Keterpaduan Instansi Pengelola Sistem Drainase

d. Outlet drainase Jalan Karya, berbentuk bulat diameter 90 cm berada di bawah muka banjir sungai Sei Sikambing sehingga apabila terjadi hujan di daerah yang luas outlet tidak dapat berfungsi maksimal dan secara teoritis terjadi pengurangan debit pengaliran ± 10 akibat hambatan aliran di depan outlet yang terendam banjir sungai. e. Pintu klep tidak terawat sehingga pintu klep tidak dapat membuka dengan baik yang mengakibatkan debit outlet berkurang sehingga aliran air di hulu outlet menjadi tertahan.

4.7 Keterpaduan Instansi Pengelola Sistem Drainase

Beberapa instansi yang betanggunjawab langsung dan aktif dalam penanganan drainase sub sistem Sei Sikambing sebagaimana dijelaskan pada Sub Bab 3.3.1, instansi pengelola drainase kota menjalankan tugas dan kewenangan masing masing yang dipisahkan secara jelas namun oleh karena berbagai keterbatasan dan sulitnya koordinasi antar instansidinas sehingga penanganan sistem drainase kota Medan belum dapat terlaksana secara efektif. Instansi penanggungjawab utama pengelolaan sistem drainase kota Medan adalah: a. Pengelolaan sungai lintas kabupaten adalah Dinas Pengairan Pemprovsu; b. Pengelolaan drainase primer APBN adalah Dinas Tarukim Pemprovsu; c. Pengelolaan drainase primer sekunder dan tersier non APBN adalah Dinas PU Pemko Medan; d. Pengelolaan DAS Sungai Deli adalah Balai Pengelolaan DAS Wampu-Ular; e. Pengelolaan Sumber Daya Air Sungai Deli adalah Balai Pengelolaan Sumber Daya Air Belawan-Belumai-Ular. Dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan teknis dan menyusun program kerja dalam lingkup tanggungjawab masing-masing, masing-masing instansi seharusnya melakukan koordinasi terlebih dahulu sehingga penanganan permasalahan drainase dapat dilihat secara menyeluruh. Akibat kurangnya koordinasi maka masing-masing instansi membuat program masing-masing dan pada saat terjadi permasalahan yang menjadi patokan adalah program kerja anggaran sehingga masing-masing saling menyalahkan. Penyusunan program kerja anggaran dibatasi oleh kemampuan penyediaan dana, dengan keterbatasan anggaran diharapkan dengan adanya koordinasi perencanaan dan pelaksanaan program, pengelolaan drainase dapat dilaksanakan secara bertahap, menyeluruh dan berkesinambungan sehingga tujuan akhir terbangunnya sistem drainase yang baik dapat dicapai. Dominggo Pasaribu: Konsep Pengelolaan Drainase Kota Medan Secara Terpadu, 2007. USU e-Repository © 2008 Penanggungjawab utama pembangunan, rehabilitasi, operasi dan pemeliharaan prasarana jalan, jembatan dan pengairansaluran di Kota Medan adalah Pemko Medan. Struktur organisasi Dinas PU Pemko Medan menunjukkan bahwa dalam satu aspek pengelolaan diarahkan untuk terjadi keterpaduan antara berbagai sistem prasarana misalnya Sub Dinas Perencanaan membawahi seksi jalan dan jembatan, seksi pengairandrainase dan seksi survei dan pengukuran. Diharapkan dengan kondisi ini terjadi keterpaduan perencanaan jalan, jembatan, pengairan dan drainase kota. Akan tetapi oleh karena berbagai kondisi dan keterbatasan sumber daya pengelolaan dilakukan secara terpisah dan tidak berkelanjutan sehingga permasalahan tidak terselesaikan secara tuntas. Sebagai contoh dalam penanganan gorong-gorong di bawah jalan, untuk tujuan memperlancar aliran air, gorong-gorong diperbesar dimensinya dan ditinggikan, lingkup pelaksanaan pekerjaan hanya pekerjaan gorong-gorong dan kelanjutan untuk penanganan drainase di hulu dan di hilir tidak jelas akhirnya kenyamanan pengguna jalan terganggu dan genangan air tetap terjadi karena kapasitas saluran drainase tetap. Dominggo Pasaribu: Konsep Pengelolaan Drainase Kota Medan Secara Terpadu, 2007. USU e-Repository © 2008

BAB V PERUMUSAN KONSEP PENGELOLAAN

DRAINASE KOTA MEDAN

5.1 Efektivitas Sistem Drainase Kota

Dari beberapa hal yang dibahas dalam Bab IV dapat disimpulkan beberapa hal kondisi sistem drainase pada sub sistem Sei Sikambing yang menunjukkan tingkat efektifitas sistem drainase antara lain: a. Curah hujan maksimum harian sebesar 150 mmhr termasuk curah hujan yang sedang, apabila kejadian hujan terjadi pada daerah yang luas dengan intensitas lebih dari 150 mmjam pada kejadian 10 tahunan return period dan waktu kejadian melebihi waktu konsentrasi maka akan terjadi genangan; b. Geografi fisik daerah pengaliran yang landai dan kondisi pemukiman dan infrastuktur jalan dan bangunan kota mengakibatkan kesulitan dalam merencanakan kemiringan dan interkoneksi antar jaringan drainase sekunder dan tersier; c. Geometrik sungai yang berkelok-kelok, terdapat penyempitan pada jembatan, dinding sungai masih tanah dan muara sungai tegak lurus dengan badan penerima akan mengurangi kemampuan pengaliran kapasitas sungai; d. Kapasitas drainase pada beberapa lokasi titik pengamatan tidak mencukupi dan diperparah dengan berkurangnya kapasitas drainase oleh karena endapan tanah mencapai ½ tinggi dan terdapat tumpukan sampah serta saluran ditumbuhi tanaman liar; e. Perubahan kondisi daerah pengaliran tata guna lahan pada pusat kota relatif tetap karena merupakan daerah padat penduduk sedangkan pada daerah pinggiran di hulu Sei Sikambing masih merupakan daerah terbukapertanian dengan perubahan pemanfaatan lahan yang cepat; f. Peran serta masyarakat untuk menjaga dan meminimalisir pembuangan sampah kedalam saluran masih kurang sehingga tumpukan sampah banyak terdapat pada saluran, sementara pemeliharaan rutin untuk pembersihan dan pengerukan saluran dari Dinas PU masih sangat minim oleh karena keterbatasan anggaran; g. Bangunan-bangunan pada sistem sebahagian tidak berfungsi seperti pintu outlet dan kerb inlet sehingga pada saat kejadian hujan terjadi hambatan pengaliran dari daerah genangan; h. Pelaksanakan tahapan pengelolaan sistem drainase belum terlaksana dengan baik hal ini diakibatkan oleh karena keterlibatan dan peran serta semua stake holder dalam setiap Dominggo Pasaribu: Konsep Pengelolaan Drainase Kota Medan Secara Terpadu, 2007. USU e-Repository © 2008