Analisa Kasus Implementasi Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan Perkara Pidana (SKPPP/SKP3) (Sudi Kasus Perkara soeharto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan)

10 Penuntutan Perkara SKPPP atas nama terdakwa H.M Soeharto alias Soeharto demi hukum berdasarkan: 1. Ketentuan-ketentuan di dalam Pasal 14 n jo Pasal 140 ayat 2 KUHAP 2. Pasal 46 ayat 1 b KUHAP 3. Pasal 75, Pasal 76, Pasal 77 dan Pasal 78 KUHAP. Setelah itu pada tanggal 11 Mei 2006 Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan Perkara SKPPP atas nama terdakwa H.M Soeharto alias Soeharto sesuai Surat Ketepan Penghentian Penuntutan Nomor : TAP-01O.1.14Ft.1052006 tanggal 11 Mei 2006, yang menetapkan: 1. Menetapakan penuntutan perkara pidana atas nama terdakwa H.M. Soeharto alias Soeharto karena perkara ditutup demi hukum 2. Benda sitaanbarang bukti berupa sebagaimana terlampir dalam berkas perkara tetap terlampir dalam berkas perkara 3. Surat Ketetapan ini dapat dicabut kembali apabila dikemudian hari terdapat alasan baru yang diperoleh Penuntut Umum 4. Turunan dari Surat Ketetapan ini diberikan kepada yang bersangkutan untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

B. Analisa Kasus

Sebagai konsekuensi dari dikeluarkannya SKPPP tersebut maka status hukum Soeharto sebagai terdakwa otomatis gugur atau tidak berlaku lagi, disamping semua benda yang telah disita dari soeharto, seperti harta atau barang 11 bukti lainnya wajib dikembalikan disamping itu juga menimbulkan gelombang protes di kalangan masyarakat serta kerugian Negara sulit untuk dikembalikan. Sebagai reaksi dan ketidakpuasan masyarakat atas adanya Penghentian Penuntutan perkara Soeharto maka permohonan praperadilan diajukan oleh Pihak Ketiga yang berkepentingan atau istilah di dalam sistem peradilan adalah PEMOHON yang terdiri dari Pemohon I, II dan III dimana pemohon I dan II adalah pihak ketiga yang berkepentingan dalam hal ini Lembaga Swadaya Masyarakat LSM yang tumbuh dan berkembang secara swadaya, atas kehendak dan keinginan sendiri yang didirikan atas dasar kepedulian untuk dapat memberikan perlindungan dan penegakan atas kepentingan dan hak-hak asasi manusia di Indonesia termasuk penegakan pemberantasan korupsi di Indonesia dan permohonan ini juga didasarkan pada peran serta masyarakat sebagaimana diatur dalam Pasal 41 UU No. 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan Pemohon III adalah warga Negara Indonesia sebagai bagian dari anggota masyarakat yang mempunyai kepedulian dalam perlindungan dan penegakan hak-hak azasi manusia termasuk di dalamnya penegakan pemberantasan korupsi di Indonesia. 80 Bahwa untuk mendukung dalil dari permohonannya Pemohon telah mengajukan bukti-bukti surat yang sudah dibubuhi materai cukup yaitu untuk Pemohon I terdidiri dari Bukt i P-1 samapai Bukti P-18, Pemohon II terdiri dari Bukti PII-1.1 sampai dengan Bukti PII-10, untuk Pemohon III terdiri dari bukti P- 1 sampai dengan bukti P-13 dan Pemohon juga telah mengajukan 2 orang ahli 80 Wiyono, R. Pembahasan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta: 2005, hal 227- 241. 12 yaitu Ahli Dr. Rudy Satriyo Mukantardjo, S.H, MH, dan Ahli Anna Erliana, S.H, MH. Setelah Pengadilan mempertimbangkan dalil-dalil dan surat-surat bukti dari Para Pemohon tersebut diatas maka pengadilan berpendapat bahwa Termohon dalam mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan Perkara SKPPP adalah tidak sah menurut hukum denga alasan menurut hemat pengadilan, tindakan dan langkah-langkah yang telah dilakuklan Termohon dalam upaya melaksanakan putusan Mahkamah Agung a quo, tidak cukup hanya dilakukan melaui surat menyurat diluar persdidangan tetapi mestinya dilakukan dalam Forum persidangan di pengadilan, dan Termohon mesti terus melakukan pengobatan terhadap H.M Soeharto sampai sembuh kemudian dapat dihadapkan kepersidangan jadi bukan melakukan penghentian penuntutan. Dan Termohon melakukan penghentian penuntutan tidak berdasarkan pada tiga kondisi yang disyaratkan oleh ketentuan Pasal 140 ayat 2 huruf a KUHAP akan tetapi didasarkan pada kondisi kesehatan terdakwa yang tidak layak disidangkan. Sebagai konsekuensi dari penerbitan SKPPP yang dikeluarkan oleh Termohon tidak sah menurut hukum maka penuntutan perkara tersebut harus dibuka dan dilanjutkan. Dengan keluarnya putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tanggal 12 Juni 2006 yang mengabulkan tuntutan Para Pemohon I, II dan III dalam Permohonan Praperadilan atas SKPPP Soeharto sehingga penuntutan perkara Soeharto dibuka dan dilanjutkan kembali maka Pembanding semula Termohon Praperadilan Negara Republik Indonsia Cq. Pemerintah Republik Indonsia Cq. Kejaksaan Agung RI Cq. Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan pada tanggal 13 Juni 13 2006 telah mengajukan permintaan banding kepada Para Terbanding semula Pemohon Praperadilan I, II dan III. Dan Memori banding yang diajukan Pembanding tertanggal 21 Juni 2006 yang diterima di kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tanggal 22 Juni 2006. Setelah memeriksa dan mempelajari berkas perkara secara keseluruhan yang terdiri dari berita acara persidangan Peradilan tingkat pertama, surat-surat bukti dan saksi-saksi serta surat-surat lainnya yang berhubungan dengan perkara ini, serta salinan resmi putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tanggal 12 Juni 2006 maka Majelis Hakim Tingkat Banding berpendapat setelah melihat kronologis penanganan perkara atas nama terdakwa H.M. Soeharto maka Suarat Ketetapan Penghentian Penuntutan Perkara SKPPP atas nama Soeharto tidak bertentangan dengan putusan Mahkamah Agung RI No. 1846 K Pid 2000 tanggal 2 Pebruari 2001 karena Jaksa Penuntut Umum sudah berulang kali melakukan pengobatan tetapi Terdakwa tetap belum sembuh sehingga melanjutkan atau menghentikan penuntutan menjadi wewenang Jaksa. Sementara alasan-alasan Penghentian penuntutan Perkara atas nama H.M. Soeharto sudah sesuai dengan ketentuan hukum Acara Pidana yang berlaku KUHAP, beserta Undang-Undang yang terkait dengan alasan bahwa Pasal 140 ayat 2 KUHAP tidak merinci hal-hal apa yang merupakan alasan untuk menghentikan perkara demi hukum dan perkara ditutup demi hukum diartikan sesuai Bab VIII Buku kesatu KUHP Yaitu Pasal 76, 77, 78. dan menurut Majelis Hakim Tingkat Banding dalam memberikan putusan perlu memperhatikan faktor-faktor yang seharusnya diterapkan secara proporsional yaitu: Keadilan, Kepastian hukum, dan 14 Kemanfaatannya terlebih dalam perkara pidana Hakim wajib berusaha menemukan kebenaran materiil dan sesuai dengan UU No. 4 Tahun 2004 Pasal 28 ayat 1 tentang kekuasan kehakiman yang menyebutkan : Hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Sehingga Majelis Hakim Tingkat Banding menyatakan demi mengakhiri keadaan perkara yang menggantung serta mendapatkan kepastian hukum, rasa keadilan, dan kemanfaatan, Keadaan Afasia Nonfluent Campuran Yang Menghambat Berkomunikasi Verbal Dan Tulisan, menjadi salah satu alasan didalam penghentian penuntutan. Setelah melalui proses permusyaratan Majelis Hakim Tingkat Banding maka majelis Hakim mengingat Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan No. TAP-0101.14Ft-1052006 tanggal 11 Mei 2006 yang dikeluarkan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Pembanding semula Termohon praperadilan adalah sah menurut hukum dan putusan praperadilan No.09Pid.Prap2006PN, Jak. Sel, No.10Pid. Prap2006PN, Jak. Sel, No. 11Pid. Prap2006PN, Jak. Sel tertanggal 12 Juni 2006 tidak dapat diperhatikan lagi dan harus dibatalkan maka Majelis Hakim Tingkat banding mengadili dengan amar Putusannya: M e n g a d i l i: - Menerima permintaan banding dari Pembanding semula Termohon Praperadilan; - Membatalkan putusan perkara Nomor 09 Pid.Prap 2006 PN. Jak. Sel, Nomor. 10 Pid.Prap 2006 PN, Jak. Sel, Nomor 11Pid. Prap2006PN, Jak.Sel tertanggal 12 Juni 2006 15 - Menyatakan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan Nomor TAP- 01O.1.14Ft.1052006 tanggal 11 Mei 2006 yang dikeluarkan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Pembanding semula Termohon praperadilan adalah sah menurut hukum MENGADILI SENDIRI - Menolak permohonan praperadilan dari Para terbanding semula Pemohon praperadilan I, II dan III untuk seluruhnya - Membebankan biaya perkara kepada Para terbanding semula Pemohon praperadilan I, II dan III pada kedua tingkat peradilan, dan pada tingkat banding masing-masing sebesar Rp. 7. 5000 1

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan