781APBSelFpk.2082000 dan Ketua Pengadilan Negeri Jaksel telah
menunjuk majelis hakim untuk memeriksa perkara H.M Soeharto dengan
Surat Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 842Pen.Pid.B2000 dan Penetapan ketua Majelis Pengadilan Negeri Jaksel
No.842Pid.B2000PN.Jaksel.
2. Pada hari persidangan Terdakwa H.M.Soeharto tidak pernah hadir
dipersidangan dengan alasan terdakwa dalam keadaan sakit
3. Karena Jaksa tidak mampu mengadirkan terdakwa ke persidangan karena
lasan sakit maka majelis hakim mengambil kesimpulan bahwa terhadap perkara pidana No.842Pid.B2000PN.Jaksel dinyatakan tidak dapat diterima
dan mengembalikan berkas perkara kepada Termohon
4. Terhadap penetapan tersebut Jaksa Penuntut Umum telah mengajukan
perlawanan melalui PN Jaksel sesuai dengan Pasal 67 KUHAP
5. Terhadap keberatan Jaksa penuntut umum telah keluar Putusan Pengadilan
Tinggi DKI Jakarta No.140BdgPID2000 PT.DKI tertanggal 8 November 2000 yang pada intinya memutuskan:
- menerima banding dari jaksa Penuntut Umum
- Membatalkan Penetapan Pengadilan Negeri Jaksel tanggal 28 september
2000, No.842pid.B2000PN.Jaksel -
Memerintahkan kepada PN Jaksel untuk membuka, memeriksa, mengadili dan memutus kembalim perkara pidana register
No.842Pid.B2000PN.Jaksel
6. Terhadap Putusan PT tersebut Terdakwa telah mengajukan kasasi ke
Mahkamah Agung sehingga keluarlah Putusan Mahkamah Agung No.1846 KPid2000 yang amar putusannya berbunyi sebagai berikut:
- menerima permohonan Kasasi dari pemohon kasasi terdakwa
- membatalkan putusan PT Jakarta tanggal 8 November 2000
No.140BDGPID2000 PT.DKI dan penetapan PN Jaksel tanggal 28 september 2000 No.842PID.B2000PN.Jak. Sel.
Mengadili Sendiri -
menyatakan Penuntutan Jaksa Penuntut Umum terdakwa H.M. Soeharto tidak dapat diterima
- memerintahkan Jaksa Penuntut Umum melakukan pengobatan terdakwa
sampai sembuh atas biaya Negara, untuk selanjutnya setelah sembuh di hadapkan ke persidangan
- melepaskan terdakwa dari tahanan kota
- membebankan biaya perkara dalam semua tingkat peradilan kepada
Negara IV. Analisa Yuridis
1 Perbutan Termohon yang mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian
Penuntutan Perkara Pidana Atas Nama H.M. Soeharto adalah Cacat Hukum Karena bertentangan dengan Pasal 140 ayat 2 huruf a UU No. 8 Tahun 1981
Tentang Hukum Acara Pidana. Dimana alasan hukum Termohon yang menghentikan penuntutan terhadap H.M. Soeharto dengan alasan bahwa
H.M. Soeharto mengalami sakit permanen sehingga tidak dapat diajukan ke muka persidangan adalah alasan absurd dan bertentangan dengan Pasal 140
ayat 2 huruf a KUHAP sehingga Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan Perkara Pidana Atas Nama H.M. Soeharto yang dikeluarkan oleh Termohon
adalah cacat hukum 2
Perbuatan Termohon yang mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan Perkara Pidana Atas Nama H.M. Soeharto bertentangan dengan
putusan Mahkamah Agung Nomor 1846KPid2000 yang salah satu amar putusannya berbunyi: memerintahkan Jaksa Penuntut Umum melakukan
pengobatan Terdakwa sampai sembuh atas biaya Negara, untuk selanjutnya setelah sembuh dihadapkan ke persidangan
3 Perbuatan Termohon yang mengeluarkan Surat Ketetapan penghentian
Penuntutan Perkara Pidana atas nama H.M. Soeharto adalah cacat hukum karena bertentangan dengan TAP MPR RI NO. XIMPR RI1998 Pasal 4
disebutkan: “upaya pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme harus dilakukansecara
tegas terhadap siapapun juga, baik pejabat Negara, mantan pejabat Negara, keluarga, dan kroninya mapun pihak swastakonglomerat termasuk mantan
presiden Soeharto dengan tetap memperhatikan prinsip praduga tak bersalah dan hak asasi manusia”
4. Perbuatan termohon yang mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan perkara Pidana Atas Nama H.M. Soeharto adalah Cacat Hukum
karena bertentangan Dengan TAP MPR RI NO. VIIIMPR RI2001 Pasal 1 yaitu: Rekomendasi arah kebijakan ini dimaksudkan untuk mempercepat dan
lebih menjamin efektifitas pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme sebagaimana diamanatkan dalam ketetapan MPR RI NO.XIMPR1998
Tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Npotisme, serta berbagai peraturan PerUndang-Undangan yang terkait.
5. Perbuatan Termohon yang mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan Perkara Pidana Atas Nama H.M. Soeharto adalah Cacat Hukum
Karena Bertentangan Dengan UU No.4 Tahun 2004 Tentang Undang-Undang Pokok kekuasaan Kehakiman
V. Kerugian Akibat dari perbuatan Termohon yang mengeluarkan Surat ketetapan
penghentian Penuntutan perkara Pidana atas nama H.M. Soeharto, Para Pemohon telah , Menderita kerugian materiil berupa biaya yang dikeluarkan
Para pemohon untuk pembelian 1 buah materai Rp. 6000.
D. Alasan Tidak Sahnya Menurut Hukum dan Akibat Juridisnya SKPPPSKP3 Soeharto Setelah Adanya putusan Praperadilan
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
Setelah Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan Perkara Atas Nama terdakwa H.M. Soeharto
Perkara ditutup Demi Hukum bahwa berdasarkan Fakta-Fakta dan Analisa Hukum bahwa Penerbitan SKPPP terhadap Terdakwa H.M. Soeharto oleh Termohon,
selain bersifat premature, cacat hukum, juga bertentangan dengan TAP MPR RI No.XIMPR.RI1998 dan TAP MPR RI No. VIIIMPR RI2001 serta
Undang-Undang No.4 Tahun 2004 Tentang Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman
Prematur, karena Kejaksaan Agung Cq. Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan
tidak melakukan pemeriksaan dan pengobatan yang lebih baik atau merujuk ke dokter yang lebih baik, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No.20
Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran, sekaligus juga sebagai kewajiban hukumnya selaku penuntut Umum secara objektif dan professional, akan tetapi
malah pihak kejaksaan mengeluarkan SKPPP.
Cacat Hukum, karena penerbitan SKPPP oleh Kepala Kejaksaan Negeri
Jakarta Selatan tidak berdasarkan pada tiga kondisi yang disyaratkan oleh ketentuan Pasal 140 ayat 2 huruf a KUHAP, yaitu : a tidak terdapat cukup
bukti, b peristiwa tersebut ternyata bukan tindak pidana atau c perkara ditutup demi hukum.
Bertentangan dengan TAP MPR RI No. VIIIMPR RI2000, yaitu
karena dengan diterbitkannya SKPPP atas nama terdakwa oleh Termohon justru telah menghambat pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme di negeri ini.
Bertentangan dengan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman, karena
pihak kejaksaan tidak melaksanakan putusan Mahkamah Agung RI yang salah satu amarnya berbunyi: Memerintahkan Jaksa Penuntut Umum melakukan
pengobatan terdakwa sampai sembuh atas biaya Negara, untuk selanjutnya setelah sembuh dihadapkan ke persidangan.
Bahwa berdasarkan putusan Mahkamah Agung RI No. 1846 KPid2000 tanggal 2 Pebruar1, maka sesuai dengan Pasal 1 butir 6 huruf a dan Pasal 14
huruf j KUHAP jo. Pasal 30 ayat 1 huruf b Undang-Undang No. 16 Tahun
2004 tentang Kejaksaan RI menjadi tugas dan wewenang Termohon untuk melaksanakan isi putusan Mahkamah Agung tersebut yang memerintahkan Jaksa
Penuntut Umum melakukan pengobatan terdakwa sampai sembuh atas biaya Negara, untuk selanjutnya setelah sembuh dihadapkan ke persidangan.
Sementara atas laporan termohon tentang hasil pengobatan terdakwa H.M. Soeharto Mahkamah Agung memberikan pendapat hukum yang pada pokoknya
menyatakan karena tim dokter menyatakan terdakwa tidak dapat disembuhkan maka terdakwa tidak dapat diajukan ke persidangan. Berhubung dengan hal itu
untuk menentukan mengajukan atau tidak mengajukan perkara, atas nama Terdakwa H.M. soeharto tersebut di persidangan adalah menjadi wewenang Jaksa
Penuntut umum sesuai bunyi Pasal 137 KUHAP. Dan menurut hemat pengadilan, tindakan dan langkah-langkah yang telah dilakukan termohon dalam upaya
melaksanakan putusan Mahkamah Agung a quo, sebenarnya tidak cukup apabila dilakukan hanya melalui surat menyurat diluar persidangan, tetapi mestinya
dilakukan dalam forum persidangan di pengadilan. Pengadilan juga dapat menyetujui pendapat pemohon II yang menyatakan,
apabila hingga sekarang H.M. Soeharto belum sembuh unfit sehingga tidak dapat dihadapkan ke persidangan, maka Termohon mesti terus melakukan
pengobatan terhadap H.M. Soeharto sampai sembuh kemudian dapat dihadapkan ke persidangan, dan bukan melakukan tindakan penghentian penuntutan
sebagaimana yang termuat dalam SKPP No. TAP-01O.14Ft.1052006 tanggal 11 Mei 2006. bahwa berdasarkan hal-hal yang dikemukakan diatas, pengadilan
berpendapat bahwa penghentian penuntutan perkara atas terdakwa H.M. Soeharto adalah bertentangan dengan putusan Mahkamah Agung RI No. 1846 KPid2000
tanggal 2 Pebruari 2001, sehingga penerbitan SKPP tidak tepat dan bersifat premature.
Berdasarkan ketentuan Pasal 140 ayat 2 huruf a KUHAP tersebut, maka penghentian penuntutan dapat dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum pada
tiga kondisi yitu: tidak terdapat cukup bukti, peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana, perkara ditutup demi hukum, khusus mengenai
wewenang penuntut Umum untuk menutup perkara demi hukum, menurut pedoman pelaksanaan KUHAP, bahwa “perkara ditutup demi hukum” diartikan
sesuai dengan buku I KUHP Bab VII tentang hapusnya hak menuntut sebagaimana dalam Pasal 76, 77 dan 78 KUHP. Dihubungkan dengan keterangan
ahli Dr. Rudy Satriyo Mukantardjo, SH.,MH, ternyata bahwa alasan-alasan untuk menghentikan perkara demi hukum hanya terbatas pada apa yang ditentukan
yaitu: karena terdakwa meninggal dunia, nebis in idem, kadaluarsa. Sedangkan alasan sakit jiwacacat mental Pasal 44 KUHP , overmacht Pasal 48 KUHP ,
pembelaan diri Pasal 49 KUHP tidak termasuk alasan penutupan perkara demi hukum, tetapi termasuk alasan- alasan yang menghilangkan pidana..
Termohon ternyata melakukan penghentian penuntutan tidak berdasarkan pada tiga kondisi yang disyaratkan oleh ketentuan Pasal 140 ayat 2 huruf a
KUHAP, akan tetapi didasarkan pada tiga kondisi kesehatan terdakwa yang tidak layak disidangkan dan Kejaksaan sebagai lembaga penuntut selayaknya hati-hati
untuk tidak leluasa melakukan interpretasi atau penafsiran Undang-Undang, apalagi di luar Undang-Undang dalam menggunakan wewenang penuntutan
perkara demi hukum. Karena hal tersebut dapat merugikan posisi kepentingan umum yang melekat pada wewenang kejaksaan sebagai lembaga penuntutan.
Berdasarkan hal-hal yang dikemukakan diatas, pengadilan berpendapat bahwa berhubung penghentian penuntutan yang dilakukan oleh Termohon, tidak
memenuhi alasan penghentian yang disyaratkan dalam Pasal 140 ayat 2 huruf a KUHAP, maka penghentian penuntutan perkara atas nama terdakwa H.M.
Soeharto alias Soeharto sesuai dengan SKPP No. TAP-01O.1.14Ft.1052006 tanggal 11 Mei 2006, adalah tidak sah menurut hukum.
Dengan dinyatakannya penghentian penuntutan perkara atas nama H.M. Soeharto tidak sah, maka konsekuensinya penuntutan perkara tersebut harus
dibuka dan dilanjutkan.
E. Dasar Hukum dan Alasan-alasan diterimanya Permintaan Banding dari Termohon yang Membatalkan Putusan Praperadilan Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan atas SKPPPSKP3 Soeharto
Dalam hal ini setelah keluarnya Putusan Hakim Praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menetapkan bahwa SKPPP Soeharto yang
dikeluarkan oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan adalah tidak sah dan Perkara Korupsi Soeharto dibuka dan dilanjutkan kembali penuntutannya maka Negara RI
Cq. Pemerintah Republik Indonesia Cq. Kejaksaan Agung RI Cq. Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan semula sebagai Termohon telah mengajukan banding atas
putusan Praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta melawan Terbanding I, II, III yang semula sebagai Pemohon I, II, dan
III dalam tuntutan Praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Adapun dasar hukum dan alasan-alasan diterimanya permintaan Banding dari pembanding yaitu setelah Pengadilan Tinggi DKI Jakarta telah membaca
berkas perkara dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Putusan tanggal 12 Juni 2006 No. 09Pid. Prap2006PN.Jak. Sel, No.10Pid.Prap2006PN.Jak.Sel dan
No.11Pid.Prap2006PN.Jak.Sel, dan semua surat-surat yang berhubungan dengan perkara ini antara lain:
1 Surat Permohonan Praperadilan tertanggal 19 Mei 2006 yang terdiri dari
Pemohon I dibawah Register N0. 09Pid. Prap2006PN. Jaksel, Pemohon II dibawah Register No. 10Pid. Prap2006PN. Jaksel, Pemohon III dibawah
Register No. 11Pid. Prap2006PN. Jaksel. Mengemukakan alasan-alasan
sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya.
2 Berita Acara dan turunan resmi putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
tanggal 12 Juni 2006, No.09Pid.PrapPN.Jak.Sel, No.10Pid.Prap2006PN.Jak.Sel dan No.11Pid.Prap2006PN.Jak.Sel yang
amar putusannya sebagai berikut: -
Mngabulkan Permohonan Praperadilan Pemohon I, Pemohon II dan Pemohon III untuk sebagaian
- Menyatakan bahwa penghentian penurutan perkara atas nama
Terdakwa H.M. Soeharto alias Soeharto sesuai SKPPP No. TAP- 01O.1.14Ft.1052006 11 Mei 2006, adalah tidak sah
- Menyatakan bahwa penuntutan perkara atas nama Terdakwa H.M.
Soeharto alias Soeharto tersebut dibuka dan dilanjutkan
- Membebankan biaya perkara yang timbul kepada Termohon sebesar
Rp.5.00,- lima ribu rupiah
3 Akta permohonan banding Pembanding semula Termohon Praperadilan
tertanggal 13 Juni 2006, yaitu dalam hal ini telah mengajukan permintaan banding terhadap Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tanggal 12 juni
2006 dan permintaan banding tersebut telah diberitahukan kepada Para terbanding semula Pemohon Praperadilan I, II dan III pada tanggal 22 Juni
2006 oleh Jurusita Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. 4
Memori banding yang diajukan Pembanding semula Termohon Praperadilan , tertanggal 21 Juni 2006 yang diterima di kepaniteraan Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan pada tanggal 22 Juni 2006 5
Kontra memori banding yang diajukan oleh para terbanding semula Pemohon Praperadilan I, II dan III, tertanggal 29 Juni 2006 dan tertanggal 10 Juli 2006
yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tanggal 29 juni 2009 dan tanggal 10 Juli 2006.
6 Surat pemberitahuan mempelajari berkas perkara dari Terbanding kepada
Pembanding semula Pemohon Praperadilan I, II dan III, pada tanggal 11 Juli 2006 yang menerangkan bahwa mereka dapat mempelajari berkas perkara
selama 7 tujuh hari kerja terhitung mulai tanggal 11 Juli 2006 sampai
dengan tanggal 18 Juli 2006.
Karena permintaan banding pembanding semula termohon praperadilan diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara serta syarat yang telah
ditentukan Undang-Undang dan telah pula diberitahukan kepada Para terbanding semula Pemohon Praperadilan I, II dan III maka permintaan banding tersebut
dapat diterima. Tentang penggabungan pemeriksaan permohonan praperadilan No. 09Pid.Prap2006PN.Jak.Sel, No.10Pid.Prap2006PN.Jak.Sel dan
No.11Pid. Prap2006PN.Jak.Sel, Majelis Hakim Tingkat banding sependapat dengan pertimbangan hukum penetapan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
No.09Pid.Prap2006PN.Jak.Sel, No.10Pid.Prap2006 PN. Jak.Sel, tertanggal 29 Mei 2006 dan diambil alih sebagai pertimbangan hukum majelis Hakim Tingkat
Banding sendiri, dan selanjutnya memepertahankan penetapan tersebut tentang kedudukan dan kepentingan hukum Para terbanding semula Pemohon
Praperadilan I, II dan III dengan demikian Para Terbanding sebagai pihak yang berkepentingan menurut Pasal 80 KUHAP, telah dengan tepat dan benar
dipertimbangkan dalam perkara yang dimohonkan banding aquo, dan Majelis Hakim Tingkat banding mengambil alih sebagai pertimbangan hukumnya sendiri.
Dari hasil pemeriksaan persidangan didapat Fakta Kronologis penanganan perkara atas nama terdakwa H. M. Soeharto sebagaimana sudah dijelaskan
sebelumnya dan dari Fakta-Fakta tersebut ada dua hal penting yang dipertimbangakan:
PERTAMA : Apakah Pembanding semula termohon praperadilan mempunyai
kewenangan mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan SKPPP tersebut sehubungan telah ada putusan Mahkamah Agung RI nomor 1846
KPid2000 tanggal 2 Pebruari 2001, atau dengan kata lain apakah Surat ketetapan Penghentian Penuntutan SKPPP tersebut tidak bertentangan dengan putusan
Mahkamah Agung RI nomor 1846 K Pid 2000, tanggal 2 Pebruari 2001?
KEDUA: apakah alasan-alasan penghentian penuntutan aquo sudah sesuai dengan
ketentuan hukum Acara Pidana yang berlaku KUHAP, beserta Undang-Undang yang terkait?
Tentang Permasalahan Pertama
Menurut hemat Majelis Hakim Tingkat banding penghentian penuntutan terhadap tersangka H.M. Soeharto tidak bertentangan dengan amar putusan kasasi
Mahkamah Agung nomor 1846 K Pid 2000 tanggal 2 Pebruari 2001, dengan alasan sebagai berikut:
1. Bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 140 2 huruf d KUHAP penghentian
penuntutan tidak bersifat permanent, akan tetapi bila ada alasan baru in casu tersangka H.M. Soeharto sembuh dari sakitnya Jaksa penuntut Umum dapat
melakukan penuntutan kembali terhadap tersangka H.M. Soeharto. 2. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 butir 6a KUHAP: melaksanakan putusan
Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap in casu putusan kasasi Mahkamah Agung nomor 1846. KPid2000 tanggal 2 pebruari 2001, yang
salah satu amarnya, memerintahkan Jaksa Penuntut Umum melakukan pengobatan terdakwa sampai sembuh atas biaya Negara, untuk selanjutnya
setelah sembuh dihadapkan ke persidangan adalah kewajiban Jaksa Penuntut Umum, dan kewajiban tersebut tidak menjadi berakhir dengan dihentikannya
penuntutan atas diri tersangka H.M.Soeharto aquo. 3. Tidak terungkap dipersidangan bahwa Jaksa Penuntut Umum, tidak akan lagi
mengobatkan tersangka H.M. Soeharto sebagaimana diperintahkan Mahkamah Agung dalam putusan kasasi aquo.
4. Dalam Putusan Mahkamah Agung nomor 1846 K Pid 2000 tanggal 2 pebruari 2001 aquo tidak ada larangan bagi Jaksa Penuntut Umum untuk
menghentikan penuntutan terhadap terdakwa H.M. Soeharto bila tersangka H.M. Soeharto tidak sembuh dari sakitnya.
5. bahwa tindakan penghentian penuntutan yang dilakukan Jaksa Penuntut Umum aquo ternyata berkesesuaian dengan butir 4 dari pendapat hukum
Mahkamah Agung RI Nomor KMA 865 122001 tanggal 11 Desember 2001
1. Berdasarkan Pendapat Tim Dokter penilaian kesehatan yang menyatakan
Afasia nonfluent campuran menghambat komunikasi terdakwa secara verbal dan tulisan, mengingat factor usia terdakwa, dapat ditarik kesimpulan
kemungkinan kecil dapat disembuhkan, sehingga tidak dapat dihadapkan ke persidangan
Tentang Permasalahan Kedua
Dengan dikeluarkannya Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan SKPP nomor: TAP-0101.14Ft.1052006 tanggal 11 Mei 2006 dimana dalam
konsideransnya disebutkan:
2. Dari segi kemanusiaan dan moral mengingat kondisi kesehatan terdakwa yang
pada saat ini sedang menjalani pengobatan di rumah sakit Umum Pusat Pertamina Jakarta.
Sesuai dengan Pasal 140 ayat 2 KUHAP tidak merinci, hal-hal apa yang merupakan alasan untuk menghentikan perkara demi hukum dengan demikian
merujuk kepada buku Pedoman Pelaksanaan KUHAP, dikeluarkan oleh Departemen Kehakiman RI, cetakan ke II hal 88 perkara ditutup demi hukum
diartikan sesuai Bab VIII Buku kesatu KUHP yaitu: a
Pasal 76 KUHP yaitu telah ada putusan yang berkekuatan hukum tetap atas perbuatan pidana yang sama Nebis in idem
b Pasal 77 KUHP, tersangka telah meninggal dunia
c. Pasal 78 KUHP, Perkara tersebut telah daluwarsa
Menurut Montesque dan Emanuel Kant Hakim hanyalah sebagai penyambung lidah atau corong Undang-Undang, sehingga ia tidak dapat
mengubah kekauatan hukum Undang-Undang, tidak dapat menambah dan mengurangi apa yang sudah ditentukan dalam Undang-Undang. Undang-Undang
adalah salah satunya sumber hukum positip. Pertimbangan lain dari Majelis Hakim Tingkat Banding bahwa sah atau
tidaknya SKPPP hanya bertumpu pada ketentuan PerUndang-Undangan yang tertulis yaitu pada ketentuan Pasal 140 ayat 2a KUHAP Juncto Bab VIII Buku
Kesatu KUHP Pasal 76, 77 ,78 KUHP . Dan dalam memberikan putusan perlu memperhatikan faktor-faktor yang seharusnya diterapkan secara proporsional
yaitu: Keadilan, Kepastian Hukum, dan Kemanfaatannya terlebih dalam perkara pidana Hakim wajib berusaha menemukan kebenaran materiil dimana dalam
mengadili sering ditemui keadaan bukan hukumnya tidak ada, tetapi hukumnya sudah ada namun masih perlu digali dan diketemukan. Pasal 28 ayat 1 Undang-
Undang No.4 Tahun 2004, tentang kekuasaan kehakiman yang menyebutkan : Hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa
keadilan yang hidup dalam masyarakat. Pendapat ini juga dikuatkan oleh Prof. Dr. H Muchsin SH. Mengatakan
bahwa “Penemuan hukum merupakan salah satu wadah yang dapat digunakan oleh hakim untuk mengisi kekosongan hukum atau menafsirkan suatu kaidah
peraturan perUndang-Undangan yang tidak atau kurang jelas.” Berdasarkan surat bukti dan fakta-fakta yang sudah disebutkan bahwa:
- tersangka H.M. Soeharto saat ini sudah uzur, dengan usia 85 tahun
- Tersangka H.M. Soeharto sampai saat ini menderita afasia nonfluent
campuran, dengan demikian kesehatan mental tersangka terpusat dalam hambatan kemampuan, berkomunikasi verbal dan tulisan sebagaimana sudah
diuraikan sebelumnya. Mahkamah Agung dalam amar putusan kasasi Nomor: 1846 KPid2000
tanggal 2 Pebruari 2001, menyatakan penuntutan Jaksa penuntut Umum terhadap terdakwa H.M. Soeharto tidak dapat diterima, dan memerintahkan Jaksa Penuntut
Umum melakukan pengobatan terdakwa sampai sembuh atas biaya Negara untuk selanjutnya setelah sembuh dihadapkan dipersidangan. Dari Fakta-fakta yang
terbukti tersebut diatas dapat diambil kesimpulan:
- H.M. Soeharto yang telah berusia 85 tahun dan menderita sakit afasia
nonfluent campuran yang menghambat berkomunikasi verbal dan tulisan, berstatus tersangka tindak pidana korupsi di 7 yayasan yang dikuasainya.
- Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Pembanding semula termohon praperadilan
telah berulang kali berusaha melakukan pengobatan terdakwa tetapi hasilnya tersangka H.M. Soeharto tetap menderita sakit.
- Sementara itu dengan adanya putusan mahkamh Agung RI Nomor.
1846LPid2000 tanggal 2 pebruari 2001, sebelum tersangka H.M. Soeharto sembuh, Jaksa penuntut Umum tidak dapat mengajukan penuntutan kembali
karena sudah memperkirakan penuntutannya tidak diterima oleh pengadilan, dengan keadaan seperti itu status perkara tersangka H.M. Soeharto menjadi
menggantung. Menimbang ketentuan hapus kewenangan menuntut sebagaimana
dicantumkan dalam Pasal 76, 77 dan 78 KUHP dibuat hampir satu abad lalu, yaitu
sejak diberlakukannya Straf Recht Voor Nederlansche indie sehingga seiring perjalanan waktu terjadi perobahan kondisi dan kebutuhan masyarakat,
perkembangan ilmu Pengetahuan dan rasa keadilan masyarakat, dan karenanya sudah selayaknya timbul alasan baru tentang hapusnya kewenangan untuk
menuntut. Dengan demikian Hakim peradilan Negara dalam menerapkan dan
menegakkan hukum dan keadilan haruslah berdasarkan Pancasila sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 3 ayat 2 dari Undang-Undang dasar No.4 tahun 2004
tentang kekuasaan kehakiman., dimana Pancasila sebagai dasar Negara dan falsafah hidup bangsa Indonesia, yang salah satu silanya adalah kemanusiaan yang
adil dan beradab yang merupakan sumber dari segala sumber hukum, dipergunakan pula dalam menilai peristiwa konkrit yang terungkap dipersidangan
dihubungkan dengan ketentuan PerUndang-Undangan yang telah berusia hampir seabad.
Bahwa demi mengakhiri keadaan perkara yang menggantung serta mendapatkan kepastian hukum, rasa keadilan, dan kemanfaatan ,
Dan menurut Majelis hakim Tingkat Banding merupakan alasan hapusnya kewenangan menuntut, disamping alasan lainnya sebagaimana tercantum dalam
bab VIII Buku Kesatu KUHP, hanya saja alasan ini tidak bersifat permanent, karena bila terdakwa sembuh dari sakitnya dimaksud, Jaksa Penuntut Umum
dapat mengajukan penuntutan kembali. Dengan terjadinya perkembangan alasan hapusnya kewenangan menuntut di Negara-negara Anglo Saxon dengan
mempergunakan interpretasi komperatif, memperkuat pendapat Majelis Hakim
Keadaan Afasia Nonfluent Campuran Yang Mengahambat Berkomunikasi Verbal dan Tulisan,
Tingkat Banding bahwa KedaaanAfasia Nonfluent Campuran yang Menghambat Berkomunikasi verbal dan tulisan,
a Dengan demikian permohonan praperadilan yang diajukan oleh Para
terbanding semula Pemohon praperadilan I, II dan III, tidak beralasan dan tidak berdasar hukum dan sudah selayaknya ditolak seluruhnya
merupakan alasan baru untuk menutup perkara demi hukum.
Bahwa berdasrkan seluruh pertimbangan diatas Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan Nomor TAP-0101.14Ft-1052006 tanggal 11 Mei 2006
yang dikeluarkan Kepala kejaksaan negeri Jakarta Selatan ,Pembanding semula termohon praperadilan adalah sah menurut hukum
F. Konsekuensi Yuridis dari Putusan Pengadilan Tingkat Banding PT DKI Jakarta terhadap SKPPPSKP3 H.M Soeharto
Dengan keluarnya keputusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang menetapkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan nomor TAP-0101.14Ft-
1052006 tanggal 11 Mei 2006 yang dikeluarkan Kepala Kejaksaan negeri Jakarta Selatan Pembanding semula Termohon praperadilan adalah sah menurut
hukum maka konsekuensi juridis yang ditimbulkan adalah sebagai berikut:
b Putusan Praperadilan No. 09Pid.Prap2006PN, Jak. Sel, No.
10Pid.Prap2006PN, Jak. Sel, No. 11Pid.Prap2006PN, Jak.Sel tertanggal 12 Juni 2006 tidak dapat dipertahankan lagi dan harus dibatalkan, selanjutnya
Majelis Hakim Tingkat Banding mengadili sendiri. c
Diterima Permintaan banding dari Pembanding semula Termohon praperadilan
d Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan perkara Nomor TAP-
01O.1.14Ft.1052006 tanggal 11 Mei 2006 yang dikeluarkan Kepala kejaksaan negeri Jakarta Selatan Pembanding semula Termohon praperadilan
adalah dinyatakan Sah menurut hukum e
Permohonan praperadilan dari Para Terbanding semula Pemohon praperadilan I, II dan III untuk seluruhnya Ditolak
f Biaya perkara dibebankan kepada Para Terbanding semula Pemohon
praperadilan I, II dan III pada kedua tingkat peradilan, dan pada tingkat banding masing-masing sebesar Rp. 7. 500,- tujuh ribu lima ratus rupiah .
1
BAB V KASUS DAN ANALISA KASUS
A. Kasus