a. penghentian penyidikan dilakukan secra tertulis, dalam bentuk Surat
Ketetapan Penghentian Pennyidikan yang dilampiri dengan resume lapju; b.
pemberitahuan penghentian penyidikan disampaikan kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya
Bila dibandingkan dengan tata cara penghentian penyidikan dan tata cara penghentian penuntutan maka pengaturan tata cara penghentian penuntutan lebih
rinci pengaturan tata caranya. Sedang pengaturan penghentian penyidikan dalam Pasal 109 ayat 2 KUHAP, tidak jelas dan lengkap pengaturannya sehinga
diperlukan pengaturan yang jelas dalam Undang-Undang.
b. Penyampingan Perkara Demi Kepentingan Umum DeponeringDeponeer
Penyampingan perkara atau Deponering disebutkan dalam Pasal 8 Undang-Undang No.151961 sekarang Pasal 32 huruf e Undang-Undang No. 5
tahun 1991 dan penjelasan Pasal 77 KUHAP. Malah pada penjelasan 77 telah ditegaskan: “Yang dimaksud dengan penghentian penuntutan tidak termasuk
penyampingan perkara untuk kepentingan umum yang menjadi wewenang Jaksa Agung.”
Menurut ketentuan Pasal 8 UUPK Nomor I Tahun 1961 Jaksa Agung dapat menyampingkan suatu perkara berdasarkan kepentingan umum.
Kewenangan Jaksa Agung unutk menyampingkan perkara deponeer didasarkan pada asas opportunitas. Dalam hal ini terdapat pertentangan antara asas legalitas
dengan asas opportunitas. Dan memperlihatkan bahwa sekalipun pada dasarnya KUHAP menganut asas legalitas, namun KUHAP sendiri masih memberi
kemungkinan mempergunakan prinsip opportunitas dalam penegakan hukum sebagaimana hal itu masih diakui oleh penjelasan Pasal 77 KUHAP.
92
“Ditekankan dalam Pasal ini bahwa di lingkungan Kejaksaan , jaksa Agung yang mempunyai hak menyampingkan sesuatu perkara berdasarkan
kepentingan umum. Selanjutnya sekalipun tidak ditegaskan dalam Pasal itu, namun sudah dimengerti bahwa sudah menjadi kebiasaan dalam
praktek selama ini bahwa dalam menyampingkan perkara yang menyangkut kepentingan umum Jaksa Agung senantiasa bermusyawarah
dengan pejabat-pejabat tinggi misalnya antara lain: Kapolri, Menteri pertahanan dan keamanan bahkan juga sering kali langsung kepada
Presiden. Dalam penjelasan atas Pasal 8 UUPK tersebut dikemukakan:
93
Maka demi untuk kepentingan umum, berdasarkan azas opportunitas diberikan lah wewenang kepada Jaksa Agung RI untuk mengesampingkannya.
Dalam praktek, bilamana suatu perkara dari sesuatu Kejari hendak Penyampingan perkara ini bukanlah termasuk dalam golongan
penghentian penuntutan, karena begitu perkara sudah disampingkan, tidak ada kemungkinan lagi untuk di Praperadilan, karena dengan penyampingan perkara,
dianggap suatu penyelesaian perkara yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Penyampingan perkara ini adalah wewenang yang diberikan Undang- Undang kepada Jaksa Agung RI untuk menyampingkan perkara demi kepentingan
umum. Adapun dasar penyampingan perkara ini, karena hukum acara juga menganut azas opportunitas. Dimana suatu perkara perbuatan pidana bilamana
dilimpahkan ke persidangan diperkirakan akan menimbulkan suatu goncangan dikalangan masyarakat atau dengan penyidangan perkara tersebut akan
menimbulkan akibat negatif di kalangan masyarakat luas.
92
M. Yahya harahap, Edisi Kedua, Op cit, Hal 425.
93
Harun M. Husein, Op cit, Hal 242.
dikesampingkan, maka permohonan kepada Jaksa Agung RI selalu disertai dengan saran dari Muspida tingkat II dan Gubernur kepala daerah, dengan
penjelasan-penjelasan kemungkinan adanya akibat negative dalam masyarakat bilamana perkara dimajukan disidang.
94
Menurut penjelasan Pasal 32 huruf c UU No. 51991, yang dimaksud dengan kepentingan umum adalah “kepentingan bangsa dan Negara danatau
kepentingan masyarakat luas” selanjutnya dikatakan “mengenyampingkan perkara sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini merupakan pelaksanaan asas
opotunitas, hanya dapat dilakukan oleh Jaksa Agung setelah memperhatikan saran dan pendapat dari badan-badan kekuasaan Negara yang mempunyai hubungan
dengan masalah tersebut”. Dalam penyampingan perkara, hukum dan penegakan hukum dikorbankan demi kepentingan umum. Seeorang yang cukup terbukti
melakukan tindak pidana, perkaranya didefonir atau dikesampingkan dan tidak Berdasarkan saran-saran tersebut, Kejari mengajukan permohonan kepada
Jaksa Agung RI agar Jaksa Agung RI, menyampingkan perkara tersebut. Dari uraian tersebut bahwa tindakan penyampingan perkara harus benar-benar demi
kepentingan umum. Pada penyampingan perkara atau Deponering perkara, perkara yang
bersangkutan memang cukup alasan dan bukti untuk diajukan dan diperiksa di muka sidang pengadilan. Dari fakta dan bukti yang ada, kemungkinan besar
terdakwa dapat dijatuhi hukuman. Akan tetapi perkara yang cukup fakta dan bukti ini, “sengaja dikesampingkan” dan tidak dilimpahkan ke sidang pengadilan oleh
pihak penuntut umum atas alasan “demi untuk kepentingan umum”.
94
Osman Simanjuntak, Op cit, Hal 90.
diteruskan ke sidang pengadilan dengan alasan demi kepentingan umum. Itu sebabnya, asas opportunitas”bersipat diskriminatif “ dan menggagahi makna
persamaan kedudukan di hadapan hukum euality before the law. Sebab kepada orang tertentu, dengan mempergunakan alasan kepentingan umum, hukum tidak
diperlakukan atau kepadanya penegakan hukum dikesampingkan.
95
a Penghentian penuntutan didasarkan pada alasan hukum dan demi tegaknya
hukum, sedang pada penyampingan perkara hukum dikorbankan dengan kepentingan umum
Dari uraian diatas tampak perbedaan alasan antara penghentian penuntutan dengan penyampingan perkara yaitu:
b Pada penghentian penuntutan, perkara yang bersangkutan umumnya masih
dapat lagi kembali diajukan penuntutan jika ternyata ditemukan alasan baru yang memugkinkan perkaranya dapat dilimpahkan ke sidang pengadilan,
misalnya ditemukan bukti baru sehingga dengan bukti baru tersebut dapat diharapkan untuk menghukum terdakwa, sedangkan pada penyampingan
perkara atau deponering perkara satu kali dilakukan penyampingan perkara, tidak ada alasan untuk mengajukan perkara itu kembali ke muka sidang
pengadilan.
95
M. yahya harahap, Op cit, Hal 425.
C. Pengaturan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan Perkara SKPPPSKP3 Menurut KUHP
a. Dasar Peniadaan Penuntutan