Keaslian Penulisan Tinjauan Kepustakaan

Zulfikar : Tinjauan Yuridis Mengenai Tindak Pidana Pers Dalam Persfektif Hukum Pidana Dan RUU KUHP Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 dalam dunia akademis tentang hal-hal yang berhubungan dengan tindak pidana pers di Indonesia dan peraturan-peraturan yang mengaturnya. 2. Manfaat secara praktis Secara praktis penulis berharap agar penulisan skripsi ini dapat memberi pengetahuan tentang tindak pidana pers di dalam persfektif hukum pidana dan RUU Pidana di Indonesia. Di negara demokrasi, pers mempunyai pengaruh cukup signifikan di tengah masyarakat. Informasi yang disampaikannya dapat mempengaruhi individu atau kelompok, secara langsung ataupun tidak langsung. Selain sebagai media untuk memberi informasi bagi publik dan menjadi wahana pendidikan bagi masyarakat, pers juga berfungsi melakukan kontrol sosial. Tidak hanya terhadap perilaku aparat negara, tapi juga masyarakat. Peran besar ini memang membutuhkan sejumlah prasyarat. Di antaranya adalah ruang kebebasan yang memadai sehingga pers bisa menjalankan fungsinya secara maksimal tentu saja selain kode etik yang membuatnya harus tetap profesional. Untuk mendukung profesionalisme ini juga dibutuhkan peraturan yang akan menjadi umbrella provision payung hukum terhadap semua hal yang berhubungan dengan jurnalistik pers.

D. Keaslian Penulisan

Pembahasan skripsi ini dengan judul : “Tinjauan Yuridis Mengenai Tindak Pidana Pers Dalam Persfektif Hukum Pidana Dan RUU KUHP Indonesia” adalah masalah merupakan wacana yang sebenarnya telah lama didengungkan. Karena banyak kasus-kasus yang timbul terkait dengan kebebasan pers di Indonesia yang kadang di luar Zulfikar : Tinjauan Yuridis Mengenai Tindak Pidana Pers Dalam Persfektif Hukum Pidana Dan RUU KUHP Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 kendali, sementara di sini lain peraturan yang mengatur keprofesionalan lembaga pers kurang akomodatif untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang terjadi. Permasalahan yang dibahas di dalam skripsi ini adalah murni hasil pemikiran dari penulis yang dikaitkan dengan teori-teori hukum yang berlaku maupun dengan doktrin- doktrin yang ada, dalam rangka melengkapi tugas dan memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dan apabila ternyata di kemudian hari terdapat judul dan permasalahan yang sama, maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap skripsi ini.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian Tindak Pidana Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berlaku sekarang diadakan dua macam pembagian tindak pidana, yaitu kejahatan yang ditempatkan dalam Buku ke II dan pelanggaran yang ditempatkan dalam Buku ke III. Ternyata dalam KUHP, tiada satu Pasal pun yang memberikan dasar pembagian tersebut, walaupun pada bab-bab dari buku I selalu ditemukan penggunaan istilah tindak pidana, kejahatan atau pelanggaran. Kiranya cirri-ciri pembedaan itu terletak pada penilaian-kesadaran hukum pada umumnya dengan penekanan stressing kepada delik hukum rechts-delichten dan delik undang- undang wet-delichten 6 Beberapa sarjana mengemukakan sebagai dasar pembagian tersebut bahwa delik hukum sudah sejak semula dapat dirasakan sebagai tindakan yang bertentangan dengan . 6 SR. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia dan Penerapannya, Alumni Ahaem – Petehaem, Jakarta, 1996, hal. 17. Zulfikar : Tinjauan Yuridis Mengenai Tindak Pidana Pers Dalam Persfektif Hukum Pidana Dan RUU KUHP Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 hukum sebelum pembuat undang-undang menyatakan dalam undang-undang. Sedangkan delik undang-undang baru dipandangdirasakan sebagai tindakan yang bertentangan dengan hukum, setelah ditentukan dalam undang-undang. Sebagai contoh dari delik hukum antara lain adalah pengkhianatan, pembunuhan, pencurian, perkosaan, penghinaan dan sebagainya, dan contoh dari delik undang-undang antara lain adalah pelanggaran, peraturan lalu lintas di jalan, peraturan pendirian perusahaan, peraturan pengendalian harga dan lain sebagainya. Sarjana lain yaitu VOS tidak dapat menyetujui bilamana dikatakan bahwa dasar pembagian pelanggaran adalah karena sebelumnya tindakan-tindakan tersebut tidak dirasakan sebagai hal yang melanggar kesopanan atau tak dapat dibenarkan oleh masyarakat zedelijk of maatschappelijk ongeoorloofd, karena 7 Dari sudut pemidanaan, pembagian kejahatan sebagai delik hukum atau pelanggaran sebagai delik undang-undang, tidak banyak faedahnya sebagai pedoman. : a. ada pelanggaran yang diatur dalam Pasal-Pasal 489, 490 KUHP yang justru dapat dirasakan sebagai yang tidak dapat dibenarkan oleh masyarakat dan b. ada beberapa kejahatan seperti Pasal-Pasal 303 main judi, 396 merugikan kreditur yang justru dapat dirasakan sebelumnya sebagai tindakan yang melanggar kesopanan. Dasar pembedaan lainnya dari kejahatan dan pelanggaran yang dikemukakan adalah pada beratringannya pidana yang diancamkan. Seyogyanya untuk kejahatan diancamkan pidana yang berat seperti pidana mati atau penjaratutupan. Ternyata pendapat ini menemui kesulitan karena pidana kurungan dan denda diancamkan, baik pada kejahatan maupun pelanggaran. 7 Ibid, hal. 48 Zulfikar : Tinjauan Yuridis Mengenai Tindak Pidana Pers Dalam Persfektif Hukum Pidana Dan RUU KUHP Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 Demikian pula dari sudut ketentuan beratringannya ancaman pidana terhadapnya, seperti yang dikemukakan di atas, sulit untuk dipedomani. Dalam penerapan hukum positif tiada yang merupakan suatu kesulitan, karena dengan penempatan kejahatan dalam buku kedua dan pelanggaran dalam buku ketiga, sudah cukup sebagai pedoman untuk menentukan apakah sesuatu tindakan merupakan kejahatan atau pelanggaran. Mengenai tindak pidana yang diatur dalam perundang-undangan lainnya setingkat dengan KUHP telah ditentukan apakah ia merupakan kejahatan atau pelanggaran. Sedangkan tindak pidana yang diatur dalam peraturan yang lebih rendah tingkatannya peraturan pemerintah, peraturan-peraturan gubernurkepala daerah dan sebagainya pada umumnya merupakan pelanggaran. Kegunaan pembedaan kejahatan terhadap pelanggaran, kita temukan dalam sistematika KUHP yang merupakan “buku induk” bagi semua perundang-undangan hukum pidana. Sedangkan istilah tindak pidana merupakan salah satu terjemahan dari bahasa Belanda yaitu “Het Strafbare feit” yang setelah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berarti 8 Beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para sarjana mengenai istilah “Het Strafbare feit” antara lain : a. Perbuatan yang dapatboleh dihukum b. Peristiwa pidana c. Perbuatan pidana dan d. Tindak pidana 9 8 Ibid, hal. 110 9 Ibid, hal. 117. : a. Rumusan Simon Zulfikar : Tinjauan Yuridis Mengenai Tindak Pidana Pers Dalam Persfektif Hukum Pidana Dan RUU KUHP Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 Simon merumuskan “Een Strafbaar feit” adalah suatu handeling tindakanperbuatan yang diancam dengan pidana oleh undang-undang, bertentangan dengan hukum onrechtmatig dilakukan dengan kesalahan schuld oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab. Kemudian beliau membaginya dalam dua golongan unsur, yaitu : unsur-unsur objektif yang berupa tindakan yang dilarangdiharuskan, akibat keadaanmasalah tertentu, dan unsur subjektif yang berupa kesalahan schuld dan kemampuan bertanggung jawab toerekeningsvatbaar dari petindak. b. Rumusan Van Hammel Van Hammel merumuskan “Strafbaar feit” itu sama dengan yang dirumuskan oleh Simon, hanya ditambah dengan kalimat “tindakan mana bersifat dapat dipidana”. c. Rumusan VOS VOS merumuskan “Strafbaar feit” adalah suatu kelakukan gedraging manusia yang dilarang dan oleh undang-undang diancam dengan pidana. d. Rumusan Pompe Pompe merumuskan “Strafbaar feit” adalah suatu pelanggaran kaidah penggangguan ketertiban hukum, terhadap mana pelaku mempunyai kesalahan untuk mana pemidanaan adalah wajar untuk menyelenggarakan ketertiban hukum dan menjamin kesejahteraan umum. Para sarjana Indonesia juga telah memberikan definisi mengenai tindak pidana ini, yaitu 10 b. R. Tresna mendefinisikan tindak pidana sebagai peristiwa pidana. : a. Karni mendefinisikan tindak pidana sebagai perbuatan yang boleh dihukum. 10 Ibid, hal. 204-206. Zulfikar : Tinjauan Yuridis Mengenai Tindak Pidana Pers Dalam Persfektif Hukum Pidana Dan RUU KUHP Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 c. Moeljatno mendefinisikan tindak pidana sebagai perbuatan pidana. d. Wirdjnono Prodjodikoro mendefinisikan tindak pidana sebagai suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana dan pelaku itu dapat dikatakan merupakan “subjek” tindak pidana. Setelah melihat pendapat beberapa ahli mengenai pengertian tindak pidana, maka selanjutnya dapat dikatakan bahwa tindak pidana adalah terdiri dari dua suku kata yaitu tindak dan pidana. Istilah tindak dan pidana adalah merupakan singkatan dari tindakan dan penindak. Artinya ada orang yang melakukan suatu tindakan, sedangkan orang yang melakukan tindakan itu dinamakan penindak. Mungkin suatu tindakan dapat dilakukan oleh siapa saja, tetapi dalam banyak hal suatu tindakan tertentu hanya mungkin dilakukan oleh seseorang dari suatu golongan jensi kelamin saja, atau seseorang dari suatu golongan yang bekerja pada negarapemerintah pegawai negeri, militer, nakhoda dan sebagainya atau seseorang dari golongan lainnya. Jadi statuskualifikasi seseorang petindak harus ditentukan apakah ia salah seorang dari “barang siapa”, atau seseorang dari suatu golongan tertentu. Bahwa jika ternyata petindak itu tidak hanya orang natuurlijk-persoon saja melainkan juga mungkin berbentuk badan hukum 11 Setiap tindakan yang bertentangan dengan hukum atau tidak sesuai dengan hukum, menyerang kepentingan masyarakat atau individu yang dilindungi hukum, tidak disenangi oleh orang atau masyarakat, baik yang langsung atau tidak langsung terkena tindakan tersebut. Pada umumnya untuk menyelesaikan setiap tindakan yang sudah dipandang merugikan kepentingan umum di samping kepentingan perseorangan, . 11 Ibid, Hal. 209. Zulfikar : Tinjauan Yuridis Mengenai Tindak Pidana Pers Dalam Persfektif Hukum Pidana Dan RUU KUHP Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 dikehendaki turun tangannya penguasa. Apabila penguasa tidak turun tangan, maka tindakan-tindakan tersebut akan merupakan sumber kekacauan yang tak akan habis- habisnya. Demi menjamin keamanan, ketertiban dan kesejahteraan dalam masyarakat, perlu ditentukan mengenai tindakan-tindakan yang dilarang atau yang diharuskan. Pelanggaran kepada ketentuan tersebut diancam dengan pidana. Singkatnya perlu ditentukan tindakan-tindakan apa saja yang dilarang atau diharuskan dan ditentukan ancaman pidananya dalam perundang-undangan. Penjatuhan pidana kepada pelanggar, selain dimaksudkan untuk menegakkan keadilan, juga untuk mengembalikan keseimbangan kejiwaan dalam masyarakat 12 Bagi beberapa ahli hukum, istilah tindak pidana pers sering dianggap bukan suatu terminologi hukum. Karena ketentuan-ketentuan dalam Kitab Undang Hukum Pidana KUHP menyatakan yang disebut tindak pidana pers bukanlah tindak pidana yang semata-mata dapat ditujukan kepada pers, melainkan ketentuan yang berlaku secara umum untuk semua warga negara Indonesia. Akan tetapi jurnalis dan pers merupakan kelompok pekerjaan yang difinisinya berdekatan dengan usaha menyiarkan, mempertunjukkan, memberitakan, dan sebagainya, maka unsur-unsur delik pers dalam KUHP itu akan lebih sering ditujukan kepada jurnalis dan pers. Hal ini disebabkan hasil pekerjaannya lebih mudah tersiar, terlihat, atau terdengar di kalangan khalayak ramai atau umum . 2. Pengertian Tindak Pidana Pers 13 12 Ibid, Hal. 210. 13 Komariah E. Sapardjaja, Delik Pers dalam KUHP dan RKUHP dalam Kebebasan Pers dan Penegakan Hukum, Dewan Pers, Jakarta, 2003, hal. 45. . Zulfikar : Tinjauan Yuridis Mengenai Tindak Pidana Pers Dalam Persfektif Hukum Pidana Dan RUU KUHP Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 Di negara demokrasi, pers mempunyai pengaruh cukup signifikan di tengah masyarakat. Informasi yang disampaikannya dapat mempengaruhi individu atau kelompok, secara langsung ataupun tidak langsung. Selain sebagai media untuk memberi informasi bagi publik dan menjadi wahana pendidikan bagi masyarakat, pers juga berfungsi melakukan kontrol sosial. Tidak hanya terhadap perilaku aparat negara, tapi juga masyarakat. Peran besar ini memang membutuhkan sejumlah prasyarat. Di antaranya adalah ruang kebebasan yang memadai sehingga pers bisa menjalankan fungsinya secara maksimal tentu saja selain kode etik yang membuatnya harus tetap profesional. Sangatlah tepat jika wartawan senior yang juga mantan Pemimpin Redaksi Indonesia Raya, Mokhtar Lubis, menyatakan, “Kemerdekaan pers merupakan satu unsur di dalam peradaban manusia yang maju dan bermanfaat tinggi dan yang menghormati nilai-nilai kemanusiaan, dan jika kemerdekaan pers itu tidak ada, maka martabat manusia jadi hilang. Banyak berbagai pendapat yang berkembang di masyarakat khususnya para ahli yang mengemukakan mengenai peraturan hukum khususnya hukum pidana yang terkait dengan tindak pidana pers. Pendapat ahli hukum yang lain mengatakan, bahwa dalam hukum pidana ketentuan yang berhubungan dengan tindak pidana pers adalah bagian dari tindak pidana yang mempergunakan alat cetak. Menurut Van Hattum, yang dikutip ahli Hukum Pidana Indonesia Oemar Seno Adji, ada tiga kriteria yang harus dipenuhi dalam suatu tindak pidana pers yaitu 14 14 Rudy S. Mukantardjo, Tindak Pidana Pers dalam RKUHP Nasional, diakses dari situs : : 1. Ia harus dilakukan dengan barang cetakan 2. Perbuatan yang dipidana harus terdiri atas pernyataan pikiran atau perasaan http:www.komisihukum.co.id, tanggal 12 Desember 2005. Zulfikar : Tinjauan Yuridis Mengenai Tindak Pidana Pers Dalam Persfektif Hukum Pidana Dan RUU KUHP Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 3. Dari perumusan delik harus ternyata bahwa publikasi merupakan suatu syarat untuk menumbuhkan kejahatan, apabila kenyataan tersebut dilakukan dengan suatu tulisan. Dari tiga kriteria tersebut, nomor tigalah yang secara khusus mengangkat suatu delik mendapat sebutan tindak pidana pers dalam arti yuridis. Dari berbagai pendapat ahli - ahli hukum diatas tentang definisi tindak pidana pers, maka dapat disimpulkan bahwa tindak pidana pers secara teroritis harus memenuhi rumusan atau unsur-unsur sebagai berikut : 1. Perbuatan yang diancam pidana 2. Bersifat melawan hukum 3. Pembuatnya dapat dipidana 4. Dilakukannya dengan barang cetakan 5. Adanya pernyataan pikiran atau perasaan 6. Adanya publikasi sebagai syarat untuk menumbuhkan kejahatan Mengenai nilai-nilai kebebasan pers sendiri, hal tersebut telah diakomodir di dalam UUD 1945 yang telah diamandemen, yaitu diatur dalam Pasal 28, Pasal 28 E Ayat 2 dan 3 serta Pasal 28 F. Oleh karena itu jelas negara telah mengakui bahwa kebebasan mengemukakan pendapat dan kebebasan berpikir adalah merupakan bagian dari perwujudan negara yang demokratis dan berdasarkan atas hukum. Namun demikian, perlu disadari bahwa insan pers tetaplah warga negara biasa yang tunduk terhadap hukum yang berlaku di Indonesia. Dalam hal ini, bagaimanapun juga asas persamaan dihadapan hukum atau equality before the law tetap berlaku terhadap semua warga negara Indonesia termasuk para wartawan, yang notabene adalah insan pers. Asas persamaan di hadapan hukum tersebut juga diatur secara tegas dalam UUD Zulfikar : Tinjauan Yuridis Mengenai Tindak Pidana Pers Dalam Persfektif Hukum Pidana Dan RUU KUHP Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 1945 yang telah diamandemen yaitu di dalam Pasal 27 Ayat 1 dan Pasal 28 D Ayat 1. Dengan demikian para insan pers di Indonesia tidak dapat dikecualikan atau memiliki kekebalan immune sebagai subyek dari hukum pidana dan harus tetap tunduk terhadap Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHP 15 2. D a t a .

F. Metode Penelitian