BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Gizi memegang peranan penting dalam siklus hidup manusia. Rendahnya Indeks Pembangunan Manusia IPM di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya
status gizi dan kesehatan penduduk. Hal ini terlihat dari masih tingginya angka kematian bayi, balita serta angka kematian ibu. Gizi kurang juga sangat berdampak
pada tingkat kecerdasan anak. Anak yang kekurangan gizi pada usia balita akan tumbuh pendek dan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan otak yang
berpengaruh pada rendahnya tingkat kecerdasan anak balita. Anak dengan kecerdasan rendah ini dikhawatirkan akan menjadi beban pada masa akan datang. Selain itu gizi
juga memiliki hubungan erat dengan kematian anak di bawah 5 tahun. Berdasarkan data yang dilansir dalam Jurnal Lancet tahun 2013, sebanyak 44,7 kematian bayi
dan balita disebabkan karena berat bayi lahir rendah BBLR, kegagalan pemberian ASI, anak balita stunting pendek, kurus gizi kurang dan gizi buruk, dan
kekurangan vitamin A, mineral dan zink Kemenkes RI, 2014. Untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas banyak faktor
yang harus diperhatikan antara lain faktor gizi, kesehatan, pendidikan, informasi, teknologi dan jasa pelayanan lainnya. Dari sekian banyak faktor tersebut unsur gizi
memegang peranan penting. Kekurangan gizi hingga gizi buruk akan menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang mengakibatkan seseorang sulit
menerima pendidikan apalagi menguasai informasi dan teknologi. Beragam masalah
Universitas Sumatera Utara
yang dijumpai diberbagai negara berkembang, yaitu kurang energi protein, kurang vitamin A, kurang yodium, anemia gizi besi dan gizi lebih Almatsier, 2002.
Masalah gizi ini merupakan kombinasi dari berbagai faktor, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung dipengaruhi oleh penyakit infeksi
dan kurangnya asupan makan, baik secara kuantitas jumlah konsumsi makanan kurang dari yang dibutuhkan tubuh, maupun secara kualitas kurangnya asupan
makanan bergizi, yaitu makanan yang mengandung sekelompok zat yang esensial bagi kehidupan dan kesehatan. Secara tidak langsung dipengaruhi oleh rendahnya
ketahanan pangan di tingkat rumah tangga, pola asuh yang kurang memadai. Sebagai pokok masalah di masyarakat adalah rendahnya pendidikan, pengetahuan dan
keterampilan, serta tingkat pendapatan masyarakat Depkes, 2005. Faktor yang mempengaruhi memburuknya keadaan gizi pada anak balita,
yaitu pelayanan kesehatan yang tidak memadai, penyakit infeksi, pola asuh, konsumsi makanan yang kurang yang pada akhirnya dapat berdampak pada kematian. Pola
pengasuhan anak berupa sikap dan perilaku ibu dalam hal kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat, kebersihan, memberi kasih sayang. Kesemuanya itu
berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal kesehatan fisik dan mental, status gizi, pendidikan umum, pengetahuan dan keterampilan tentang pengasuhan anak yang
baik, dan juga pekerjaan ibu Adisasmito, 2007. Dari berbagai hasil penelitian diperoleh bahwa yang mempengaruhi status gizi anak
adalah faktor sosial ekonomi keluarga yang berdampak pada pola makan dan kecukupan gizi, faktor lingkungan sosial budaya yang mendukung pentingnya
kesehatan anak dan pendidikan. Pendidikan yang baik berdampak pada pola
Universitas Sumatera Utara
konsumsi makan anak dalam pemilihan makanan, selain itu masyarakat masih mengkonsumsi menu makanan kurang seimbang dan beranekaragam. Di samping itu,
asumsi masyarakat salah dalam penyediaan makanan sehari-hari, dimana dengan terpenuhinya makanan pokok, lauk pauk, sayur dan buah sudahlah baik, tanpa
memperhatikan kuantitas dan kualitas makanan tersebut apakah sudah memenuhi kebutuhan perorangan atau anggota keluarga.
Pemberian makanan yang cukup zat gizinya, yang disesuaikan dengan gizi balita merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan bagi kesehatan anak
balita sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara normal, sehat dan kuat. Ciri-ciri dari anak balita adalah memiliki laju pertumbuhan yang menurun bila
dibandingkan pada masa bayi, anak balita lebih banyak menghabiskan waktu untuk bermain, belajar berbicara dan memahami bahasa sehingga anak dapat meminta
makanan yang diinginkan. Saat-saat seperti ini perhatian orangtua terutama ibu sebagai pemeran yang paling utama dalam mengurus anak dapat mengarahkan anak
untuk makan, harus selalu memperhatikan kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi anak dengan membiasakan pola makan yang seimbang dan teratur setiap
hari, sesuai dengan tingkat kecukupannya. Anak yang tidak mendapat perhatian dan kasih sayang yang konstan dari ibunya maupun anggota keluarga lain di tahun
pertama kehidupannya akan mengakibatkan rasa kurang percaya diri pada anak balita, merasa kurang dicintai oleh orangtuanya, sulit mempercayai orang lain karena semasa
kecilnya ia tidak menerima kehadiran orang-orang yang memberi kasih sayang dan perhatian penuh, dan yang paling penting dapat berpengaruh terhadap status gizi anak
balita itu sendiri Almatsier, 2011.
Universitas Sumatera Utara
Pemberian makanan pada anak balita sangat ditentukan oleh peran ibu sebagai pengasuh utama khususnya dalam memilih, mengolah, dan memberikan makanan
pada anak balita dan hal ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan ibu. Dengan tingkat pendidikan yang memadai memungkinkan seorang ibu lebih mudah mendapatkan dan
memahami berbagi informasi terkait dengan kebutuhan gizi anak balita. Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku hidup sehat. Tingkat
pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang atau masyarakat untuk menyerap informasi dan mengimplementasikan dalam perilaku dan gaya hidup
sehari-hari, khususnya dalam hal kesehatan dan gizi Depkes RI, 2004. Oleh karena itu, tingkat pendidikan ibu akan mempengaruhi sikap dan tindakan ibu dalam
memberi makanan bayi. Masalah gizi kurang dan gizi buruk masih banyak dijumpai di masyarakat
Indonesia. Salah satu golongan yang rawan gizi kurang ini adalah anak balita. Konsumsi makanan anak balita masih tergantung pada menu makanan yang disajikan
dalam keluarganya, karena golongan ini belum dapat memilih makanannya sendiri sehingga peran ibu sangat dan anggota keluarga lainnya yang ada disekitar sangat
berpengaruh terhadap status gizi anak. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2010 terdapat 17,9 balita
kekurangan gizi yang terdiri dari 13,0 balita berstatus gizi kurang dan 4,9 berstatus gizi buruk. Sedangkan tahun 2013 prevalensi balita kekurangan gizi
meningkat menjadi 19,6 dimana 13,9 berstatus gizi kurang dan 5,7 balita berstatus gizi buruk. Untuk Provinsi Sumatera Utara memiliki prevalensi berat badan
kurang di atas angka prevalensi nasional yaitu 21,3, dimana gizi buruk 7,8 dan
Universitas Sumatera Utara
gizi kurang 13,5. Dengan angka sebesar 21,3 prevalensi gizi kurang dan gizi buruk di Sumatera Utara masih termasuk dalam kategori tinggi. Pada Profil
Kesehatan Sumatera Utara tahun 2012, dari 1.141.496 balita yang ditimbang, terdapat 42.190 3,70 balita yang menderita gizi kurang dan yang menderita gizi buruk ada
sebanyak 1.208 0,11. Begitu dominannya peranan ibu bagi kesehatan anak balita terutama dalam
pemberian gizi yang cukup, menuntut ibu harus mengetahui dan memahami akan kebutuhan gizi anak balita, untuk itu harusnya seorang ibu memiliki pengetahuan
yang baik tentang kebutuhan gizi anak balita. Namun kenyataanya kebanyakan ibu rumah tangga masih belum memiliki pengetahuan yang cukup baik berkenaan dengan
kebutuhan gizi anak balita. Hali ini terkait dengan masih banyaknya permasalahan gizi pada anak balita di Indonesia termasuk di Kabupaten Nias.
Data dari Profil Kesehatan Kabupaten Nias Tahun 2011 terdapat persentase balita gizi buruk di Kabupaten Nias tahun 2011 sebanyak
31 0,36 dan balita gizi kurang sebanyak 23,09 dari 13.260 balita. Berdasarkan data baseline hasil survei
oleh Wahana Visi Indonesia Area Development Program Nias di Kabupaten Nias pada tahun 2013 Kabupaten Nias mempunyai penduduk 132.860 jiwa dengan 26.568
kepala rumah tangga, laki-laki berjumlah 64.685 jiwa dan wanita berjumlah 66.175 jiwa. Pada umumnya masyarakat di Pulau Nias adalah petani karet 92,11, sebuah
kegiatan masyarakat berbasis pada lahan. Wahana Visi Indonesia WVI adalah organisasi kemanusiaan Kristen yang
bekerja bersama masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan anak. Wahana Visi Indonesia Area Development Program Nias WVI ADP Nias merupakan bagian dari
Universitas Sumatera Utara
WVI yang berpusat di Jakarta. WVI ADP Nias hingga saat ini sedang melaksanakan program yang bertujuan untuk melindungi hak anak keluarga miskin selama masa
tumbuh kembang, melangsungkan kehidupan dan mengakses fasilitas ekonomi, kesehatan, dan pendidikan. Program ini dilaksanakan melalui kerjasama antara
pemerintah, gereja, LSM dan
stakeholder
di tingkat desa. Berdasarkan data baseline hasil survei WVI ADP Nias tahun 2013 pada
keluarga petani karet di tiga Kecamatan yang merupakan wilayah binaan WVI ADP Nias Kabupaten Nias dari 165 anak balita yang diteliti, jika dilihat dari indeks berat
badan menurut umur BBU ditemukan sebanyak 49 anak balita yang mengalami kekurangan gizi yang tergolong dalam BB kurang 31 orang18,8 dan anak balita
yang tergolong dalam BB sangat kurang berjumlah 18 orang10,9. Dengan angka sebesar 29,7 prevalensi gizi kurang dan gizi buruk di Kabupaten Nias masih
termasuk dalam kategori tinggi standar WHO : 5-9 rendah, 10-19 medium, 20- 39 tinggi, 40 sangat tinggi.
Dari hasil observasi penulis sendiri dapat dilihat bahwa ibu yang memiliki anak balita masih memiliki pengetahuan yang tergolong rendah. Hal ini dibuktikan
bahwa banyak ibu yang memiliki anak balita tidak memberikan ASI eksklusifASI saja selama enam bulan kepada anak balitanya, hal ini disebabkan karena kurangnya
pengetahuan ibu tentang manfaat ASI. Untuk pemberian MP-ASI pada anak balita kebanyakan disesuaikan dengan menu makanan keluarga nasi yag dijadikan bubur,
lauk pauk dan sayur, hanya sebagian ibu yang memberikan makanan tambahan pada anak balita sesuai dengan permintaan anak. Pemberian ASI pada anak, MP-ASI yang
beragam dan sesuai sangat berpengaruh terhadap kesehatan dan gizi anak.
Universitas Sumatera Utara
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Indonesia dikenal sebagai negara agraris, dimana sebagian besar
penduduknya berada atau tinggal di pedesaan. Hal ini menunjukkan sebagian besar penduduk Indonesia mata pencarian pokoknya adalah bertani. Demikian juga halnya
di Kabupaten Nias khususnya Kecamatan Hiliduho, Kecamatan Botomuzoi, dan Kecamatan Hiliserangkai yang merupakan kecamatan binaan WVI ADP Nias,
sebagian besar penduduknya bekerja di sektor pertanian dan pada umunya adalah petani karet.
Berdasarkan observasi awal yang penulis lakukan masyarakat petani karet di Kabupaten Nias pada umumnya berorientasi kepada petani karet yang hasilnya
kadang-kadang pendapatannya menurun, dan masih banyak masyarakat petani yang mengeluh karena masih kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka,
perumahan yang kurang memenuhi syarat-syarat rumah sehat, tidak memiliki pakaian yang baik, tidak bisa mendapatkan pakaian yang baik, tidak bisa mendapatkan
pendidikan yang layak, peranan ayah, ibu dan anak yang tidak efisien serta hubungan antara individu dalam keluarga yang kurang baik. Faktor yang menyebabkan
rendahnya tingkat pendapatan dari hasil produktivitas antara lain karena kondisi cuaca dimana di Kabupaten Nias curah hujannya sangat tinggi, pemeliharaan tanaman
yang jarang dilakukan, dan lahan yang tidak bersih. Hal ini juga sesuai dengan survei yang dilakukan oleh Wahana Visi Indonesia ADP Nias tahun 2013 yang
menunjukkan bahwa penyebab rendahnya produktivitas tanaman karert selain alasan tersebut di atas juga karena usia dari tanaman karet sudah tua yaitu usia di atas 20
tahun.
Universitas Sumatera Utara
Dari permasalahan di atas, penulis tertarik dan merasa perlu untuk melakukan penelitian mengenai hubungan karakteristik keluarga dengan kasus balita gizi buruk
pada keluarga petani karet di wilayah binaan Wahana Visi Indonesia Area Development Program Kabupaten Nias.
1.2 Rumusan Masalah