B. Pengaturan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan Perkara
SKPPPSKP3 Menurut KUHAP
a. Penghentian Penuntutan
Mengenai penghentian penuntutan diatur dalam Pasal 140 ayat 2 yang menegaskan, Penuntut umum “dapat menghentikan penuntutan” suatu perkara.
Dalam arti hasil pemeriksaan penyidikan tindak pidana yang disampaikan penyidik, tidak dilimpahkan penuntut umum ke sidang pengadilan. Akan tetapi
hal ini bukan dimaksudkan menyampaingkan atau mendeponir perkara pidana tersebut. Oleh karena itu, harus dengan jelas dibedakan antara tindakan hukum
penghentian penuntutan dengan penyampingan Deponering perkara yang dimaksud Pasal 8 Undang-Undang No. 151961 sekarang Pasal 32 huruf e
Undang-Undang No. 5 Tahun 1991 dan penjelasan Pasal 77 KUHAP. Dan pada penjelasan Pasal 77 telah ditegaskan:
“Yang dimaksud dengan penghentian penuntutan tidak termasuk penyampingan perkara untuk kepentingan umum yang menjadi wewenang
Jaksa Agung”. Sebagaimana dikemukakan bahwa penuntut Umum berwenang untuk
menutup perkara demi kepentingan hukum. Kemudian dipertanyakan apakah masih ada alasan lain bagi penuntutan umum untuk menghentikan penuntutan.
77
Meskipun dalam Pasal 14 huruf h KUHAP, hanya disebutkan tentang adanya kewenangan penuntut umum untuk menutup perkara demi hukum, hal ini
bukanlah berarti penuntut tidak mempunyai kewenangan untuk menghentikan penuntutan dengan alasan lain. Dalam Pasal 140 ayat 2 huruf a KUHAP
77
M. yahya harahap, Op cit, Hal 470
dinyatakan: dalam hal penuntut umum memutuskan untuk menghentikan penuntutan karena tidak terdapat cukup bukti, atau peristiwa tersebut ternyata
bukan merupakan tindak pidana atau perkara ditutup demi hukum, penuntut umum menuangkan hal tersebut dalam surat ketetapan. Dengan demikian
kewenangan penuntut umum dalam hal ini tidak hanya terbatas pada tindakan menutup perkara demi hukum. Jadi untuk memahami hal ini, ketentuan Pasal 14
huruf h tersebut hendaknya dihubungkan dengan ketentuan Pasal 140 ayat 2 huruf a KUHAP.
78
78
Harun M. Husein, Op cit, hal 236.
Sehubungan dengan hal itu dimana dalam penjelasan atas Pasal 140 KUHAP, tidak di temukan penjelasan tentang apakah yang dimaksud dengan
tidak terdapat cukup bukti, peristiwa yang bagaimanakah yang bukan merupakan tindak pidana dan apa yang dimaksud dengan menutup perkara demi hukum?
Dalam hal ini harus ditenukan melalui penafsiran terhadap suatu perkataan yang terdapat dalam perumusan Pasal-Pasal KUHAP yaitu menafsirkan sesuai dengan
maksud pembentuk Undang-Undang sendiri. Dihubungkan dengan penghentian penuntutan sebagaimana dikemukakan
terdahulu, maka apabila dari hasil penyidikan tidak tersedia minimal dua alat bukti yang sah, maka penuntutan tidak dapat dilaksanakan karena tidak memenuhi
syarat pembuktian, karena itu terhadap perkara demikian dihentikan penuntutannya. Jadi untuk memperoleh pengertian yang jelas tentang arti tidak
terdapat cukup bukti tersebut, maka ketentuan Pasal 140 ayat 2 huruf a tersebut harus kita hubungkan dengan ketentuan Pasal 183 KUHAP.
Alasan Penghentian Penuntutan
Dalam hal ini alasan penghentian penuntutan didasarkan kepada dua alasan yaitu:
79
1 Perkara dihentikan penuntutannya demi kepentingan hukum yang
meliputi:
1 Perkara yang bersangkutan “tidak” mempunyai pembuktian yang cukup,
sehingga jika perkaranya diajukan ke pemeriksaan sidang pengadilan, diduga keras terdakwa akan dibebaskan oleh hakim, atas alasan kesalahan
yang didakwakan tidak terbukti. Untuk menghindari keputusan pembebasan yang demikian lebih bijaksana penuntut umum
menghentikan penuntutan. 2
Apa yang dituduhkan kepada terdakwa bukan merupakan tindak pidana kejahatan atau pelanggaran.
Setelah penuntut umum mempelajari berkas perkara hasil pemeriksaan penyidikan, dan berkesimpulan bahwa apa yang disangkakan penyidik
terhadap terdakwa bukan merupakan tindak pidana kejahatan atau pelanggaran, penuntut umum lebih baik menghentikan penuntutan. Sebab
bagaimanapun, penuntut umum lebih baik menghentikan penuntutan. Karena dakwaan yang bukan merupakan tindak pidana kejahatan atau
pelanggaran yang diajukan kepada sidang pengadilan, pada dasarnya hakim akan melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum ontstag van
rechtvervolging.
79
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP bagian Penyidikan dan Penuntutan Edisi Kedua, sinar Grafika, Jakarta, 2000, Hal, 426.
Rumusan pengertian alasan penghentian penuntutan demi kepentingan hukum ditemui juga dalam pedoman Kitab Undang-Undang hukum Acara
Pidana halaman 87 88 cetakan IV.
Kalimat “dihentikan Penuntutannya” adalah kalimat pasip. Dengan demikian ada faktor penyebabnya dia dihentikan, maka ada kemungkinan
perkara akan dihidupkan kembali bilamana ada fakta baru atau bukti-bukti baru novum, dimana pada saat perkara dihentikan, fakta baru Novum ini
tidak ditemui atau dengan kata lain bukti-bukti yang tidak terpenuhi sehingga perkara tidak memenuhi syarat unsur untuk dilimpahkan ke
Pengadilan. Dengan demikian penghentian penuntutan ini sifatnya temporer bukan suatu ketetapan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
Setiap perkara yang dihentikan penuntutannya, bukanlah suatu ketetapan yang mempunyai kekuatan hukum tetap tetapi sewaktu-waktu dapat
dihidupkan kembali sebagaimana diatur dalam Pasal 77 KUHAP dan Pasal 80 KUHAP.
80
Permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan dapat diajukan oleh penyidik atau penuntut
Pasal 77 KUHAP dalam penjelasan Pasalnya berbunyi:
Yang dimaksud dengan : “Penghentian penuntutan” tidak termask penyampingan perkara untuk kepentingan umum yang menjadi wewenang
Jaksa Agung; Pasal 80 KUHAP berbunyi:
80
Osman Simanjuntak, Teknik Penuntutan dan Upaya Hukum, PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 1995, Hal 86.
umum atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada Ketua Pengadilan Negeri dengan menyebutkan alasannya;
Perkara dihentikan penuntutannya “demi kepentingan hukum” ini mengandung arti agar kepastian hukum Recht zekerheid dan wibawa
hukum terjamin. Bilamana perkara yang dari semula sudah diketahui oleh Jaksa penuntut umum, berdasarkan berkas perkara tidak cukup bukti, atau
perkara bukan merupakan tindak pidana, dilimpahkan ke pengadilan untuk disidangkan sudah dapat diperkirakan putusan yang akan dijatuhkan hakim
adalah putusan bebas murni. Putusan bebas murni sudah tentu menyangkut kepentingan hukum, untuk
apa hukum dimajukan kepersidangan, kalau toh dari sejak semula sudah dapat diperkirakan bahwa putusan bebas. Dan untuk menjaga kemurnian
hukum itu agar Jaksa penuntut, dan penyidik tidak sewenangnya melakukan penghentian penyidikan dan penghentian penuntutan, maka
kepada pihak ketiga yang berkepentingan diberi hak untuk mengajukan pra-peradilan terhadap penghentian penyidikan dan penghentian
penuntutan, tujuannya adalah bahwa tindakan penghentian penyidikan, dan penghentian penuntutan adalah benar-benar demi kepentingan hukum
belaka.
81
2 Penghentian penuntutan atas dasar perkara ditutup demi hukum atau
Set aside.
Penghentian penuntutan atas dasar perkara ditutup demi hukum ialah tindak pidana yang terdakwanya oleh hukum harus ditutup atau dihentikan
81
Ibid, Hal 87.
pemeriksaannya pada semua tingkat pemeriksaan. Alasan hukum yang menyebabkan suatu perkara ditutup demi hukum didasarkan pada:
a Atas alasan Nebis in idem
Alasan ini menegaskan tidak boleh menuntut dan menghukum seseorang dua kali atas pelaggaran tindak pidana yang sama. Seseorang hanya boleh
dihukum satu kali atas pelanggaran tindak pidana yang sama. Seseorang hanya boleh dihukum satu kali saja atas suatu kejahatan atau pelanggaran
tindak pidana yang sama. Oleh karena itu, apabila Penuntut umum menerima pidana yang sama dimana setelah Penuntut umum menerima
berkas pemeriksaan dari penyidik, kemudian dari hasil penelitian yang dilakukan ternyata apa yang disangkakan kepada tersangka adalah
peristiwa pidana yang telah dituntut dan diputus oleh hakim dalam suatu sidang pengadilan dan putusan itu telah memperoleh kekuatan hukum
tetap. Jika demikian halnya, penuntut umum harus menutup pemeriksaan perkara demi hukum Pasal 76 KUHP
b Karena tersangkaterdakwa meninggal dunia.
Apabila terdakwa meninggal dunia, dengan sendirinya menurut hukum menutup tindakan penuntutan. Hal ini sesuai dengan asas hukum yang
dianut bahwa suatu perbuatan tindak pidana hanya dapat dipertanggungjawabkan kepada orang yang melakukan sendiri tindak
pidana tersebut. Dengan demikian, apabila pelaku telah meninggal dunia, lenyap dengan sendirinya pertanggungjawaban atas tindak pidana yang
bersangkutan. Dan pertaggungjawaban itu tidak dapat dipindahkan kepada
keluarga atau ahli waris terdakwa Pasal 77 KUHP: kewenangan menuntut pidana hapus jika terdakwa meninggal dunia..
c Terhadap perkara yang hendak dituntut oleh penuntut umum, ternyata
telah kedaluarsa atau hak menuntut hukuman gugur tidak dapat dijalankan lagi karena lewat waktunya sebagaimna yang diatur dalam Pasal 78.
82
d Delik aduan atau pencabutan pengaduan kembali
Barang siapa yang memasukkan pengaduan tetap berhak untuk mencabut kembali pengaduannya itu dalam 3 bulan sejak hari memasukkannya
Pasal 367, 376, 284 KUHP, dsb.
83
82
M. Yahya Harahap, Edisi Kedua, Op cit, Hal 426.
83
Osman Simanjuntak, Op cit, Hal 88.
Dalam hal ini adanya penghentian penuntutan disebabkan karena tidak adanya pengaduan, atau pengaduan
yang pernah diajukan telah dicabut kembali oleh orang yang berhak mengadu. Dalam delik aduan Tindak pidana aduan, pengaduan tersebut
merupakan syarat bagi dilakukannya penuntutan. Bila tidak ada pengaduan atau pengaduan yang pernah diajukan dicabut kembali, berarti dalam hal
ini tidak terpenuhi syarat untuk melakukan penuntutan. Dalam menutup perkara demi hukum karena adanya pencabutan pengaduan, harus
diperhatikan pula apakah batas waktu untuk mencabut pengaduan itu belum dilampaui. Pengaduan hanya dapat dicabut kembali dalam batas
waktu untuk mencabut pengaduan itu belum dilampaui. Pengaduan hanya dapat dicabut kembali dalam batas waktu tiga bulan setelah pengaduannya
Pasal 75 KUHP.
Dalam kalimat “perkara ditutup demi hukum” ada dua kata yang perlu dibahasdipahami maknanya yaitu kata “Ditutup” dan kata “Demi
hukum”
84
Perkataan “ Ditutup”
Dalam hal perkara ditutup demi hukum, tidak ada kemungkinan perkara dapat dibuka kembali, sebagaimna halnya dalam perkara yang dihentikan
penuntutannya demi kepentingan hukum. Kemungkinan perkara dibuka hidup kembali setelah ditutup demi hukum, sangat tipis sekali atau boleh dikatakan
tidak ada kemungkinannya, kecuali alasan untuk menutup perkara demi hukum, ada perbuatan pidana misalnya, adanya tindakan pemalsuan dalam akte kematian,
karena berdasar akte kematian, maka perkara ditutup demi hukum, dimana yang sebenarnya terdakwa masih hidup atau adanya tindakan pemalsuan atau perbuatan
lainnya dalam menentukan tenggang waktu kadaluarsa. Perkataan “Demi Hukum”
Perkara yang dihentikan penuntutannya, demi kepentingan hukum biasanya Jaksa penuntut umum melimpahkan perkara ke persidangan, tetapi
berdasarkan hasil pemeriksaan berkas perkara, bilamana dimajukan ke persidangan sudah dapat diduga bahwa putusan yang akan dijatuhkan oleh hakim
adalah putusan bebas. Maka untuk menjaga wibawa hukum dan kepastian hukum, maka undang- undang memberi kewenangan kepada Jaksa Penuntut umum untuk
menghentikan perkara yang tidak memenuhi unsur, dan perkara yang tidak termasuk perbuatan pidana. Sedangkan “demi hukum “ berbeda permasalahannya,
dimana Undang-Undang tidak mengharuskan jaksa penuntut umum, untuk melaksanakan penghentian penuntutan, dan tidak ada kemungkinan untuk
84
Ibid, Hal 89.
mengajukan bebas kepersidangan karena bukan unsurnya yang kurang lengkap, atau perkara tersebut bukan perbuatan pidana, tetapi objek permasalahan tidak ada
lagi.
Prosedur Penghentian Penuntutan
Prosedur atau tatacara penghentian penuntutan dijelaskan dalam Pasal 140 ayat 2 KUHAP. Untuk pelaksanaan penghentian penuntutan KUHAP
menetukan tata caranya sebagai berikut: “ Tindakan penghentian penuntutan dituangkan dalam surat ketetapan, isi
surat ketetapan tersebut diberitahukan kepada tersangka dan bila ia ditahan, wajib segera dibebaskan, turunan surat ketetapan itu wajib
disampaikan kepada tersangka atau keluarganya atau penasihat hukum, pejabat rumah tahanan Negara, penyidik dan hakim.”
85
Pasal 140 ayat 2 menjelaskan :
86
a. Penghentian penuntutan dituangkan oleh penuntut umum dalam satu “ surat
ketetapan” yang disebut SKP3 . Isi surat ketetapan penghentian penuntutan menjelaskan dengan terang apa
yang menjadi alasan penilaian penuntut umum melakukan penghentian penuntutan. Hal ini perlu jelas dan terang karena hal itu diperlukan oleh pihak
penyidik maupun oleh pihak penyidik maupun oleh pihak ketiga yang berkepentingan dalam rangka mempergunakan hak mereka mengajukan
keberatan atas penghentian penuntutan yang dilakukan oleh penuntut umum kepada Praperadilan. Jadi sedapat mungkin penetapan penghentian penuntutan
harus memuat alasan-alasan yang jadi dasar penghentian. b.
Isi surat penetapan penghentian penuntutan diberitahukan kepada tersangka.
85
Harun M. Husein, Op cit, Hal 242.
86
M Yahya Harahap, Edisi kedua, Op cit, Hal 427-428
Mengenai cara pemberitahuan isi surat penetapan penghentian penuntutan dapat dilakukan secara lisan maupun dengan tulisan. Hal ini disimpulkan,
karena Undang-Undang sendiri tidak memberi penegasan tentang cara pemberitahuan isi ketetapan dimaksud. Akan tetapi demi untuk membina
administrasi yustisial yang lebih sempurna, pemberitahuan harus dilakukan dengan pemberitaan tertulis.
c. Dalam hal penuntut umum melakukan penghentian penuntutan, sedang
tersangka berada dalam penahanan, penuntut umum “wajib” segera membebaskan dari penahanan.
d. Turunan surat penetapan penghentian penuntutan “ Wajib” disampaikan
kepada: a
Tersangka atau keluarganya atau penasihat hukumnya, b
Disampaikan kepada pejabat rumah tahanan Negara, jika kebetulan tersangka berada dalam tahanan. Jika terdakwa tidak berada dalam
tahanan, tentu tidak ada kewajiban hukum bagi penuntut umum untuk menyampaikan turunan penetapan penghentian penuntutan kepada pejabat
rumah tahanan Negara. c
Kepada penyidik, d
Kepada hakim. Perlunya turunan penghentian penuntutan disampaikan kepada penyidik
dan hakim, rasionya tiada lain dalam rangka saling pengawasan terhadap penggunaan wewenang penghentian penuntutan. Dan bagi penyidik
pemberitahuan ini membuka kemungkinan baginya untuk mengajukan
keberatan kepada Praperadilan tentang sah tidaknya penghentian penuntutan.
Tata cara yang mengatur secara rinci bagaimana pelaksanaan penghentian penuntutan dapat kita temukan dalam instruksi Jaksa Agung RI. Nomor: INS-
OIIJ.AII1982 tanggal 12 November 1982 yang menetapkan sebagai berikut:
87
1 Apabila Jaksa Penuntut Umum berpendapat bahwa ia harus menghentikan
penuntutan karena: a.
dari hasil penyidikan yang diterima penuntut umum tidak terdapat cukup bukti untuk dituntut ke pengadilan negeri;
b. perbuatan yang disangka ternyata bukan merupakan tindak pidana;
c. ditutup demi hukum, yaitu perkara telah kedaluarsa Pasal 78 KUHP, ada
pencabutan pengaduan Pasal 75 KUHP, karena meninggalnya tersangka Pasal 77 KUHP, perkara termasuk nebis in idem Pasal 76 KUHP, maka
Jaksa penuntut umum membuat berita acara pendapat untuk diajukan kepada Kepala Kejaksaan Negeri guna mendapatkan persetujuannya.
2 Setelah mendapat persetujuan dari Kepala kejaksaan Negeri Kepala Cabang
Kejaksaan Negeri dibuatkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan menurut model PK-6 Keputusan Jaksa Agung R.I. Nomor: KEP-023J.A31982
sekarang keputusan Jaksa Agung RI. Nomor : KEP-088J.A81988, dalam enam rangkap dan disampaikan kepada pihak-pihak yang telah sitentukan
sesuaidengan ketentuan Pasal 140 ayat 2 huruf b dan c KUHAP. Walaupun sudah dikeluarkan surat ketetapan penghentian penuntutan, namun apabila
87
Harun M. Husein, Op cit, Hal 242.
dikemudian hari terdapat alasan baru atau bukti-bukti baru novum tidak tertutup kemungkinannya untuk melakukan penuntutan terhadap tersangka.
3 Isi surat ketetapan juga harus jelas mencantumkan:
a. pengeluaran tersangka apabila dia berada dalam tahanan;
b. penetapan penyerahanpengembalian Benda sitaanbarang bukti kepada
orang yang disebutkan secara jelas nama dan identitasnya. 4
Penghentian penuntutan terhadap perkara yang: a.
menarik perhatian masyarakat b.
bersipat politis dan mempunyai aspek nasional; c.
Benda sitaanbarang bukti yang mempunyai nilai tinggi dan dapat menimbulkan perselisihan antara pihak-pihak yang berhak.
Agar dimintakan pendapat dari Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana umum dengan saran dan pendapat Kepala Kejaksaan Tinggi
5 Pengiriman turunan surat ketetapan penghentian penuntutan yang ditujukan
kepada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum dilampiri dengan berita Acara Pendapat Jaksa Penuntut Umum.
6 Wewenang untuk melakukan penghentian penuntutan diserahkan kepda
Kepala Kejaksaan Negeri setelah mendengar pendapat jaksa penuntut umum. 7
Instruksi ini hanya berlaku untuk tindak pidana umum dan dikecualikan untuk tindak pidana korupsi, subversi dan ekonomi.
8 Dengan berlakunya instruksi tentang penghentian penuntutan maka instruksi
menteriJaksa agung Nomor : 7INSTRSecr1962, tentang penyampingan perkara dinyatakan tidak berlaku lagi.
9 Penyampingan perkara berdasarkan kepentingan umum adalah wewenang
Jaksa agung RI. Berdasarkan ketentuan Pasal 8 Undang-Undang Nomor Tahun 1961.
Meskipun KUHAP tidak membedakan antara penghentian penuntutan demi kepentingan hukum dan penghentian penuntutan atas dasar perkara
ditutup demi hukum, tetapi sesungguhnya terdapat perbedan yang prinsipil antara
penghentian penuntutan demi kepentingan hukum dan atas dasar perkara ditutup demi hukum. Penghentian penuntutan demi kepentingan hukum bersifat
sementara, karena menurut ketentuan Pasal 140 ayat 2 huruf d KUHAp, apabila kemudian ternyata ada alasan baru, penuntut umum dapat melakukan penuntutan
terhadap terdakwa. Menurut penjelasan Pasal tersebut, alasan baru tersebut diperoleh penuntut umum dari penyidik yang berasal dari keterangan tersangka,
saksi, Benda atau petunjuk yang baru kemudian diketahui atau didapat. Sedangkan penghentian penuntutan atas dasar perkara ditutup demi hukum
ada yang bersipat bersipat tetap permanent dan ada yang bersipat sementara. Bersipat tetappermanent artinya terhadap suatu perkara telah ditutup demi
hukum, maka terhadap perkara tersebut selamanya tidak akan dilakukan penuntutan yaitu terhadap perkara yang Nebis in idem, meninggal dunia,
kadaluarsa.bersipat. Sementara dalam hal ini ada pengecualian yaitu dalam hal penuntutan dihentikan karena tidak adanya pengaduan, maka syarat penuntutan
terpenuhi dan penuntutan yang telah dihentikan tersebut dilaksanakan kembali. Dan ini bergantung pada hak untuk mengajukan pengaduan tersebut belum
lampau waktu, karena hak untuk mengajukan pengaduan dibatasi oleh jangka waktu tertentu. Orang yang berhak mengadu hanya dapat mengajukan
pengaduannya dalam batas waktu enam bulan sejak diketahuinya perbuatan itu, apabila orang yang berhak mengadu itu bertempat tinggal di luar Indonesia, maka
batas waktu untuk mengajukan pengaduan tersebut adalah sembilan bulan Pasal 74 ayat 1 KUHP.
88
Dapat dirumuskan bahwa yang dimaksud dengan pengentian penyidikan ialah tindakan penyidik menghentikan penyidikan suatu peristiwa yang diduga
sebagai tindak pidana karena untuk membuat terang peristiwa dan menentukan pelaku sebagai tersangkanya tidak terdapat cukup bukti, atau dari hasil penyidikan
diketahui bahwa peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana, atau penyidikan dihentikan demi hukum
Sementara juga dalam hal menutup perkara demi hukum karena adanya pencabutan pengaduan, harus diperhatikan pula apakah batas waktu untuk
mencabut pengaduan itu belum dilampaui. Pengaduan hanya dapat dicabut kembali dalam batas waktu tiga bulan setelah pengajuannya Pasal 75 KUHP.
Sedangkan bila dihubungkan dengan penghentian penyidikan KUHAP tidak merumuskan apa yang dimaksud dengan penghentian penyidikan , ia hanya
memberikan perumusan tentang pengertian penyidikan. Penghentian penyidikan diatur dalam Pasal 109 ayat KUHAP, dimana dinyatakan bahwa dalam hal
penyidik menghentikan penyidikan karena tidak terdapat cukup bukti, atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan
dihentikan demi hukum, maka penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya.
89
88
Ibid, Hal 240-241.
89
Ibid Hal 311.
Dasar penghentian penyidikan demi hukum, sama dengan dasar penghentian penuntutan demi hukum. Jadi apabila penuntutan atas suatu perkara
tidak dapat dilaksanakan, misalnya karena hak untuk menuntut telah gugur karena kadaluarsa Pasal 78 KUHP, maka seyogyanyalah penyidikan perkara tersebut
dihentikan. Apabila penyidikan tidak dihentikan pada tahap penyidikan, maka pada tahap penuntutan penuntut umum akan menghentikannya juga. Dengan
demikian, akan sia-sialah apabila penyidikan perkara tersebut diteruskan. Pertimbangan pembentuk Undang-Undang dengan memberikan wewenang
kepada penyidik untuk menghentikan penyidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 109 ayat 2 KUHAP. Sehubungan dengan hal ini M. Yahya Harahap mengatakan”
Barang kali kalau kita mencari-cari rasio atau alasan pemberian wewenang penghentian penyidikan dapat dikemukakan antara lain:
90
a. Untuk menegakkan prinsip penegakan hukum yang cepat, tepat dan biaya
ringan, dan sekaligus untuk tegaknya kepastian hukum dalam kehidupan masyarakat.
b. Supaya penyidikan terhindar dari kemungkinan tuntutan ganti kerugian.
Sebab kalau perkaranya nanti diteruskan, tetapi belakangan ternyata tidak cukup bukti atau alas an untuk menuntut atau menghukum, dengan
sendirinya memberikan hak kepada tersangka atau terdakwa untuk menuntut ganti kerugian berdasarkan Pasal 95 KUHAP
Pemberitahuan penghentian penyidikan merupakan kewajiban hal ini ditinjau dari segi saling adanya pengawasan horizontal baik antara sesame instansi
aparat penegak hukum dalam hal ini pihak penuntut umum maupun pengawasan
90
Ibid, Hal 312.
horizontal dari pihak luar dalam hal ini tersangka tau keluarganya , jadi jelas merupakan kewajiban. Cara pemberitahuan penghentian penyidikan sebaiknya
berbentuk tertulis. Dan apabila penghentian penyidikan itu dilakukan penyidik pegawai negeri sipil, tata cara pemberitahuannya berpedoman kepada penjelasan
Pasal 109 KUHAP, yakni pemebritahuan penghentian disampaikan melalui penyidik Polri.
Tata Cara Penghentian Penyidikan
Mengenai tata cara penghentian penyidikan dalam Pasal 109 ayat 2 dan 3 KUHAP hanya ditentukan: penyidik Memberitahukan tentang hal itu kepada
penuntut umum, tersangka atau keluarganya. Dalam hal penyidikan dihentikan oleh penyidik PNS sebagaimana di maksud Pasal 6 ayat 1 huruf b KUHAP,
pemberitahuan mengenai hal itu segera disampaikan kepada penyidik dan penuntut umum.
Tata cara penghentian penyidikan di dalam Tambahan pedoman Pelaksanaan KUHP pada butir 4 diberikan petunjuk sebagai berikut: dalam hal
penyiddik menghentikan penyidikan maka penyidik harus melaksanakan ketentuan Pasal 109 ayat 2 KUHAP yaitu memberitahukan kepada penuntut
umum, tersangka atau keluarganya. Dalam hal penuntut umum memutuskan untuk menghentikan penuntutan, harus melaksanakan ketentuan Pasal 140 ayat 2 huruf c
KUHAP, yaitu turunan surat penetapannya wajib disanpaikan kepada tersangka atau keluarganyaatau penasihat hukum.
Berdasarkan uraian diatas dapat ditentukan bahwa tata cara penghentian penyidikan tersebut adalah sebagai berikut:
91
91
Ibid, Hal 317.
a. penghentian penyidikan dilakukan secra tertulis, dalam bentuk Surat
Ketetapan Penghentian Pennyidikan yang dilampiri dengan resume lapju; b.
pemberitahuan penghentian penyidikan disampaikan kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya
Bila dibandingkan dengan tata cara penghentian penyidikan dan tata cara penghentian penuntutan maka pengaturan tata cara penghentian penuntutan lebih
rinci pengaturan tata caranya. Sedang pengaturan penghentian penyidikan dalam Pasal 109 ayat 2 KUHAP, tidak jelas dan lengkap pengaturannya sehinga
diperlukan pengaturan yang jelas dalam Undang-Undang.
b. Penyampingan Perkara Demi Kepentingan Umum DeponeringDeponeer