4.6.1 Topografi Sistem
Topografi sistem drainase Sei Sikambing mengacu kepada kondisi topografi lahan dengan kemiringan rata-rata 0,25 atau ketinggian tanah di Utara sub sistem adalah ± 18 m
diatas permukaan laut dan di Selatan ± 50 m diatas permukaan laut beda tinggi 32 m dan jarak dari Utara ke Selatan ± 12,5 km sedangkan arah Timur ke Barat garis kontur lurus
landai. Alur sungai drainase primer terbentuk secara alami tegak lurus dengan garis kontur topografi sedangkan jaringan jalan dan drainase lebih cenderung mengikutisejajar dengan
kontur Timur -Barat. Berdasarkan kondisi ini dinyatakan bahwa sistem drainase primer sudah terbentuk
secara alamiah dengan kemiringan rata-rata 0,25 dari Selatan ke Utara dan kedalaman drainase semakin ke hilir semakin dalam sedangkan drainase sekunder sebagai pengumpul
mempunyai outlet muara pada saluran primer. Drainase sekunder dibangun dari Timur ke Barat atau sebaliknya. Kemiringan saluran direncanakan sesuai dengan rencana elevasi outlet
pada saluran primer. Batasan ini merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan beberapa saluran drainase
sekunder tidak dapat berfungsi dengan baik dan tidak terkoneksi dengan baik. Perencanaan kemiringan saluran untuk mendapatkan kecepatan pengaliran sulit didapatkan sehingga
berpotensi terjadinya endapan material dan genangan air pada saluran. Pola sistem drainase kota pada sub sistem Sei Sikambing berdasarkan jenismacam dari
sistem, jalur jalan, topografi, hidrologi dan geologi dari daerah drainase dapat digolongkan menjadi Pola Wilayah zone pattern, gambar pola dimaksud pada sub sistem Sei Sikambing
seperti yang tampak pada Gambar 4.6.
4.6.2 Jaringan Saluran
Sistem drainase perkotaan pada sub sistem Sei Sikambing merupakan sistem pembuangan air yang tercampur combination sewerage antara pembuangan air hujan dan air
limbah menjadi satu. Tiga hal yang menjadi perhatian dari hasil survei dan analisis dalam sistem jaringan
saluran drainase pada sub sistem Sei Sikambing adalah: 1
Sistem jaringan sekunder yang dominan searah dengan garis kontur topografi karena mengikuti arah jalan akan menjadi potensi masalah dalam mendesain kemiringan dasar
saluran untuk mencapai kecepatan pengaliran dan air dapat dialirkan dengan baik.
Dominggo Pasaribu: Konsep Pengelolaan Drainase Kota Medan Secara Terpadu, 2007. USU e-Repository © 2008
Penentuan elevasi outlet ke badan air menjadi kendala dan kondisi eksisting banyak outlet berada dibawah elevasi banjir;
2 Saluran dan bangunan pelengkap pada sistem jaringan drainase sekunder masih belum
cukup untuk menampung beban aliran dari daerah tangkapannya; 3
Terdapat hambatan-hambatan pada jaringan drainase yang menjadi kendala yang potensial untuk mengakibatkan genangan air yaitu penyempitan alur, berkurangnya kapasitas karena
endapan dan terdapat jaringan instalasi melintang saluran.
Sungai Deli
Sei Batuan
Sei Putih Sei Sikambing
Kontur
Kontur
Kontur
Drainase Jl. Ngumban S
Drainase Jl. Gatot Subroto Drainase Jl. Sunggal
Drainase Jl. Batanghari Drainase Jl. Asoka
Drainase Jl. Ngumban S Drainase Jl. Pembangunan
Sungai
Ket
Drsinase Primer Drainase Sekunder,
Tersier Kontur
Batas daerah tangkapan
Drainase Jl. Dr Masyhur
Gambar 4.6: Pola sistem drainase sub sistem Sei Sikambing
Alur saluran drainase primer sub sistem Sei Sikambing Sei Batuan, Sei Selayang, Sei Putih dan Sei Sikambing merupakan saluran alam. Kondisi alur jaringan pada daerah hulu
masih merupakan saluran tanah dan pada bagian hilir dinding talud sudah dilindungi dengan pasangan batu kali atau beton cor.
Daerah pelayanan masing-masing saluran masih bersifat alami terutama di daerah hulu, dan pada daerah hilir terdapat sedikit rekayasa terutama apabila dilakukan pembuatan jalan
baru sehingga beberapa daerah dialihkan pengalirannya ke saluran lain. Karena saluran masih bersifat alami maka jaringan belum mengantisipasi fluktuasi
elevasi muka air pada badan air dan dalam hal ini badan air penerima aliran dari Sei Sikambing adalah Sungai Deli.
Dominggo Pasaribu: Konsep Pengelolaan Drainase Kota Medan Secara Terpadu, 2007. USU e-Repository © 2008
Dari hasil analisis di atas diperoleh gambaran beban dan kapasitas jaringan untuk kondisi saat ini dan prediksi untuk beberapa tahun kedepan.
Kapasitas saluran pada masing-masing titik pengamatan dapat dilihat pada Tabel A.3 dan Tabel A.4 yang ada di Lampiran A
. Jika dibandingkan dengan beban aliran dari daerah
tangkapan debit banjir terdapat beberapa titik pengamatan yang kapasitasnya lebih kecil dibandingkan dengan beban aliran.
Kondisi ini kapasitas saluran akan semakin kurang baik apabila dikaitkan dengan tingkat layanan, dengan rencana periode ulang kejadian hujan yang lebih besar maka tinggi dan
luasan daerah yang terkena dampak akan semakin besar. Disamping itu dengan perubahan peruntukan lahan pada daerah ini akan meningkatkan debit aliran, gambaran tingkat perubahan
debit aliran apabila pemanfaatan berubah yang digambarkan pada Sub Bab 4.5. Dengan perubahan lahan dari daerah kebunkosong menjadi perumahan terjadi peningkatan debit rata-
rata sebesar 3,88 .
4.6.3 Tingkat Pelayanan