2. Pada harga rendah, lebih banyak yang akan diminta ketimbang pada harga
tinggi, asalkan hal-hal lain sama. Jadi, kaidah permintaan mengatakan bahwa kuantitas yang diminta untuk suatu
barang berhubungan terbalik dengan harga barang tersebut, asalkan hal-hal lain sama pada setiap tingkat harga Miller dan Meiners, 2000.
2.4 Konsumsi dan Pendapatan Nasional
Kunci dari pengeluaran konsumsi adalah pendapatan. Semakin besar pendapatan maka semakin besar pengeluaran konsumsi. Konsumsi mempunyai sifat
yang khusus. Pengeluaran bisa naik dikala pendapatan naik dan bahkan pengeluaran konsumsi bisa lebih cepat naikknya dari pendapatan itu sendiri. Sebaliknya konsumsi
akan sulit turun di kala pendapatan turun. Ada upaya untuk tidak menurunkan pengeluaran konsumsi walau pendapatan sudah turun. Dengan kata lain, turunnya
pendapatan konsumsi lebih lambat dari pendapatan Miraza, 2006. Keynes menyatakan bahwa pengeluaran konsumsi C terutama tergantung
dari pendapatan Y, makin tinggi pendapatan makin tinggi konsumsi. Dalam gambar 2.1 pengeluaran konsumsi merupakan fungsi linier terhadap pendapatan C = a + bY.
Koefisien b merupakan lereng dari garis tersebut yang menunjukkan perubahan konsumsi per unit pendapatan
∆C∆Y yang biasa dinamai marginal propensity to consume dan besarnya kurang dari 1 satu. Misalnya, b = 0,6 berarti bahwa kenaikan
pendapatan sebesar Rp.1000,- akan menambah pengeluaran konsumsi Rp.600,- yang berarti pula tambahan tabungan sebesar Rp 400,-. Koefisien konstanta
Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008
menunjukkan besarnya konsumsi apabila pendapatan sama dengan nol, dan juga menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi C selain pendapatan. Perubahan nilai
a akan menggeser garis C = a + bY. Gambar berikut menggambarkan pengeluaran C + I dan penentuan
pendapatan nasional.
Gambar 2.1 Pengeluaran C + I dan Penentuan Pendapatan Nasional
Sumbu vertikal menunjukkan pengeluaran E sedangkan sumbu horizontal menunjukkan tingkat produksi atau pendapatan nasional Y. Garis pembantu yang
membentuk sudut 45º menunjukkan adanya kesamaan jarak pada masing-masing sumbu, yang berarti adanya kesamaan keseimbangan pengeluaran E sama dengan
pendapatan nasional Y. Pengeluaran terdiri dari konsumsi dan investasi yang dianggap autonomis, yang besarnya tidak tergantung dari pendapatan.
Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008
Gambar 2.2 Tabungan S dan Investasi I
Untuk sementara pengeluaran pemerintah ditiadakan. Pendapatan nasional dalam keseimbangan apabila pengeluaran total C + 1 sama dengan produksi total
Y keseimbangan ini ditunjukkan dengan perpotongan garis E = C + 1 dengan garis pembantu E = Y, sehingga diperoleh Y ekuilibrium.
Pada Y ekuilibrium ini maka keinginan menabung S sama dengan keinginan investasi I seperti pada gambar 2.1 Besarnya keinginan menabung ditunjukkan
dengan selisih antara pendapatan dan konsumsi S = Y – C. Dalam gambar ditunjukkan dengan selisihperbedaan vertikal antara garis 45º dengan fungsi
konsumsi. Gambar 2.2 adalah fungsi tabungan yang diperoleh dari gambar 2.1 dan ditunjukkan dengan garis S = -a + 1 + bY. Garis ini diperoleh dengan
mengurangkan C pada Y, dimana C = a +bY. Jadi, S = Y – C
= Y – a – bY = -a + 1-bY
Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008
Dimana, 1 – b adalah Marginal propensity to save MPS, yakni tambahan tabungan yang diakibatkan oleh adanya tambahan pendapatan
∆S∆Y. Dalam gambar 2.2 hanya pada Y ekuilibrium maka keinginan menabung oleh
sektor rumah tangga sama dengan keinginan investasi oleh perusahaan. Ada pendapatan yang lebih besar dari Y ekuilibrium maka keinginan menabung lebih
besar daripada keinginan berinvestasi dan sebaliknya pada pendapatan dibawah Y ekuilibrium. Apabila tidak ada perubahan fungsi konsumsi demikian juga fungsi
tabungan dan fungsi investasi, Y ekuilibrium akan bertahan lama. Kalau bisa bertahan lama, hal ini menunjukkan suatu keadaan yang baik, apabila Y ekuilibrium
berada dalam keadaan full employment. Tetapi Keynes tidak memberikan jaminan bahwa Y ekuilibrium mesti berada dalam keadaaan full employment. Keadaan ini
mungkin terjadi, tetapi hanya karena kebetulan saja, dan secara otomatis. Alasannya, pengeluaran investasi sifatnya tidak stabil. Pengusaha akan memperkecil pengeluaran
investasinya manakala harapannya untuk dapat menjual output nya kecil. Akibatnya, keinginan untuk melakukan investasi turun dan dengan sendirinya pendapatan
nasional juga turun. Berapa besarnya penurunan pendapatan nasional sebagai akibat turunnya pengeluarana investasi ini? Gambar 2.3 dan 2.4 menjelaskan hal ini.
Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008
Gambar 2.3 Penurunan Pengeluaran Investasi
Gambar 2.4 Penurunan Pengeluaran Investasi
Apabila pengeluaran investasi turun dari I menjadi I
1
maka titik keseimbangan bergeser dari Z ke N dan pendapatan nasional turun dari Y
ke Y
1
ditandai dengan AY dan diukur dengan MN, yang besarnya sama dengan ZM, sedangkan turunnya pengeluaran investasi diukur dengan ZP lebih kecil dari ZM.
Jelas bahwa turunnya pendapatan nasional lebih besar daripada turunnya pengeluaran investasi ZP ZM. Secara sederhana dapat dijelaskan, dengan turunnya
pengeluaran investasi akan menyebabkan turunnya pendapatan. Akibat turunnya
Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008
pendapatan ini konsumsi juga akan turun karena konsumsi merupakan fungsi dari pendapatan sebesar bY. Karena konsumsi merupakan bagian dari pengeluaran,
turunnya pengeluaran konsumsi akan menyebabkan pendapatan turun lagi dan seterusnya. Turunnya pendapatan akhirnya akan sebesar angka pengganda dikalikan
besarnya penurunan investasi Nopirin, 1992. Rumah tangga menerima pendapatan dari tenaga kerja dan modal yang
mereka miliki, membayar pajak kepada pemerintah, dan kemudian memutuskan berapa banyak dari pendapatan setelah pajak digunakan untuk konsumsi dan berapa
banyak yang ditabung. Pendapatan yang rumah tangga terima sama dengan output perekonomian Y. Pemerintah kemudian menarik pajak dari rumah tnagga sejumlah T.
Kita mendefenisikan pendapatan setelah pajak, Y – T, sebagai pendapatan disposabel disposable income atau pendapatan yang bisa dibelanjakan. Rumah tangga
membagi pendapatan disposabelnya di antara konsumsi dan tabungan. Kita asumsikan tingkat konsumsi bergantung secara langsung pada tingkat
pendapatan disposabel. Semakin tinggi pendapatan disposabel, semakin besar konsumsi. Jadi,
C = C Y – T Persamaan ini menyatakan bahwa konsumsi adalah fungsi dari pendapatan
disposabel. Hubungan antara konsumsi dan pendapatan disposabel disebut fungsi konsumsi Consumption function. Kecenderungan mengkonsumsi marginal
Marginal propensity to consume, MPC adalah jumlah perubahan konsumsi ketika pendapatan disposabel meningkat sampai 1 satu dollar. MPC adalah diantara nol
Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008
dan satu: naiknya pendapatan 1 dollar akan meningkatkan konsumsi, tetapi peningkatannya kurang dari 1 satu dollar. Jadi, jika rumah tangga memperoleh
pendapatan tambahan sebesar 1 satu dollar, mereka akan menabung sebagian dari pendapatan tambahan tersebut. Misalnya, jika MPC adalah 0,7 maka rumah tangga
mengeluarkan 70 sen dari setiap dollar tambahan dari pendapatan disposabel pada barang dan jasa dan menabung 30 sen. Gambar 2.5 memperlihatkan fungsi konsumsi.
Konsumsi, C Fungsi Konsumsi
MPC 1
Pendapatan Disposabel, Y - T Gambar 2.5 Fungsi Konsumsi
Fungsi Konsumsi berhubungan dengan konsumsi C pada pendapatan disposabel Y – T. Kecenderungan mengkonsumsi marginal MPC adalah jumlah
kenaikan konsumsi ketika pendapatan disposabel meningkat sebesar 1 dollar. Kemiringan fungsi konsumsi menyatakan berapa banyak konsumsi meningkat
ketika pendapatan disposabel meningkat sebesar 1 dollar. Yaitu, kemiringan dari kurva konsumsi adalah MPC Mankiw, 2000.
Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008
2.5 Kredit Konsumsi