Asas Prinsip Legalitas Asas-asas atau Prinsip-prinsip Hukum dalam KUHAP

mengabaikan hakekat kemurnian yang dicita-citakan KUHAP. Dan cara penyimpangan yang seperti itu nyata-nyata mengingkari dan meyelewengkan KUHAP kearah tindakan yang berlawanan dan melanggar hukum. Bagi mereka yang terpanggil jiwanya untuk melaksanakan KUHAP secara utuh dan konsekwen, mereka harus terlebih dahulu sungguh-sungguh dan seksama menyimak dan memahami makna yang terkandung dalam asas-asas atau prnsip- prinsip hukum yang terdapat dalam KUHAP. Tanpa memiliki pengertian yang senapas dengan jiwa yang terkandung dalam prinsip-prinsip hukum yang digariskan KUHAP, Pasal-Pasal KUHAP hanya akan menjadi rumusan-rumusan mati dan kering, dan takkan mampu mengemban penegakan hukum yang sejajar dengan jiwa dan semangat landasan filosofisnya serta landasan konstitusinya. Perangkat-Undang-Undang yang tidak memiliki asas atau prinsip-prinsip hukum, tidak dapat dikatakan hukum yang efektif serta tidak dapat dikatakan sebagai hukum yang mampu berdiri menantang kehendak itikad buruk dari pelaksanaannya. 47

a. Asas Prinsip Legalitas

Asas-asas atau Prinsip-prinsip yang terdapat dalam KUHAP meliputi: Asas atau prinsip legalitas ini dengan tegas disebutkan dalam konsiderans KUHAP seperti yang dapat dibaca pada huruf a, yang berbunyi: “Bahwa Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjungjung tinggi hak asasi manusia serta yang menjamin segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum 47 M. Yahya Harahap, Pembahasan dan pemerintahan dan wajib menjungjung tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.” Dari bunyi kalimat di atas dapat kita simak: 1. Negara Republik Indonesia adalah “Negara hukum” berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. 2. Negara menjamin setiap warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan. 3. Setiap warga Negara” tanpa kecuali” wajib menjungjung hukum dan pemerintahan. Jelaslah KUHAP sebagai hukum acara pidana adalah Undang-Undang yang asas hukumnya berlandaskan asas legalitas. Pelaksanaan penerapan KUHAP harus bersumber pada titik tolak “ the Rule of Law semua tindakan penegakan hukum harus: 1. berdasarkan ketentuan hukum dan Undang-Undang 2. menempatkan kepentingan hukum dan Perundang-Undangan di atas segala-segalanya. 48 Legalitas berasal dari kata Legal latin, aslinya legalis, artinya sah menurut Undang-Undang. Asas legalitas ini dikenal sebagai berikut: 49 1. Dalam hukum pidana yang mengatakan bahwa tiada suatu perbuatan dapat dipidana, kecuali bedasarkan ketentuan Perundang-Undangan pidana yang telah ada Nullum Delictum Nulla Poena Sine Previa Lege Poenali. Asas ini tercantum dalam Pasal 1 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP. 48 Ibid. Hal 34. 49 Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril, Hukum Acara Pidana Dalam Teori dan Praktek, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004, Hal 2. 2. Asas dalam hukum acara pidana, bahwa setiap perkara pidana harus diajukan ke depan hakim. Dalam KUHAP, konsideran huruf a mengatakan, “Bahwa Negara Republik Insonesia adalah Negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang dasar 1945 yang menjungjung tinggi hak asasi manusia serta yang menjamin segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjungjung tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. b. Perlakuan Yang Sama Atas Diri Setiap Orang Di Muka Hukum Equality Before the Law Asas ini terdapat dalam Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Pokok kekuasaan kehakiman berbunyi; pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membedakan-bedakan orang. Dan penjelasan umum butir 3 a KUHAP berbunyi; perlakuan yang sama atas diri setiap orang di muka hukum hukum dengan tidak mengadakan pembedaan perlakuan. 50 1. perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia dengan c. Prinsip Keseimbangan Asas ini dijumpai dalam konsiderans huruf c yang menegaskan bahwa dalam setiap penegakan hukum harus berlandaskan prinsip keseimbangan yang serasi antara: 2. perlindungan terhadap kepentingan dan ketertiban masyarakat. Maka aparat penegak hukum dalam melaksanakan fungsi dan wewenang penegakan hukum, tidak boleh berorientasi kepada kekuasaan semata-mata dan 50 Ibid, Hal 3. harus menempatkan diri dalam suatu acuan pelaksanaan penegakan hukum yang berlandaskan keseimbangan yang serasi antara orientasi penegakan dan perlindungan ketertiban masyarakat dengan orientasi kepentingan dan perlindungan hak-hak asasi kemanusiaan. 51 a Adalah subyek; bukan sebagai obyek pemeriksaan, karena itu tersangka atau terdakwa harus didudukkan dan diperlukan dalam kedudukan manusia yang mempunyai harkat dan martabat harga diri. d. Asas Praduga Tak bersalah Presumption Of Innocent Asas ini kita jumpai dalam penjelasan umum butir 3 huruf c KUHAP. Asas ini juga telah dirumuskan dalam Pasal 8 Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman No. 14 tahun 1970 yang berbunyi: “Setiap orang yang sudah disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap” Menurut M. Yahya Harahap, asas Praduga tak bersalah ditinjau dari segi teknis penyidikan dinamakan “ Prinsip Akusator” Prinsip akusator menempatkan kedudukan tersangka tersangka dalam setiap tingkat pemeriksaan: b Yang menjadi objek pemeriksaan dalam prinsip Akusator adalah kesalahan Tindak Pidana yang dilakukan oleh tersangka terdakwa. Kearah itulah pemeriksaan ditujukan. 52 e. Penangkapan, Penahanan, Penggeledahan, dan Penyitaan Dilakukan Berdasarkan Perintah Tertulis Pejabat Yang Berwenang. 51 M. Yahya Harahap, op.cit., Hal 36. 52 Ibid., Hal 39. Asas ini terdapat dalam penjelasan KUHAP butir 3 b. secara rinci dalam hal penangkapan diatur dalam Pasal 15 sampai dengan 19 KUHAP. Sedangkan dalam Peradilan militer diatur dalam Pasal 75 sampai dengan 77 UU No. 31 Tahun 1997. Penahanan diatur dalam Pasal 20 sampai dengan 31 KUHAP. Dalam peradilan militer diatur dalam Pasal 78 sampai dengan 80, dan Pasal 137 dan 138 UU No. 31 tahun 1997. Selain perintah penahanan dilakukan secara tertulis , yang lebih prinsip lagi dalam KUHAP dan peradilan militer diatur pembatasan penahanan. Penggeledahan diatur dalam Pasal 32 sampai dengan Pasal 37 KUHAP. Dalam peradilan militer diatur dalam Pasal 82 sampai dengan Pasal 86 UU No. 31 Tahun 1997. Sedangkan penyitaan diatur dalam Pasal 38 sampai dengan Pasal 46 KUHAP. Dalam peradilan militer diatur dalam Pasal 87 sampai dengan Pasal 95 UU No. 31 Tahun 1997. 53 Mengenai batas waktu penahanan dapat dirinci sebagai berikut: f. Prinsip Pembatasan Penahanan 54 1 Penyidik paling lama hanya dapat menahan seseorang selama 20 hari dan perpanjangan 40 hari 2 Penuntut umum melakukan penahanan selama 20 hari atas perintah penuntut umum sendiri dan perpanjangan 30 hari 3 Hakim Pengadilan Negeri atas perintah hakim sendiri selam 30 hari dan perpanjangan selama 60 hari. 4 Hakim pengadilan tinggi atau majelis yang bersangkutan selama 30 hari dan dapat diperpanjang selama 60 hari. 53 Mohammad Taufik Makarao Suhasril, op.cit, Hal 6. 54 M. Yahya harahap, op.cit, Hal 42-43. 5 Mahkamah Agung atas perintah hakim Agung atau Majelis selama 50 hari dan perpanjangan selama 60 hari. Jadi mulai dari penyidik sampai ke Mahkamah Agung paling lama 400 hari. g. Asas Ganti Kerugian dan Rehabilitasi Asas ini terdapat dalam penjelasan umum KUHAP butir 3d. Pasal 9 UU Pokok kekuasaan kehakiman No. 14 1970 yang juga mengatur ketentuan ganti rugi. Secara rinci Pasal yang mengatur tentang ganti kerugian dan rehabilitasi adalah Pasal 95 sampai dengan Pasal 101 KUHAP. Kepada siapa ditujukan ganti rugi ? untuk hal ini tidak diatur secara tegas dalam Pasal-Pasal KUHAP. Akan tetapi pada tanggal 1 agustus 1983 telah dikeluarkan peraturan pelaksanaannya pada bab IV PP No. 27 1983 dengan peraturan ini maka ganti kerugian dibebankan kepada Negara c.q. Departemen keuangan. 55 1. pembaharuan kodifikasi h. Asas Penggabungan Pidana Dengan Ganti Rugi KUHAP memberikan prosedur hukum bagi seorang “korban” Tindak Pidana, untuk menggugat ganti rugi yang bercorak perdata terhadap terdakwa bersamaan dengan pemeriksaan perkara pidana yang sedang berlangsung. i. Asas Unifikasi. Asas unifikasi hukum acara pidana KUHAP ditegaskan dalam konsideran huruf b: bahwa demi pembangunan di bidang hukum sebagaimana termaktub dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV MPR1978, perlu mengadakan usaha peningkatan dan penyempurnaan hukum nasional dengan mengadakan: 55 Mohammad Taufik Makarao Suhasril, op.cit, Hal 7-8. 2. serta unifikasi hukum dalam rangkuman pelaksanaan secara nyata wawasan nusantara. Dari bunyi konsideran huruf b diatas, kodifikasi KUHAP di samping bertujuan: 1. mengungkapkan usaha penyempurnaan hukum nasional 2. pembaharuan hukum nasional 3. juga dimaksudkan sebagai langkah pemantapan” unifikasi hukum” dalam rangka mengutuhkan kesatuan dan persatuan nasional dibidang hukum dan penegakan hukum, guna tercapainya cita-cita wawasan nusantara di bidang hukum, serta hukum yang mengabdi kepada kepentingan wawasan nusantara. 56 j. Frinsip Differensial Fungsional Prinsip ini merupakan penjelasan penegasan pembahagian tugas wewenang antara jajaran aparat penegak hukum secara instansional. Dengan demikian KUHAP meletakkan suatu asas “ Penjernihan” Clarification dan “modifikasi” modification fungsi dan wewenang antara setiap instansi penegak hukum. Akan tetapi penjernihan dan pengelompokan tersebut, diatur sedemikian rupa sehingga tetap terbina saling korelasi dan koordinasi dalam proses penegakan hukum yang salaing berkaitan dan berkelanjutan antara satu instansi dengan instansi yang lain, sampai ke taraf proses pelaksanaan eksekusi dan pengawasan pengamatan pelaksanaan eksekusi mulai dari tahap permulaan penyidikan oleh kepolisian sampai kepada pelaksanaan putusan pengadilan oleh kejaksaan , selalu terjalin hubungan fungsi yang berkelanjutan, yang akan menciptakan suatu mekanisme saling cekking di antara sesama aparat penegak hukum. 57 56 M.Yahya Harahap, op. cit, Hal 45. 57 Ibid., Hal 47. k. Prinsip Saling Koordinasi Prinsip ini dapat kita lihat dengan adanya saling hubungan koordinasi fungsional antara aparat penegak hukum: 1. Hubungan penyidik dengan penuntut umum a. kewajiban penyidik untuk memberitahukan dimulainya penyidikan kepada penuntut umum Pasal 109 ayat 1. b. Pemberitahuan penghentian penyidikan oleh penyidik kepada penuntut umum Pasal 109 ayat dalam hal ini penuntut umum dapat berpendapat lain bila mengangap penghentian penyidikan tadi tidak sah penuntut umum berhak mengajukan permohonan praperadilan. 2. Hubungan Penyidik dengan HakimPengadilan. Ketua Pengadilan Negeri memberi perpanjangan penahanan yang diminta oleh penyidik dengan surat penetapan atas dasar ketentuan yang disebut oleh Pasal 29 3.Hubungan atau pengawasan antara aparat penegak hukum dengan tersangkaterdakwa, penasehat hukum, keluarga dan pihak ketiga yang berkepentingan antara lain: a. Keberatan atas penghentian penyidikan yang dilakukan oleh penyidik dapat diajukan oleh pihal ketioga yang berkepentingan dan memintakan kepada praperadilan untuk memeriksa sah tidaknya penghentian penyidikan Pasal 30 b. Tersangka , penasehat hukumnya dan keluarganya berhak meminta kepada persidangan praperadilan tentang sah tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan Pasal 77 dan Pasal 80. c. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan atau akibat adanya penghentian penyidikan atau penuntutan yang diajukan oleh tersangka atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua Pengadilan Negeri dengan menyebut alasannya Pasal 81. 58 l. Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan Asas ini telah dirumuskan dalam Pasal 4 ayat 2 UU Pokok Kekuasaan Kehakiman N0. 141970. Yang menghendaki agar setiap pelaksanaan penegakan hukum di Indonesia berpedoman kepada asas : cepat, tepat , sederhana dan biaya ringan. Dalam KUHAP ketentuan dari asas peradilan cepat diatur dalam Pasal 50: tersangka atau terdakwa berhak segera mendapat pemeriksaan penyidik, segera diajukan kepada penuntut umum oleh penyidik, segera diajukan ke pengadilan oleh penuntut umum, segera diadili oleh pengadilan. Pasal-Pasal lain yang berkaitan adalah Pasal 102 ayat 1, Pasal 106, Pasal 107 ayat 3, dan Pasal 140 ayat1. Sementara asas sederhana dan biaya ringan dijabarkan dalam KUHAP Pasal 98. 59 Dalam KUHAP Pasal 69 sampai dengan Pasal 74 diatur Bantuan Hukum dimana tersangka atau terdakwa mendapat kebebasan yang sangat luas. Asas bantuan hukum bagi tersangka atau terdakawa ini menjadi ketentuan universal di Negara- negara demokrasi dan beradab. Dalam” International Covenant on Civil and m. Tersangka Terdakwa Berhak Mendapat Bantuan Hukum 58 Ibid., Hal 51-52. 59 Mohammad Taufik Makarao Suhasril, op. cit, Hal 7-8. Political Rights article 14 sub 3d kepada tersangkaterdakwa diberikan jaminan. Diadili dengan kehadiran terdakwa, membela diri sendiri secara pribadi atau dengan bantuan penasihat hukum menurut pilihannya sendiri, diberitahu tentang hak-haknya ini jika ia tidak mempunyai penasihat hukum untuk dia, jika untuk kepentingan peradilan perlu untuk itu dan jika tidak mampu membayar penasihat hukum, ia dibebaskan dari pembayaran. 60 “ Untuk keperluan pemeriksaan hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perlara mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak” tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat 2 dan 3 mengakibatkan batalnya putusan demi hukum. n. Pengadilan Memeriksa Perkara Pidana dengan Hadirnya terdakwa. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 154, 155, dan seterusnya dalam KUHAP yang dipandang pengecualian dari asas ini ialah kemungkinan putusan dijatuhkan tanpa hadirnya terdakwa, yaitu putusan Verstek atau in absentia. Tetapi ini merupakan hanya pengecualian yaitu dalam acara pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas jalan. o. Prinsip Peradilan Terbuka Untuk Umum Pasal yang mengatur tentang asas ini adalah Pasal 153 ayat 3 dan 4KUHAP yang berbunyi: 61 Dalam hukum acara pidana dikenal suatu badan yang khusus diberi wewenang untuk melakukan penuntutan pidana ke pengadilan yang disebut p. Asas Oportunitas 60 Ibid., Hal 8-9. 61 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia edisi Revisi. Sinar Grafika, Jakarta, 2005, Hal 17. penuntut umum. Di Indonesia penuntut umum itu disebut juga jaksa Pasal 1 butir a dan b serta Pasal 137 dan seterusnya KUHAP. Wewenang penuntutan dipegang oleh penuntut umum sebagai monopoli artinya tiada badan lain yang boleh melakukan itu. Ini disebut dominus litis di tangan penuntut umum atau jaksa. Dominus berasal dari bahasa latin yang artinya pemilik. Hakim tidak dapat meminta supaya delik diajukan kepadanya. Jadi, hakim hanya menunggu saja penuntutan dari penuntut umum. A.Z. Abidin Farid memberi perumusan tentang asas oportunitas sebagai berikut: 62 Ini berarti bahwa pengambilan keputusan salah tidaknya terdakwa dilakukan oleh hakim karena jabatannya dan bersifat tetap. Untuk jabatan ini diangkat hakim-hakim yang tetap oleh kepala Negara. Ini disebut dalam Undang- Undang Pokok kekuasaan Kehakiman Pasal 31. “ Asas hukum yang memberikan wewenang kepada penuntut umum untuk menuntut atau tidak menuntut dengan atau tanpa syarat seseorang atau korporasi yang telah mewujudkan delik demi kepentingan umum” q. Peradilan Dilakukan oleh Hakim Karena Jabatannya dan Tetap. 63 62 A.Z. Abidin, Sejarah dan Perkembangan Asas Oportunitas di Indonesia, Hal 12. 63 Andi Hamzah, op.cit, Hal 19. r. Asas Akusator dan Inkisitor Accusatoir dan Inquisatoir kebebasan memberi dan mendapatkan nasihat hukum menunjukkan bahwa dengan KUHAP telah dianut asas akusator itu, ini berarti perbedaan antara pemeriksaan pendahuluan dan pemeriksaan sidang pengadilan pada asasnya telah dihilangkan. Dan asas inkisitor itu berarti terasangka dipandang sebagai objek pemeriksaan yang masih dianut oleh HIR. s. Pemeriksaan Hakim yang langsung dan Lisan Pemeriksaan di sidang pengadilan dilakukan oleh hakim secara langsung, artinya langsung kepada terdakwa dan para saksi. Ini berbeda dengan acara perdata di mana tergugat dapat diwakili oleh kuasanya. Pemeriksaan hakim juga dilakukan secara lisan, artinya bukan tertulis antara hakim dan terdakwa. Ketentuan tentang hal ini diatur dalam Pasal-Pasal 154, 155 KUHAP dan seterusnya.

B. Perlindungan Hak Asasi Manusia Dalam KUHAP