Pengangkatan dalam Pangkat Analisis Terhadap Pengangkatan Jabatan Struktural Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Studi Pada Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan HAM Sumatera Utara)

Tetty Ernawati Siahaan : Analisis Terhadap Pengangkatan Jabatan Struktural Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Studi Pada Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan HAM Sumatera Utara, 2009 BAB III PROSES PENGANGKATAN JABATAN STRUKTURAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN LAINNYA TENTANG KEPEGAWAIAN

A. Pengangkatan dalam Pangkat dan Jabatan

1. Pengangkatan dalam Pangkat

Pangkat adalah kedudukan yang menunjukkan tingkat seorang Pegawai Negeri Sipil dalam rangkaian susunan kepegawaian dan digunakan sebagai dasar penggajian. 135 Oleh karena itu setiap Pegawai Negeri Sipil diangkat dalam pangkat tertentu. Untuk pertama kalinya Pegawai Negeri Sipil diangkat dalam pangkat sesuai dengan tingkat pendidikan masing-masing. Pangkat-pangkat dan jenis pendidikan yang mendasari pengangkatan dalam pangkat tersebut adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat 4 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 Tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil 136 yang secara garis besar dapat dilihat pada bagan di bawah ini : 135 Pasal 1 ayat 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 99 Tahun 2000 Tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil, LNRI Tahun 2000 Nomor 196, TLNRI Nomor 4017. 136 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2002 Tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil, LNRI Tahun 2002 Nomor 31, TLNRI Nomor 4192. Tabel. 2 GolonganRuang Yang Ditetapkan Untuk Pengangkatan Sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil No Pangkat Golongan Ruang Pendidikan Ijazah 1 2 3 4 5 6 7 8 Juru Muda Juru Pengatur Muda Pengatur Muda Tk I Pengatur Penata Muda Penata Muda Tk I Penata Ia Ic IIa IIb IIc IIIa IIIb IIIc Sekolah Dasar Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Sekolah Lanjutan Tingkat Atas Atau Diploma I Diploma II Diploma III Sarjana S1 Magister S2, Dokter, Apoteker Doktor S3 Sumber : Pasal 11 ayat 4 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 Tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil. Pengangkatan pertama pegawai di lingkungan kerja Pegawai Negeri Sipil tersebut adalah dalam status Calon Pegawai Negeri Sipil CPNS, dimana untuk dapat diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil memerlukan waktu satu sampai dua tahun. Masa menunggu Calon Pegawai Negeri Sipil menjadi Pegawai Negeri Sipil tersebut disebut sebagai masa percobaan. Sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan digaji sebesar 80 dari gaji pokok Pegawai Negeri Sipil. Walaupun masa percobaan Calon Pegawai Negeri Sipil adalah satu sampai dengan dua tahun, namun ada kalanya Calon Pegawai Negeri Sipil diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil setelah lebih dari dua tahun masa kerjanya. Apabila demikian maka diperlukan Tetty Ernawati Siahaan : Analisis Terhadap Pengangkatan Jabatan Struktural Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Studi Pada Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan HAM Sumatera Utara, 2009 Tetty Ernawati Siahaan : Analisis Terhadap Pengangkatan Jabatan Struktural Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Studi Pada Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan HAM Sumatera Utara, 2009 adanya persetujuan Kepala Badan Kepegawaian Negara, dimana dalam nota persetujuan Kepala Badan Kepegawaian Negara tersebut dicantumkan alasan keterlambatan pengangkatannya menjadi Pegawai Negeri Sipil. 2. Pengangkatan dalam Jabatan Setelah seorang Calon Pegawai Negeri Sipil diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil, maka terbukalah kesempatan bagi yang bersangkutan untuk diangkat dalam jabatan tertentu. Jabatan adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seorang Pegawai Negeri Sipil dalam rangka susunan suatu organisasi. Jabatan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu jabatan struktural dan jabatan fungsional. 137 a. Jabatan Struktural Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah nomor 100 Tahun 2000 Tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural, yang dimaksud dengan jabatan struktural adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggungjawab, wewenang dan hak seorang Pegawai Negeri Sipil dalam rangka memimpin suatu satuan organisasi negara. 138 Tugas adalah pekerjaan yang wajib dilaksanakan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. Tanggung jawab adalah kesanggupan seseorang Pegawai 137 H. Nainggolan, Pembinaan Pegawai Negeri Sipil, Jakarta: Ghalia, 1987, hlm. 119. 138 Pasal 1 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah nomor 100 Tahun 2000 Tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural, LNRI Tahun 2002 Nomor 33, TLNRI Nomor 4194. Negeri Sipil untuk menyelesaikan pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan sebaik-baiknya dan tepat pada waktunya serta berani menanggung resiko atas keputusan yang diambilnya atau tindakan yang dilakukan. Wewenang adalah keabsahan tindakan yang dimiliki oleh Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan struktural agar dapat menentukan tata cara dan tindakan yang perlu diambil dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugas pekerjaannya. Sedangkan hak adalah keabsahan tindakan Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan struktural untuk menggunakan segala sarana dan prasarana agar dapat melaksanakan tugas pekerjaan dengan sebaik-baiknya. Jabatan struktural ini dibagi menjadi dua, yaitu jabatan struktural umum dan jabatan struktural khusus. Jabatan struktural umum adalah jabatan yang bersifat pelayanan administrasi supporting unit dalam suatu organisasi seperti jabatan di lingkungan Sekretariat Jenderal Kepala Biro Umum, Kepala Biro Perlengkapan, Kepala Biro Kepegawaian dan jabatan lain yang serupa dengan itu. Sedangkan jabatan struktural khusus adalah jabatan yang bersifat teknis operasional lini dalam suatu organisasi seperti jabatan di lingkungan Direktorat Jenderal Direktur, Kepala Pusat, Kepala Balai atau jabatan lain yang serupa dengan itu. Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam suatu jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja, dan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat obyektif lainnya tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama, ras dan Tetty Ernawati Siahaan : Analisis Terhadap Pengangkatan Jabatan Struktural Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Studi Pada Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan HAM Sumatera Utara, 2009 Tetty Ernawati Siahaan : Analisis Terhadap Pengangkatan Jabatan Struktural Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Studi Pada Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan HAM Sumatera Utara, 2009 golongan. 139 Tujuan pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural adalah untuk mewujudkan aparatur negara yang berdaya guna dan berhasil guna serta sanggup dan mampu melaksanakan tugas-tugas dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah nomor 100 Tahun 2000 Tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural ditentukan bahwa syarat-syarat bagi Pegawai Negeri Sipil untuk dapat diangkat dalam jabatan struktural tersebut adalah sebagai berikut 140 : 1. berstatus Pegawai Negeri Sipil ; 2. serendah-rendahnya menduduki pangkat 1 satu tingkat dibawah jenjang pangkat yang ditentukan; 3. memiliki kualifikasi dan tingkat pendidikan yang ditentukan ; 4. semua unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 2 dua tahun terakhir; 5. memiliki kompetensi jabatan yang diperlukan ; dan 6. sehat jasmani dan rohani. Untuk lebih jelasnya mengenai pengangkatan jabatan struktural tersebut di atas akan diuraikan sebagai berikut 141 : 139 Pasal 17 ayat 2 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, LNRI Tahun 1999 Nomor 169, TLNRI Nomor 3890. 140 Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah nomor 100 Tahun 2000 Tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural, LNRI Tahun 2002 Nomor 33, TLNRI Nomor 4194. 141 Lampiran I Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 12 Tahun 2001 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 Tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural. 1. Syarat pengangkatan Untuk dapat diangkat dalam jabatan struktural seorang Pegawai Negeri Sipil harus memenuhi syarat sebagai berikut : a. Berstatus Pegawai Negeri Sipil Jabatan struktural hanya dapat diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil. Calon Pegawai Negeri Sipil tidak dapat menduduki jabatan struktural karena masih dalam masa percobaan dan belum mempunyai pangkat. Bagi anggota TNI dan anggota kepolisian negara tidak dapat menduduki jabatan struktural karena tidak berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil. b. Serendah-rendahnya memiliki pangkat 1 satu tingkat di bawah jenjang pangkat yang ditentukan. Pegawai Negeri Sipil yang telah memiliki pangkat satu tingkat lebih rendah dari jenjang pangkat untuk jabatan struktural tertentu, dipandang telah mempunyai pengalaman dan atau kemampuan yang dibutuhkan untuk melaksanakan jabatannya. c. Memikili kualifikasi dan tingkat pendidikan yang ditentukan. Kualifikasi dan tingkat pendidikan pada dasarnya akan mendukung pelaksanaan tugas dalam jabatannya secara profesional khususnya dalam upaya penerapan kerangka teori analisis maupun metodologi pelaksanaan tugas dalam jabatannya. d. Semua unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 2 dua tahun terakhir. Penilaian prestasi kerja DP-3 pada dasarnya adalah penilaian dari atasan langsungnya terhadap pelaksanaan Tetty Ernawati Siahaan : Analisis Terhadap Pengangkatan Jabatan Struktural Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Studi Pada Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan HAM Sumatera Utara, 2009 pekerjaan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dan digunakan sebagai salah satu dasar pertimbangan untuk dapat diangkat dalam jabatan yang lebih tinggi. Dalam DP-3 memuat unsur-unsur yang dinilai yaitu kesetiaan, prestasi kerja, tanggung jawab, ketaatan, kejujuran, kerjasama, prakarsa dan kepemimpinan. Apabila setiap unsur yang dinilai sekurang- kurangnya bernilai baik dalam jangka waktu 2 dua tahun terakhir, maka pegawai yang bersangkutan telah memenuhi salah satu syarat untuk dipertimbangkan diangkat dalam jabatan struktural. e. Memiliki kompetensi jabatan yang diperlukan. Kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh Pegawai Negeri Sipil berupa pengetahuan, ketrampilan dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya, sehingga Pegawai Negeri Sipil tersebut dapat melaksanakan tugas secara profesional, efektif dan efisien. f. Sehat jasmani dan rohani disyaratkan dalam jabatan struktural karena seseorang yang akan diangkat dalam jabatan tersebut harus mampu menjalankan tugas secara professional, efektif dan efisien. Sehat jasmani, artinya Pegawai Negeri Sipil tidak dalam keadaan sakit-sakitan sehingga mampu menjalankan tugasnya dengan baik. Sehat rohani, artinya Pegawai Negeri Sipil tidak dalam keadaan terganggu mental atau jiwanya, sehingga mampu menjalankan tugasnya dengan baik. Tetty Ernawati Siahaan : Analisis Terhadap Pengangkatan Jabatan Struktural Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Studi Pada Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan HAM Sumatera Utara, 2009 2. Di samping persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 di atas, pejabat pembina kepegawaian pusat dan pejabat pembina kepegawaian daerah perlu memperhatikan faktor : a. Senioritas dalam kepangkatan. Hal ini digunakan apabila ada dua orang atau lebih Pegawai Negeri Sipil yang telah memenuhi syarat untuk diangkat dalam jabatan struktural untuk menduduki jabatan yang sama. Dalam hal demikian untuk menentukan salah seorang di atara dua orang atau lebih calon tersebut digunakan faktor senioritas dalam kepangkatan yaitu Pegawai Negeri Sipil yang mempunyai masa kerja paling lama dalam pangkat tersebut diprioritaskan. Apabila calon memiliki kepangkatan lebih senior ternyata tidak dapat dipertimbangkan untuk diangkat dalam jabatan struktural maka pejabat yang berwenang wajib memberitahukan secara langsung kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan baik secara lisan maupun secara tertulis. b. Dalam menentukan prioritas dari aspek usia harus mempertimbangkan faktor pengembangan dan kesempatan yang lebih luas bagi Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan suatu jabatan struktural. Dengan demikian yang bersangkutan memiliki cukup waktu untuk menyusun dan melaksanakan rencana kerja serta mengevaluasi hasil kerjanya. c. Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Diklat Jabatan. Diklat Kepemimpinan bukan merupakan syarat pengangkatan jabatan struktural namun demikian apabila di antara calon yang memenuhi syarat terdapat seorang Tetty Ernawati Siahaan : Analisis Terhadap Pengangkatan Jabatan Struktural Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Studi Pada Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan HAM Sumatera Utara, 2009 Pegawai Negeri Sipil telah mengikuti dan lulus Diklat Kepemimpinan maka Pegawai Negeri Sipil yang telah mengikuti dan lulus Diklat Kepemimpinan yang ditentukan untuk jabatan tersebut, diprioritaskan untuk diangkat dalam jabatan struktural. d. Pengalaman. Hal ini menjadi faktor pertimbangan apabila terdapat beberapa calon pejabat struktural maka yang diprioritaskan untuk diangkat dalam jabatan struktural tersebut adalah pegawai yang memliki pengalaman lebih banyak dan memiliki korelasi jabatan dengan jabatan yang diisi. 3. Pelaksanaan pengangkatan. a. Pengangkatan dalam jabatan struktural eselon I di lingkungan instansi pusat, ditetapkan dengan Keputusan Presiden setelah mendapat pertimbangan tertulis dari Komisi Kepegawaian Negara, dengan ketentuan bahwa sebelum Komisi Kepegawaian Negara dibentuk, pertimbangan dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku. b. Pengangkatan dalam jabatan struktural eselon II kebawah pada instansi pusat ditetapkan oleh pejabat pembina kepegawaian pusat setelah mendapat pertimbangan dari Baperjakat instansi pusat. c. Pengangkatan dalam jabatan struktural eselon I di propinsi Sekretaris Daerah, ditetapkan oleh pejabat pembina kepegawaian daerah propinsi setelah mendapat persetujuan pimpinan DPRD propinsi yang Tetty Ernawati Siahaan : Analisis Terhadap Pengangkatan Jabatan Struktural Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Studi Pada Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan HAM Sumatera Utara, 2009 bersangkutan, dengan ketentuan bahwa calon yang diusulkan kepada pimpinan DPRD tersebut telah mendapat pertimbangan dari Baperjakat instansi propinsi. d. Pengangkatan dalam jabatan struktural eselon II kebawah di propinsi ditetapkan oleh pejabat pembina kepegawaian daerah propinsi setelah mendapat pertimbangan dari Baperjakat instansi daerah propinsi. e. Pengangkatan dalam jabatan struktural eselon II kebawah di KabupatenKota, ditetapkan oleh pejabat pembina kepegawaian daerah KabupatenKota setelah mendapat pertimbangan dari Baperjakat instansi daerah KabupatenKota. f. Khusus untuk pengangkatan Sekretaris Daerah KabupatenKota, ditetapkan oleh pejabat pembina kepegawaian daerah KabupatenKota setelah mendapat persetujuan pimpinan DPRD KabupatenKota yang bersangkutan, dengan ketentuan calon yang diajukan kepada pimpinan DPRD tersebut telah mendapat pertimbangan Baperjakat instansi daerah KabupatenKota. 4. Keputusan pengangkatan dalam jabatan. a. Dalam setiap keputusan tentang pengangkatan dalam jabatan struktural, harus dicantumkan nomor dan tanggal pertimbangan Baperjakat, eselon dan besarnya tunjangan jabatan struktrual; b. Asli atau petikan keputusan tersebut disampaikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dengan ketentuan. Tetty Ernawati Siahaan : Analisis Terhadap Pengangkatan Jabatan Struktural Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Studi Pada Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan HAM Sumatera Utara, 2009 1 Bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat, tembusan disampaikan kepada ; a Kepala Badan Kepegawaian Negara; b Dirjen Anggaran Departemen Keuangan; c Kepala KPKN yang bersangkutan; d Pejabat pembuat daftar gaji yang bersangkutan; e Pejabat lain yang dipandang perlu. 2 Bagi Pegawai Negeri Sipil Daerah, tembusan disampaikan kepada : a Kepala Kantor Regional Badan Kepegawaian Negara yang bersangkutan; b Kepala BiroBagian Keuangan daerah yang bersangkutan; c Pejabat pembuat daftar gaji yang bersangkutan; d Pejabat lain yang dipandang perlu. 5. Pelantikan. a. Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dalam jabatan struktural, termasuk Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan struktural yang ditingkatkan eselonnya selambat-lambatnya 30 tiga puluh hari sejak penetapan pengangkatanya wajib dilantik dan diambil sumpahnya oleh pejabat yang berwenang. b. Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan struktural yang mengalami perubahan nama jabatan dan atau perubahan fungsi dan tugas jabatan, maka Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dilantik dan diambil sumpahnya kembali. Tetty Ernawati Siahaan : Analisis Terhadap Pengangkatan Jabatan Struktural Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Studi Pada Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan HAM Sumatera Utara, 2009 c. Tembusan berita acara sumpah jabatan, disampaikan kepada Kepala Badan Kepegawaian NegaraKepala Kantor Regional Badan Kepegawaian Negara yang bersangkutan. 6. Keikutsertaan Dalam Diklatpim. a. Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dalam jabatan struktural dan belum mengikuti dan lulus diklatpim yang ditentukan untuk eselonnya, selambat-lambatnya 12 dua belas bulan sejak pelantikan harus sudah mengikuti dan lulus diklatpim yang ditentukan. b. Dalam setiap tahun anggaran, pejabat pembina kepegawaian harus merencanakan jumlah Pegawai Negeri Sipil di lingkunganya untuk mengikuti diklatpim sesuai dengan kebutuhannya. c. Keikutsertaan dalam diklatpim harus diprioritaskan bagi Pegawai Negeri Sipil yang telah diangkat dalam jabatan struktural yang diduduki. d. Keikutsertaan mengikuti diklatpim bagi Pegawai Negeri Sipil yang telah diangkat dalam jabatan struktural adalah bersifat penugasan, sehingga tidak perlu melalui seleksi diklatpim. 7. Jabatan yang dinaikkan eselonnya. Pegawai Negeri Sipil yang pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000 telah menduduki jabatan struktural yang ditingkatkan eselonnya, berlaku ketentuan sebagai berikut : a. dapat tetap menduduki jabatan tersebut. b. dapat dipindahkan dalam jabatan struktural lain yang eselonnya setingkat. Tetty Ernawati Siahaan : Analisis Terhadap Pengangkatan Jabatan Struktural Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Studi Pada Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan HAM Sumatera Utara, 2009 Tetty Ernawati Siahaan : Analisis Terhadap Pengangkatan Jabatan Struktural Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Studi Pada Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan HAM Sumatera Utara, 2009 Dalam jabatan struktural dikenal adanya istilah eselon, yaitu tingkatan jabatan struktural 142 dan eselon disusun berdasarkan berat ringannya tugas, tanggung jawab, dan wewenang. 143 Jabatan Struktural dan Eselon tersebut ditetapkan dengan Keputusan Presiden apabila menyangkut jabatan struktural eselon I, 144 dan ditetapkan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara bila menyangkut jabatan struktural eselon II ke bawah. Pasal 3. 145 Tabel. 3 Eselon dan Jenjang Pangkat Jabatan Struktural Pegawai Negeri Sipil Jenjang Pangkat, GolonganRuang Terendah Tertinggi No Eselon Pangkat Gol Ruang Pangkat Gol Ruang 1. I a Pembina Utama IVe Pembina Utama IVe 2. I b Pembina Utama Madya IVd Pembina Utama IVe 3. II a Pembina Utama Muda IVc Pembina Utama Madya IVd 4. II b Pembina Tingkat I IVb Pembina Utama Muda IVc 5. III a Pembina IVa Pembina Tingkat I IVb 6. III b Penata Tingkat I IIId Pembina IVa 7. IV a Penata IIIc Penata Tingkat I IIId 8. IV b Penata Muda Tingkat I IIIb Penata IIIc 142 Pasal 1 ayat 3 Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah nomor 100 Tahun 2000 Tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural, LNRI Tahun 2002 Nomor 33, TLNRI Nomor 4194. 143 Pasal 3 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah nomor 100 Tahun 2000 Tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural, LNRI Tahun 2002 Nomor 33, TLNRI Nomor 4194. 144 Pasal 2 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah nomor 100 Tahun 2000 Tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural, LNRI Tahun 2002 Nomor 33, TLNRI Nomor 4194. 145 Pasal 2 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah nomor 100 Tahun 2000 Tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural, LNRI Tahun 2002 Nomor 33, TLNRI Nomor 4194. Tetty Ernawati Siahaan : Analisis Terhadap Pengangkatan Jabatan Struktural Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Studi Pada Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan HAM Sumatera Utara, 2009 9. V a Penata Muda IIIa Penata Muda Tingkat I IIIb 10. V b Pengatur Tingkat I IId Penata Muda IIIa Sumber : Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah nomor 100 Tahun 2000 Tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural, LNRI Tahun 2002 Nomor 33, TLNRI Nomor 4194. Untuk bisa bisa menggambarkan eselonisasi tersebut di atas secara jelas dapatlah diambil contoh eselonisasi di Departemen Hukum dan HAM Republik Indonesia sebagai berikut 146 : a. Eselon I a antara lain : Sekretaris Jenderal, Direktur Jenderal, Inspektur Jenderal, Kepala Badan. b. Eselon I b antara lain : Staf Ahli Menteri. c. Eselon II a antara lain : Kepala Biro, Inspektur, Direktur, Kepala Kantor Wilayah, dan sebagainya. d. Eselon II b antara lain : Sekretaris Direktorat Jendral, Kepala Divisi di Kantor Wilayah, Kepala Kantor Imigrasi Klas I A, Kepala Lembaga Pemasyarakatan Klas I A dan sebagainya. e. Eselon III a antara lain : Kepala Bagian di Kantor Wilayah, Kepala Bidang di Kantor Wilayah, Kepala Kantor Imigrasi Klas II A, Kepala Lembaga Pemasyarakatan Klas II A, Kepala Rumah Tahanan Negara Klas I A, Kepala Balai Pemasyarakatan Klas I A, dan lain sebagainya. f. Eselon III b antara lain : Kepala Lembaga Pemasyarakatan Klas II B, Kepala Kantor Imigrasi Kelas II B, Kepala Rupbasan dan sebagainya. 146 Hasil wawancara dengan Bapak Amir Kepala Divisi Administrasi pada Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM Sumatera Utara, pada tanggal 17 Juli 2009. Tetty Ernawati Siahaan : Analisis Terhadap Pengangkatan Jabatan Struktural Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Studi Pada Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan HAM Sumatera Utara, 2009 g. Eselon IV a antara lain : Kepala Sub Bagian di Kantor Wilayah, Kepala Sub Bidang di Kantor Wilayah, Kepala Rumah Tahanan Negara Klas II A, dan sebagainya. h. Eselon IV b antara lain : Kepala Sub Bagian Lembaga Pemasyarakatan Klas I A, Kepala Cabang Rumah Tahanan Negara, dan sebagainya. i. Eselon V a misalnya : Kepala Sub Seksi di Rumah Tahanan Klas II A, dan lain sebagainya. j. Eselon V b tidak terdapat di lingkungan Departemen Hukum dan HAM Republik Indonesia. Eselonisasi sebagaimana tersebut di atas mungkin sekali diadakan peninjauan, sehingga eselon III b misalnya, dapat ditingkatkan ke dalam eselon III a dan sebagainya. Misalnya, dengan Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 1985 ditetapkan bahwa Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas I A adalah Eselon III a, kemudian dalam Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 1986 jabatan tersebut dinaikkan eselonnya menjadi Eselon II b. 147 Dengan berbagai pertimbangan pemerintah telah mengubah pangkat terendah dan tertinggi untuk menduduki jabatan-jabatan struktural yang terbagi dalam eselon rnasing-masing. Perubahan tersebut adalah apabila pada Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 1985 ditetapkan jenjang pangkat permulaan, lanjutan, 147 Himpunan Peraturan Kepegawaian, Badan Administrasi Kepegawaian Negara, 1991, Jilid V. hlm. 143-144. Tetty Ernawati Siahaan : Analisis Terhadap Pengangkatan Jabatan Struktural Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Studi Pada Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan HAM Sumatera Utara, 2009 dan tertinggi, maka dalam Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah nomor 100 Tahun 2000 Tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural hanya dikenal adanya pangkat permulaan dan pangkat tertinggi saja. Artinya apabila suatu jabatan yang dahulunya bisa diduduki oleh tiga jenjang pangkat, maka pada saat mulai berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah nomor 100 Tahun 2000 Tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural, tersebut, jabatan tersebut hanya bisa diduduki oleh dua jenjang pangkat. Contohnya, untuk jabatan struktural eselon V b pangkat terendahnya adalah Pengatur Tingkat I golongan ruang IId, pangkat lanjutannya adalah Penata Muda golongan ruang IIIa, dan pangkat tertingginya adalah Penata Muda Tingkat I golongan ruang IIIb. Perkembangan terakhir dalam inovasi pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural yang diluncurkan oleh pemerintah adalah dengan ditetapkannya Keputusan Presiden Nomor 47 Tahun 1994 tentang Badan Pertimbangan Jabatan Tingkat Nasional Baperjanas yang ditetapkan mulai berlaku pada tanggal 6 Juli 1994. 148 Badan Pertimbangan Jabatan Tingkat Nasional diketuai oleh Wakil Presiden, dengan anggota-anggota Menteri Sekretaris Negara, Sekretaris Kabinet, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, dan Kepala BAKIN, sedangkan Kepala BAKN bcrtugas memimpin sekretariat. 148 Keputusan Presiden Nomor 47 Tahun 1994 Tentang Badan Pertimbangan Jabatan Tingkat Nasional. Tetty Ernawati Siahaan : Analisis Terhadap Pengangkatan Jabatan Struktural Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Studi Pada Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan HAM Sumatera Utara, 2009 Dengan anggota yang berjumlah genap 4, maka pertimbangannya barangkali adalah agar Ketua dapat mengambil keputusan dengan posisi sebagai penentu. Hal ini penting apabila terjadi voting dua lawan dua dari keempat anggota dimaksud. Untuk mengetahui lebih lanjut posisi Badan Pertimbangan Jabatan Tingkat Nasional di dalam pembinaan karier Pegawai Negeri Sipil, maka perlu diketahui lebih dulu tugas pokoknya, yaitu memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pengangkatan dan pemindahan dalam dan dari jabatan struktural eselon I, dan pengangkatan dalam jabatan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara BUMN tertentu. 149 Jabatan-jabatan tersebut adalah jabatan struktural setingkat Direktur Jenderal Dirjen, Sekretaris Jenderal Sekjen, Ketua Lembaga, Kepala Badan, Deputi, dan Direktur tertentu di lingkungan Badan Usaha Milik Negara. Sebagai perbandingan, sistem pengangkatan pejabat tinggi seperti tersebut di atas juga dilaksanakan oleh Civil Service Commission di negara Inggris; misalnya lembaga tersebut mengangkat pejabat-pejabat Director of Science Reference and Information Service; Head of the Conservation Group; dan Director of National Gallery. 150 Selanjutnya, dengan melihat keanggotaan Baperjanas orang mungkin bertanya, mengapa tidak ada anggota yang posisinya lebih netral, misalnya 149 Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 47 Tahun 1994 Tentang Badan Pertimbangan Jabatan Tingkat Nasional. 150 Civil Service Commision Annual Report, 1986. Tetty Ernawati Siahaan : Analisis Terhadap Pengangkatan Jabatan Struktural Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Studi Pada Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan HAM Sumatera Utara, 2009 tokoh swasta, atau tokoh dari kalangan universitas yang dikenal luas oleh masyarakat? Tujuan pengangkatan anggota tambahan tersebut adalah, agar yang bersangkutan dapat membantu para anggota dalam menetralisir perselisihan pendapat, terutama dalam mempertimbangkan kualifikasi calon. Hal ini tentunya sejalan dcngan prinsip penyelenggaraan birokrasi pemerintahan yang baik, di mana salah satu prinsip dasarnya sebagaimana dikemukakan oleh Max Weber adalah adanya impersonalitas, yaitu kepatuhan masyarakat kepada peraturan, bukan kepada person atau penguasa. Artinya, jika diterapkan pada pengangkatan pejabat adalah dengan melihat kualifikasi orangnya seperti apa adanya, bukan karena hubungan pribadi antarindividu, atau hubungan patron and client. Faktor impersonalitas tersebut juga sangat dibutuhkan, terutama apabila dihubungkan dengan budaya kita sebagaimana juga budaya pada masyarakat lain yang strukturnya piramidal yang digolongkan dalam budaya paternalistik. Dalam hal ini, pertimbangan dari atasanpimpinan yang lebih tinggi seringkali merupakan keputusan final yang harus di ikuti oleh orang lain yang posisinya lebih rendah. Oleh karena itu, penulis mencoba mengusulkan peran dari akademisi atau tokoh swasta dalam keanggotaan tersebut, yang barangkali bisa membantu pengambilan keputusan Baperjanas untuk berposisi netral, sehingga dapat mengurangi kemungkinan pengangkatan berdasarkan hubungan keluarga nepotism atau karena hubungan pribadi amicism sebagaimana disinyalir oleh Mosher. 151 151 Frederick S. Mosher, Democracy and the Public Service 2 nd Edition New York: Oxford Tetty Ernawati Siahaan : Analisis Terhadap Pengangkatan Jabatan Struktural Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Studi Pada Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan HAM Sumatera Utara, 2009 Kemungkinan lain yang perlu diusulkan dalam keanggotaan tambahan tersebut ialah Ketua Korps Pegawai Republik Indonesia KORPRI. Usul ini dimajukan dengan pertimbangan bahwa peran Korps Pegawai Republik Indonesia selama ini berada di luar arena pengangkatan jabatan di lingkungan Pegawai Negeri Sipil, karena perannya memang membina Pegawai Negeri Sipil di luar kedinasan. Namun demikian, di era keterbukaan sekarang ini tampaknya peran Korps Pegawai Republik Indonesia perlu ditambahkan dengan memberi posisi yang cukup penting dan terhormat dalam pembinaan karier Pegawai Negeri Sipil di dalam kedinasan. 1. Jabatan Fungsional Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil didefinisikan bahwa jabatan fungsional adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam suatu satuan organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian danatau keterampilan tertentu serta bersifat mandiri. 152 Pertimbangan untuk pengangkatan jabatan fungsional ini merupakan salah satu cara untuk membina karier dan peningkatan mutu profesionalisme Pegawai Negeri Sipil, dan pembinaan karier Pegawai Negeri Sipil jabatan University Press, 1982, hlm. 219. 152 Pasal 1 ayat 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil, Lembaran Negara RI Tahun 1994 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3547. Tetty Ernawati Siahaan : Analisis Terhadap Pengangkatan Jabatan Struktural Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Studi Pada Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan HAM Sumatera Utara, 2009 fungsional ini berorientasi pada prestasi kerja, sehingga tujuan untuk mewujudkan Pegawai Negeri Sipil sebagai aparatur negara yang berdaya guna dan berhasil guna di dalam melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan dapat tercapai. Jabatan fungsional tersebut kemudian dikelompok-kelompokkan dalam rumpun jabatan fungsional, yang berarti terdapat himpunan jabatan fungsional yang mempunyai fungsi dan tugas yang berkaitan erat satu sama lain dalam melaksanakan salah satu tugas umum pemerintahan. 153 Oleh karena itu jabatan fungsional dibagi ke dalam: jabatan fungsional keahlian dan jabatan fungsional ketrampilan. 154 Untuk pembagian jabatan fungsional tersebut perlu dibuat kriterianya, yaitu sebagai berikut 155 : a. Mempunyai metodologi, teknik analisis, teknik dan prosedur kerja yang didasarkan atas disiplin ilmu pengetahuan danatau pelatihan teknis tertentu dengan sertifikasi. b. Memiliki etika profesi yang ditetapkan oleh organisasi profesi. c. Dapat disusun dalam suatu jenjang jabatan berdasarkan: 1 Tingkat keahlian bagi jabatan fungsional keahlian. 2 Tingkat ketrampilan bagi jabatan fungsional ketrampilan. d. Pelaksanaan tugas bersifat mandiri. 153 Pasal 1 ayat 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil, Lembaran Negara RI Tahun 1994 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3547. 154 Pasal 2 ayat 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil, Lembaran Negara RI Tahun 1994 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3547. 155 Pasal 3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil, Lembaran Negara RI Tahun 1994 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3547. Tetty Ernawati Siahaan : Analisis Terhadap Pengangkatan Jabatan Struktural Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Studi Pada Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan HAM Sumatera Utara, 2009 e. Jabatan fungsional tersebut diperlukan dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi organisasi. Pertimbangan-pertimbangan yang mendasari pembuatan kriteria jabatan fungsional keahlian tersebut di atas adalah adanya disiplin ilmu dan sertifikasi keahlian, sehingga diperlukan akreditasinya, sedangkan jabatan fungsional ketrampilan lebih mempergunakan prosedur dan teknik kerja tertentu serta sertifikasi kewenangan penanganannya. Salah satu contohnya adalah pada rumpun jabatan Pranata Komputer, di mana tugas pokoknya adalah merancang sistem dan mengembangkan sistem komputer, sehingga sistem analis dikelompokkan dalam jabatan fungsional keahlian. Di lain pihak tugas-tugas sistem analis tersebut di atas perlu dijabarkan, dioperasionalkan, dan komputernya perlu dirawat, sehingga diperlukan adanya Programer Komputer yang dikelompokkan sebagai jabatan fungsional ketrampilan. Keahlian dan kewenangan kedua jabatan fungsional tersebut legalisasinya ditetapkan dalam bentuk sertifikat. 156 Pertimbangan berikutnya adalah adanya etika profesi, yaitu norma- norma atau kaidah-kaidah yang ditetapkan oleh disiplin ilmu pengetahuan dan organisasi profesi yang harus dipatuhi oleh pejabat fungsional di dalam melaksanakan tugas dan tanggung-jawabnya. Oleh karena itu organisasi 156 Penjelasan Pasal 3 huruf a Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil, Lembaran Negara RI Tahun 1994 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3547. Tetty Ernawati Siahaan : Analisis Terhadap Pengangkatan Jabatan Struktural Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Studi Pada Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan HAM Sumatera Utara, 2009 profesi dibentuk dan menjadi wadah bagi para pejabat fungsional sesuai dengan rumpun jabatan fungsional yang bersangkutan. 157 Selanjutnya dipertimbangkan pula bahwa untuk menetapkan jenjang jabatan fungsional perlu dilakukan evaluasi jabatan sesuai dengan faktor- faktor penilaian yang ditetapkan dengan mempertimbangkan karakteristik jabatan yang bersangkutan. Sehingga jenjang jabatan keahlian dan jenjang jabatan ketrampilan mempunyai jalur jenjang jabatan yang berbeda dan mempunyai jenjang pangkat yang berbeda pula. 158 Pertimbangan yang menyatakan bahwa jabatan fungsional pada prinsipnya bekerja sendiri disebabkan karena kewenangan pelaksanaan tugasnya adalah mandiri, namun karena tugas tersebut bisa merupakan gabungan antara tugas jabatan fungsional keahlian dan ketrampilan, maka dalam pelaksanaan tugas tersebut jabatan fungsional keahlian dapat dibantu oleh jabatan fungsional ketrampilan. Sebagai contohnya adalah jabatan fungsional Apoteker yang dalam meracik obat dapat dibantu oleh jabatan fungsional Asisten Apoteker. Namun demikian tanggung jawab hasil 157 Penjelasan Pasal 3 huruf b Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil, Lembaran Negara RI Tahun 1994 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3547. 158 Penjelasan Pasal 3 huruf c Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil, Lembaran Negara RI Tahun 1994 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3547. Tetty Ernawati Siahaan : Analisis Terhadap Pengangkatan Jabatan Struktural Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Studi Pada Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan HAM Sumatera Utara, 2009 pelaksanaan tugas dan kewenangan pelaksanaan tugas tetap melekat pada pejabat fungsional masing-masing. 159 Selain hal-hal tersebut di atas, dalam Peraturan Pemerintah tersebut yang penting untuk dicatat adalah adanya angka kredit bagi jabatan fungsional sebagai salah satu unsur penilaian prestasi kerja. Untuk menilai angka kredit jabatan fungsional dibentuk Tim Penilai, yang selain menilai angka kredit juga diberi tugas untuk menetapkan kenaikan pangkat pejabat fungsional. Selanjutnya, dengan mengacu pada Penjelasan Pasal 8 ayat 2 maka pada pokoknya pembentukan Tim Penilai ditetapkan sebagai berikut 160 : 1. Tim Penilai Pusat ditetapkan oleh pimpinan instansi pembina jabatan fungsional, dengan wewenang menilai pejabat fungsional golongan IV. 2. Tim Penilai Instansi ditetapkan oleh pimpinan instansi pengguna jabatan fungsional, dengan wewenang menilai pejabat fungsional golongan II dan golongan III Dalam pasal-pasal yang lain dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Instansi Pembina Jabatan Fungsional adalah instansi pemerintah yang bertugas membina suatu jabatan fungsional menurut peraturan yang berlaku, yaitu instansi yang menggunakan jabatan fungsional yang mempunyai 159 Penjelasan Pasal 3 huruf d Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil, Lembaran Negara RI Tahun 1994 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3547. 160 Penjelasan Pasal 8 ayat 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil, Lembaran Negara RI Tahun 1994 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3547. bidang kegiatan sesuai dengan tugas pokok instansi tersebut atau instansi yang apabila dikaitkan dengan bidang tugasnya dianggap mampu untuk ditetapkan sebagai pembina jabatan fungsional. Contohnya adalah: Departemen Kesehatan sebagai Pembina Jabatan Fungsional Dokter, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan sebagai Pembina Jabutan Fungsional Guru, dan Biro Pusat Statistik sebagai Pembina Jabatan Fungsional Pranata Komputer. Selanjutnya, yang menarik untuk dipelajari pada Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tersebut adalah adanya tunjangan jabatan fungsional. Bila dihubungkan dengan beberapa peraturan tentang besarnya tunjangan jabatan fungsional, maka dapat diketahui bahwa beberapa tunjangan jabatan fungsional justru lebih tinggi dari pada tunjangan jabatan struktural. Untuk lebih memperoleh gambaran tentang jabatan fungsional yang telah ditetapkan tunjangan jabatannya sampai dengan saat ini, maka dapat dilihat nama-nama jabatan fungsional di bawah ini : 1. Peneliti 2. Widyaiswara 3. Penyuluh Pertanian 4. Tenaga Dokter 5. Tenaga Perawatan 6. Tenaga Pengajar Perguruan Tinggi 7. Pengawas Ketenagakerjaan Tetty Ernawati Siahaan : Analisis Terhadap Pengangkatan Jabatan Struktural Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Studi Pada Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan HAM Sumatera Utara, 2009 8. Pengamat Meteorologi dan Geofisika 9. Penyuluh Kehutanan 10. Pustakawan 11. Juru Penerang 12. Pekerja Sosial 13. Teknisi Penerbangan 14. Penyuluh Keluarga Berencana 15. Penguji Mutu Barang 16. Jaksa 17. Pemeriksa Bea dan Cukai 18. Pengawas Keuangan dan Pembangunan 19. Penilai Pajak Bumi dan Bangunan 20. Pranata Komputer 21. Guru 22. Dokter Gigi 23. Pranata Nuklir 24. Pengawas Radiasi 25. Sandiman

3. MutasiRotasi Pegawai Negeri Sipil