-2000, hal. 22
Universitas Sumatera Utara
Pada waktu membicarakan pengertian perbuatan pidana, telah diajukan bahwa dalam istilah tersebut tidak termasuk pertangungjawaban. Perbuatan pidana
hanya menunjuk kepada dilarang dan diancamnya perbuatan dengan suatu pidana. Apakah orang yang melakukan perbuatan kemudian juga dijatuhi pidana,
sebagaimana telah diancamkan, ini tergantung dari soal apakah dalam melakukan perbuatan ini dia mempunyai kesalahan, sebab azas pertanggungjawaban dalam
hukum pidana ialah : tidak dipidana jika tidak ada kesalahan Geen straf zonder schuld; Actus non facit reum nisi mens sir rea. Azas ini tidak tersebut dalam
hukum tertulis tapi dalam hukum yang tak tertulis yang juga di Indonesia berlaku. Pertanggungjawaban tanpa adanya kesalahan dari pihak yang melanggar,
dinamakan leer van het materiele feit fait materiele. Dahulu dijalankan atas pelanggaran tapi sejak adanya arrest susu dari H. R. 1916 Nederland, hal itu
ditiadakan.
10
Kesalahan dalam pengertian seluas-luasnya, yang dapat disamakan dengan pengertian pertanggungjawaban dalam hukum pidana, didalamnya terkandung
makna dapat dicelanya si pembuat atas perbuatannya. Jadi apabila dikatakan orang bersalah melakukan sesuatu tindak pidana, maka itu berarti bahwa ia dapat
dicela atas perbuatannya.
Kesalahan dalam arti bentuk kesalahan schuldvorm dapat juga dikatakan kesalahan dalam arti yuridis, yang berupa :
1. Kesengajaan
2. Kealpaan
Unsur-unsur kesalahan dalam arti yang seluas-luasnya, ialah :
a. Adanya kemampuan bertanggungjawab si pembuat; keadaan jiwa si
pembuat harus normal.
10
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2002, hal. 153
Universitas Sumatera Utara
b. Hubungan batin antara si pembuat dengan perbuatannya, yang berupa
kesengajaan dolus atau kealpaan culpa; ini disebut bentuk-bentuk kesalahan.
c. Tidak adanya alasan yang menghapus kesalahan atau tidak adanya alasan
pemaaf.
11
Menurut Prof. Moeljatno orang tidak mungkin dipertanggungjawabkan dijatuhi pidana kalau tidak melakukan perbuatan pidana.
12
Untuk memberikan gambaran tentang apa yang dimaksud dengan pertanggungjawaban pidana kesalahan dalam arti yang seluas-luasnya, berikut
ini disampaikan pengertian tentang “kesalahan dari berbagai pandangandoktrin dalam hukum pidana :
a. Simons
Menurut Simons, kesalahan adalah keadaan batin psychis yang tertentu dari si pembuat dan hubungan antara keadaan batin dari si pembuat tersebut
dengan perbuatannya yang sedemikian rupa, sehingga si pembuat dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya.
13
11
Muladi, Lembaga Pidana Bersyarat, Alumni, Bandung, 1985, hal. 89
12
Ibid, hal. 155
13
Tongat, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia dalam Perspektif Pembaharuan, UMM Pres, Malang, 2009, hal. 222
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan batasan tentang kesalahan yang diberikan Simons tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk adanya kesalahan terdapat dua syarat yang harus
dipenuhi, yaitu :
14
1 Untuk adanya “kesalahan” harus ada juga “keadaan batin” yang
tertentu dari si pembuat. 2
Untuk adanya “kesalahan” juga harus ada hubungan antara keadaan batin si pembuat dengan perbuatannya yang sedemikian rupa, sehingga
si pembuat dapat dicela atas perbuatannya.
b. Karni
Menurut Karni, yang menggunakan istilah “salah dosa” untuk menyebut istila
h “kesalahan” mengatakan, bahwa pengertian salah dosa mengandung celaan. Celaan ini menjadi dasar tanggung jawab menurut hukum pidana.
Selanjutnya dikatakan,
bahwa jika
perbuatan dapat
dan patut
dipertanggungjawabkan atas si pembuat, si pembuat harus boleh dicela karena perbuatannya itu, perbuatan itu mengandung perlawanan hak, perbuatan itu
harus dilakukan baik dengan sengaja maupun dengan salah.
15
14
Ibid.
15
Ibid, hal. 223
Universitas Sumatera Utara
c. Jonkers
Menurut Jonkers didalam keterangan tentang “schuldbergri” membuat pembagian atas tiga bagian dalam pengertian kesalahan, yaitu :
16
1 Kesengajaan atau kealpaan opzet of schuld;
2 Sifat melawan hukum de wederrechttelijkheid;
3 Kemampuan bertanggungjawab de toerekenbaarheid.
d. Vos
Vos memandang pengertian kesalahan mempunyai tiga tanda khusus, yaitu:
17
1 Kemampuan bertanggungjawab dari orang yang melakukan perbuatan
toerekeningsvatbaarheid van de dader. 2
Hubungan batin tertentu dari orang yang berbuat, yang perbuatannya itu dapat berupa kesengajaan atau kealpaan.
3 Tidak terdapat dasar alasan yang menghapus pertanggungjawaban bagi
si pembuat atas perbuatannya.
2. Pengertian Tindak Pidana