Keaslian Penulisan Tinjauan Kepustakaan 1. KUHAP Sebagai Hukum Nasional Perlindungan Hak Asasi Manusia Dalam KUHAP

Oleh karena itu maka penulisan skripsi ini kiranya dapat bermanfaat dalam hal penyelesaian kasus yang serupa baik pada masa sekarang maupun pada masa yang akan datang.

E. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi ini adalah berdasarkan hasil pemikiran penulis sendiri. Sepanjang penelusuran di perpustakaan yang dilakukan belum terdapat judul dan permasalahan yang sama dengan tulisan ini. Skripsi ini belum pernah ada yang membuat, kalaupun ada Penulis yakin substansi pembahasannya berbeda. Sehingga skripsi ini benar-benar merupakan tulisan yang beda dengan tulisan yang lain. Dengan demikian keaslian Penulisan skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

F. Tinjauan Kepustakaan 1. KUHAP Sebagai Hukum Nasional

A. Asas-asas atau Prinsip-prinsip Hukum dalam KUHAP

Landasan asas atau prinsip, kita artikan sebagai dasar patokan hukum yang melandasi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP dalam penerapan penegakan hukum. Asas-asas atau prinsip hukum inilah tonggak pedoman bagi instansi jajaran aparat penegak hukum dalam menerapkan Pasal- Pasal KUHAP. Bukan saja hanya kepada aparat penegak hukum saja asas atau prinsip hukum dimaksud menjadi patokan dan landasan, tetapi juga bagi setiap anggota masyarakat yang terlibat dan berkepentingan atas pelaksanaan tindakan yang menyangkut KUHAP. Menyimpang dari prinsip-prinsip hukum yang terdapat pada KUHAP, berarti orang yang bersangkutan telah sengaja mengabaikan hakekat kemurnian yang dicita-citakan KUHAP. Dan cara penyimpangan yang seperti itu nyata-nyata mengingkari dan meyelewengkan KUHAP kearah tindakan yang berlawanan dan melanggar hukum. Bagi mereka yang terpanggil jiwanya untuk melaksanakan KUHAP secara utuh dan konsekwen, mereka harus terlebih dahulu sungguh-sungguh dan seksama menyimak dan memahami makna yang terkandung dalam asas-asas atau prnsip- prinsip hukum yang terdapat dalam KUHAP. Tanpa memiliki pengertian yang senapas dengan jiwa yang terkandung dalam prinsip-prinsip hukum yang digariskan KUHAP, Pasal-Pasal KUHAP hanya akan menjadi rumusan-rumusan mati dan kering, dan takkan mampu mengemban penegakan hukum yang sejajar dengan jiwa dan semangat landasan filosofisnya serta landasan konstitusinya. Perangkat-Undang-Undang yang tidak memiliki asas atau prinsip-prinsip hukum, tidak dapat dikatakan hukum yang efektif serta tidak dapat dikatakan sebagai hukum yang mampu berdiri menantang kehendak itikad buruk dari pelaksanaannya. 47

a. Asas Prinsip Legalitas

Asas-asas atau Prinsip-prinsip yang terdapat dalam KUHAP meliputi: Asas atau prinsip legalitas ini dengan tegas disebutkan dalam konsiderans KUHAP seperti yang dapat dibaca pada huruf a, yang berbunyi: “Bahwa Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjungjung tinggi hak asasi manusia serta yang menjamin segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum 47 M. Yahya Harahap, Pembahasan dan pemerintahan dan wajib menjungjung tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.” Dari bunyi kalimat di atas dapat kita simak: 1. Negara Republik Indonesia adalah “Negara hukum” berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. 2. Negara menjamin setiap warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan. 3. Setiap warga Negara” tanpa kecuali” wajib menjungjung hukum dan pemerintahan. Jelaslah KUHAP sebagai hukum acara pidana adalah Undang-Undang yang asas hukumnya berlandaskan asas legalitas. Pelaksanaan penerapan KUHAP harus bersumber pada titik tolak “ the Rule of Law semua tindakan penegakan hukum harus: 1. berdasarkan ketentuan hukum dan Undang-Undang 2. menempatkan kepentingan hukum dan Perundang-Undangan di atas segala-segalanya. 48 Legalitas berasal dari kata Legal latin, aslinya legalis, artinya sah menurut Undang-Undang. Asas legalitas ini dikenal sebagai berikut: 49 1. Dalam hukum pidana yang mengatakan bahwa tiada suatu perbuatan dapat dipidana, kecuali bedasarkan ketentuan Perundang-Undangan pidana yang telah ada Nullum Delictum Nulla Poena Sine Previa Lege Poenali. Asas ini tercantum dalam Pasal 1 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP. 48 Ibid. Hal 34. 49 Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril, Hukum Acara Pidana Dalam Teori dan Praktek, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004, Hal 2. 2. Asas dalam hukum acara pidana, bahwa setiap perkara pidana harus diajukan ke depan hakim. Dalam KUHAP, konsideran huruf a mengatakan, “Bahwa Negara Republik Insonesia adalah Negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang dasar 1945 yang menjungjung tinggi hak asasi manusia serta yang menjamin segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjungjung tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. b. Perlakuan Yang Sama Atas Diri Setiap Orang Di Muka Hukum Equality Before the Law Asas ini terdapat dalam Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Pokok kekuasaan kehakiman berbunyi; pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membedakan-bedakan orang. Dan penjelasan umum butir 3 a KUHAP berbunyi; perlakuan yang sama atas diri setiap orang di muka hukum hukum dengan tidak mengadakan pembedaan perlakuan. 50 1. perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia dengan c. Prinsip Keseimbangan Asas ini dijumpai dalam konsiderans huruf c yang menegaskan bahwa dalam setiap penegakan hukum harus berlandaskan prinsip keseimbangan yang serasi antara: 2. perlindungan terhadap kepentingan dan ketertiban masyarakat. Maka aparat penegak hukum dalam melaksanakan fungsi dan wewenang penegakan hukum, tidak boleh berorientasi kepada kekuasaan semata-mata dan 50 Ibid, Hal 3. harus menempatkan diri dalam suatu acuan pelaksanaan penegakan hukum yang berlandaskan keseimbangan yang serasi antara orientasi penegakan dan perlindungan ketertiban masyarakat dengan orientasi kepentingan dan perlindungan hak-hak asasi kemanusiaan. 51 a Adalah subyek; bukan sebagai obyek pemeriksaan, karena itu tersangka atau terdakwa harus didudukkan dan diperlukan dalam kedudukan manusia yang mempunyai harkat dan martabat harga diri. d. Asas Praduga Tak bersalah Presumption Of Innocent Asas ini kita jumpai dalam penjelasan umum butir 3 huruf c KUHAP. Asas ini juga telah dirumuskan dalam Pasal 8 Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman No. 14 tahun 1970 yang berbunyi: “Setiap orang yang sudah disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap” Menurut M. Yahya Harahap, asas Praduga tak bersalah ditinjau dari segi teknis penyidikan dinamakan “ Prinsip Akusator” Prinsip akusator menempatkan kedudukan tersangka tersangka dalam setiap tingkat pemeriksaan: b Yang menjadi objek pemeriksaan dalam prinsip Akusator adalah kesalahan Tindak Pidana yang dilakukan oleh tersangka terdakwa. Kearah itulah pemeriksaan ditujukan. 52 e. Penangkapan, Penahanan, Penggeledahan, dan Penyitaan Dilakukan Berdasarkan Perintah Tertulis Pejabat Yang Berwenang. 51 M. Yahya Harahap, op.cit., Hal 36. 52 Ibid., Hal 39. Asas ini terdapat dalam penjelasan KUHAP butir 3 b. secara rinci dalam hal penangkapan diatur dalam Pasal 15 sampai dengan 19 KUHAP. Sedangkan dalam Peradilan militer diatur dalam Pasal 75 sampai dengan 77 UU No. 31 Tahun 1997. Penahanan diatur dalam Pasal 20 sampai dengan 31 KUHAP. Dalam peradilan militer diatur dalam Pasal 78 sampai dengan 80, dan Pasal 137 dan 138 UU No. 31 tahun 1997. Selain perintah penahanan dilakukan secara tertulis , yang lebih prinsip lagi dalam KUHAP dan peradilan militer diatur pembatasan penahanan. Penggeledahan diatur dalam Pasal 32 sampai dengan Pasal 37 KUHAP. Dalam peradilan militer diatur dalam Pasal 82 sampai dengan Pasal 86 UU No. 31 Tahun 1997. Sedangkan penyitaan diatur dalam Pasal 38 sampai dengan Pasal 46 KUHAP. Dalam peradilan militer diatur dalam Pasal 87 sampai dengan Pasal 95 UU No. 31 Tahun 1997. 53 Mengenai batas waktu penahanan dapat dirinci sebagai berikut: f. Prinsip Pembatasan Penahanan 54 1 Penyidik paling lama hanya dapat menahan seseorang selama 20 hari dan perpanjangan 40 hari 2 Penuntut umum melakukan penahanan selama 20 hari atas perintah penuntut umum sendiri dan perpanjangan 30 hari 3 Hakim Pengadilan Negeri atas perintah hakim sendiri selam 30 hari dan perpanjangan selama 60 hari. 4 Hakim pengadilan tinggi atau majelis yang bersangkutan selama 30 hari dan dapat diperpanjang selama 60 hari. 53 Mohammad Taufik Makarao Suhasril, op.cit, Hal 6. 54 M. Yahya harahap, op.cit, Hal 42-43. 5 Mahkamah Agung atas perintah hakim Agung atau Majelis selama 50 hari dan perpanjangan selama 60 hari. Jadi mulai dari penyidik sampai ke Mahkamah Agung paling lama 400 hari. g. Asas Ganti Kerugian dan Rehabilitasi Asas ini terdapat dalam penjelasan umum KUHAP butir 3d. Pasal 9 UU Pokok kekuasaan kehakiman No. 14 1970 yang juga mengatur ketentuan ganti rugi. Secara rinci Pasal yang mengatur tentang ganti kerugian dan rehabilitasi adalah Pasal 95 sampai dengan Pasal 101 KUHAP. Kepada siapa ditujukan ganti rugi ? untuk hal ini tidak diatur secara tegas dalam Pasal-Pasal KUHAP. Akan tetapi pada tanggal 1 agustus 1983 telah dikeluarkan peraturan pelaksanaannya pada bab IV PP No. 27 1983 dengan peraturan ini maka ganti kerugian dibebankan kepada Negara c.q. Departemen keuangan. 55 1. pembaharuan kodifikasi h. Asas Penggabungan Pidana Dengan Ganti Rugi KUHAP memberikan prosedur hukum bagi seorang “korban” Tindak Pidana, untuk menggugat ganti rugi yang bercorak perdata terhadap terdakwa bersamaan dengan pemeriksaan perkara pidana yang sedang berlangsung. i. Asas Unifikasi. Asas unifikasi hukum acara pidana KUHAP ditegaskan dalam konsideran huruf b: bahwa demi pembangunan di bidang hukum sebagaimana termaktub dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV MPR1978, perlu mengadakan usaha peningkatan dan penyempurnaan hukum nasional dengan mengadakan: 55 Mohammad Taufik Makarao Suhasril, op.cit, Hal 7-8. 2. serta unifikasi hukum dalam rangkuman pelaksanaan secara nyata wawasan nusantara. Dari bunyi konsideran huruf b diatas, kodifikasi KUHAP di samping bertujuan: 1. mengungkapkan usaha penyempurnaan hukum nasional 2. pembaharuan hukum nasional 3. juga dimaksudkan sebagai langkah pemantapan” unifikasi hukum” dalam rangka mengutuhkan kesatuan dan persatuan nasional dibidang hukum dan penegakan hukum, guna tercapainya cita-cita wawasan nusantara di bidang hukum, serta hukum yang mengabdi kepada kepentingan wawasan nusantara. 56 j. Frinsip Differensial Fungsional Prinsip ini merupakan penjelasan penegasan pembahagian tugas wewenang antara jajaran aparat penegak hukum secara instansional. Dengan demikian KUHAP meletakkan suatu asas “ Penjernihan” Clarification dan “modifikasi” modification fungsi dan wewenang antara setiap instansi penegak hukum. Akan tetapi penjernihan dan pengelompokan tersebut, diatur sedemikian rupa sehingga tetap terbina saling korelasi dan koordinasi dalam proses penegakan hukum yang salaing berkaitan dan berkelanjutan antara satu instansi dengan instansi yang lain, sampai ke taraf proses pelaksanaan eksekusi dan pengawasan pengamatan pelaksanaan eksekusi mulai dari tahap permulaan penyidikan oleh kepolisian sampai kepada pelaksanaan putusan pengadilan oleh kejaksaan , selalu terjalin hubungan fungsi yang berkelanjutan, yang akan menciptakan suatu mekanisme saling cekking di antara sesama aparat penegak hukum. 57 56 M.Yahya Harahap, op. cit, Hal 45. 57 Ibid., Hal 47. k. Prinsip Saling Koordinasi Prinsip ini dapat kita lihat dengan adanya saling hubungan koordinasi fungsional antara aparat penegak hukum: 1. Hubungan penyidik dengan penuntut umum a. kewajiban penyidik untuk memberitahukan dimulainya penyidikan kepada penuntut umum Pasal 109 ayat 1. b. Pemberitahuan penghentian penyidikan oleh penyidik kepada penuntut umum Pasal 109 ayat dalam hal ini penuntut umum dapat berpendapat lain bila mengangap penghentian penyidikan tadi tidak sah penuntut umum berhak mengajukan permohonan praperadilan. 2. Hubungan Penyidik dengan HakimPengadilan. Ketua Pengadilan Negeri memberi perpanjangan penahanan yang diminta oleh penyidik dengan surat penetapan atas dasar ketentuan yang disebut oleh Pasal 29 3.Hubungan atau pengawasan antara aparat penegak hukum dengan tersangkaterdakwa, penasehat hukum, keluarga dan pihak ketiga yang berkepentingan antara lain: a. Keberatan atas penghentian penyidikan yang dilakukan oleh penyidik dapat diajukan oleh pihal ketioga yang berkepentingan dan memintakan kepada praperadilan untuk memeriksa sah tidaknya penghentian penyidikan Pasal 30 b. Tersangka , penasehat hukumnya dan keluarganya berhak meminta kepada persidangan praperadilan tentang sah tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan Pasal 77 dan Pasal 80. c. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan atau akibat adanya penghentian penyidikan atau penuntutan yang diajukan oleh tersangka atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua Pengadilan Negeri dengan menyebut alasannya Pasal 81. 58 l. Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan Asas ini telah dirumuskan dalam Pasal 4 ayat 2 UU Pokok Kekuasaan Kehakiman N0. 141970. Yang menghendaki agar setiap pelaksanaan penegakan hukum di Indonesia berpedoman kepada asas : cepat, tepat , sederhana dan biaya ringan. Dalam KUHAP ketentuan dari asas peradilan cepat diatur dalam Pasal 50: tersangka atau terdakwa berhak segera mendapat pemeriksaan penyidik, segera diajukan kepada penuntut umum oleh penyidik, segera diajukan ke pengadilan oleh penuntut umum, segera diadili oleh pengadilan. Pasal-Pasal lain yang berkaitan adalah Pasal 102 ayat 1, Pasal 106, Pasal 107 ayat 3, dan Pasal 140 ayat1. Sementara asas sederhana dan biaya ringan dijabarkan dalam KUHAP Pasal 98. 59 Dalam KUHAP Pasal 69 sampai dengan Pasal 74 diatur Bantuan Hukum dimana tersangka atau terdakwa mendapat kebebasan yang sangat luas. Asas bantuan hukum bagi tersangka atau terdakawa ini menjadi ketentuan universal di Negara- negara demokrasi dan beradab. Dalam” International Covenant on Civil and m. Tersangka Terdakwa Berhak Mendapat Bantuan Hukum 58 Ibid., Hal 51-52. 59 Mohammad Taufik Makarao Suhasril, op. cit, Hal 7-8. Political Rights article 14 sub 3d kepada tersangkaterdakwa diberikan jaminan. Diadili dengan kehadiran terdakwa, membela diri sendiri secara pribadi atau dengan bantuan penasihat hukum menurut pilihannya sendiri, diberitahu tentang hak-haknya ini jika ia tidak mempunyai penasihat hukum untuk dia, jika untuk kepentingan peradilan perlu untuk itu dan jika tidak mampu membayar penasihat hukum, ia dibebaskan dari pembayaran. 60 “ Untuk keperluan pemeriksaan hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perlara mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak” tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat 2 dan 3 mengakibatkan batalnya putusan demi hukum. n. Pengadilan Memeriksa Perkara Pidana dengan Hadirnya terdakwa. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 154, 155, dan seterusnya dalam KUHAP yang dipandang pengecualian dari asas ini ialah kemungkinan putusan dijatuhkan tanpa hadirnya terdakwa, yaitu putusan Verstek atau in absentia. Tetapi ini merupakan hanya pengecualian yaitu dalam acara pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas jalan. o. Prinsip Peradilan Terbuka Untuk Umum Pasal yang mengatur tentang asas ini adalah Pasal 153 ayat 3 dan 4KUHAP yang berbunyi: 61 Dalam hukum acara pidana dikenal suatu badan yang khusus diberi wewenang untuk melakukan penuntutan pidana ke pengadilan yang disebut p. Asas Oportunitas 60 Ibid., Hal 8-9. 61 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia edisi Revisi. Sinar Grafika, Jakarta, 2005, Hal 17. penuntut umum. Di Indonesia penuntut umum itu disebut juga jaksa Pasal 1 butir a dan b serta Pasal 137 dan seterusnya KUHAP. Wewenang penuntutan dipegang oleh penuntut umum sebagai monopoli artinya tiada badan lain yang boleh melakukan itu. Ini disebut dominus litis di tangan penuntut umum atau jaksa. Dominus berasal dari bahasa latin yang artinya pemilik. Hakim tidak dapat meminta supaya delik diajukan kepadanya. Jadi, hakim hanya menunggu saja penuntutan dari penuntut umum. A.Z. Abidin Farid memberi perumusan tentang asas oportunitas sebagai berikut: 62 Ini berarti bahwa pengambilan keputusan salah tidaknya terdakwa dilakukan oleh hakim karena jabatannya dan bersifat tetap. Untuk jabatan ini diangkat hakim-hakim yang tetap oleh kepala Negara. Ini disebut dalam Undang- Undang Pokok kekuasaan Kehakiman Pasal 31. “ Asas hukum yang memberikan wewenang kepada penuntut umum untuk menuntut atau tidak menuntut dengan atau tanpa syarat seseorang atau korporasi yang telah mewujudkan delik demi kepentingan umum” q. Peradilan Dilakukan oleh Hakim Karena Jabatannya dan Tetap. 63 62 A.Z. Abidin, Sejarah dan Perkembangan Asas Oportunitas di Indonesia, Hal 12. 63 Andi Hamzah, op.cit, Hal 19. r. Asas Akusator dan Inkisitor Accusatoir dan Inquisatoir kebebasan memberi dan mendapatkan nasihat hukum menunjukkan bahwa dengan KUHAP telah dianut asas akusator itu, ini berarti perbedaan antara pemeriksaan pendahuluan dan pemeriksaan sidang pengadilan pada asasnya telah dihilangkan. Dan asas inkisitor itu berarti terasangka dipandang sebagai objek pemeriksaan yang masih dianut oleh HIR. s. Pemeriksaan Hakim yang langsung dan Lisan Pemeriksaan di sidang pengadilan dilakukan oleh hakim secara langsung, artinya langsung kepada terdakwa dan para saksi. Ini berbeda dengan acara perdata di mana tergugat dapat diwakili oleh kuasanya. Pemeriksaan hakim juga dilakukan secara lisan, artinya bukan tertulis antara hakim dan terdakwa. Ketentuan tentang hal ini diatur dalam Pasal-Pasal 154, 155 KUHAP dan seterusnya.

B. Perlindungan Hak Asasi Manusia Dalam KUHAP

Kitab Undang-Undang hukum Acara Pidana KUHAP sudah mengandung tentang perlindungan Hak asasi tersangka atau terdakwa dan dalam hal ini merupakan batas-batas bagi aparat penegak hukum dalam melaksanakan tugasnya. Walaupun batas-batas wewenang telah digariskan di dalam KUHAP, namun penerapannya dalam praktek sering menyimpang, baik tahap penyidikan hingga putusan pengadilan. Hal ini menimbulkan reaksi dan kritikan keras dari tersangka, terdakwa maupun dari masyarakat terhadap perilaku negative aparatur penegak hukum. Perserikatan bangsa-bangsa mengakui 25 dokumen tentang hak Asasi manusia, namun dari jumlah tersebut terdapat dokumen tentang Hak Asasi Manusia dipergunakan dibidang administrasi peradilan Pidana. Dari 19 dokumen itu terdapat tiga hal yang relevan dengan administrasi peradilan pidana yang bertujuan mengatur tindakan atau perlakuan aparat penegak hukum terutama pejabat POLRI sehingga tidak terjadi pelanggaran atas HAM tersangka atau terdakwa. Yang dimaksud dengan hak asasi adalah hak dasar didalam kehidupan manusia yang pada hakekatnya harus dipunyai oleh setiap orang tanpa terkecuali siapapun dia orangngnya. Mahadi membagi hak asasi manusia itu atas dua bagian yaitu: 1 Hak aktif, suatu hak baru berati bagi pendukungnya apabila ada kebebasan untuk menjalankan hak itu , artinya si pendukung itu adalah sipemilik hak bertindak secara aktif, dia beraktifitas, dengan aktivitasnya itulah dia menjalankan haknya. Misalnya hak mengeluarkan pendapat, hak melakukan ibadah. 2 Hak pasif, si pemilik hak itu tidak perlu beraktivitas, dia bersifat pasif belaka. Hak pasif baru berarti apabila orang lain tidak mempunyai kebebasan untuk menanggungnya. Misalnya hak untuk tidak ditangkap dengan cara sewenang-wenang, hak unutk tidak dianinya dalam pemeriksaan tingkat pendahuluan, hak dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang tetap. 64 Didalam penjelasan dari UUD 1945, dinyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum rechtstaat, tidak berdasarkan kekuasaan belaka machtstaat. Hal ini berarti Negara Indonesia adalah Negara hukum yang demokratis berdasarkan pancasila dan UUD 1945, yang menjamin dan menjungjung tinggi hak-hak asasi manusia dan menjamin setiap warga Negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Dengan demikian jelaslah bahwa pelaksanaan hak asasi manusia maupun hak dan kewajiban warga Negara untuk menegakkan keadilan tidak boleh ditinggikan oleh setiap warga Negara, setiap penyelenggara pemerintahan, setiap 64 Purnadi Purbacaraka Ridwan Halim. Filsafat Hukum Pidana dalam Tanya Jawab, Rajawali, 1982, Hal 22. lembaga kemasyarakatan baik di pusat maupun di daerah, yang perlu terwujud pula dalam dan dengan adanya hukum acara pidana yang bersifat nasional. Di dalam Hukum Acara Pidana nasional, yaitu Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981, yang pada penjelasan umum angka 2 disebutkan bahwa Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum berdasarkan pancasila dan UUD 1945, yang menjungjung tinggi hak asasi manusia serta menjamin setiap warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, serta wajib menjungjung tinggi hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya, agar terciptanya situasi yang aman dan terciptanya ketertiban ditengah-tengah masyarakat itu. Dalam hal ini sesuai dengan tujuan dari Kitab Undang-Undang Hukum acara pidana adalah memberikan perlindungan hukum kepada hak-hak asasi manusia dalam keseimbangannya dengan kepentingan umum yaitu yang mengatur hak-hak tersangka atau terdakwa. Tersangka atau terdakwa diberikan seperangkat hak-hak oleh KUHAP mulai dari Pasal 50 sampai dengan Pasal 68 dan Pasal-Pasal lainnya. Hak-hak tersangka atau terdakwa meliputi: 65 a. Hak untuk segera diperiksa, diajukan kepengadilan dan diadili Pasal 50 ayat 1, 2, 3 KUHAP. b. Hak untuk mengetahui dengan jelas dan bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan dan apa yang didakwakan Pasal 51 butir a dan b KUHAP. 65 Mohammad Taufik Makarao Suhasril, op. cit, hal 13-14. c. Hak untuk memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik dan hakim Pasal 52. Dalam hal ini sebagai perwujudan dari pada asas praduga tidak bersalah bahwa tersangka atau terdakwa tidak dapat dibebani kewajiban dalam hal pembuktian Pasal 66 KUHAP. d. Hak untuk mendapat juru bahasa Pasal 53 ayat 1. e. Hak untuk mendapat bantuan hukum pada setiap tingkat pemeriksaan Pasal 54 KUHAP. Bahkan bantuan hukum dapat diberikan sejak saat ditangkap ataupun ditahan, hal ini diatur dalam Pasal 69 KUHAP. Ini berarti bahwa oleh karenanya hanya merupakan hak, mendapatkan bantuan hukum masih tergantung kepada kemauan tersangka atau terdakwa dalam arti dapat mempergunakan hak tersebut dan dapat juga tidak mempergunakan hak tersebut. Hubungan antara tersangka atau terdakwa dengan penasehat hukumnya adalah bebas dalam hal mengutarakan segala sesuatunya dalam rangka persiapan pembelaannya tanpa didengarkan oleh petugas. f. Tersangka atau terdakwa berhak untuk memilih sendiri penasihat hukumnya. g. Hak untuk wajib mendapatkan bantuan hukum yang ditunjuk oleh pejabat bagi yang diancam hukuman mati, atau lima belas tahun, atau bagi yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri dan dengan biaya Cuma-Cuma Pasal 56. h. Hak tersangka atau terdakwa yang berkebangsaan asing untuk menghubungi dan berbicara dengan perwakilan negaranya Pasal 57 ayat 2. i. Hak menghubungi dokter bagi yang ditahan Pasal 58 j. Hak untuk diberitahu kepada keluarganya atau oran lain yang serumah Pasal 59 dan 60. k. Hak untuk dikunjungi sanak keluarga, untuk kepentingan pekerjaan atau keluarga Pasal 61. l. Hak untuk berhubungan surat menyurat dengan penasihat hukumnya Pasal 62. m. Hak untuk menghubungi atau menerima kunjungan rohaniawan Pasal 63. n. Hak untuk mengajukan saksi dan ahli yang menguntungkan a de charge Pasal 65. o. Hak untuk menempuh upaya hukum Pasal 67. Yang dimaksud dengan upaya hukum adalah hak tersangka atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan. Upaya hukum tersebut dapat berupa banding atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap putusan pengadilan dalam hal serta menurut cara-cara yang diatur dalam Undang-Undang tersebut. p. Hak untuk menuntut ganti kerugian Pasal 68. Tersangka atau terdakwa berhak menuntut ganti kerugian atas penangkapan atau penahanan yang secara melawan hukum telah dilakukan atas dirinya, apabila penangkapan, penahanan itu dilakukan untuk kepentingan atau tujuan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan menurut hukum, demikian juga terhadap penggeledahan, penyitaan yang tidak sah menurut hukum dan menimbulkan kerugian. Tuntutan ganti kerugian atau rehabilitasi dapat diajukan baik terhadap perkara yang telah diajukan ke pengadilan maupun yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan. Rehabilitasi diberikan dalam hal seseorang diputus dengan putusan bebas atau putusan yang berupa pelepasan dari segala tuntutan, dan putusan yang demikian itu telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap. q. Hak untuk ingkar terhadap hakim yang mengadili Pasal 27 1 UU Pokok Kekuasaan Kehakiman. r. Hak keberatan atas penahanan atau jenis penahanan. Pasal 18 19 KUHAP. Apabila seseorang dikenakan penangkapan atau penahanan yang dilakukan secara tidak sah, yaitu tidak memenuhi syarat yang ditentukan dalam Undang-Undang maka tersangka atau tersakwa atau keluarganya atau pihak lain yang dikuasakan misalnya penasehat hukumnya dapat mengajukan Praperadilan. s. Hak keberatan atas perpanjangan penahanan Pasal 29 ayat 7.

2. Pengertian Penuntut Umum Dan Penuntutan

Sebelum berlakunya KUHAP, tidak dibedakan dengan tegas antara pengertian jaksa dan penuntut umum, seolah-lah kedua pengertian itu adalah sinonim. Tetapi sebenarnya meskipun jabatan jaksa dan penuntut umum diemban oleh personil yang sama namun dari segi fungsi dan kewenangannya berbeda satu sama lain. Di Indonesia jawa dahulu dikenal Pejabat Negara yang disebut Adhyaksa tetapi fungsinya sama dengan hakim. 66 Menurut ketentuan Pasal 1 angka 6 KUHAP yang dimaksud dengan jaksa dan Penuntut umum adalah: 67 1. Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh Undang-Undang ini untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Sesuai dengan pengertian diatas maka yang menjadi wewenang seorang jaka ialah untuk bertindak sebagai penuntut umum dan bertindak sebagai pelaksana putusan pengadilan eksekutor. 2. Penuntut Umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh Undang-Undang ini umtuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim. Dari perumusan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa penuntut umum adalah Jaksa, tetapi sebaliknya jaksa belum tentu berarti penuntut umum atau dengan kata lain tidak semua jaksa adalah penuntut umum, tetapi semua penuntut umum adalah jaksa. Melihat perumusan Undang-Undang tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian “Jaksa” adalah menyangkut jabatan, sedangkan “Penuntut umum” menyangkut fungsi. Pengertian Penuntutan Pengertian penuntutan dapat dibedakan atas 2 bagian yaitu: 68 66 R. Tresna, Peradilan Di Indonesia Dari Abad ke Abad, W. Versluys NV, 1957, Hal 143. 67 Pasal I Angka 6 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. 68 Harun M. Husein, Penyidikan dan Penuntutan dalam Proses Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 1991, Hal 54. a. Pengertian secara gramatikal Dalam Kamus besar Bahasa Indonesia, terbitan balai Pustaka cetakan kedua dikemukakan bahwa penuntutan berasal dari kata tuntut yang berarti meminta dengan keras setengah mengharuskan supaya dipenuhi, menagih, menggugat untuk dijadikan perkara, membawa atau mengadu ke pengadilan, berusaha keras untuk mendapat tujuan atas sesuatu, berusaha atau berdaya upaya mencapai mendapat dan sebagainya sesuatu tujuan dan sebagainya. b. Pengertian secara Yurudis Dalam Pasal 1 angka 7 KUHAP dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan Dengan menghubung-hubungkan Pasal 1 angka 7, Pasal 14 huruf e dan huruf g, dan Pasal 137 KUHAP, maka dapat dikemukakan bahwa yang dimaksud penuntutan dalam arti luas adalah tindakan penuntut umum sejak ia melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri yang berwenang sampai diperiksa dan diputusnya perkara tersebut oleh hakim di sidang pengadilan. Jadi tindakan melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri yang berwenang dengan permintaan agar hakim memeriksa dan memutuskan perkara tersebut, adalah bagian daripada proses penuntutan yang dilakukan oleh penuntut umum dalam suatu perkara.

3. Pengertian Praperadilan

Banyak masalah-masalah Praperadilan yang mendapat perhatian dari berbagai kalangan dalam masyarakat, terutama bagi para pencari keadilan dan para penegak hukum merupakan sendi yang utama untuk menjamin dan melindungi hak-hak asasi setiap orang atau juga sering disebut hak dan kewajiban warga Negara sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945 Pasal 27 ayat 1 yang berbunyi sebagai berikut: 69 Kita mengetahui bahwa salah satu asas yang terpenting dalam hukum acara pidana ialah asas praduga tak bersalah Presumption of innocence. Dan jelas-jelas telah diatur dalam Pasal 8 Undang-Undang pokok Kehakiman No. 4 tahun 2004 yang berbunyi sebagai berikut bahwa: “Segala warga Negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjungjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. 70 Berdasarkan asas praduga tak bersalah Pressumption of innocence maka jelas-jelas bahwa sewajarnyalah bila tersangka atau terdakwa dalam proses peardilan pidana wajib mendapatkan seluruh haknya. Ini berarti bahwa setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan didepan “Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, ditumtut dan atau dihadapkan didepan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada pututsan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap”. 69 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan Amandemennya, Penerbit Fokus Media, Cetakan Pertama, Bandung, 2004, Hal 18. 70 Undang-Undang Pokok Kehakiman No. 4 Tahun 2004, Perubahan Undang-Undang No.14 Tahun 1970, Penerbit Pustaka Pergaulan, Jakarta, 2004, op.cit, Hal 6. pengadilan wajib dianggap tidak beralah sebelum adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap . Untuk menghindari kesewenang-wenangan para aparat penegak hukum terutama dalam menjungjung tinggi hak asasi dari setiap rakyat dan hukum Negara, maka kitab Undang-Undang hukum acara pidana kita telah menganut suatu lembaga baru yang dinamakan dengan Lembaga Praperadilan. Pada lembaga inilah tiap-tiap warga Negara pada umumnya dan para tersangka atau terdakwa pada khususnya serta pihak ketiga dapat mengadukan setiap pelanggaran atas hak-hak asasi kemanusiaannya apabila para penegak hukum keluar dari ketentuan-ketentuan yang berlaku. Andi Hamzah, mengemukakan sebagai berikut: 71

M. Yahya harahap, mengemukakan pendapatnya: