Choline Cloride ChCl Gliserol

11

2.4 Sintesis DES

Area terbesar dari suatu DES tersebut lebih banyak dipenuhi dengan garam ammonium kuartener dan HBD hanya sebagai pengompleks dari DES [26]. Sintesis DES tidaklah sulit, karena dapat dilakukan hanya dengan satu langkah sintesis, tanpa perlu melakukan penjernihan sebelum maupun setelahnya. Berbagai DES dapat disintesis dengan alkohol, asam, amida, amina atau gula sebagai HBD dan ChCl sebagai garam kationik [27]. DES disintesis dari garam berbasis amonium atau fosfonium yang digabungkan dalam rasio yang berbeda dengan berbagai jenis donor ikatan hidrogen, seperti alkohol, urea, asam karboksilat asam oksalat, asam sitrat, asam suksinat atau asam amino, poliol gliserol, karbohidrat, ester, eter, amida, dan garam logam terhidrasi, seperti klorida, nitrat dan asetat [28,9] Salah satu keuntungan yang paling penting dari penggunaan DES ini adalah dapat digunakan berulang kali recyclability [24]. Gambar 2.2 Sintesis DES dari ChCl dan Gliserol [25].

2.4.1 Choline Cloride ChCl

Ketika ChCl dicampur dengan kebanyakan donor ikatan hidrogen atau halida logam, sifat fisik ChCl hampir selalu meningkat dibanding penggunaan garam amonium kuartener lainnya dan depresi titik beku cenderung menjadi salah satu yang terbesar. Contohnya adalah campuran ChCl : urea dengan titik beku masing-masing 303 °C dan 135 °C, campuran ini menunjukkan viskositas yang lebih rendah dari kebanyakan sistem lainnya yang mengandung garam amonium yang berbeda dan konduktifitasnya sering lebih tinggi ketika menggunakan ChCl [24]. Alasan utama ChCl menjadi sebuah garam amonium kuaterner adalah ChCl merupakan garam amonium kuaterner asimetris dengan kelompok fungsional polar. Sifat asimetris molekul tersebut akan mengurangi titik beku molekul cairan ionik, seperti halnya gugus fungsional polar. Dengan menggabungkan ChCl: urea rasio 1:2 dihasilkan produk dengan titik beku 12 °C [25]. Pengadukan Panas 80 ˚C Universitas Sumatera Utara 12

2.4.2 Gliserol

Gliserol adalah sebuah molekul kecil yang merupakan bagian terpenting dari metabolisme. Gliserol merupakan komponen struktur pembentuk trigliserida dan fosfolipid [27]. Salah satu halangan yang cukup serius untuk penggunaan biodiesel sebagai bahan bakar alternatif adalah proses yang complicated dan biaya proses pemurnian biodiesel yang tidak sedikit. Penghilangan gliserin dari biodiesel dilakukan karena apabila di dalam biodiesel mengandung gliserin dengan jumlah banyak ia dapat merusak kualitas biodiesel. Teknik pemisahan yang biasanya dilakukan pada proses produksi biodiesel kelapa sawit menggunakan katalis basa KOH. Ada beberapa metode yang biasa dipakai dalam pemisahan FAME dari komponen-komponen. Dan ada 2 metode yang dapat diterima untuk pemurnian biodiesel, yaitu pencucian basah dan pencucian kering. Pada pencucian basah menggunakan air sebagai media pencucinya. Metode ini dengan mudah dapat menghilangkan kontaminan-kontaminan dari biodiesel karena sifat air dan minyak yang mempunyai sifat kelarutan tinggi. Sedangkan untuk pencucian kering, ia menggantikan air dengan ion exchange [5]. Universitas Sumatera Utara 1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sumber bahan bakar fosil yang semakin langka menyebabkan harga minyak mentah meningkat. Upaya dalam mencari alternatif bahan bakar lain yang lebih ramah lingkungan dan tentunya dapat diperbaharui telah banyak dikembangkan, salah satunya adalah biodiesel. Biodiesel dapat diproduksi dari minyak nabati dan lemak hewani. Bahan baku yang paling potensial di Indonesia adalah CPO Crude Palm Oil, dengan kapasitas produksi sebesar 29,4 juta ton pada tahun 2014 [1]. Minyak nabati yang ada di pasaran dunia saat ini, CPO dan RPO Refined Palm Oil menduduki urutan pertama. Penggunaan RPO sebagai bahan baku biodiesel tergolong mahal, karena proses refining minyak kelapa sawit tersebut membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Peneliti ingin mencoba menggunakan DPO Degummed Palm Oil sebagai bahan baku biodiesel ini, dimana CPO hanya akan diberikan perlakuan degumming untuk memisahkan getah dari minyak. Metode yang umum digunakan dalam menghasilkan biodiesel adalah transesterifikasi. Transesterifikasi yang disebut juga reaksi alkoholisis merupakan reaksi kimia yang melibatkan trigliserida dan alkohol serta adanya katalis untuk membentuk ester dan gliserol [2]. Selain adanya alkohol dan katalis, dibutuhkan pelarut di dalam proses transesterifikasi untuk melarutkan CPO dengan alkohol. Pelarut yang digunakan biasanya adalah pelarut organik seperti n-heksana dan metanol [3,4]. Pelarut organik yang digunakan ini memiliki kelemahan diantaranya adalah: 1 ketidakmampuannya dalam menguraikan bahan anorganik dan bahan-bahan logam yang berbeda serta memiliki polaritas tinggi, 2 memiliki tekanan uap yang tinggi, 3 bersifat racun bagi kesehatan, 4 serta bersifat mudah menguap dan terbakar [5]. Hal ini mendorong dilakukannya upaya mengembangkan pelarut yang ramah lingkungan. Pelarut ramah lingkungan dalam beberapa tahun terakhir ini mendapatkan tempat strategis dalam lingkup teknologi ramah lingkungan di dunia. Dalam 20 tahun terakhir, Ionic Liquids ILs atau cairan ionik mampu menarik perhatian peneliti Universitas Sumatera Utara