Memilih Pemimpin Perspektif Salafiyah

tidaklah tersebar luas di masyarakat umum sehingga hal ini dapat memunculkan hal yang tidak diinginkan, dan tugas ini hanya ada diberikan pada ulama juga pendakwah yang mapan dari negeri tersebut. Maka dari hal tersebut salafiyah sangat menentang adanya demontrasi, dimana didalam demontrasi memungkinkan bagi rakyat untuk menjelek-jelekan pemerintahnya dan melepaskan wibawa pemimpin itu sendiri. Demonstrasi dianggap adalah hal yang dibawa yang merupakan metode dari orang-orang diluar agama Islam dan demonstrasi selalu dikhawatirkan akan merusak-merusak fasilitas pemerintahan, menggannggu kepentingan, kenyamanan dan keamanan masyrakat lain yang tidak ikut demonstrasi dan hal ini adalah pelarangan bagi umat Islam.

4.6.2. Memilih Pemimpin Perspektif Salafiyah

Jika sebelumnya telah dijelaskan pandangan salafiyah terhadap pemilu yang berlangsung saat ini, maka bagaimana sebenarnya cara-cara memilih pemimpin menurut salafiyah. Kepemimpinan dalam konteks Islam lebih dikenal dengan kata Imam ataupun khalifah. Dalam proses pengangkatannya tentunya akan melibatkan nilai-nilai agama Islam itu sendiri yang dianggap mampu mengemban tugas ini, menurut Imam Al-Mawardi 2006:1 bahwa pemberian jabatan kepemimpinan kepada yang mampu menjalankan tugas diatas pada umat atau rakyat adalah wajib berdasarkan ijma keputusan ulama. Dalam perkembangannya pemilihan pemimpin bukanlah hal mudah yang dapat dilakukan semua orang dimana semua memiliki andil dalam menentukan pemimpin. Memang sebuah aturan yang berlaku dinegara ini adalah pemilihan umum untuk menghasilkan sebuah pemimpin berdasarkan Universitas Sumatera Utara kesepakatan bersama dimana ini tentunya bertentangan dengan pernyataan sebelumnya. Salafiyah berpendapat bahwa tidaklah semua orang dapat menjadi ikut andil dalam memilih pemimipinnya. Dikarenakan cara memilih pemimpin itu sendiri dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pemimpin yang sebelumnya menjabat menunjuk langsung siapa yang berhak meneruskan kepemimpinanya dan cara kedua adanya melalui Ahlul Halli wal ‘Aqdi Badan Permusyawaratan Ulama UmatDewan Pemilih. Maka metode-metode yang berlaku dalam Islam pada masa dahulu akan tetap berlaku hingga saat ini. “..memilih pemimpin mempunyai dua cara yaitu pertama, pemimpin dipilih oleh Ahlul Halli Wal Aqdhi dan kedua pemimpin sebelumnya menentukan siapa yang berhak melanjutkan kepemimpinannya…”tanya jawab Ustadz Abu Ihsan, pengajian Minggu, 13072010. Dewan Pemilih ini adalah sekelompok orang dari kalangan kaum muslimin yang dipandang paling baik agamanya, akhlaknya, kecemerlangan idenya dan pengaturannya, mereka terdiri dari para ulama, pemimpin dan pembimbing umat Al Imam, 2004:193. Adapun syarat-syarat yang diwajib terpenuhi pada diri Dewan Pemilih ini adalah : - Islam, orang diluar agama Islam tidak diperkenankan. - Berakal dan Lelaki, seorang perempuan tidak boleh menjadi anggota. - Merdeka, disyaratkan pada setiap pribadi anggota sebagai orang yang merdeka atas dirinya sendiri. - Taqwa dan Berilmu, anggotanya disyaratkan orang yang mempunyai ilmu syar’i. Dimana ia mengetahui kriteria orang yang berhak memegang tampuk Universitas Sumatera Utara kekuasaan dan kepemimpinan. Dan juga dalam hal ini juga diharapkan orang tersebut berpengalaman dalam bidang ilmu dan spesialisasinya meski dalam perkara dunia. - Tidak berafiliasi kepada pengikut hawa nafsu dan pelaku keburukan. - Baligh, yaitu telah mencapai usia tertentu dimana setiap pemeluk agama Islam diperintahkan menjalankan kewajiban agamanya dan menanggung segala perbuatannya. Selain syarat-syarat diatas, Imam Al Mawardi 2006:3 juga menjelaskan secara ringkas mengenai kriteria-kriteria yang harus dimiliki Dewan Pemilih itu : - Adil dengan segala syarat-syaratnya - Ilmu yang membuatnya mampu mengetahui siapa yang berhak menjadi imam khalifah sesuai kriteria yang legal - Wawasan dan sikap bijaksana yang membuatnya mampu memilih siapa yang paling tepat menjadi imam khalifah dan paling efektif, serta paling ahli mengelola semua kepentingan. Dewan Pemilih ini bertugas memilih pemimpin dan membaiat pengambilan janjisumpah orang yang paling berhak untuk memegang kepemimpinan. Adapun yang menjadi cara dalam pemilihan ini dilakukan sidang untuk mempelajari data-data pribadi orang-orang yang memiliki kriteria-kriteria kepemimpinan. Bila yang berhak menjadi pemimpin lebih dari satu orang, maka dewan pemilih ini harus menentukan siapakah yang paling berhak atas kepemimpinan tersebut dengan melihat sifat-sifat syar’i. Kemudian mereka memilih siapa diantara orang-orang tersebut yang paling banyak kelebihannya, kemudian mereka memilih siapa diantara orang tersebut yang Universitas Sumatera Utara paling banyak kelebihannya, paling lengkap kriterianya, paling segera ditaati rakyat, dan mereka tidak menolak dalam pengambilan sumpah. Jika diantara mereka ada orang yang paling ahli dalam pengambilan keputusan dan ia layak dipilih, dewan pemilih ini menawarkan jabatan imam kepadanya. Jika ia bersedia mereka segera mengangkatnya. Dengan pengambilan sumpah mereka, ia secara resmi menjadi pemimpin yang sah, kemudian seluruh umat harus membaiat dan taat kepadanya. Namun jika ia menolak dijadikan pemimpin, dan tidak memberikan jawaban, ia tidak boleh dipaksa untuk menerima jabatan tersebut. Karena kepemimpinan atas dasar kesukarelaan dan tidak boleh ada unsur paksaan. Maka untuk selanjutnya diberikan kepada orang lain yang layak menerimanya. Cara kedua dalam memilih pemimpin yaitu dengan adanyan penunjukan langsung oleh pemimpin sebelumnya. Hal ini menjadi sah dikarenakan sudah bagian dari hukum Islam dan para ulama sepakat membenarkannya, berdasarkan dua peristiwa yang pernah dilakukan kaum muslimin dan tidak ada yang memungkirinya dimana diambil contoh dari masa Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Abu Bakar Radhiyallahu’anhu menunjuk Umar bin Khattab Radhiyallhu’anhu sebagai imam penggantinya, kemudian kaum muslimin menerima kepemimpinan Umar bin Khattab berdasarkan penunjukan Abu Bakar. Kemudian Umar bin Khattab Radhiyallhu;anhu mengamanatkan kepemimpinan sepeninggalnya kepada lembaga syura yang notabene adalah tokoh-tokoh periode ketika itu menerima amanat kepemimpinan ini karena meyakini keabsahannya. Sebagian sahabat Rasulullah tidak menyetujuinya termasuk diantaranya adalah Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu’anhu. Universitas Sumatera Utara Sejak saat itulah amanat kepemimpinan menjadi keputusan dalam pemilihan pemimpin. Jika seorang pemimpin ingin menunjuk seseorang menjadi pemimpin sesudahnya, ia harus memeras otak mencari siapa yang paling berhak terhadap posisi tersebut dan paling lengkap kriteria-kriterianya. Jika keputusannya telah jatuh pada seseorang ia memikirkannya secara serius, dan melakukan pembaiatan langsung terhadap penggantinya selama penggantinya bukanlah dari putra atau ayah dari imam tersebut. Namun jika hal ini terjadi maka harus diambil langkah-langkah pengambilan sumpah atas persetujuan dewan pemilih dan pemimpin sebelumnya. Dewan pemilih merupakan yang memiliki peran dalam memilih pemimpin negara. Adapun untuk pengangkatan pemimpin di daerah seperti bupati, walikota, camat, lurah dan sebagainya , maka itu wewenang kepala negara dengan mengangkat orang yang memiliki kapabilitas dan amanat serta bisa membantu pemimpin pusat untuk menjalankan roda pemerintahan. Wewenang inilah yang dijadikan sebagai hak bagi kepala negara, kemudian kepala negara tersebut menunaikannya dengan cara memilih orang yang memiliki kemampuan dan amanat untuk menduduki jabatan tersebut.

4.7. Analisis Pandangan Salafiyah Terhadap Pemilihan Umum