menggunakan pendapatan masa mendatang income rational expectation untuk pengeluaran saat ini to day expenditure.
Dalam hal ini, bila pendapatan masyarakat semakin besar maka akan semakin besar pula pengeluaran konsumsi. Bila pengeluaran konsumsi dilakukan dengan
menggunakan sistem kredit maka cara seperti inilah yang menyebabkan tingginya permintaan kredit konsumsi; dengan kredit konsumsi inilah maka permintaan akan
barang-barang terpenuhi. Hasil analisis menunjukkan yang searah dengan kondisi riil yang digambarkan oleh deskripsi data Produk Domestik Regional Bruto PDRB.
Pada kondisi PDRB tinggi, permintaan kredit konsumsi juga tinggi, tetapi pada kondisi PDRB rendah, permintaan kredit konsumsi juga turun. Pada tahun 1999 dan
2000 menunjukkan bahwa PDRB menurun sebagai akibat dari krisis moneter tahun 1998. Kondisi tersebut mengakibatkan permintaan kredit konsumsi juga mengalami
penurunan yang ditunjukkan oleh perubahan permintaan kredit konsumsi turun sebesar 19,40 persen tahun 1998 dan 10,43 persen tahun 1999.
4.4.3 Nilai Tukar Rupiah Kurs
Berdasarkan hasil estimasi diperoleh bahwa nilai tukar rupiah terhadap dollar berpengaruh positif terhadap permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara. Hal ini
sesuai dengan hipotesis bahwa semakin rupiah terdepresiasi, maka permintaan kredit akan menurun. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin meningkat nilai
tukar rupiah terhadap dollar, maka permintaan kredit konsumsi akan meningkat.
Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008
Menurut Harmanta dan Ekananda 2005, bahwa pengaruh nilai tukar rupiah terhadap USD memiliki hubungan yang positif terhadap permintaan kredit. Artinya
melemahnya nilai tukar rupiah terhadap USD yang mencerminkan kondisi perekonomian yang tidak menentu uncertainty, menyebabkan meningkatnya resiko
berusaha akan direspon oleh dunia usaha dengan menurunkan permintaan kredit. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Junaidi 2006, dengan
menggunakan variabel independen: bunga pinjaman, nilai tukar rupiah dan pertumbuhan ekonomi yang diproxy dengan PDRB terhadap variabel dependen
permintaan kredit produktif, hasil estimasi diperoleh bahwa nilai tukar rupiah terhadap dollar berpengaruh positif terhadap permintaan kredit. Hal ini menunjukkan
bahwa semakin tinggi nilai tukar rupiah rupiah terapresiasi, maka permintaan kredit akan semakin meningkat.
Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian Junaidi 2006, yang menemukan bahwa bahwa semakin tinggi nilai tukar rupiah rupiah terapresiasi,
maka permintaan kredit akan semakin meningkat. Nilai tukar rupiah sepanjang Tw-IV 2007 secara rata-rata masih menguat. Di
awal triwulan, rupiah bergerak cukup stabil dan sempat menguat hingga mencapai Rp. 9.060USD. Memasuki akhir November rupiah terdepresiasi hingga sempat
mencapai level terendah Rp. 9.148USD akibat sentimen negatif kenaikan harga minyak serta imbas penurunan pasar saham Amerika Serikat. Pelemahan juga terjadi
di akhir Desember 2007 akibat pesimisme pasar terhadap langkah penurunan suku bunga Fed yang tidak sesuai dengan ekspektasi. Perkembangan tersebut
Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008
menyebabkan rupiah bergerak melemah ke level Rp. 9.145USD hingga mencapai Rp.9.393USD atau melemah 2,6 point-to point, namun secara rata-rata
Triwulanan rupiah masih menguat tipis 0,12 dari Rp.9.250USD menjadi Rp.9.238USD di triwulan IV-2007. Dapat dilihat pada grafik 4.3 berikut
Grafik 4.3 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah
Sumber:Laporan Kebijakan Moneter, Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2007
Kondisi makro ekonomi Indonesia yang sedang tidak baik, suku bunga cenderung tinggi, kebijakan kenaikan harga bbm pada awal Oktober 2005 dan nilai
rupiah yang tidak stabil juga memicu kenaikan inflasi lebih lanjut, sementara itu mengikuti perkembangan laju inflasi yang cenderung meningkat dan untuk
mempertahankan agar tingkat bunga riil tetap positif, maka tingkat bunga baik SBI maupun deposito juga ikut bergerak naik.
Bank Indonesia BI sebagai penentu kebijakan moneter langsung merespon laju inflasi yang sangat tinggi dengan menaikkan BI rate. Kondisi tersebut tentunya
Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008
dapat berpengaruh pada sistem perbankan nasional karena BI rate sebagai tingkat panduan bunga ke depan tentunya akan direspon oleh sistem perbankan dengan
melakukan penyesuaian terhadap tingkat bunga yang akan ditawarkan kepada nasabah. Kenaikan tingkat suku bunga perbankan tersebut, dapat berdampak negatif
terhadap fungsi intermediasi yang mulai bergairah dan kenaikan kredit macet. Gejolak suku bunga dan inflasi menjadi dua faktor penting yang
mempengaruhi aktifitas penyaluran kredit. Keduanya tidak hanya mendorong suku bunga kredit, tetapi juga membuat resiko kredit macet menjadi besar.
4.4.4 Suku Bunga Kredit Konsumsi SBKK