64 memperoleh data dan informasi yang diperlukan dalam penelitian Siagian,
2011: 206. 2.
Wawancara, yaitu proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara Tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan
responden, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara untuk memperjelas atau mengkonfirmasi data yang diperoleh melalui penyebaran
kuesioner.
b. Data sekunder
Data yang diperoleh dari lembaga atau instansi tertentu, seperti Biro Pusat Statistik, Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, Departemen Pertanian, dan lain –
lain. Dari data sekunder tersebut juga diperoleh dari studi pustaka yaitu dengan mengumpulkan informasi yang menyangkut masalah yang diteliti dengan mempelajari
dan menelaah buku, majalah, surat kabar, website, jurnal, ataupun tulisan yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti Suyanto dan Sutinah, 2006 : 55.
3.5 Teknik Analisa Data
Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif dengan pendekatan kuantitatif yaitu dengan menjabarkan hasil
penelitian dan untuk menganalisis data – data yang diperoleh dari hasil penelitian. Teknik analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik kolerasi Product
Moment, yang digunakan untuk mencari koefisien anatar data – data interval atau juga rasio. Taraf kolerasinya disimbolkan dengan r, yang dicari dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:
65 �
��
= �. ∑ �� − ∑ �∑ �
�[�. ∑ �
2
− �
2
] �. [�
2
− �
2
]
Keterangan: �
��
= Koefisien kolerasi product moment N = Jumlah sampel
X = Skor distribusi variabel X Y = Skor distribusi variable Y
66
BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
4.1. Sejarah Singkat Pembentukan Kabupaten Dairi a. Masa Penjajahan
Pemerintahan di Dairi telah ada jauh sebelum kedatangan penjajahan Belanda, walaupun saat itu belum dikenal sebutan wilayahdaerah otonomi, tetapi
kehadiran sebuah pemerintahan pada zaman tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dengan adanya pengakuan terhadap raja – raja adat. Pemerintahan masa itu di
kendalikan oleh Raja Ekuten Tidakal AurKampungSuak dan Pertidaki sebagai raja – raja adat merangkap sebagai Kepala Pemerintahan.
Sejarah mencatatt bahwa pada masa perjuangan melawan penjajahan Belanda, sejarah mencatat bahwa raja Sisingamangaraja XII semasa hidupnya cukup
lama berjuang di daerah Dairi. Hal ini terjadi karena wilayah Bakkara dan wilayah Toba pada umumnya telah dibakar habis dan dikuasai oleh Belanda. Kondisi tersebut
tidak memungkinkan lagi untuk bertahan dan meneruskan perjuangannya di wilayah Toba, sehingga beliau hijrah ke Dairi. Raja Sisingamangaraja XII wafat pada tanggal
17 Juni 1907 di Ambalo Sienem Koden yang ditembak atas perintah komandan Baliton Marsuse Belanda, Kapten Cristofel.
Pada masa penjajahan Belanda yang terkenal dengan politik Devide Et Impera
, maka nilai – nilai, pola dan struktur pemerintahan di Dairi mengalami perubahan yang sangat cepat dengan mengacu pada sistem dan pembagian wilayah
kerajaan Belanda. Dairi saat itu ditetapkan pada suatu Onder Afdeling yang dipimpin seorang Controleur berkebangsaan Belanda dan dibantu oleh seornag Demang dari
penduduk PribumiBumi Putra. Kedua pejabat tersebut dinamai Controleur Der Dairi
67 Landen
dan Demang Der Dairi Landen. Pemerintah Dairi landen adalah sebagian dari wilayah Pemerintahan Afdeling Batidak landen yang dipimpin Asisten Residen
Batidak Landen yang berpusat di Tarutung. Sistem ini berlaku sejak dimulainya perjuangan pahlawan Raja Sisingamangaraja XII dan berlaku juga sampai saat
penyerahan Belanda atas pendudukan Nippon Jepang tahun 1942. Setelah jatuhnya Hindia Belanda atas kedudukan Dai Nippon, maka
pemerintahan Belanda digantikan oleh Militerisme Jepang. Pada masa itu pemerintahan Jepang di Dairi memerintah cukup kejam dengan menerapkan kerja
paksa membuka jalan Sidikalang sepanjang lebih kurang 65 km, membayar upeti dan para pemuda dipaksa masuk Heiho dan Giugun untuk bertempur melawan Militer
Sekutu. Pada masa Pemerintahan Jepang pada dasarnya tidak terdapat perubahan prinsipil dalam susunan Pemerintahan di Dairi, namun mengganti jabatan lama, antara
lain Demang diganti menjadi Guntyo, Asisten Demang menjadi Huku Gunty, kepala Negeri diganti menjadi Bun Danyto, dan kepala kampong diganti menjadi Kuntyo.
b . Zaman Kemerdekaan
Setelah kemerdekaan diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945, maka UUD 1945 mengehendaki dibentuknya Undang – Undang yang mengatur tentang
pemerintahan Daerah, sehingga sebelum Undang – Undang tersebut dibentuk oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia dalam rapatnya 19 Agustus 1945
menetapkan Daerah RI untuk sementara dibagi atas 8 delapan Provinsi yang masing – masing dikepalai oleh seorang Gubernur. Daerah Provinsi dibagi dalam keresidenan
yang dikepalai oleh seorang Residen. Gubernur dan Residen dibantu oleh Komite Nasional Daerah.
68 Mengingat keadaan pada masa tersebut Belanda masih ingin menjajah
kembal di Indonesia, sementara Undang - Undang belum dibentuk, maka dikeluarkan Maklumat Wakil Presiden Nomor X tanggal 16 Oktober 1945 tentang pemberian
kekuasaan legislatif kepada Komite Nasional Indonesia Pusat. Untuk mempertegas kedudukannya, pada waktu itu Komite Nasional Indonesia Pusat dianggap sebagai
Dewan Perwakilan Rakyat. Sehubung dengan dikeluarkannya Maklumat Wakil Presiden tersebut maka kedudukan Komite Nasional Daerah pun perlu dipertegas.
Untuk keperluan inilah maka sesuai Undang – Undang Nomor 1 tahun 1945, maka di Dairi dibentuk Komite Nasional Daerah untuk mengatur Pemerintah dalam mengisi
kemerdekaan. Pada masa Agresi Militer pertama yakni 6 Juli 1947 Belanda menguasai
Sumatera Timur sehingga masyarakat Dairi yang berasa di sana mengungsi kembali ke Dairi. Untuk menyelenggarakan Pemerintahan serta menghadapi perang melawan
Agresi Belanda, maka residen Tapanuli saat itu menetapkan keresidenan Tapanuli menjadi empat Kabupaten yaitu : Kabupaten Dairi, Kapupaten Toba Samosir,
Kabupaten Humbang, Kabupaten Silindung. Pada masa Agresi Militer II Belanda, maka hampir seluruh wilayah
Indonesia dapat dikuasai kembali oleh Belanda, demikian juga halnya di Dairi. Pada tanggal 23 Desember 1948 Belanda telah berhasil menduduki kota Sidikalang dan
Tigalingga, sehingga saat itu Kepala Daerah tingkat II Dairi menyerah, sedangkan sebagian besar masyarakat serta pegawai pemerintahan mengungsi ke kota Sidikalang
untuk menghindari serangan Belanda. Sejak tahun 1958, aspirasi masyarakat Dairi untuk memperjuangkan
daerahnya sebagai kabupaten yang otonom tetap, tumbuh berkembang dengan mengutus tokoh masyarakat ke Jakarta untuk menyampaikan hasrat yang dimaksud
69 agar disetujui. Aspirasi dan tuntutan tersebut terus berkembang sampai tahun 1964 dan
saat itu tokoh masyarakat berangkat ke Jakarta untuk memperjuangkannya di Departemen Dalam Negeri. Akhirnya pertimbangan persetujuan pemerintah pusat pada
tahun itu menyetujui Daerah Otonom Kabupaten yang terpisah dari Kabupaten Tapanuli Utara. Pada tahun 2003, Kabupaten Pakpak Barat resmi manjadi daerah
Otonom pemekaran dari Kabupaten Dairi. Wilayah Dairi terbagi atas 15 Kecamatan yaitu:
1. Kecamatan Sidikalang, dengan Ibu kota Sidikalang
2. Kecamatan Sumbul, dengan Ibu kota Sumbul
3. Kecamatan Silima Pungga – Pungga, dengan Ibu kota Parongil
4. Kecamatan Siempat Nempu, dengan Ibu Kota Buntu Raja
5. Kecamatan Tigalingga, dengan Ibu kota Tigalingga
6. Kecamatan Tanah Pinem, dengan ibu kota Kuta Buluh
7. Kecamatan Parbuluan, dengan Ibu Kota Sigalingging
8. Kecamatan Pegagan Hilir, dengan Ibu Kota Tiga Baru
9. Kecamatan Siempat Nempu Hulu, dengan Ibu Kota Silumboyah
10. Kecamatan Siempat Nemp Hilir, dengan Ibu Kota Sopo Butar
11. Kecamatan Lae Parira, dengan Ibu kota Lae Parira
12. Kecamatan Gunung Sitember, dengan Ibu Kota Gunung Sitember
13. Kecamatan Berampu, dengan Ibu Kota Berampu
14. Kecamatan Silahisabungan, dengan Ibu Kota Silalahi
15. Kecamatan Sitinjo, dengan Ibu Kota Sitinjo
70
4.2 Sidikalang