Tetty Ernawati Siahaan : Analisis Terhadap Pengangkatan Jabatan Struktural Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Studi Pada Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan HAM
Sumatera Utara, 2009
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebijakan merupakan suatu upaya yang digunakan pemerintah untuk mencapai tujuan negara Indonesia yang termaktub dalam alinea keempat Pembukaan
UUD 1945, perwujudannya berupa pembangunan nasional dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia
untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, yang merata, baik materiil maupun spiritual. Pembangunan dalam arti luas merupakan suatu proses
perubahan di segala bidang kehidupan yang dilakukan secara sengaja berdasarkan suatu rencana tertentu.
Peningkatan mutu sumber daya manusia yang strategis terhadap peningkatan keterampilan, motivasi, pengembangan dan manajemen sumber daya manusia
merupakan syarat utama dalam era globalisasi agar mampu bersaing dan mandiri. Sejalan dengan itu, visi dalam konteks pembangunan sumber daya manusia pemerintah dimasa
yang akan datang adalah mempersiapkan Pegawai Negeri Sipil yang profesional, mampu bersaing, dan mengantisipasi perkembangan dunia yang pesat di berbagai aspek
kehidupan sehingga mampu meningkatkan mutu pelayanan serta kinerja yang tinggi.
1
1
Tim Peneliti Badan Kepegawaian Negara, Persepsi PNS Daerah Tentang Pengangkatan Dalam Jabatan Struktural, Jakarta: Puslitbang BKN, 2003, hlm. 10.
Hal tersebut sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, bahwa kelancaran penyelenggaraan tugas
pemerintah dan pembangunan nasional sangat tergantung pada kesempurnaan Aparatur Negara khususnya Pegawai Negeri Sipil. Karena itu, dalam rangka
mencapai tujuan pembangunan nasional yakni mewujudkan masyarakat madani yang taat hukum, berperadaban modern, demokratis, makmur, adil, dan bermoral tinggi
diperlukan Pegawai Negeri Sipil yang merupakan unsur aparatur negara yang bertugas sebagai abdi masyarakat yang harus menyelenggarakan pelayanan secara
adil dan merata kepada masyarakat dengan dilandasi kesetiaan, dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Sejalan dengan adanya kebijakan tersebut, maka pembinaan Pegawai Negeri Sipil diarahkan untuk dapat mewujudkan Pegawai Negeri Sipil yang profesional,
memiliki wawasan luas, memiliki kemampuan, dan kapabilitas dengan kualitas tinggi yang setara dan seimbang baik di pusat maupun di daerah. Upaya pengembangan
Pegawai Negeri Sipil pusat dan daerah sebagaimana tersebut diatas dapat diwujudkan dengan melaksanakan pembinaan berdasarkan norma, standar dan prosedur
operasional yang berlaku secara nasional. Salah satu faktor terpenting dalam perencanaan sumber daya aparatur adalah
pelaksanaan pengangkatan dan penempatan dalam jabatan, baik jabatan struktural maupun fungsional. Kesalahan dalam tahap pengangkatan jabatan pimpinan akan
menimbulkan hambatan terhadap penyelenggaraan organisasi tersebut, misalnya: tidak tercapainya sasaran organisasi, tidak adanya suasana kerja yang harmonis,
Tetty Ernawati Siahaan : Analisis Terhadap Pengangkatan Jabatan Struktural Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Studi Pada Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan HAM
Sumatera Utara, 2009
Tetty Ernawati Siahaan : Analisis Terhadap Pengangkatan Jabatan Struktural Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Studi Pada Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan HAM
Sumatera Utara, 2009
hubungan kerja yang selalu tegang antara pemimpin dengan bawahan, cara kerja yang tidak efisien dan efektif, dan berbagai penyimpangan prosedur kerja. Oleh karena itu
dalam rangka pengelolaan suatu organisasi tahap pengangkatan dalam jabatan merupakan satu diantara langkah-langkah kritis di dalam keseluruhan proses
pengelolaan sumber daya manusia. Sebenarnya, pengembangan sumber daya manusia ditujukan untuk
mewujudkan manusia pembangunan yang berbudi luhur, tangguh, cerdas dan terampil, mandiri dan memiliki rasa kesetiakawanan, bekerja keras, produktif, kreatif
dan inovatif, berdisiplin dan berorientasi ke masa depan untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik.
2
Namun demikian, pengembangan Pegawai Negeri Sipil melalui pendidikan dan pelatihan yang meliputi Diklat Prajabatan, Diklat
Administrasi Umum ADUM, dan Diklat Staf Pimpinan Administrasi Tingkat Pertama SPAMA yang merupakan salah satu persyaratan untuk diangkat menjadi
Pegawai Negeri Sipil maupun untuk menduduki jabatan struktural, masih terlihat berbagai kelemahan. Kelemahan yang dimaksud meliputi rekruitmen calon peserta
diklat, kurikulum, widyaswara, sarana dan prasarana penunjang, dan profesionalisme pengelola diklat.
Berdasarkan ini, tentu sangat sulit diharapkan munculnya keluaran yang berkualitas untuk mendukung pelaksanaan tugas pokok dan fungsi organisasi.
2
P Tjiptoherijanto dan S.Z. Abidin, Reformasi Administrasi dan Pembangunan Nasional. Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1993, hlm. 41.
Tetty Ernawati Siahaan : Analisis Terhadap Pengangkatan Jabatan Struktural Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Studi Pada Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan HAM
Sumatera Utara, 2009
Tentang permasalahan ini yaitu berupa pembinaan Pegawai Negeri Sipil ditegaskan perlunya diarahkan untuk dapat menjamin sasaran-sasaran, yaitu
3
: 1.
Agar satuan organisasi Lembaga Pemerintah mempunyai jumlah dan mutu pegawai yang rasional berdasarkan jenis, sifat dan beban kerja yang
dibebankan kepadanya.
2. Pembinaan yang terintegrasi terhadap seluruh Pegawai Negeri Sipil,
artinya bahwa terhadap semua Pegawai Negeri Sipil berlaku ketentuan yang sama.
3. Pembinaan Pegawai Negeri Sipil atas dasar sistem karier dan sistem
prestasi kerja. 4.
Pengembangan sistem penggajian yang mengarah kepada penghargaan terhadap prestasi dan besarnya tanggung jawab.
5. Pelaksanaan tindakan korektif yang tegas terhadap pegawai yang nyata-
nyata melakukan pelanggaran terhadap normanorma kepegawaian. 6.
Penyempurnaan sistem administrasi kepegawaian dan sistem pengawasannya.
7. Pembinaan kesetiaan dan ketaatan penuh Pegawai Negeri Sipil terhadap
Pancasila, UUD 1945, Negara dan pemerintah.
Dalam kaitan pengembangan Pegawai Negeri Sipil, dapat dikemukakan bahwa penyelenggaraan diklat selama ini cenderung hanya bersifat formalistis.
Kecenderungan demikian itu tidak menghasilkan output yang berkualitas melainkan kuantitas penyelenggaraannya belaka. Kenyataan ini tentu tidak sejalan dengan
hakikat pengembangan sebagai suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, konseptual dan moral pegawai sesuai dengan kebutuhan pekerjaanjabatan
melalui pendidikan dan latihan.
4
3
A.W. Wijaya, Administrasi Kepegawaian Suatu Pengantar, Jakarta: CV. Rajawali, 1986, hlm. 26.
4
SP. M. Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: CV. Haji Mas Agung, 1994, hlm. 76.
Tetty Ernawati Siahaan : Analisis Terhadap Pengangkatan Jabatan Struktural Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Studi Pada Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan HAM
Sumatera Utara, 2009
Kemudian pembinaan yang dilakukan terhadap Pegawai Negeri Sipil yang antara lain pembinaan karier dan prestasi kerja belum berjalan secara baik,
disebabkan oleh lemahnya tolak ukur yang dijadikan dasar untuk mengetahui apakah seseorang telah berprestasi atau tidak berprestasi. Salah satu tolak ukur yang
digunakan selama ini yaitu Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan DP3 dan Daftar Urut Kepangkatan DUK yang cenderung bersifat subjektif. Demikian pula halnya
penempatan seseorang sering tidak sesuai jenjang karier yang dimilikinya, sehingga cenderung penempatan Pegawai Negeri Sipil tersebut berdasarkan kemauan subjektif
pula. Dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian, telah menjelaskan tentang Aparatur Negara yang baik dalam penjelasan umumnya sebagai berikut
5
: 1.
Kelancaran penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan nasional sangat tergantung pada kesempurnaan aparatur negara khususnya
pegawai negeri. Karena itu, dalam rangka mencapai tujuan pembangunan nasional yakni mewujudkan masyarakat madani yang taat hukum,
berperadaban modern, demokratis, makmur, adil dan bermoral tinggi, diperlukan pegawai negeri sipil yang berunsur aparatur negara yang
bertugas sebagai abdi masyarakat yang harus menyelenggarakan pelayanan secara adil dan merata kepada masyarakat dengan dilandasi
kesetiaan, dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
2. Di samping itu dalam pelaksanaan desentralisasi kewenangan
pemerintahan kepada daerah, Pegawai Negeri berkewajiban untuk tetap menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dan harus melaksanakan tugasnya
secara profesional dan bertanggung jawab dalam menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan serta bersih dari korupsi, kolusi dan
nepotisme.
5
Zainut Tauhid Saadi, Keputusan Kepala BKN dan Kepala LAN Tahun 2001, Tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 96, 97, 98, 99, 100 dan 101, Jakarta: Panca Usaha , 2002, hlm. 771.
Tetty Ernawati Siahaan : Analisis Terhadap Pengangkatan Jabatan Struktural Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Studi Pada Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan HAM
Sumatera Utara, 2009
Dalam rangka pengisian jabatan pimpinanjabatan struktural, seorang pemimpin harus dapat mengembangkan potensi optimal bawahannya, serta secara
tepat dan benar menilai kesiapan dan kemampuan bawahan, sehingga proses pengangkatan dan penempatan dalam jabatan struktural betul-betul menganut merit
system, yaitu: berdasarkan kecakapan, kemampuan atau keahlian tertentu sesuai dengan tingkatan jabatannya. Seiring dengan hal tersebut, pola karir bagi aparatur
pemerintah haruslah jelas, sehingga setiap pegawainya dapat mengerti benar perjalanan karirnya dan syarat-syarat rasional yang harus diraihnya bila ingin
meningkatkan diri ke jabatan yang lebih tinggi. Syarat-syarat rasional ini menjelaskan secara rinci target yang harus dicapai oleh setiap pegawai sehingga apabila terjadi
kenaikan pangkat atau jabatan yang lebih tinggi tidak ada lagi rasa iri, dengki dan curiga kepada pegawai lain.
Ada tiga hal penting yang dapat menjadi pertimbangan dalam pengangkatan calon pejabat struktural, yaitu; kemampuan, kemauan, dan etika moral, yaitu
6
: 1. Kemampuan adalah pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan yang
dimiliki oleh seorang individu untuk melakukan kegiatan atau tugas-tugas tertentu sesuai dengan program untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan bersama.
2. Kemauan berhubungan dengan keyakinan, komitmen, dan motivasi untuk menyelesaikan tugas atau program yang telah ditentukan.
3. Etika moral adalah berhubungan dengan nilai-nilai luhur yang berkaitan dengan kejujuran, ketaatan, kedisiplinan, tanggung jawab, dan menjunjung
tinggi norma-norma yang berlaku.
6
Tim Peneliti Badan Kepegawaian Negara, Persepsi PNS Daerah Tentang Pengangkatan….,Op.Cit., hlm. 12.
Ketiga hal tersebut harus dapat diterapkan dan dilaksanakan secara terpadu, karena tanpa menunjukkan kemampuan berarti orang tidak punya kemauan. Tanpa kemauan
berarti orang tidak akan menghasilkan apapun, kemudian kemampuan dan kemauan harus ditunjang dengan etika moral yang tinggi, sehingga output pekerjaan tidak
berdampak negatif. Kemudian tujuan pembinaan sumber daya aparatur adalah untuk
membentuk sosok Pegawai Negeri Sipil yang bersih, berwibawa, dan dapat memberikan pelayanan prima terhadap masyarakat. Maka dalam pembinaan tersebut
harus diperlakukan sama terhadap seluruh Pegawai Negeri Sipil, dan pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam suatu jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip
profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja, dan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat obyektif lainnya tanpa membedakan jenis
kelamin, suku, agama, ras, atau golongan. Pengangkatan dalam jabatan struktural merupakan bagian dari manajemen
karier Pegawai Negeri Sipil sebagai kebijakan pemerintah yang bersifat menyeluruh. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999 Tentang
Pokok-Pokok Kepegawaian, bahwa pembinaan Pegawai Negeri Sipil diarahkan untuk mewujudkan 1 unsur aparatur negara yang profesional, jujur, adil, bermoral tinggi,
berwawasan global dan nasionalis, 2 netral dari pengaruh partai politik atau golongan tertentu, 3 tidak diskriminatif baik dalam rekrutmen, penempatan, maupun
Tetty Ernawati Siahaan : Analisis Terhadap Pengangkatan Jabatan Struktural Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Studi Pada Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan HAM
Sumatera Utara, 2009
Tetty Ernawati Siahaan : Analisis Terhadap Pengangkatan Jabatan Struktural Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Studi Pada Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan HAM
Sumatera Utara, 2009
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, 4 mampu berperan sebagai unsur perekat negara kesatuan Republik Indonesia.
7
Unsur-unsur tersebut kelihatannya sangat sederhana dan mudah diungkapkan namun sangat kompleks dan sulit untuk mewujudkannya. Berbagai
faktor perlu diperbaiki dan ditingkatkan untuk mendorong terciptanya tujuan tersebut misalnya mentalitas dan intergritas manusianya, birokrasi, faktor kepemimpinannya,
mekanisme dan sistem kerja dan lain sebagainya. Fakta menunjukkan bahwa dalam proses pengangkatan dan penempatan
dalam jabatan struktural terjadi berbagai penyimpangan, serta kurang memperhatikan faktor-faktor obyektif yang telah ditentukan. Ini berarti Pegawai Negeri Sipil tidak
memperoleh jaminan hukum dalam proses promosi dan pengembangan karier. Bahkan kini ada persepsi yang berkembang bahwa dalam promosi jabat-
anpengembangan seseorang harus memiliki empat syarat, yakni 4D duit, dekat, dukung, dan dawuh. Persepsi itu tentu tidak sehat, kendatipun realitas sosial
menyatakan begitu.
8
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Affandi,
9
tidak tertampungnya pejabat struktural pada instansi vertikal untuk menduduki jabatan struktural, terutama secara
kuantitatif jumlah jabatan yang tersedia sangat terbatas sebagai akibat penataan organisasi pemerintahan serta tumbuhnya paradigma lama yaitu pengangkatan dan
7
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, LNRI Tahun 1999 Nomor 169, TLNRI Nomor
3890.
8
Tim Peneliti Badan Kepegawaian Negara, Persepsi PNS Daerah........., Op.Cit., hlm. 11.
9
M. Joko Affandi, Dampak Penataan Organisasi Pemerintahan Daerah, Jakarta: Puslitbang BKN, 2002, hlm. 3-4.
Tetty Ernawati Siahaan : Analisis Terhadap Pengangkatan Jabatan Struktural Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Studi Pada Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan HAM
Sumatera Utara, 2009
penempatan dalam jabatan struktural berdasarkan suku, agama, kekeluargaan, dan indikasi adanya kolusi, nepotisme akan semakin memperburuk dan memperlemah
citra Pegawai Negeri Sipil. Kalau kondisi seperti tersebut dibiarkan berlanjut dan tidak dibenahi secara cepat dan tepat, maka akan menimbulkan dampak yang negatif
bagi pembinaan dan pengembangan karier Pegawai Negeri Sipil, misalnya terjadi persaingan yang kurang sehat antara Pegawai Negeri Sipil. Hal ini sangat
bertentangan dengan prinsip pembinaan dan manajemen Pegawai Negeri Sipil yang seragam secara nasional.
Kondisi seperti ini sangat bertentangan dengan karakter atau prinsip yang harus dianut dan dikembangkan dalam praktek penyelenggaraan kepemerintahan
yang baik, yaitu meliputi
10
: 1.
Partisipasi Participation : Setiap orang atau warga masyarakat, baik laki- laki maupun perempuan memiliki hak suara yang sama dalam proses
pengambilan keputusan, baik secara langsung, maupun melalui lembaga perwakilan, sesuai dengan kepentingan dan aspirasinya masing-masing.
2. Aturan Hukum Rule of law : Kerangka aturan hukum dan perundang-
undangan harus berkeadilan, ditegakkan dan dipatuhi secara utuh, terutama aturan hukum tentang hak asasi manusia.
3. Transparansi Transparency : Transparansi harus dibangun dalam rangka
kebebasan aliran informasi. 4.
Daya Tanggap Reesponsivenessi : Setiap institusi dan prosesnya harus diadakan pada upaya untuk melayani berbagai pihak yang berkepentingan
stakeholders
5. Berorientasi Konsensus Consensus Orientation : Pemerintah yang baik
akan bertindak sebagai penengah bagai berbagai kepentingan yang berbeda untuk mencapai Konsensus atau kesempatan yang baik bagi
kepentingan masingmasing pihak, dan jika dimungkinkan juga dapat diperlakukan terhadap berbagai kebijakan dan prosedur yang akan
ditetapkan pemerintah.
10
Sedarmayanti, Good Governance, Kepemerintahan Yang Baik Buku II, Bandung: Mandar Maju, 1997, hlm. 5.
Tetty Ernawati Siahaan : Analisis Terhadap Pengangkatan Jabatan Struktural Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Studi Pada Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan HAM
Sumatera Utara, 2009
6. Berkeadilan Equity : Pemerintah yang baik akan memberi kesempatan
yang baik terhadap laki-laki maupun perempuan dalam upaya mereka untuk meningkatkan dan memelihara kualitas hidupnya.
7. Efektifitas dan Efesiensi Effektiveness and Efficiency : Setiap proses
kegiatan dan kelembagaan diarahkan untuk menghasilkan sesuatu yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan melalui pemanfaatan yang sebaik-
baiknya berbagai sumber-sumber yang tesedia.
8. Akuntabilitas Accountability : Para pengambil keputusan dalam
Organisasi sektor publik, swasta dan masyarakat madani memliki pertanggung jawaban Akuntabilitas kepada publik masyarakat umum,
sebagaimana halnya kepada para pemilik Stake holders.
9. Visi strategis Strategic vision : Para pemimpin dan masyarakat memiliki
perspektif yang luas dan jangka panjang tentang penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, bersamaan dengan
dirasakanya kebutuhan untuk pembangunan tersebut.
Salah satu dimensi penting dari pengorganisasian adalah proses departemenisasi, yaitu proses pembagian kerja dan kombinasi tugas yang logis
mengarah pada penyusunan bagian organisasi yang makin lama makin mengecil sampai ke level seksi dan seterusnya.
11
Sebuah organisasi formal terdiri dari struktur organisasi fungsional functional organization dan struktur organisasi divisional
divitional organization. Jenis organisasi divisional ditujukan bagi organisasi organisasi yang menurut pekerjaannya bersifat heterogen berbeda antara satu fungsi
dengan fungsi lainnya. Di samping itu dalam organisasi divisional yang menjadi powerful manager ada di lini tengah dan lebih bersifat desentralisasi.
12
Dari hal di atas diketahui bahwa Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia merupakan jenis organisasi yang bersifat divisional, sehingga fungsi dan
11
Harold J Leavit, Pengelolaan, Perubahan dan Pengembangan Organisasi, Jakarta: Lembaga Management Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1993, hlm. 5.
12
Ibid.
Tetty Ernawati Siahaan : Analisis Terhadap Pengangkatan Jabatan Struktural Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Studi Pada Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan HAM
Sumatera Utara, 2009
kewenangan Kepala Divisi khususnya Kepala Divisi Teknis harus lebih besar, termasuk rentang kendali ke Unit Pelaksana Teknis UPT di bawahnya. Artinya
kewenangan Kepala Divisi tidak dapat dipersamakan dengan koordinator. Sebagai bagian dari Pemerintahan, Departemen Hukum dan Hak Asasi
Manusia, khususnya Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara sebagai salah satu instansi vertikal di daerah tidak terlepas dari semua
peraturan dan perundang-undangan, tetapi pada kenyataannya, banyak peraturan yang menjadi landasan untuk mendayagunakan Aparatur Negara dan pelaksanaanya masih
belum diterapkan dan ditegakkan. Apalagi dalam pengangkatan jabatan struktural yang masih mengenyampingkan prestasi kerja sebagai salah satu indikator penting
dalam pengangkatan jabatan struktural tersebut. Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara sebagai induk dari Unit Pelaksana Teknis
untuk melakukan pembinaan, pengendalian dan pengawasan teknis serta pengawasan administrasi mempunyai 32 tiga puluh dua jabatan struktural.
13
Berdasarkan latar belakang diatas dan dalam rangka memberikan sumbangan pemikiran mengenai perbaikan atau penyempurnaan terhadap sumber
daya aparatur pemerintah khususnya Pegawai Negeri Sipil, maka dipandang perlu untuk melakukan penelitian ”Analisis Terhadap Pengangkatan Jabatan Struktural
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian” Studi Pada Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan HAM.
13
Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : M-01PR.07.10 Tahun 2005 tertanggal 01 Maret 2005 Tentang Organisasi dan Tata Laksana Kantor
Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia.
B. Rumusan Masalah