Pembinaan dan Pengangkatan Jabatan Struktural Pada Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan HAM

Tetty Ernawati Siahaan : Analisis Terhadap Pengangkatan Jabatan Struktural Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Studi Pada Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan HAM Sumatera Utara, 2009 sepenuhnya dilaksanakan serta untuk Kantor Wilayah sendiri eselon yang paling rendah adalah eselon IV a. 168

C. Pembinaan dan Pengangkatan Jabatan Struktural Pada Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan HAM

1. Sistem Pembinaan Karir Pegawai Negeri Sipil Di Indonesia Dalam Hubungannya Dengan Pengangkatan Jabatan Struktural Menurut Fritz Morstein-Marx terdapat empat pola dalam birokrasi negara, yaitu: guardian, caste, patronage, dan merit. 169 Sedangkan Muriel Morse mengamati bahwa di Amerika Serikat juga terdapat empat jenis sistem kepegawaian dalam versi yang lain, yaitu: spoils, merit, welfare, dan affirmative action. Birokrasi Guardian pada prinsipnya berdasarkan pada suatu proses seleksi yang telah ditentukan sebelumnya di mana guardian penjaga bertugas melindungi kebaikan dan kebenaran. Negara republik sebagaimana yang dikemukakan Plato, adalah contoh pola ini. Penguasa birokrasi memelihara sistem tersebut, untuk mencerminkan masyarakat yang baik. Akan tetapi, untuk menentukan siapakah yang dilahirkan untuk memerintah tidaklah mudah. 170 Birokrasi Caste kasta di lain pihak, menawarkan metode pemilihan birokrasi yang lebih mudah. Manusia dilahirkan di dalam kasta masyarakat, dan 168 Hasil wawancara dengan Bapak Yusriadi Kepala Sub Bagian Kepegawaian Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM Sumatera Utara, pada tanggal 17 Juli 2009. 169 N. Joseph Cayer, Public Personnel Administrationin the United States, 2 nd .Ed. New York, St. Martin’s Press, 1986, hlm. 48. 170 Ibid. hanya mereka yang berada pada kasta tinggi saja yang dapat memerintah. Dengan demikian sistem tersebut secara normal mencerminkan struktur masyarakat. Dalam sistem manajemen kepegawaian Patronage panutan atau Spoils, seorang pemimpin politik atau panutan lainnya menghadiahi pengikut- pengikutnya dengan jabatan-jabatan walaupun merit mungkin merupakan pertimbangan, tetapi pertimbangan utamanya adalah pegawai yang diangkat itu telah atau akan bekerja bagi kepentingan penguasa atau pimpinan pemerintah. Sistem kepegawaian merit secara umum terdapat di Amerika Serikat, paling tidak dalam teori. Dalam sistem ini, keputusan-keputusan kepegawaian berdasarkan pada standar-standar, kualifikasi-kualifikasi, dan prestasi kerja tertentu. Premis utama birokrasi yang dikemukakan oleh Weber dikembangkan oleh Max Weber sekitar abad ke-19 membentuk sistem kepegawaian berdasarkan merit, khususnya sebagai seorang pejabat karier para pegawai digaji dalam jumlah tertentu, dilatih dan diseleksi secara spesifik, dibuatkan peraturan- peraturan perundangan untuk semua aktivitas atau program, dan evaluasi prestasi kerja dilakukan sebagai bagian dari fungsi kepegawaian. 1. Sistem Karier Terdapat dua sistem pembinaan karier dalam administrasi kepegawaian, yaitu : pegawai negeri karier yang menyusuri kariernya dari tingkat bawah dan pegawai negeri yang secara politis diangkat pada jabatan tertinggi. Pegawai negeri karier biasanya mempunyai masa kerja yang relatif lama dan jabatan yang Tetty Ernawati Siahaan : Analisis Terhadap Pengangkatan Jabatan Struktural Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Studi Pada Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan HAM Sumatera Utara, 2009 didudukinya tidak dipengaruhi oleh situasi politik, sedangkan pegawai negeri yang diangkat karena faktor politik posisinya relatif tidak stabil. Pegawai negeri dari jenis terakhir ini biasanya diangkat berdasarkan kesamaan pandangan politik dari kelompok yang sedang memerintah. Jenis pegawai negeri karier dibagi ke dalam dua katagori, yaitu sistem karier tertutup dan sistem karier terbuka. 2. Spoils Versus Merit Kelemahan dari sistem spoils adalah bahwa sistem tersebut akan mengakibatkan adanya korupsi politik dan hanya sedikit menghargai prestasi kerja pegawai sedangkan kebaikan sistem spoils adalah bahwa sistem ini memberikan mekanisme untuk integrasi dan kesatuan sistem politik. Selain itu sistem ini juga membantu pembangunan dan penyatuan partai-partai politik, dan orang yang mempunyai hak pilih akan tertarik dengan iming-iming fasilitas yang akan diberikan kepada mereka. Selanjut nya, dengan berkembangnya mata rantai partai, sistem spoils tersebut membantu sosialisasi politik pada berbagai kelompok ras di kota kota besar, dan menimbulkan tuntutan berbagai layanan pemerintah kepada masyarakat karena kemenangan partai yang dipilih mereka. Sistem tersebut mengakibatkan adanya ketidakadilan kepada masyarakat, oleh karena itu para pembaharu menciptakan suatu sistem di mana pegawai negeri dipilih berdasarkan kompetensinya dan kemampuannya untuk melaksanakan tugas. Sistem baru ini disebut sebagai sistem merit dimana semua orang mempunyai kesempatan yang sama untuk berkompetisi Tetty Ernawati Siahaan : Analisis Terhadap Pengangkatan Jabatan Struktural Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Studi Pada Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan HAM Sumatera Utara, 2009 Tetty Ernawati Siahaan : Analisis Terhadap Pengangkatan Jabatan Struktural Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Studi Pada Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan HAM Sumatera Utara, 2009 agar dapat diterima sebagai pegawai negeri, artinya bukan hanya mereka yang kebetulan pendukung pemimpin politik tertentu saja yang punya kesempatan. 171 Sistem merit ini akan membebaskan pegawai negeri dari kendali para politisi dan mesin-mesin yang dibuatnya, dan membuat birokrasi memfokuskan perhatiannya pada tugas melayani masyarakat. Salah satu konsekuensi dari sistem merit adalah melemahnya otoritas atasan, karena atasan tidak dapat secara langsung mengontrol proses seleksi dan penempatan atau rotasi jabatan. Dengan demikian pegawai akan mendapatkan kemerdekaannya dalam melaksanakan tugasnya. Kritik utama bagi sistem merit adalah bahwa proses seleksi sebenarnya menyingkirkan sebagian pelamar dan ini dipandang sebagai suatu alat yang baik untuk memperoleh calon pegawai yang terbaik. Dengan melihat perbandingan kedua sistem tersebut sementara orang mengambil kesimpulan bahwa perbandingannya adalah antara hal yang baik dan jelek. Akan tetapi persoalannya tidaklah sesederhana itu, karena setiap sistem sebenarnya diciptakan sebagai suatu produk dari kekuatan-kekuatan politik yang ada dalam masyarakat. Tidak satu sistem pun yang dapat membuat birokrasi menjadi efektif tanpa biaya dan pengorbanan. Sementara itu Frederick C. Mosher, 172 berpendapat bahwa sebenarnya kata merit itu dalam bidang kepegawaian mempunyai dua konotasi, yang 171 Ibid., hlm. 39. 172 Frederick S. Mosher, Democracy and………Op.Cit., hlm. 218. Tetty Ernawati Siahaan : Analisis Terhadap Pengangkatan Jabatan Struktural Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Studi Pada Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan HAM Sumatera Utara, 2009 kedua-duanya adalah etika. Pertama, balas jasa yang diberikan kepada pegawai berdasarkan prestasi kerjanya di saat sebelumnya misalnya dalam kompetisi ujian, atau bila bicara tentang pekerjaan yang berprestasi, maka balas jasa atau hadiahnya adalah promosi. Kedua, dasar-dasar atau kriteria pertimbangan dan penilaian, di mana dalam bidang kepegawaian merit itu dipakai oleh atasan terhadap pegawainya yang prospektif. Dalam Pasal 17 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, disebutkan bahwa pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam suatu jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja, dan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat obyektif lainnya tanpa mem-bedakan jenis kelamin, suku, agama, ras, atau golongan. Pengangkatan pegawai dalam suatu jabatan harus konsisten dengan prinsip penempatan orang yang tepat pada jabatan yang tepat. Untuk dapat melaksanakan prinsip ini dengan baik, maka ada 2 hal yang perlu diperhatikan, yaitu 173 : 1. Adanya analisis tugas jabatan job analysis yang baik, suatu analisis yang menggambarkan tentang ruang lingkup dan sifat-sifat tugas yang dilaksanakan sesuatu unit organisasi dan syarat-syarat yang harus dimiliki oleh pejabat yang akan menduduki jabatan di dalam unit organisasi itu. 173 A.W. Widjaya, Administrasi Kepegawaian.......... Op.Cit., hlm 55. 2. Adanya penilaian pelaksanaan pekerjaan, kecakapan dari masing-masing pegawai yang terpelihara dengan baik dan terus-menerus. Dengan adanya penilaian pekerjaan maka dapat diketahui tentang sifat, kecakapan, disiplin, prestasi kerja dan lain-lain dari masing-masing pegawai. Dalam praktek sering terjadi, bukan hanya faktor obyektif prestasi kerja, kecakapan, dan lain-lain yang menjadi ukuran tetapi adakalanya faktor subjektif yang lebih dominan penilaian sang Kepala apakah seorang pegawai dapat dipercaya atau tidak, loyal atau tidak, dan lain-lain faktor yang serupa dengan itu. Faktor ‘kepercayaan’ dan ‘loyalitas’ sering memegang peranan dalam menempatkan seorang pegawai terutama dalam kedudukan penting. Karena walaupun seseorang itu cakap dan mempunyai keahlian yang tinggi, tetapi ‘tidak dapat dipercaya’ dan ‘tidak loyal’, maka hal ini akan menimbulkan kekacauan dalam organisasi. Tetapi walaupun demikian, ‘faktor obyektif’ seperti kecakapan, keahlian dan prestasi kerja harus mendapat pertimbangan lebih dahulu, sesudah itu barulah dipertimbangkan faktor subjektifnya. Optimalisasi pemanfaatan sumber daya manusia di lingkungan instansi pemerintah dilakukan melalui pengembangan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan karier. Jabataan karier di instansi pemerintah terdiri atas dua jenis jabatan, yaitu jabatan struktural dan jabatan fungsional. Jabatan struktural di lingkungan instansi pemerintah adalah jabatan manajerial yang dipangku oleh seorang Pegawai Negeri Sipil yang telah memenuhi syarat kemampuan kepemimpinan dan kemampuan teknis fungsional yang memadai sesuai dengan jenjang jabatannya. Hal tersebut sesuai Tetty Ernawati Siahaan : Analisis Terhadap Pengangkatan Jabatan Struktural Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Studi Pada Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan HAM Sumatera Utara, 2009 dengan yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, bahwa pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam suatu jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja, dan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat obyektif lainnya tanpa membeda-kan jenis kelamin, suku, agama, ras, atau golongan. Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural atau jabatan fungsional harus dilakukan secara obyektif dan selektif, sehingga menumbuhkan kegairahan untuk berkompetisi secara sehat, hal tersebut dapat menumbuhkan minat kepada setiap Pegawai Negeri Sipil untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilannya sehingga akan terujud Pegawai Negeri Sipil yang berkemampuan melaksanakan tugas secara profesional dan dapat memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat serta bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Untuk menjaga konsistensi jumlah, kualifikasi dan komposisi jabatan sesuai dengan kebutuhan organisasi baik secara sektoral mikro maupun secara nasional makro, pemerintah merumus-kan dan menetapkan formasi jabatan. Kemudian dalam rangka perencanaan, pengembangan, dan pembinaan karir serta untuk peningkatan mutu kepemimpinan dalam jabatan struktural diperlukan suatu norma, standar, dan prosedur pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dari dan dalam jabatan struktural. Tetty Ernawati Siahaan : Analisis Terhadap Pengangkatan Jabatan Struktural Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Studi Pada Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan HAM Sumatera Utara, 2009 Norma, standar, dan prosedur pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dari dan dalam jabatan struktural telah ditetapkan dalam suatu peraturan pemerintah, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 jo Peraturan Pemerintah nomor 13 Tahun 2002 Tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural. Peraturan tersebut adalah merupakan kebijakan pemerintah yang merupakan pola acuan terhadap pelaksanaan pengangkatan dalam jabatan struktural dan pembinaan karier bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat maupun Pegawai Negeri Sipil Daerah PropinsiKabupatenKota. 2. Proses Pengangkatan Jabatan Struktural Pada Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara Secara sederhana dapat dikatakan, bahwa pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural merupakan upaya yang diusahakan untuk meningkatkan profesionalisme pegawai, kesejahteraan, dan peningkatan karier pegawai negeri sipil sesuai dengan bidang dan kemampuannya, untuk mewujudkan hal tersebut maka dalam merekrut calon pejabat dapat berpedoman pada ketentuan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Untuk menerapkan sistem merit secara konsisten dalam pelaksanaan pengangkatan jabatan struktural ini harus didasarkan pada standar jabatan dan kompetensi. Pembinaan Sumberdaya Aparatur adalah guna membentuk sosok Pegawai Negeri Sipil yang bersih dan berwibawa, serta dapat memberikan pelayanan prima terhadap masyarakat. Maka dalam pembinaan tersebut harus diperlakukan Tetty Ernawati Siahaan : Analisis Terhadap Pengangkatan Jabatan Struktural Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Studi Pada Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan HAM Sumatera Utara, 2009 sama terhadap seluruh Pegawai Negeri Sipil, yaitu memperhatikan mekanisme yang ada, misalnya sistem Daftar Urut Kepangkatan. Daftar Urut Kepangkatan dalam pembinaan Pegawai Negeri disusun untuk menentukan senioritas, promosi dan penempatan pegawai. Pengangkatan dalam jabatan struktural merupakan bagian dari manajemen karier Pegawai Negeri Sipil sebagai kebijakan pemerintah yang bersifat menyeluruh. Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, bahwa pembinaan Pegawai Negeri Sipil diarahkan untuk mewujudkan 1 unsur aparatur negara yang profesional, jujur, adil, bermoral tinggi, berwawasan global dan nasionalis, 2 netral dari pengaruh partai politik atau golongan tertentu, 3 tidak diskriminatif baik dalam recruitmen, penempatan, maupun dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, 4 mampu berperan sebagai unsur perekat negara kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan peraturan pemerintah yang mengatur tentang pengangkatan dalam jabatan struktural adalah Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 jo Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002. Peraturan ini mengatur tentang pengangkatan dalam jabatan struktural untuk seluruh Pegawai Negeri Sipil secara nasional, tidak membedakan Pegawai Negeri Sipil Pusat maupun Pegawai Negeri Sipil Daerah, sehingga kepastian karier Pegawai Negeri Sipil terjamin secara nasional, terhindar dari KKN dan perlakuan diskriminatif, sehingga dapat Tetty Ernawati Siahaan : Analisis Terhadap Pengangkatan Jabatan Struktural Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Studi Pada Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan HAM Sumatera Utara, 2009 Tetty Ernawati Siahaan : Analisis Terhadap Pengangkatan Jabatan Struktural Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Studi Pada Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan HAM Sumatera Utara, 2009 menghasilkan pejabat yang potensial, profesional dan berkualitas sesuai dengan tuntutan masyarakat. Norma, standar dan prosedur pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dalam dan dari jabatan struktural sebagai kebijakan pemerintah merupakan pola acuan dalam pelaksanaan pembinaan karier Pegawai Negeri Sipil yang berlaku nasional, baik Pegawai Negeri Pegawai Negeri Sipil Daerah. Berdasarkan hasil penelitian, Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara dalam proses pengangkatan jabatan strukturalnya dilakukan dengan berpedoman pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku sekarang ini. Dalam proses pengangkatan jabatan struktural tersebut, Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara menetapkan 2 dua buah syarat, yaitu 174 : a. Persyaratan Umum yang harus dipenuhi oleh calon pejabat struktural sebagaimana tertuang dalam Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 jo Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 adalah: 1. Berstatus Pegawai Negeri Sipil 2. Serendah-rendahnya memiliki pangkat 1 tingkat dibawah jenjang pangkat yang ditentukan 3. Memiliki kualifikasi dan tingkat pendidikan yang ditentukan 174 Hasil wawancara dengan Bapak Rahmat Tarigan Kepala Bagian Umum Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM Sumatera Utara, pada tanggal 21 Juli 2009. 4. Semua unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 2 tahun terakhir 5. Memiliki kompetensi jabatan yang diperlukan 6. Sehat jasmani dan rohani. b. Persyaratan khusus yang harus dipenuhi oleh calon pejabat struktural 1. Senioritas dalam kepangkatan 2. Usia 3. Pendidikan dan pelatihan Diklat jabatan 4. Pengalaman Kedua syarat di atas adalah syarat yang harus dipenuhi oleh seorang Pegawai Negeri Sipil pada Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara untuk dapat diangkat menjadi pejabat struktural. Berikut ini penulis akan menguraikan pelaksanaan syarat-syarat di atas dan bagaimana pelaksanaannya di Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara. 1. Berstatus Pegawai Negeri Sipil Dalam pengangkatan jabatan struktural di Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara harus berstatus Pegawai Negeri Sipil. Anggota TNI dan Polri tidak boleh memasuki jabatan karir Pegawai Negeri Sipil, hal ini sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada. Tetty Ernawati Siahaan : Analisis Terhadap Pengangkatan Jabatan Struktural Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Studi Pada Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan HAM Sumatera Utara, 2009 2. Kepangkatan Bahwa syarat kepangkatan adalah merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh calon pejabat struktural pada Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara, namun menurut penulis untuk hal-hal tertentu apabila mendesak syarat itu dapat ditolerir dengan melihat kompetensi dan kapabilitas calon pejabat struktural tersebut. Tujuannya agar pegawai termotivasi untuk meningkatkan kinerja, alasan lainnya sepanjang Pegawai Negeri Sipil tersebut memiliki kemampuanprofesional dan kompetensi sesuai dengan bidangnya. 3. Pendidikan Kualifikasi dan tingkat pendidikan pada dasarnya akan mendukung pelaksanaan tugas dalam jabatan Pegawai Negeri Sipil secara profesional, khususnya dalam upaya penerapan pelaksanaan tugas dalam jabatannya. Dalam syarat pendidikan ini Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara juga menerapkan standar yang bagus, hal ini dikarenakan latar belakang pendidikan sangat menunjang dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, disamping itu, karena tingkat pendidikan dapat meningkatkan kemampuan dan wawasan seseorang sehingga dapat mempermudah pejabat yang besangkutan dalam melaksanakan tugasnya. 4. Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan DP-3 Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara menjadikan DP-3 ini sebagai salah satu dasar pertimbangan untuk diangkat ke Tetty Ernawati Siahaan : Analisis Terhadap Pengangkatan Jabatan Struktural Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Studi Pada Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan HAM Sumatera Utara, 2009 dalam jabatan yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan DP-3 sebagai satu-satunya alat ukur prestasi pegawai, karena belum adanya alat ukur lain yang dapat digunakan sebagai dasar penilaian prestasi pegawai, dan alasan lainnya adalah dalam pelaksanaannya harus sesuai dengan ketentuan. 5. Sehat Jasmani dan Rohani Sehat jasmani dan rohani menjadi salah satu syarat utama dalam pengangkatan pejabat struktural di Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara, sebab seorang pejabat harus mampu menjalankan tugas secara profesional, efektif dan efisien karena itu secara fisik dibutuhkan seorang pejabat yang tidak dalam keadaan sakit-sakitan sehingga mampu menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya. 6. Senioritas Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara juga memperhatikan faktor senioritas ini karena seorang Pegawai Negeri Sipil yang senior dalam pangkat, masa kerja, pelatihan jabatan, pendidikan, dan usia harus menjadi salah satu pertimbangan pengangkatan dalam jabatan struktural. 7. Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Dalam rangka menciptakan kompetensi kepemimpinan aparatur dan meningkatkan mutu, pengetahuan, keahlian, kemampuan dan keterampilan pegawai sesuai dengan kebutuhan organisasi, maka kepada Pegawai Negeri Sipil yang akan diangkat dalam jabatan struktural harus mengikuti Diklatpim sesuai jenjang jabatan strukturalnya. Tetty Ernawati Siahaan : Analisis Terhadap Pengangkatan Jabatan Struktural Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Studi Pada Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan HAM Sumatera Utara, 2009 Tetty Ernawati Siahaan : Analisis Terhadap Pengangkatan Jabatan Struktural Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Studi Pada Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan HAM Sumatera Utara, 2009 8. Daftar Urut Kepangkatan DUK Daftar Urut Kepangkatan DUK adalah suatu daftar yang memuat nama Pegawai Negeri Sipil dari suatu satuan organisasi negara yang disusun menurut tingkatan kepangkatan, adapun ukuran yang digunakan untuk menetapkan nomor urut dalam DUK secara berturut-turut adalah: pangkat, jabatan, masa kerja, latihan jabatan, pendidikan, dan usia. DUK digunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan obyektif dalam melaksanakan pembinaan karier Pegawai Negeri Sipil di Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara, hal ini sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1979. Dalam proses pengangkatan jabatan struktural di Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara tidak terlepas dari Kantor Pusat Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia khususnya pada Biro Kepegawaian. Hal ini terjadi karena Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara adalah instansi vertikal di daerah sehingga untuk pengangkatan jabatan struktural ini Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara hanya memberikan usulan dimana keputusan akhirnya nanti diputuskan oleh Kantor Pusat Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia khususnya pada Biro Kepegawaian berupa Surat Keputusan SK. Lama proses ini tidak ada kepastian waktunya, hal ini tergantung dari kebijakan Kantor Pusat Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. 175 175 Hasil wawancara dengan Bapak Yusriadi Kepala Sub Bagian Kepegawaian Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM Sumatera Utara, pada tanggal 17 Juli 2009. Tetty Ernawati Siahaan : Analisis Terhadap Pengangkatan Jabatan Struktural Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Studi Pada Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan HAM Sumatera Utara, 2009 BAB IV HAMBATAN-HAMBATAN YANG TERJADI DALAM PROSES PENGANGKATAN JABATAN STRUKTURAL SERTA UPAYA-UPAYA YANG DILAKUKAN

A. Hambatan