Pandangan Dan Sikap Jama’ah Salafiyah Terhadap Pemilihan Umum di Indonesia.

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Pandangan Dan Sikap Jama’ah Salafiyah Terhadap Pemilihan Umum di Indonesia

(Studi Deskriptif Pada Jama’ah Salafiyah Kota Medan)

SKRIPSI

Disusun Oleh : Rizki Khairil NIM : 060901061

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara


(2)

ABSTRAK

Perkembangan sebuah agama dinilai dari dinamisnya gerak pemeluk agama tersebut. Akhir-akhir ini kelompok-kelompok atau aliran keagamaan terus berkembang apalagi setelah terlepasnya masa orde baru. Jama’ah Salafiyah adalah salah satu kelompok sosial keagamaan yang memiliki sebuah batasan dan aturan-aturan bagi pengikutnya dalam berbagai aspek kehidupan termasuk perpolitikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan apa yang menjadi pandangan dan sikap salafiyah terhadap pemilihan umum di Indonesia dengan objek penelitian pada jama’ah salafiyah Kota Medan.

Metode penelitian dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif dijadikan data primer yang mendukung. Pendekatan kualitatif dengan menggunakan teknik observasi partisipan dan wawancara mendalam yang kemudian disajikan dalam bentuk interpretasi data. Sedangkan pendekatan kuantitatif digunakan pada penyajian angket skala sikap likert, analisis yang digunakan adalah bentuk analisis statistik deskriptif pada distribusi frekuensi jawaban responden dalam bentuk tabel lingkar (pie). Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder.

Adapun hasil penelitian ini, bahwa salafiyah merupakan sebuah kelompok sosila keagamaan yang berupaya untuk mengembalikan dasar-dasar agama Islam secara utuh pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara di Indonesia. Oleh karena itu dakwah salafiyah di Indonesia tidaklah berjalan mulus, ditemui terkadang pertentangan dalam sebagian masyarakat muslim Indonesia yang sudah erat dengan sikap dan kebiasaan yang mudharat. Salafiyah menolak tentang pemilihan umum yang berlangsung saat ini di Indonesia, dimana pemilu yang berlangsung dianggap bertentangan dengan nilai-nilai Islam dan turut dalam pemilu diartikan sama juga turut andil dalam menyuburkan demokrasi, dimana salafiyah menganggap demokrasi bukanlah dari Islam termasuk didalamnya partai politik yang Islami. Dan perbandingan terbalik justru terjadi pada bagaimana salafiyah menyikapi pemerintahan yang dihasilkan pemilu, mereka menuruti dan menghormati pemerintah adalah kewajiban, dimana ini merupakan implementasi terhadap ketaatan terhadap Ulil Amri (pemimpin) yang diatur dalam Islam. Secara kuantitatif, deskripsi penelitian dilakukan dengan penjabaran tabel lingkar favourabel Skala Likert, dan hasilnya menunjukan sekitar 75 – 85 % pernyataan sikap responden sesuai dengan pemahaman pandangan konsep salafiyah terhadap pemilihan umum.


(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, Dzat Yang Maha Kuasa yang memberikan kesempatan kesehatan dan waktu luang hingga saat ini, Dzat yang hanya denganlah kita beribadah, tidaklah semua hal ini terjadi pada diri ini atas kehendakNYA. Dan shalawat beriring salam kepada sebuah panutan umat ini Rasulullah Nabi Muhammad Shalallahu’Alaihi Wasallam berserta pada keluarga-keluarganya dan para sahabatnya. Penulisan skripsi ini akhirnya dapat diselesaikan dengan baik guna memenuhi syarat untuk memperoleh gelar sarjana dari program Strata-1 (S-1), Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, adapun judul skripsi ini adalah “Pandangan dan Sikap Salafiyah Terhadap Pemilihan Umum (Studi Deskriptif Pada Jama’ah Salafiyah Kota Medan)”. Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari berbagai pihak yang telah banyak memberikan bantuan dan masukan bagi penulis secara materil dan spirituil. Untuk itu izinkan saya untuk menghaturkan ucapan terima kasih kepada :

- Kedua orang tuaku yang mencintaiku dengan tulus, emakku Misliyani Panjaitan Rahimakumullah; begitu besar pengorbanan dan perjuanganmu terhadap anak-anakmu “qadarullah’ala kulli hal, engkau tak lagi mendengar keluh kesahku dan menyaksikan hidupku saat ini, hanya do’a yang mampu kupanjatkan pada Allah. Sesungguhnya telah terputus amal ibadah manusia apabila kematian telah menjemput kecuali tiga hal diantaranya adalah do’a dari seorang anak yang shalih. Dan kepada Babah, M. Ghazali ; hanya syukur


(4)

yang mampu kupanjatkan saat Allah menitipkanku padamu, kutahu dalam dirimu terdapat sebuah kesabaran dan ketabahan dalam menghadapi ulah anakmu ini yang sering memaksakanmu dan anakmu ini hanyalah masih menjadi beban bagimu. Serta kepada Ibuku; Syadariah Panjaitan dan Om Yahdi yang telah banyak memberikan perhatiaannya, membantu dan melancarkan segala apa yang terjadi dalam kehidupanku, tiada lain yang bisa kuberikan pada kalian semua melainkan sebuah do’a, “Semoga Allah membalas segala amal kebaikan berlipat ganda atas kebaikan yang telah kalian lakukan..”.; Kepada saudaraku yang telah memberikan semangat dan perhatiannya padaku, kakakku Rizwani dan Rizfayuli beserta keluarga, jadilah kalian sebaik-baik wanita dalam keluargamu, menjadi pelindung bagi anakmu dan pada adikku Rizka Khorida; terus belajarlah engkau tentang kehidupan yang membuatmu semakin dewasa dan sandarkanlah hidup ini pada hal kebaikan diatas tali agama. Serta kepada seluruh keluarga yang juga memperhatikan penulis ;Wak Maulina Panjaitan dan keluarga dan seluruh keluarga tidak terkecuali. Semoga kita senantiasa dalam lindungan dan naungan hidayah untuk terus mentaati Allah, Rabb Semesta Alam.

- Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik periode 2010-2015, dan selaku Ketua Departemen Sosiologi Universitas Sumatera Utara periode 2005-2010.

- Ibu Dra. Rosmiani, MA selaku dosen pembimbing yang telah memberikan kesempatan waktu luang, kesehatan, tenaga dan pikirannya dalam membantu


(5)

mengembangkan penulisan skripsi ini. Semoga Allah melimpahkan keberkahan rahmat dan karunia kepada Ibu dan keluarga.

- Bapak Drs. Sismudjito M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan berupa saran dan kritiknya dalam penyempurnaan skripsi ini.

- Bapak Drs. Junjungan Simanjuntak SBP, M.Si selaku dosen wali penulis. Dan seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen Sosiologi khususnya dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Poltik Universitas Sumatera Utara umumnya - Kepada guru-guruku yang mulia yaitu Ustadz Abu Ihsan, Ustadz Ali Nur,

Ustadz Nurdin Albukhary, Ustadz Yunus, Ustadz Abdul Fattah, dan para asatidz Ahlussunnah Wal Jama’ah di Medan dan Binjai yang telah banyak berjasa dalam memberikan pemahaman penulis terhadap dien ini;

- Suadara-saudaraku semanhaj, tiadalah hal yang berarti selain duduk bersama dalam ta’lim, menundukan kepala mencoba terus memahami dien ini ; Akhi Tyas Wahyu, Akhi Budi, Akhi Dedek Ardiansyah, Akhi Andika Putra, Akhi Jaka Pratama, Akhi Mirza, Akhi Ibnu Tawakal, Akhi Habib At-Tibinjy, Akhi Septian, Akhi Rahmadi, Akhi Novri, Akhi Robi, Akhi Revin, Akhi Aji, Akhi Rinto, Akhi Rozi Putra, serta seluruh ikhwan lainnya.

- Kepada sahabat dan kawan-kawan seperjuangan yang bersama melangkahkan kaki ini dikampus tercinta ini dan memberikan masukan kepada penulis; Tim Laskar Inalum;Bang Yandi Deriawan, Angga Harahap stay cool, Dwi Yuli Adriani maaph, Rini Handayani, Gibran Daulay, Viana Rovinita,Vivi Syahputri, Inong n the gank (Irma, Debora, Lydia, Mitha),Tim “PNS’06;(Afwan Salfani, Ryan Parlindungan Nst), Darma Kelana Putra, Esha


(6)

Aprilia, Eka Deyta, Ulya, Okto Silaban, , dan teman lainnya di Sosiologi Stambuk’06.

- Sahabat-sahabatku yang mengiringi hidupku bersama hingga saat ini, merangkai cerita bersama dan menjalin sebuah mimpi juga yang selalu memberi semangat pada penulis, sahabatku di M@Benk dan orang tua masing dari kami; Idham Fahmi, M. Dwima Ardian Fauzi, Hafni Zahara, Dina Mumu, Engga Yulida, M. Ridwan, Maulida, Neni Megawati, Candra Kesuma, Anhar Pratama dan Rudi Iswanto.

- Keluarga Besar UKMI As-Siyasah FISIP USU, Zulkarnain “Pak Zul” Bancin, Syaiful“cak ipoel”Arifin, Bang Suyadi, Irwanto, Burhan Efendi, Alimul Hadi, Prie Anugrah, dan lainnya. Serta semua pihak yang telah membantu penulis secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian skripsi ini.

Meskipun telah diupayakan semaksimal mungkin dalam penulisan ini, namun penulis menyadari banyak kekurangan dikarenakan keterbatasan waktu, kurangnya pengalaman, dan juga hal lainnya. Untuk masukan saran dan kritik sangat penulis harapkan demi membangun kesempurnaan. Sekian dan saya ucapkan terima kasih yang tidak terkira dan semoga ini bermanfaat.

Medan, Agustus 2010 Penulis


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ……….. i

KATA PENGANTAR ………. ii

DAFTAR ISI ………. v

DAFTAR TABEL ………. ix

DAFTAR LAMPIRAN ………. xi

BAB I. PENDAHULUAN ……….. 1

1.1. Latar Belakang Masalah ……….. 1

1.2. Perumusan Masalah ……….. 7

1.3. Tujuan Penelitian ………. 7

1.4. Manfaat Penelitian ……… 8

1.5. Defenisi Konsep ……… 8

1.6. Operasionalisasi Variabel ... 10

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA……… 12

2.1. Agama Perspektif Sosiologi ... 12

2.2. Agama dan Politik ... 18

2.3. Teori Pilihan Rasional ... 20

2.4. Sikap ... 21

BAB III. METODE PENELITIAN ………. 24

3.1. Jenis Penelitian ... 24

3.2. Lokasi Penelitian... 24

3.3. Unit Analisis dan Informan... 25

3.4. Populasi dan Sampel... 26

3.5. Teknik Pengumpulan Data ……… 27

3.6. Interpretasi dan Analisis Data ………. 29


(8)

BAB IV. DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA……….. 31

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ……….. .. 31

4.1.1. Deskripsi Dan Sejarah Kota Medan……… 31

4.1.2. Keadaan Geografi dan Demografi Kota Medan ……… .. 33

4.1.3. Pemilihan Kepala Daerah Kota Medan 2010……….. 34

4.2. Profil Informan dan Karakteristik Responden ……….. 36

4.2.1. Profil Informan ………. .. 36

4.2.2. Karakteristik Responden ……… 43

1. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin .. 43

2. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 44

3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 46

4. Karakteristik Responden Berdasarkan Status Perkawinan ……. 46

5. Karakteristik Responden Berdasarkan Lamanya Mengikuti Kajian Salafiyah ………... 47

4.3. Gambaran Umum Salafiyah dan Perkembangannya di Indonesia ... ……….. 47

4.4. Salafiyah Di Kota Medan ... 59

4.5. Sistem Politik Islam (Siyasah Syar’iyah) Perspektif Salafiyah .. 62

4.6. Salafiyah dan Pemilihan Umum ... 65

4.6.1. Faktor-Faktor Yang Menjadi Pandangan Salafiyah Terhadap Pemilihan Umum ……….. 67

4.6.1.1. Pandangan Salafiyah Terhadap Pemungutan Suara ..…… 69

4.6.1.2. Pandangan Salafiyah Terhadap Partai Politik ... 72

4.6.1.3. Pandangan Salafiyah Terhadap Pemerintahan Hasil Pemilu ……….. 75

4.6.2. Memilih Pemimpin Perspektif Salafiyah ……… 76

4.7. Analisis Pandangan Salafiyah Terhadap Pemilu ……….. 80

4.8. Analisis Statistik Deskriptif Data Kuantitatif... 84

4.9. Matriks Pandangan Salafiyah Terhadap Pemilu Secara Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif ……….. 99


(9)

BAB V. PENUTUP ……… 101

5.1. Kesimpulan ………... 101

5.2. Saran ... 103

DAFTAR PUSTAKA ………. 104


(10)

DAFTAR TABEL

Karakteristik Responden Berdasarkan Umur ………. 43

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur ……… 44

Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Responden …………..………. 44

Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Responden ……… 45

Distribusi Frekuensi Jenis Pekerjaan Responden ……… 46

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Perkawinan ……… 46

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lamanya Kajian Salafiyah ….. 47

Perbedaan Antara Demokrasi dan Musyawarah Dalam Islam ……… 69

Distribusi Frekuensi Pernyataan Pertama ……… 84

Distribusi Frekuensi Pernyataan Ke-2 ……… 85

Distribusi Frekuensi Pernyataan Ke-3 ………. 85

Distribusi Frekuensi Pernyataan Ke-4 ……… 86

Distribusi Frekuensi Pernyataan Ke-5 ………. 87

Distribusi Frekuensi Pernyataan Ke-6 ……… 87

Distribusi Frekuensi Pernyataan Ke-7 ……….. 88

Distribusi Frekuensi Pernyataan Ke-8 ……… 89

Distribusi Frekuensi Pernyataan Ke-9 ……… 89

Distribusi Frekuensi Pernyataan Ke-10 ……….. 90

Distribusi Frekuensi Pernyataan Ke-11 ……….. 92


(11)

Distribusi Frekuensi Pernyataan Ke-13 ………. 92

Distribusi Frekuensi Pernyataan Ke-14 ……….. 92

Distribusi Frekuensi Pernyataan Ke-15 ……….. 93

Distribusi Frekuensi Pernyataan Ke-16 ………. 94

Distribusi Frekuensi Pernyataan Ke-17 ………. 94

Distribusi Frekuensi Pernyataan Ke-18 ……… 95

Distribusi Frekuensi Pernyataan Ke-19 ……… 96

Distribusi Frekuensi Pernyataan Ke-20 ……… 96

Distribusi Frekuensi Pernyataan Ke-21 ……… 97

Matriks Pandangan dan Sikap Salafiyah Terhadap Pemilihan Umum Melalui Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif ……… 99


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Pedoman Wawancara dan Angket Penelitian Lampiran 2. Data Primer Jawaban Angket Seluruh Responden Lampiran 3 Dokumentasi Penelitian


(13)

ABSTRAK

Perkembangan sebuah agama dinilai dari dinamisnya gerak pemeluk agama tersebut. Akhir-akhir ini kelompok-kelompok atau aliran keagamaan terus berkembang apalagi setelah terlepasnya masa orde baru. Jama’ah Salafiyah adalah salah satu kelompok sosial keagamaan yang memiliki sebuah batasan dan aturan-aturan bagi pengikutnya dalam berbagai aspek kehidupan termasuk perpolitikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan apa yang menjadi pandangan dan sikap salafiyah terhadap pemilihan umum di Indonesia dengan objek penelitian pada jama’ah salafiyah Kota Medan.

Metode penelitian dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif dijadikan data primer yang mendukung. Pendekatan kualitatif dengan menggunakan teknik observasi partisipan dan wawancara mendalam yang kemudian disajikan dalam bentuk interpretasi data. Sedangkan pendekatan kuantitatif digunakan pada penyajian angket skala sikap likert, analisis yang digunakan adalah bentuk analisis statistik deskriptif pada distribusi frekuensi jawaban responden dalam bentuk tabel lingkar (pie). Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder.

Adapun hasil penelitian ini, bahwa salafiyah merupakan sebuah kelompok sosila keagamaan yang berupaya untuk mengembalikan dasar-dasar agama Islam secara utuh pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara di Indonesia. Oleh karena itu dakwah salafiyah di Indonesia tidaklah berjalan mulus, ditemui terkadang pertentangan dalam sebagian masyarakat muslim Indonesia yang sudah erat dengan sikap dan kebiasaan yang mudharat. Salafiyah menolak tentang pemilihan umum yang berlangsung saat ini di Indonesia, dimana pemilu yang berlangsung dianggap bertentangan dengan nilai-nilai Islam dan turut dalam pemilu diartikan sama juga turut andil dalam menyuburkan demokrasi, dimana salafiyah menganggap demokrasi bukanlah dari Islam termasuk didalamnya partai politik yang Islami. Dan perbandingan terbalik justru terjadi pada bagaimana salafiyah menyikapi pemerintahan yang dihasilkan pemilu, mereka menuruti dan menghormati pemerintah adalah kewajiban, dimana ini merupakan implementasi terhadap ketaatan terhadap Ulil Amri (pemimpin) yang diatur dalam Islam. Secara kuantitatif, deskripsi penelitian dilakukan dengan penjabaran tabel lingkar favourabel Skala Likert, dan hasilnya menunjukan sekitar 75 – 85 % pernyataan sikap responden sesuai dengan pemahaman pandangan konsep salafiyah terhadap pemilihan umum.


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pemilihan umum adalah sebuah konsekuensi dari pemerintahan yang menganut sistem demokrasi seperti Indonesia. Pemilihan umum di Indonesia dilangsungkan selama lima tahun sekali, pemilihan umum dilakukan sebagai upaya untuk mencapai sebuah suara politik warga negara yang diharapkan nantinya menghasilkan berbagai kepentingan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pemilihan umum melibatkan seluruh lapisan masyarakat suatu negara yang memiliki hak yang sama, yaitu setiap masyarakat yang telah memenuhi persyaratan dalam pemilu berhak untuk memilih dan dipilih dan hasilnya berdasarkan perolehan suara tertinggi.

Keterlibatan partai politik menjadi bagian yang terlepaskan dalam pemilihan umum, dimana partai politik diwujudkan dari berbagai elemen masyarakat yang memiliki nilai dan asas-asas yang diambil dari sumber hukum negara dimana anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Sebagaimana disampaikan oleh Miriam Budiradjo (1998:159) partai politik umumnya dianggap sebagai manifestasi dari suatu sistem politik yang sudah modern atau yang sedang dalam proses memdoernkan diri, maka di negara-negara barupun partai sudah menjadi lembaga politik yang biasa dijumpai. Partai politik memberikan peranan sebagai penyampaian aspirasi politik warga negaranya, juga sebagai sosialisasi dan mobilisasi politik masyarakat dalam tahapan-tahapan pemilihan umum.


(15)

Pemilihan umum (pemilu) di anggota lembaga perwakilan, yait pemiliha disepakati untuk dilakukan langsung oleh rakyat sehingga pemilihan presiden pun dimasukkan ke dalam proses pemilu. Pemilihan presiden langsung sebagai bagian dari pemilu diadakan pertama kali pada Pemilihan umum tahun 2004. Pada tahun dan wakil kepala daerah (pilkada) juga dijadikan bagian dari pemilu negara yang memiliki tingkat demokratis yang tinggi, hal ini tidak terlepas dari pemilu yang dilaksanakan seperti yang digambarkan diatas.

Agama tentunya membawa nilai-nilai yang dianggap sebagai jalur perjalanan yang kokoh bagi penganutnya. Ajaran agama akan menjelaskan sebuah kaidah-kaidah, tingkah laku, adab, pandangan dan lainnya yang keseluruhannnya akan termaktub dalam sebuah sistem keagamaan itu sendiri. Agama bukanlah sekedar mengatur kehidupan pribadi-pribadi bagi pemeluknya akan tetapi agama juga mengatur bagaimana ajarannya dapat mengatur keseluruhan hidup dari berbagai aspek kehidupan, tidak terkecuali dengan sistem yang perpolitikan yang diambil dari nilai-nilai agama yang terkandung didalamnya termasuk juga pemilihan umum.

Tentang sistem politik, banyak sekali nilai-nilai islam yang berbicara pada prinsip hukum dalam islam seperti berlaku adil bagi pihak pemimpin, kepatuhan dari pihak rakyat, dan musyawarah antara pemimpin dan rakyat (Al Mawardi, 2006:ix).


(16)

Musyawarah dilakukan untuk merumuskan sebuah keputusan pada kepentingan bersama yang merupakan berasal dari persetujuan dari seluruh anggota musyawarah tersebut. Musyawarah yang diwujudkan dalam sistem parlemen sistem demokrasi melalui pemilu dari sebagian kalangan agamawan Islam menafsirkan bahwa musyawarah yang berlaku saat ini merupakan representasi nilai Islam dalam sistem negara. Keterlibatan Islam dengan pemilu tidak dapat dipungkiri seperti terwujudnya partai-partai Islam, kebertahanan dan usaha dalam memilih pemimpin dari kalangan islam guna mempertahankan sistem-sistem islam di negara ini, dan hal lainya yang mendukung dalam keberlangsungan pemilu itu sendiri.

Islam adalah salah satu keyakinan terbesar di dunia ini, dengan panutan dan pembawa risalahnya adalah Muhammad bin Abdullah Shalallahu’alaihi Wasallam. Islam merupakan ajaran yang berorientasikan pada sisi ketauhidan kepada Allah Subhana wa Ta’ala, menolak segala peribadatan yang tidak ditujukan kepada selain Allah baik secara disadari ataupun tanpa disadari pemeluknya. Maka Islam menjadikan sebuah kemurnian dalam ajarannya dan contoh yang baik pada pribadi Muhammad Shalallahu’alaihi Wasallam sebagai tauladan bagi penganutnya. Alqur’an dan hadits rasulullah sebagai sumber hukum bagi umat Islam serta ijma’ dan qiyas oleh ulama sebagai hukum tambahan yang diambil dari hukum sebelumnya guna menjelaskan hal-hal yang berkembang. Dalam perkembangannya, hingga saat ini Islam tentunya mengalami berbagai perubahan baik itu yang bersifat positif juga negatif. Begitu juga dengan perkembangan dakwah Islam itu sendiri, Islam mulai terpecah dalam berbagai kelompok ataupun firqah baik itu pada satu sisi seperti pada masalah keyakinan, ritual peribadatan, muamalah dan lainnya atau secara keseluruhan


(17)

ajaran Islam. Beberapa kelompok tersebut yang membedakannya adalah pemikiran-pemikiran mereka tentang nilai Islam itu sendiri serta pengambilan dasar pemikiran-pemikiran juga penafsiran yang berbeda, diantara kelompok pemikiran tersebut adalah sunni, syi’ah imamiyah, rafidhah, murji’ah, khawarij, mu’tazilah, sururiyah, dan lainnya. Dan aliran-aliran pemikiran ini terus berkembang hingga saat ini.

Menurut Betty R Scharf (2004:57) ia menjelaskan bahwa Islam adalah agama yang pada dasarnya mentransformasikan tidak mencipta, komunitas tertentu. Islam senantiasa mempertahankan tujuan teroritik yakni bahwa batas-batas kepercayaan keagamaan dan komunitas politik harus berjalan bersamaan. Namun demikian karena dua alasan tujuan tidak tercapai. Ekspansi islam yang berlangsung sangat cepat oleh kekuatan militer, para pedagang dan beragam termasuk sebagian diantaranya yang menolak memeluk Islam dan sebagian lain diislamisasikan hanya secara dangkal. Dipihak lain berbagai tekanan dan ketegangan dalam komunitas perpecahan politik yang masing-masing kurang lebih menjadi landasan terbentuknya komunitas yang terpisah dan berdiri sendiri. kepercayaan bersama tidak dapat mencegah perkembangan berbagai komunitas yang terpisah-pisah sendiri itu, misalnya komunitas muslim di Mesir, India, dan di kerajaan Turki.

Pasca wafatnya rasulullah selaku pemimpin umat Islam ini, kepemimpinan umat dipegang oleh khulafaur rasyidin yaitu Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib sebagai lanjutan dalam kepemimpinan umat Islam kemudian dilanjutkan oleh masa-masa kekhalifahan Muawiyah bin Abu Sufyan yang membentuk pada Sistem Pemerintahan Daulah Umayyah, dan seterusnya dimana sistem yang berlaku bersifat absolut monarkhi (pemerintahan yang turun menurun)


(18)

hingga hilangnya masa kekhalifahan. Masa kekhalifahan dianggap merupakan jawaban terhadap sebuah pemerintahan Islam atau Daulah Islamiyah (negara Islam) yang disebut sebagai khalifah manhaji nubuwwah pada saat itu.

Dalam penjelasannya yang dikutip dari berbagai perkataan Muhammad Shalallahu’alaihi Wasallam, driwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi dan Al – Hakim bahwa khalifah manhaji nubuwah berlangsung selama tiga puluh tahun pasca wafatnya Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi Wasallam. Dimana terdapat pada masa kepemimpinan empat sahabat rasulullah yaitu Abu Bakar, Umar bin Khatttab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Setelah itu diikuti dengan kepemimpinan secara berturut-turut delapan orang dari suku Quraisy dari penguasa Bani Umayyah (http://almanhaj.or.id/). Dan setelah itu maka akan didapati perbedaan terhadap sistem kekhalifahan yang berlangsung hingga hilangnya sistem kekhalifahan itu dan diikuti dengan berkembangnya negara-negara dunia yang diikuti dengan perkembangan sistem pemerintahan yang memiliki landasan teoritis dan praktikal yang dipakai masing-masing negara dalam menjalankan pemerintahannya dalam tertera dalam falsafah dan ideologi negaranya masing-masing.

Salafiyah atau dikenal juga dengan istilah salafi adalah bagian dari perkembangan dakwah Islam saat ini. Istilah salafiyah ataupun salafi bukanlah istilah yang baru dalam Islam ataupun sebuah gerakan, ajaran ataupun aliran tertentu dalam Islam melainkan ini hanya sekedar istilah yang disematkan terhadap bagi siapa saja yang memahami agama ini sesuai dengan generasi awal dari umat Islam itu sendiri, sebagaimana hal ini berkaitan dengan arti dari kata salafiyah itu sendiri. Dimana salafiyah berusaha untuk mengedepankan pemurnian nilai Islam itu sendiri.


(19)

Salafiyah memiliki kaidah-kaidah yang mengatur kehidupan sehari-harinya dimana kaidah-kaidah tersebut berasal dari pemahaman mereka terhadap nilai ajaran islam itu sendiri, maka dari hal inilah kritikan-kritikan muncul terhadap apa yang terjadi disaat kaidah tersebut dirasakan tidak sejalan dengan apa yang diketahui umat islam Indonesia dari kebiasaan keagamaan yang dipahami selama ini. Hal ini terjadi karena adanya akulturasi adat dan agama yang tidak sesuai pada ajaran salafiyah, contohnya adalah peringatan 1 syura (muharram), berdoa di tempat kuburan orang alim yang masih didapati masyarakat sedangkan salafiyah menentang perbuatan ini karena tidak sesuai dengan apa yang diajarkan nabi dan sahabat-sahabatnya dengan diikuti pemaparan sumber agama Islam dari alqur’an dan hadits secara ilmiah dan kevalidan sumber itu sendiri (shahih).

Di Indonesia sendiri selain di pondok-pondok pesantren perkembangan dakwah salafiyah juga berkembang pesat di perkotaan seperti Yogyakarta, Jakarta, Medan, Makasar dan kota-kota besar lainya yang hampir menyeluruh di Indonesia. Masyarakat kota diikat dengan sebuah aktivitas dan mobilitas sosial yang cukup tinggi dalam keseharianya maka akan ditemui kedinamisan dan heterogenitas masyarakat kota. Dakwah salafiyah menekankan pada pemahaman ilmu agama dimana akan menghasilkan sebuah tuntutan pada pengikutnya untuk menuntut ilmu bagi setiap individu. Maka disinilah kecenderungan masyarakat kota terhadap salafiyah, sebuah aktivitas dan kewajiban setiap orang membuatnya tidak bisa meluangkan waktu secara penuh untuk mendalami agamanya kecuali jika mereka tinggal pada suatu pesantren. Begitu juga dengan terhadap penerapan kaidah-kaidah yang dimiliki salafiyah seperti yang dipaparkan diatas tidak menutup kemungkinan


(20)

mendatangkan sebuah perbedaan dan konflik dalam masyarakat yang bersifat homogen, maka ini menjadi keselarasan antara masyarakat kota dan ajaran salafiyah yang cenderung lebih menerima perubahan dan perbedaan. Meskipun gerakan dakwah salafiyah tidaklah berorientasi pada politik akan tetapi jika dalam perpolitikan itu sendiri didapati hal yang menyalahi dari aturan-aturan nilai Islam yang dipahami dimana nantinya dikhawatirkan akan terjadi sebuah kekeliruan dalam memahami Islam, maka ini menjadi perhatian bagi salafiyah yang bertujuan untuk memurnikan dan menjaga nilai-nilai Islam seutuhnya.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apa saja faktor-faktor yang menjadi pandangan dari jama’ah salafiyah di Kota Medan terhadap pemilihan umum di Indonesia?

2. Bagaimana sikap jama’ah salafiyah di Kota Medan terhadap pemilihan umum di Indonesia ?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi pandangan dan sikap dari salafiyah terhadap pemilihan umum di Indonesia

2. Untuk mengetahui bagaimana sikap dari salafiyah terhadap pemilihan umum di Indonesia.


(21)

3. Untuk mengetahui bagaimana kalangan salafiyah mensosialisasikan pandangan-pandangan politik pada masyarakat termasuk nilai-nilai yang dipahami terhadap pemilu.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah : 1.4.1. Manfaat Teoritis

Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memperoleh pengetahuan bagi peneliti mengenai studi yang terkait pada pandangan dan sikap perpolitikan yang dilakukan jama’ah salafiyah perspektif sosiologis. Dan juga memberikan manfaat bagi peneliti dalam memahami kajian-kajian keagamaan perspektif sosiologis.

Dan dapat menjadi masukan dan menambah wawasan kajian ilmiah bagi para mahasiswa khususnya, juga dapat memberikan sumbangan dalam ilmu sosial masyarakat.

1.4.2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat membantu dan memperkaya informasi mengenai pandangan dan sikap politik dari jama’ah salafiyah. Juga dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi peneliti berikutnya terkait penelitian sebelumnya.

1.5. Defenisi Konsep

Defenisi konsep dalam penelitian ilmiah dibutuhkan untuk mempermudah dan memfokuskan penelitian. Agar tidak menimbulkan kesalahpahaman konsep yang


(22)

dipakai, maka diberikan batasan-batasan makna dan arti konsep yang dipakai dalam penelitian ini. Adapun yang menjadi konsep-konsep dalam penelitian ini adalah :

1. Pandangan

Pandangan adalah cara yang dimiliki seseorang atau golongan dalam masyarakat yang bermaksud menganggapi dan menerangkan segala masalah.

2. Sikap

Sikap sebagai kesiapan fisik maupun mental yang diperoleh melalui pengalaman, dan memberikan pengaruh yang dinamis atau terarah terhadap respons individu, pada semua objek dan situasi yang berkaitan individu. Sikap dapat bersikap positif maupun negatif. Sikap dalam penelitian ini adalah bagaimana kelompok keagamaan salafiyah menanggapi dari sistem pemilu yang berlaku di Indonesia dan sejauh mana kerterikatan nilai-nilai Islam yang dianut mempengaruhi sikap mereka dalam pemilu itu sendiri.

3. Jama’ah

Jama’ah adalah yang artinya banyak dan berkumpul jama’ah disini diartikan sebagai suatu kelompok yang diikat oleh nilai yang berlandaskan agama dan memiliki tradisi sendiri dalam kelompoknya.

4. Salafiyah

Salafiyah adalah sebuah istilah dari bahasa dan makna secara bahasa arab dari kata Salaf. Kata al-Salaf sendiri secara bahasa bermakna orang-orang yang mendahului atau hidup sebelum zaman kita. Adapun makna al-Salaf secara terminologis yang dimaksud di sini adalah generasi yang dibatasi oleh sebuah penjelasan Rasulullah Shalallahu’alaihi Wa Sallam dalam haditsnya yaitu sahabat,


(23)

tabi’in, tabiut tabi,in. Sedangkan penambahan huruf i ataupun yah dalam bahasa arab berarti penisbatan atau mengikuti makna dari kata sebelumnya. Maka Salafiyah dapat diartikan sebagai orang-orang yang mengikuti cara beragamanya seperti pada masa Sahabat, Tabi’in dan Tabiut Tabi’in pada apa yang disampaikan Rasullah. Sedangkan kata salafiyin atau salafiyun merupakan bentuk jamak dari kata salaf yang memiliki arti yang sama. Adapun nama lain yang disandarkan pada salafiyah adalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Kaum Sunni, Firqatun Najiyah dan Thaifah Manshurah.

5. Siyasah Syar’iyah

Siyasah secara bahasa berarti pengurusan suatu perkara hingga baik. Sedangkan Siyasah syar’iyah (politik yang sejalan dengan syari’at) adalah pengaturan kepentingan rakyat banyak dalam ruang lingkup daulah Islam (negara Islam) dengan cara-cara yang dapat menjamin terealisasinya kemaslahatan umum, dapat menolak segala macam kerugian dan tidak melanggar syariat Islam serta kaidah-kaidah asasinya, sekalipun tidak sejalan dengan pendapat para alim mujtahid.

6.Pemilihan Umum

Pemilihan umum adalah sistem atau metode yang digunakan dalam memilih seorang pemimpin secara langsung yang melibatkan keseluruhan elemen-elemen masyarakat pada suatu negara.

1.6. Operasionalisasi Variabel

Variabel harus didefinisikan secara operasional agar lebih mudah dicari hubungannya antara satu variabel dengan lainnya dan pengukurannya. Adapun yang menjadi variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :


(24)

1.Variabel Bebas (X)

Sikap adalah bagaimana seseorang memberikan penilaian terhadap obyek tertentu. Indikator sikap dalam penelitian ini adalah :

a. Peseptual dan kesadaran sikap, meliputi pengetahuan, pandangan dan keyakinan terhadap objek dalam mepersepsikan sikap yaitu pemilihan umum b. Kepribadian, meliputi emosional atau perasaan terhadap nilai-nilai.

c. Tindakan sikap, meliputi pada kesiapan seseorang dalam berperilaku dan aksi pada objek sikap

2.Variabel Terikat (Y)

Yang menjadi variabel terikat (Y) adalah hal-hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemilihan umum di Indonesia, variabel yang ditentukan meliputi :

a. Pemungutan suara. b. Partai politik. c. Pemerintahan.


(25)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Agama Perspektif Sosiologi

Agama dan beragama punya sejarah panjang sepanjang sejarah masyarakat dan manusia itu sendiri, manusia yang memiliki akal, nafsu, perasaan ruhani. Agama ditemukan hampir disetiap masyarakat bahkan setiap individu. Secara sosiologis, masyarakat dan manusia dalam menganut agama atau beragama punya ciri-ciri mempercayai sesuatu yang digunakan secara fanatik, mensakralkan sesuatu, percaya kepada yang gaib (supernatural). Ciri-ciri beragama atau menjadikan sesuatu sebagai agama ini ditemukan pada setiap masyarakat. Karena itu beragama adalah gejala universal, ditemukan dari awal masyarakat manusia ada sampai akhir zaman. (Bustanuddin Agus,2003:1).

Elizabeth K Nottingham menyatakan bahwa tidak ada definisi tentang agama yang benar-benar memuaskan karena agama dalam keanekaragamannya yang hampir tidak dapat dibayangkan itu memerlukan deskripsi (penggambaran) dan bukan definisi (batasan). Lebih jauh Nottingham menegaskan bahwa fokus utama perhatian sosiologi terhadap agama adalah bersumber pada tingkah laku manusia dalam kelompok sebagai wujud pelaksanaan agama dalam kehidupan sehari-hari dan peranan yang dimainkan oleh agama selama berabad-abad sampai sekarang dalam mengembangkan dan menghambat kelangsungan hidup kelompok-kelompok masyarakat


(26)

Roland Robertson membagi definisi tentang agama yang telah dikemukakan oleh kalangan ilmuan sosial kedalam dua model definisi: inklusif dan eksklusif. Definisi inklusif memberikan suatu rumusan agama dalam arti yang seluas-luasnya, yang memandang agama sebagai setiap sistem kepercayaan dan ritual yang diresapi dengan “kesucian” atau yang diorientasikan kepada “penderitaan manusia yang abadi”. Kalangan ilmuan sosial yang memiliki pandangan inklusif pada umumnya melihat agama bukan saja sebagai sistem-sistem teistik yang diorganisasi seputar konsep tentang kekuatan supernatural, tetapi juga berbagai sistem kepercayaan non-teistik seperti komunisme, nasionalisme, atau humanisme. Sebaliknya definisi eksklusif membatasi istilah agama itu kepada sistem-sistem kepercayaan yang mempostulatkan eksistensi makhluk, kekuasaan, atau kekuatan supernatural. Dengan demikian, sistem-sistem kepercayaan seperti komunisme, nasionalisme, atau humanisme dikeluarkan meskipun sebenarnya bisa juga diterima sebagai sistem kepercayaan non-teistik karena memiliki elemen-elemen yang sama dengan sistem-sistem keagamaan.

Tim Curry setidaknya mencatat ada lima karakteristik universal agama, yaitu: a. Kepercayaan

Bisa dikatakan bahwa kepercayaan merupakan hal yang paling mendasar dalam setiap agama. Kepercayaan terhadap segala sesuatu dalam agama merupakan permasalahan yang berkaitan dengan disiplin ilmu teologi. Adapun konsekuensi sosial yang ditimbulkan oleh kepercayaan tersebut baru merupakan permasalahan sosiologis. Jadi, fokus perhatian kalangan sosiolog bukanlah melihat validitas atau kebenaran kepercayaan tersebut tapi lebih memfokuskan perhatian pada konsekuensi


(27)

sosial yang timbul sebagai akibat dari adanya kepercayaan tersebut. Misalnya, kepercayaan akan adanya surga dan neraka menjadi salah satu faktor yang mendorong manusia untuk melakukan serangkaiain ibadah atau ritual tertentu secara komunal. Dalam hal ini, fokus kajian seorang sosiolog bukanlah untuk membuktikan keberadaan surga atau neraka, akan tetapi mencoba mengupas pengaruh keimanan terhadap surga dan neraka dalam membentuk perilaku mereka di masyarakat

b. Sacred dan Profane.

Menurut Durkheim, semua agama membedakan dunia kedalam dua domain besar: sacred dan profane. Sesuatu yang disebut sacred adalah segala sesuatu yang memiliki arti dan kualitas supernatural. Adapun yang profane adalah sesuatu yang dipandang sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari . Karena begitu luasnya cakupan definisi tersebut maka sangatlah mungkin terjadi tumpang-tindih di masyarakat tentang penggolongan sesuatu sebagai yang sacred atau profane. Bisa jadi dalam suatu masyarakat atau agama sesuatu dipandang sebagai yang sacred tapi bagi masyarakat atau agama lain dipandang sebagai sesuatu yang profane.

c. Ritual dan Seremoni.

Semua agama memiliki beberapa bentuk perilaku yang rutin dilaksanakan sebagai ekspresi dan penguat iman. Oleh karenanya semua agama memiliki ritual. Bagi pemeluk agama, ritual dan seremoni merupakan sesuatu yang penting berkaitan dengan masalah peribadatan. Adapun bagi kalangan sosiolog, beberapa ritual dipandang membantu mengikat orang secara bersama-sama dalam masyarakat. Pelaksanaan ritual memungkinkan munculnya solidaritas sosial meskipun terdapat banyak perbedaan diantara mereka.


(28)

d. Komunitas moral.

Agama merupakan suatu organisasi yang dibentuk oleh sekelompok orang yang memiliki kesamaan kepercayaan dan nilai-nilai. Adanya kesamaan nilai yang kemudian diperkuat dengan pelembagaan sanksi-sanksi terhadap pelanggaran nilai-nilai tersebut telah membentk suatu komunitas yang mampu bertahan dari generasi ke generasi berikutnya.

e. Pengalaman pribadi.

Pengalaman pribadi yang diperoleh melalui agama dapat memberikan makna bagi kehidupan manusia bahkan terkadang mampu memecahkan masalah-masalah pribadi yang sedang dihadapi terutama berkaitan dengan terapi mental.

Meskipun setiap agama memiliki kelima karakteristik diatas, namun harus diingat bahwa setiap agama memiliki penekanan yang berbeda-beda terhadap kelima karakteristik tersebut. Ada agama yang sangat kaya dengan ritual dan seremoni, namun ada juga agama yang hanya memberikan sedikit perhatian pada hal tersebut. Oleh karena itu, berbagai macam pendekatan telah dikembangkan oleh kalangan sosiolog untuk melihat fenomena keagaman di masyarakat dengan mendasarkan pada fokus perhatian yang ingin dikaji dari fenomena tersebut (http:arifinzain.wordpress.com).

Sementara itu menurut Betty R Scharf (2004) dalam bukunya Sosiologi Agama, suatu agama secara spesifik terkait dengan suatu kelompok, dan begitu suatu kelompok berakhir dan kelompok lain muncul agama pun berubah. Dari sudut pandang asal-usulnya, struktur kelompok merupakan ubahan primer sedangkan agama merupakan ubahan dependennya.


(29)

Namun dari sudut pandang Durkheim memandang agama sebagai sesuatu yang dengan kokoh menguatkan struktur sosial yang ada, dengan mencegah terjadinya penyimpangan dan membatasi perubahan dengn memberikan otoritas yang mutlak dan sakral kepada aturan-aturan dan nilai-nilai yang ada dalam kelompok yang bersangkutan. Dengan demikian agama bersumber dari solidaritas sosial dan pada gilirannya ia memperkuatnya. Ia tidak hanya mengekspresikan loyalitas-loyalitas kelompok tetapi juga melestarikannya. Namun meskipun agama bisa menghalangi terjadinya perubahan tetapi ia juga dapat menahan terjadi perubahan itu sama sekali. Berbagai kondisi keberadaan suatu kelompok berubah dan sebagainya struktur itu akan berubah. Baik secara eksplisit ataupun secara terselubung, secara tiba-tiba atau secara berangsur-angsur, sistem agama pun berubah meskipun senantiasa dengan perlawanan terhadap kegiatan di garis belakang pertahanannya. Senantiasa ada sejumlah kelompok yang dinilai sakral oleh para anggotanya, meskipun lantaran agama-agama berubah dan berkembang, tidak ada sebuah masyarakat pun bisa gagal dalam menimbulkan agama, dan tidak ada sebuah agama pun bisa gagal memperkuat masyarakat khususnya penganutnya.

Durkheim juga menambahkan dalam agama akan ditemui hal-hal berikut sebagai upaya mempelajari agama dengan kata lain agama memiliki ciri-ciri, yaitu :

a. Diakui sebagai kekuasaan atau kekuatan.

b. Ambigus, seperti human-cosmic, postif-negatif, menarik-menjijikan, perintah-larangan dan lainnya.

c. Tidak utilitarian. d. Tidak empirik.


(30)

e. Tidak melibatkan pengetahuan.

f. Memperkuat dan mendukung para pemuja. g. Membuat tuntunan moral bagi para pemujanya.

Adapun fungsi agama dalam masyarakat (Ishomuddin, 2002 : 54-56) yaitu : a.Fungsi edukatif

b.Fungsi penyelamat

c.Fungsi sebagai perdamaian

d.Fungsi sebagai Social Control (Pengendalian Sosial) e.Fungsi sebagai pemupuk rasa solidaritas

f. Fungsi transformatif g.Fungsi kreatif h.Fungsi sublimatif

Sementara itu J.P. Williams mengatakan bahwa setidak-tidaknya ada empat tingkat tipe keagamaan yaitu:

- Tingkat rahasia yakni seseorang memegang ajaran agama yang dianut dan diyakininya itu untuk dirinya sendiri dan tidak dianut dan tidak didiskusikan dengan atau dinyatakan kepada orang lain.

- Tingkat privat atau pribadi yakni dia mendiskusikan dengan atau menambah dan menyebarkan pengetahuan dan keyakinannya keagamaannya dan kepada sejumlah orang tertentu dan keyakinan keagamaannya yang digolongkan sebagai orang yang secara pribadi amat dekat hubungan dengan dirinya.


(31)

- Tingkat denominasi, individu mempunyai keyakinan keagamaan yang sama dengan yang dipunyai oleh individu-individu lainnya dalam suatu kelompok besar, dan karena itu bukan merupakan sesuatu yang rahasia atau privat.

- Tingkat masyarakat, individu memiliki keyakinan kegamaan dari warga masyarakat tersebut.

2.2. Agama dan Politik

Agama dan politik adalah institusi sosial yang berbeda secara fungsi dan peranannya. Namun sebuah institusi yang berbeda tidaklah menutup kemungkinan untuk bersatu saat sebuah nilai-nilai dalam agama mampu diwujudkan dalam membentuk sebuah sistem yang lebih tidak hanya terbatas pada urusan peribadatan pemeluknya. Nilai-nilai pada agama tidaklah menutup kemungkinan baginya untuk dijadikan sandaran politik. Roland Robertson Alford mengatakan bahwa hubungan antar politik dan agama muncul sebagai masalah pada bangsa-bangsa yang tidak homogen secara agama, ia juga menambahkan pemikir politik klasik seperti Aristoteles menegaskan bahwa homogenitas agama adalah suatu kondisi kestabilan politik. Apabila kepercayaan-kepercayaan berlawanan dengan nilai-nilai tertinggi masuk ke arena politik, mereka akan mulai bertikai dan makin jauh dari kompromi (Alford, 1988:379).

Dari segi sikap negara terhadap agama dibagi menjadi empat bagian, yaitu negara agama, negara yang punya agama tertentu, negara membantu pembangunan agama dengan bersikap adil terhadap agama-agama bangsanya, dan negara sekuler


(32)

baik yang bersifat moderat juga ekstrim dimana memisahkan urusan negara dari agama.

Teori kedaulatan Tuhan merupakan pengaruh agama dalam kehidupan politik, dimana dalam teori ini dikatakan bahwa kepala negara harus bertakwa kepada Tuhan. Yang mengatakan bahwa kekuasaan tertinggi itu yang memiliki atau ada pada Tuhan. Teori ini berkembang pada abad pertengahan, yaitu antara abad ke V sampai abad ke XV. Di dalam perkembangannya teori ini sangat erat hubugannya dengan perkembangan agama baru yang timbul pada saat itu, yaitu agama kristen, yang kemudian diorganisir dalam suatu oraganisasi keagamaan, yaitu gereja, yang dikepalai oleh seorang Paus. Jadi pada waktu itu lalu ada dua organisasi kekuasaan, yaitu : organisasi kekuasaan negara yang diperintah oleh seorang raja, dan organisasi kekuasaan gereja yang dikepalai oleh seorang Paus, karena pada waktu itu organisasi gereja tersebut mempunyai alat-alat perlengkapan yang hampir sama dengan alat-alat perlengkapan organisasi negara. Ini adalah pendapat dari Thomas Aquinas.

Para sosiolog memang tidak memandang dengan sebelah mata berbagai peran yang dapat dimainkan agama dalam proses-proses politik di tengah masyarakat. Peter Berger, misalnya yang mencoba menyintesiskan pandangan-pandangan Marx, Weber, dan Durkhiem, menggambarkan agama sebagai kekuatan world maintaning dan world shaking (1967). Dengan dua kekuatan itu, agama mampu melegitimasi atau menentang kekuasaan dan privilese. Meski demikian, para sosiolog menekankan berkurangnya signifikansi agama dalam kehidupan publik seiring proses sekularisasi dan privatisasi. Menurut Berger, sekularisasi mengantarkan pada demonopolisasi tradisi-tradisi keagamaan dan meningkatkan peran orang-orang awam. Berbagai


(33)

pandangan keagamaan berbaur dan bersaing dengan pandangan dunia non-agama, sehingga organisasi-organisasi keagamaan harus mengalami rasionalisasi dan de-birokratisasi. Hal yang sama dikemukakan Talcott Parsons, sosiolog terkemuka dari pendekatan fungsional. Menurut Parsons, dalam masyarakat multi-religius proses-proses politik yang berlangsung akan menjadi semacam diferensiasi yang menyediakan agama pada tempat yang lebih sempit tetapi jelas dalam sistem sosial dan kultural. Karena keanggotaan dalam suatu organisasi kemasyarakatan bersifat sukarela, maka konten dan praktik keagamaan dengan sendirinya mengalami privatisasi dan menyebabkan perkembangan civil religion

2.3. Teori Pilihan Rasional

Weber menyatakan bahwa tindakan sosial berkaitan dengan interaksi sosial, sesuatu tidak akan dikatakan tindakan sosial jika individu tersebut tidak mempunyai tujuan dalam melakukan tindakan tersebut. Tindakan-tindakan sosial individu membentuk bangunan dasar untuk struktur-struktur sosial yang lebih besar, Weber meletakan dasar ini dengan distingsi-distingsi tipologis yang bergerak dari tingkat hubungan sosial ke tingkat keteraturan ekonomi dan sosial politik. (Johnson, 1994:226).

Weber menggunakan konsep rasionalitas dalam kalsifikasinya mengenai tipe-tipe tindakan sosial. Tindakan sosial menurut Weber adalah pertimbangan sadar dan pilihan bahwa tindakan itu dinyatakan. Weber membagi rasionalisme tindakan kedalam empat macam yaitu rasionalitas instrumental, rasionalitas yang berorientasi nilai, tindakan rasional dan tindakan rasional afektif. Rasional instrumental sangat


(34)

menekankan tujuan tindakan dan alat yang dipergunakan dengan adanya pertimbangan dan pilihan yang sadar dalam melakukan tindakan sosial. Dibandingakan rasionalitas instrumnatal, sifat rasionalitas yang berorientasi nilai yang penting adalah bahwa alat-alat hanya merupakan pertimbangan dan perhitungan yang sadar, tujuan-tujuannya sudah ada dalam hubungannya dengan nilai-nilai individu yang bersifat absolute atau nilai akhir baginya.

Teori pilihan rasional Coleman, memusatkan perhatian pada aktor dimana aktor dipandang sebagai menusia yang mempunyai tujuan atau mempunyai maksud artinya aktor mempunyai tujuan dan tindakan tertuju pada upaya untuk mencapai tujuan tersebut, aktorpun dipandang mempunyai pilihan atau nilai serta keperluan. Teori pilihan rasional tidak menghiraukan apa yang menjadi pilihan atau apa yang menjadi sumber pilihan aktor, yang penting adalah kenyataan bahwa tindakan dilakukan untuk mencapai tujuan yang sesuai dengan tingkatan pilihan aktor. Gagasan dasar dalam teori pilihan rasional bahwa tindakan perseorangan mengarah pada suatu tujuan dan tujuan itu ditentukan oleh nilai atau pilihan.

2.4. Sikap

Sikap adalah sesuatu yang ada dalam diri yang mempengaruhi suatu tindakan dan prilaku seseorang. Menurut Baron dan Byrne (2003:158) sikap adalah evaluasi dari aspek dunia sosial dimanapun, seringkali kita mengevaluasi objek sikap baik secara positif dan negatif dan diperoleh melalui orang lain melalui proses pembelajaran sosial. Dan sikap juga merupakan sebuah evaluasi umum bagi manusia terhadap dirinya, orang lain dan obyek tertentu.


(35)

Sedangkan Allport (dalam Hogg dan Vaughan, 2002) mendefinisikan sikap merupakan kesiapan (mental dan neutral) yang didasarkan pada pengalaman yang menekankan pada pengaruh langsung dan dinamis pada respon indvidual terhadap semua objek dan situasi yang berhubungan. Dan juga D.G. Myers (dalam Sarwono, 2002) menyatakan sikap adalah suatu reaksi evaluatif berupa suka atau tidak suka terhadap sesuatu atau seseorang yang ditunjukan dengan keyakinan, perasaan, ataupun tingkah laku seseorang.

Maka dari beberapa pengertian sikap diatas, bahwa yang menjadi ciri-ciri khas dari sikap yaitu mengandung penilaian/evaluasi (mendukung-tidak mendukung, memihak-tidak memihak, favourable-unfavourable) dan memiliki objek tertentu (orang, perilaku, konsep, situasi, benda, dan sebagainya).

Sikap memiliki komponen-komponen yang membentuk pada struktur sikap. Adapaun komponen-komponen sikap adalah :

- Komponen kognitif (perseptual, kesadaran) yaitu komponen yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan. Hal-hal yang berhubungan dengan bagaimana orang mempersepsi terhadap objek sikap.

- Komponen afektif (emosional, perasaan) adalah komponen yang berhubungan dengan perasaan senang atau tidak senang, postif atau negatif, sehingga bersifat evaluatif.

- Komponen konatif (perilaku, aksi) adalah komponen sikap yang berupa kesiapan seseorang untuk berperilaku, kecenderungan bertindak objek sikap. Sikap berpengaruh pada perilaku namun tidak selamanya, dalam penelitian yang dilakukan La Pierre menyatakan kapan sikap mempengaruhi perilaku. Sebagai


(36)

salah satu determinan penentu berperilaku, tentu saja pada saat sikap akan menjalankan fungsinya sebagai perilaku dan pada saat lainnya justru tidak. Menurut Baron dan Byrne (2005) beberapa faktor penentunyan adalah :

- Situtional Constraint (hambatan sikap), yaitu faktor situasional dapat mempengaruhi hubungan antara sikap dan tingkah laku. Tekanan situasi membentuk kemungkinan sikap diekspresikan atau tidak diekspresikan dalam tingkah laku yang tampak.

- Aspek sikap, yang mencakup pada sumber sikap (attitude origins) seperti pengalaman langsung, kekuatan sikap (attitude strength) seperti keekstriman atau intensitas; kemudahan infromasi; akal sehat; unsur kepentingan, dan kekhususan sikap (attitude spesificity) seperti sejauh mana terfokus pada objek tertentu atau situasi dibanding hal yang umum.


(37)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian yang digunakan adalah penelitian pendekatan kualitatif dan kuantitatif yang bersifat deskriptif. Penelitian kualitatif sangat menekankan pada perolehan data asli atau kondisi sebenarnya. Dan penelitian kualitatif lebih menekankan pada bagaimana gejala-gejala muncul (Arikunto, 2002:14). Sementara itu, pendekatan kuantitatif digunakan untuk menggambarkan pada skala pengukuran sikap pada penelitian ini. Pengukuran adalah bagaimana mengukur masalah variabel yang ada berdasarkan indikator-indikator pada penelitian.

Penelitian sosial yang bersifat deskriptif bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai fenomena realitas sosial yang ada dimasyarakat yang menjadi objek penelitian, dan berupaya menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda, atau gambaran-gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun fenomena tertentu (Bungin, 2008: 68).

3.2. Lokasi Penelitian

Yang menjadi lokasi penelitian adalah di Kota Medan. Penelitian ini dilaksanakan pada daerah-daerah sekitar Kota Medan dimana umumnya kelompok keagaamaan salafiyah bertempat tinggal di Kota Medan dan juga tempat-tempat


(38)

kelompok keagamaan salafiyah melakukan aktivitas rutin seperti pengajian di Medan dan sekitarnya. Alasan peneliti memilih kota Medan sebagai lokasi penelitian adalah Medan merupakan salah satu kota di Indonesia yang penyebaran dakwah salafiyah dapat dikatakan cukup pesat dan di Medan pula beberapa tokoh salafiyah yang cukup dikenal di Indonesia berdomisili.

3.3. Unit Analisis dan Informan 3.3.1. Unit Analisis

Adapun unit analisis dalam penelitian ini adalah pengikut kelompok keagaamaan Salafiyah di Kota Medan.

3.3.2. Informan

Dalam penelitian informan adalah orang-orang yang menjadi sumber informasi dalam penelitian. Informan adalah orang yang diperkirakan menguasai dan memahami data, informasi, ataupun fakta dari suatu objek penelitian. Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah :

1. Informan Kunci

Adapun informan kunci dalam penelitian ini adalah beberapa tokoh salafiyah di kota Medan, seperti ustadz ataupun tokoh dari kalangan salafiyah yang memberikan kajian dan mengetahui perkembangan dakwah salafiyah di Kota Medan.

2. Informan Tambahan

Sedangkan yang menjadi informan tambahan adalah pengikut kelompok keagamaan salafiyah di Kota Medan. Adapun yang dijadikan kriteria pada informan tambahan ini sebagai berikut :


(39)

- Berdomisili di Kota Medan

- Sedikitnya telah mengikuti pengajian salafiyah selama 2 tahun - Memiliki hak pilih dalam pemilihan umum

- Mengetahui kaidah-kaidah dalam jama’ah salafiyah khususnya masalah pemilihan umum.

3.4. Populasi dan Sampel 3.4.1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan dari karakteristik atau unit hasil pengukuran yang menjadi objek penelitian. Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pengikut kelompok keagamaan salafiyah di Kota Medan. Populasi dalam penelitian ini tidak dapat dipastikan secara pasti dikarenakan tidak ada data yang mendukung dalam penelitian ini, hal ini terjadi karena salafiyah bukanlah organisasi kemasyarakatan yang memiliki data khusus terhadap anggotanya. Populasi akan selalu berubah dan berkembang dikarenakan keterbukaan dari kalangan salafiyah itu sendiri dalam menerima siapapun juga yang mengikuti kegiatannya. Namun peneliti dapat memberikan gambaran bahwa pengikut jama’ah salafiyah berjumlah ratusan yang tersebar di beberapa daerah Kota Medan.

3.4.2. Sampel

Purposive sampling atau penarikan sampel secara sengaja menjadi pilihan peneliti dikarenakan jumlah populasi yang ada. Maka peneliti akan melakukan batasan sampel dimana batasan ini dirasakan akan cukup memberikan representasi


(40)

nilai dan hasil nantinya. Yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah berjumlah 50 orang pada kalangan jama’ah salafiyah Kota Medan.

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini, yang akan digunakan adalah data primer dan data sekunder yang dapat digolongkan sebagai berikut :

1. Data primer

Untuk mendapatkan data primer maka akan dilakukan dengan cara penelitian lapangan, yaitu :

- Observasi Langsung

Observasi adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan pengamatannnya melalui hasil kerja pancaindera mata serta dibantu dengan panca indera lainnya. Peneliti memilih observasi partisipan sebagai metode yang dipakai. Observasi partisipan adalah pengumpulan data melalui observasi terhadap objek pengamatan dengan langsung hidup bersama, merasakan, serta berada dalam aktivitas kehidupan objek pengamatan. Dengan demikian, pengamat betul-betul menyelami kehidupan objek pengematan dan bahkan tidak jarang pengamat kemudian mengambil bagian dalam kehidupan budaya yang diteliti. Maka keterlibatan penulis dalam hal diteliti selama kurang lebih 2 tahun menjadi data primer yang mendukung.

- Wawancara Mendalam

Wawancara secara mendalam adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antar pewawancara dengan informan ataupun orang yang diwawancarai dengan atau tanpa menggunakan


(41)

pedoaman wawancara, dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama (Bungin, 2008:108). Wawancara mendalam berarti menggali informasi secara detail kepada informan pada hal-hal yang berkaitan dengan penelitian. Proses tanya jawab yang dilakukan peneliti kepada informan dengan menggunakan pedoman wawancara (interview guide).

- Angket

Angket adalah daftar pertanyaan atau pertanyaan yang dikirimkan kepada responden, baik secara langsung atau tidak langsung seperti pos atau perantara (Usman dan Akbar, 2009:57). Jenis angket yang digunakan dalam penelitian ini bersifat tertutup berdasarkan rumusan skala pengukuran Rensis Likert yaitu skala likert yang bertujuan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi responden terhadap suatu obyek., dimana dalam angket diberikan pertanyaan yang dibuat sedemikian rupa hingga responden dibatasi dalam memberikan jawaban. Setiap item pertanyaan menggunakan skor alternatif pilihan 1 (satu) sampai dengan 5 (lima) jawaban pertanyaan dengan ketentuan sebagai berikut :

Nilai 5 : untuk jawaban sangat setuju artinya responden sangat setuju dengan pertanyaan karena sangat sesuai dengan keadaan yang dirasakan oleh responden.

Nilai 4 : untuk jawaban setuju artinya responden setuju dengan pertanyaan karena sangat sesuai dengan keadaan yang dirasakan oleh responden.

Nilai 3 : untuk jawaban ragu-ragu artinya responden karena tidak dapat menentukan dengan pasti keadaan yang dirasakan oleh responden.


(42)

Nilai 2 : untuk jawaban tidak setuju artinya responden tidak setuju dengan pertanyaan karena tidak sesuai dengan keadaan yang dirasakan oleh responden.

Nilai 1 : untuk jawaban sangat tidak setuju artinya responden sangat tidak setuju dengan pertanyaan karena sangat tidak sesuai dengan keadaan yang dirasakan oleh responden.

2. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek penelitian. Data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan berupa buku-buku, dokumen, literatur, artikel, majalah, surat kabar, jurnal, dan media massa lainnya yang berhubungan dengan penelitian.

3.6. Interpretasi dan Analisis Data

Interpretasi data adalah tahap dalam upaya menyederhanakan data yang diperoleh dari hasil penelitian di lapangan maupun hasil dari yang diperoleh dari buku-buku referensi, internet, jurnal, artikel dan dokumentasi. Temuan-temuan data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian. Interpretasi data akan menggabungkan dari data, teori dan juga penambahan dari sikap maupun pemikiran peneliti. Dalam penelitian kualititatif, tahap interpretasi diawali dengan proses observasi dan wawanacara mendalam yang telah dilakukan untuk kemudian data serta informasi yang didapat diinterpretasikan untuk menjelaskan keadaan yang ada dengan mengaitkan satu dengan lainnya.


(43)

Analisis data dilakukan pada penelitian kuatitatif dilakukan secara statistik deskriptif. Statistik deskriptif hanyalah mengolah, menyajikan data tanpa mengambil keputusan populasi. Berdasakan penjabaran tersebut, maka langkah-langkah analisis statistik deskriptif dalam penelitian ini dengan mengunakan variabel-variabel dalam distribusi frekuensi baik secara angka maupun persentase yang disajikan dalam bentuk tabel lingkaran (pie).

3.7. Jadwal Penelitian

No

Kegiatan

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 Pra Observasi x

2 ACC Judul x

3 Penyusunan Proposal x x 4 Seminar Proposal Penelitian x 5 Revisi Proposal Penelitian x x

6 Penelitian Ke Lapangan x x x 7 Pengumpulan Data Dan Analisis Data x x

8 Bimbingan x x x x

9 Penulisan Laporan Akhir x x

10 Sidang Meja Hijau x


(44)

BAB IV

DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1. Deskripsi dan Sejarah Kota Medan

Medan merupakan kota metropolitan terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Medan merupakan ibukota dari Provinsi Sumatera Utara yang dijadikan sebagai pusat administrasi provinsi yang beralamatkan di Jalan Pangeran Diponogoro. Sebagai kota metropolitan Medan mengalami perkembangan yang cukup pesat dibandingkan kota lainnya di luar Pulau Jawa. Wujud perkembangan ini antara lain ditandai dengan bertambahnya berbagai tempat-tempat hiburan, pusat perbelanjaan, dan sarana-sarana olahraga yang lengkap.

Kota Medan ini dikenal dengan nama Tanah Deli dahulunya, dengan keadaan tanahnya berawa-rawa kurang lebih seluas 4000 Ha. Beberapa sungai melintasi Kota Medan ini kesemuanya bermuara ke Selat Malaka. Sungai tersebut adalah Sei Deli, Sei Babura, Sei Sikambing, Sei Denai, Sei Putih, Sei Badra, Sei Belawan dan Sei Sulang Saling/Sei Kera. Pada mulanya yang membuka perkampungan Medan adalah Guru Patimpus lokasinya terletak di Tanah Deli, maka sejak zaman penjajahan orang selalu merangkaikan Medan dengan Deli (Medan–Deli). Setelah zaman kemerdekaan lama kelamaan istilah Medan Deli secara berangsur-angsur lenyap sehingga akhirnya kurang popular. Dahulu orang menamakan Tanah Deli mulai dari Sungai Ular (Deli


(45)

Serdang) sampai ke Sungai Wampu di Langkat sedangkan Kesultanan Deli yang berkuasa pada waktu itu wilayah kekuasaannya tidak mencakup daerah diantara kedua sungai tersebut. Pada zamannya Guru Patimpus merupakan tergolong orang yang mempunyai pikiran yang maju. Ini terbukti dengan menyuruh anaknya berguru (menuntut ilmu) membaca Alqur’an kepada Datuk Kota Bangun dan kemudian memperdalam tentang agama Islam ke Aceh.

Perkembangan awal dari Medan merupakan sebuah kampung kecil bernama "Medan Putri". Perkembangan Kampung "Medan Putri" tidak terlepas dari posisinya yang strategis karena terletak di pertemuan sungai Deli dan sungai Babura, tidak jauh dari jalan Putri Hijau sekarang. Kedua sungai tersebut pada zaman dahulu merupakan jalur lalu lintas perdagangan yang cukup ramai, sehingga dengan demikian Kampung "Medan Putri" yang merupakan cikal bakal Kota Medan, cepat berkembang menjadi pelabuhan transit yang sangat penting. Semakin lama semakin banyak orang berdatangan ke kampung ini dan isteri Guru Patimpus yang mendirikan kampung Medan melahirkan anaknya yang pertama seorang laki-laki dan dinamai si Kolok. Mata pencarian orang di Kampung Medan yang mereka namai dengan si Sepuluh Dua Kuta adalah bertani menanam lada. Tidak lama kemudian lahirlah anak kedua Guru Patimpus dan anak inipun laki-laki dinamai si Kecik.

Menurut Volker merupakan hutan rimba dan disana sini terutama dimuara-muara sungai diselingi pemukiman-pemukiman penduduk yang berasal dari Karo dan semenanjung Malaya. Pada tahun 1863 orang orang Belanda mulai membuka kebun Tembakau di Deli yang sempat menjadi primadona Tanah Deli.


(46)

4.1.2. Keadaan Geografi dan Demografi Kota Medan

Kota Medan secara geografis terletak di antara 2 27'-2 47' Lintang Utara dan 98 35'-98 44' Bujur Timur. Posisi Kota Medan ada di bagian Utara Propinsi Sumatera Utara dengan topografi miring ke arah Utara dan berada pada ketinggian tempat 2,5-37,5 m di atas permukaan laut. Berdasarkan data BPS Medan tahun 2009, Luas wilayah Kota Medan adalah 265,10 km2 secara administratif terdiri dari 21 Kecamatan dan 151 Kelurahan dengan jumlah penduduk 2.121.053 juta jiwa.

Penduduk Kota Medan memiliki ciri penting yaitu yang meliputi unsur agama, suku etnis, budaya dan keragaman (plural) adat istiadat. Hal ini memunculkan karakter sebagian besar penduduk Kota Medan bersifat terbuka. Persentase penduduk Kota Medan berdasarkan agama, yaitu Islam 67, 83%, Katolik 2, 89%, Krsiten Protestan 18, 13%, Budha 10, 4%, Hindu 0, 68% dan lainnya 0, 07%.

Secara administratif, wilayah Kota Medan hampir secara keseluruhan berbatasan dengan Daerah Kabupaten Deli Serdang, yaitu sebelah Barat, Selatan dan Timur. Sepanjang wilayah Utara nya berbatasan langsung dengan Selat Malaka, yang diketahui merupakan salah satu jalur lalu lintas terpadat di dunia. Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah yang kaya dengan Sumber Daya alam (SDA), Khususnya di bidang perkebunan dan kehutanan. Karenanya secara geografis kota Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya Sumber daya alam seperti Deli Serdang , Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai dan lain-lain. Kondisi ini menjadikan kota Medan secara ekonomi


(47)

mampu mengembangkan berbagai kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan, saling memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya.

4.1.3. Pemilihan Kepala Daerah Kota Medan 2010

Perkembangan terakhir Kota Medan yang berkaitan dengan pemilihan umum adalah penyelenggaraan pemilihan kepala daerah Walikota dan Wakil Walikota pada bulan Mei dan Juni 2010. Pemilihan kepala daerah di Kota Medan secara langsung, telah dilaksanakan untuk kedua kalinya, pada tahun 2005 dan 2010. Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada) Kota Medan tahun 2010 berlangsung 12 Mei 2010 lalu dengan jumlah pemilihnya sekitar 1,92 juta orang dengan perinciannya adalah total suara sah sekitar 681.392 dan suara tidak sah 14.330. Rahudman dan Eldin Dzulmi nomor urut 6 dengan perolehan suara sekitar 22,09% serta pasangan calon Sofyan Tan dan Nelly Armayanti nomor urut 10 dengan perolehan suara sekitar 20,66% akan maju ke putaran kedua (http:analisadaily.com).

Menjelang pelaksanaannya bagi penganut Islam Kota Medan, kondisi calon walikota dan wakil walikota pada putaran kedua dapat dikatakan menjadi kewaspadaan tersendiri secara umum, peringatan, nasehat serta himbauan untuk memilih dan mendukung calon yang beragama Islam dilakukan diberbagai kesempatan seperti khutbah-khutbah Jum’at, pengajian-pengajian mingguan ibu-ibu, dan tidak ketinggalan media cetak yang juga membahasnya. Karena dikhawatirkan bahwa apabila jumlah pemilih yang menggunakan hak pilihnya dari kalangan umat Islam sedikit seperti yang terjadi pada pemilihan pertama maka dipastikan pasangan diluar agama Islamlah yang terpilih. Tanggapan dari salafiyah juga beragam seperti


(48)

ada mulai goyah dengan keyakinannya namun mereka kembali meminta rujukan ustadz pada pengajian-pengajian:

“jumlah salafiyah sedikit, maka tidak sangat berpengaruh terhadap hasil pemilu, hanyalah sekian persen dari jumlah pemilih yang ada kemudian demokrasi bukanlah bagian dari Islam… (tanya jawab 23/05/2010)”

Beberapa dari pengikut salafiyah yang ditemui penulis juga memberikan tanggapannya terhadap pilkada putaran kedua, ada yang menanggapi bahwa ini adalah pimpinan daerah dimana seandainya jika calon yang tidak beragama Islam terpilih maka negara masih memberikan kewenangan bagi pemeluk Islam itu sendiri menjalankan aktifitas ibadahnya karena peraturan daerah masih bergantung pada kondisi dan pertimbangan dari negara lain halnya jika ini terjadi pada pemilihan kepala negara.

Pilkada Kota Medan putaran kedua dilaksanakan pada hari Sabtu, 19 Juni 2010. Dan pengumuman hasil perhitungan suara pemilihan dillaksanakan dua hari setelahnya dengan perincian suara yang diperoleh pasangan Rahudman-Eldin memperoleh 485.446 (65.88 %) suara dan pasangan Sofyan Tan-Nelly Armayanti memperoleh 251.435 (34,12 %) suara dari jumlah pemilih yang menggunakan hak pilihnya sebanyak 751.079 orang dimana terdapat 736.881 suara sah dan 14.038 suara tidak sah. Pada pilkada Kota Medan ini partisipasi masyarakat terhadap pemberian suara sangat kurang, didapati dengan banyaknya masyarakat yang tidak menggunakan hak pilihnya (golput) dengan alasan tertentu dan juga kendala yang muncul. Adapun angka golput pada pilkada putaran pertama lalu masyarakat Medan yang menggunakan hak pilihnya hanya sekitar 695.772 (36,23%) jadi yang tidak memilih sekitar 63,67%, sementara itu pada putaran kedua jumlah angka golput


(49)

sedikit menurun dibandingkan sebelumnya dengan total sebesar 61,71%. Maka berdasarkan hasil pilkada tersebut dipastikan pasangan Rahudman Harahap dan Zulmi Eldin menjadi pemimpin di Kota Medan dan dilantik menjadi Walikota dan Wakil Walikota pada 26 Juli lalu.

4.2. Profil Informan dan Karakertistik Responden 4.2.1. Profil Informan

- Ali Nur

Pria paruh baya ini menghabiskan kesehariannya di Sei Mencirim, Kampung Lalang dan didaerah ini jugalah banyak ditemui pengikut salafiyah didapati. Ia merupakan salah satu ustadz yang cukup dikenal di Kota Medan in, selain menjadi ustadz, kesibukan keseharianya juga diisi dengan menerjemahkan buku-buku dari para ulama Timur Tengah. Dengan perawakan yang ramah dan tegas juga terkadang bersikap humoris dalam menyampaikan kajian pada pengajian-pengajian rutin yang dibawanya membuat orang tertarik dan lebih mudah memahami apa yang disampaikannya. Tidak hanya di Medan saja, Ustadz Ali begitu orang mengenalnya juga menyampaikan dakwahnya diluar Medan seperti di Lhoksemawe, Nangroe Aceh Darussalam tiap bulannya.

Dengan pendidikan terakhir di Daar Hadits di Pakistan, ia mendalami ilmu agamanya dan juga tentunya mendalami kaidah-kaidah dalam cara beragama salafiyah serta diperolehnya gelar Lc untuk pendidikan strata satunya. Sebelumnya ia sempat duduk di bangku kuliah di fakultas teknik disalah satu universitas swasta di Medan ini. Namun saat ia mulai mengenal dakwah salafiyah dan mendapatkan kabar


(50)

ada kesempatan beasiswa untuk belajar ilmu agama di Timur Tengah ia pun tidak menyia-nyiakannya. Dan hasilnya adalah salah satu yang mendapat kesempatan tersebut, menyusul lainnya yang telah berangkat terlebih dahulu dari Medan yaitu Abu Ihsan. Dan beberapa tahun setelah berakhirnya masa studinya ia kembali ke Medan melanjutkan dakwah salafiyah dan membantu Abdul Fattah yang saat itu telah berupaya menyampaikan ajaran salafiyah di Kota Medan hingga sekarang.

Berkaitan dengan sikap salafiyah dalam pemilu, Ali Nur pun memberikan tanggapan saat ditanyakan tentang sikap golput yang memungkinkan justru menjatuhkan pemimpin dari kalangan Islam.

“lalu jika ditanyakan seandainya kaum muslimin semua golput lalu siapakah pemimpin yang diluar Islam, maka jawabannya apa yang telah disampaikan oleh Rasulullah yang diriwayatkan Ibnu Majah dan dishahikan oleh Albani yang memiliki arti bahwasanya ; dari Abdullah bin Amar, wahai kaum muhajirin akan menimpa kalian dan aku berlindung dari hal tersebut, diantaranya adalah tidaklah mengurangi timbangan dan melakukan sukatan maka akan tertimpa kemarau panjang mendapati kehidupan yang sulit dan diangkatnya pemimpin yang zhalim..”. maka yang menjadi kunci dalam menciptakan pemimpin yang baik adalah penentunya masyarakatnya…” (tanya jawab oleh Ustadz Ali Nur, pada pengajian Minggu, 23/05/2010)

Maka dari penjelasan tersebut ia pun menambahkan kondisi masyarakatlah yang menjadi penentu pemimpin mereka, semakin buruk kondisi masyarakat maka semakin besarlah peluang untuk pemimpin yang tidak adil atau apabila kondisi masyarakat itu baik maka semakin besarlah kesempatan terpilihnya pemimpin yang adil, hal diatas dijadikan sebuah peringatan terhadap gambaran yang akan menimpa setiap kondisi kaum muslimin yang berkaitan dengan pemimpin mereka. Atas dasar inilah Ali Nur menyakini bahwa meyakinkan masyarakat terhadap hal perbuatannya haruslah diawali dengan tindakan baik tiap orangnya dan dilandasi dengan nilai-nilai


(51)

keagamaan, saat dasar-dasar ini telah tercapai maka bukanlah hal yang sulit dalam mengupayakan sebuah kepemimpinan yang sesuai dengan nilai Islam.

- Abu Ihsan Al Atsari

Tidak jauh berbeda umurnya dengan Ali Nur, Abu Ihsan saat ini menjadi salah satu orang yang berpengaruh dalam penyebaran salafiyah di Medan. Tidak hanya di Medan bahkan di Indonesia, namanya sudah cukup dikenal dari kalangan salafiyah nusantara. Maka tidaklah mengherankan jika ada salah seorang salafiyah dari Medan yang pergi keluar kota Medan, yang apabila bertemu dengan salafiyah lainnya menanyakan dan memastikan kabarnya Abu Ihsan. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa namanya cukup dikenal di negeri ini, selain di Medan ia memiliki jadwal kajian di berbagai kajian diluar Sumatera Utara walaupun tidak bersifat rutin khususnya di daerah Pulau Jawa biasanya mengundang ia untuk mengisi kajian dalam sebuah pengajian besar (dauroh), menjadi pembicara dalam bedah buku dan hal lainnya. Disamping itu ia setiap bulannya juga mempunyai jadwal rutin menyampaikan dakwah salafiyah di Malaysia dan juga sesekali diundang ke Kobe, Jepang untuk menjadi pembicara dalam pengajian besar yang diselenggarakan warga negara Indonesia yang beraktifitas di Jepang. Oleh karena popularitas dan keilmuannya inilah ia kemudian menjadi salah satu tokoh salafiyah di Indonesia yang memiliki hubungan yang kuat dengan sejumlah ulama-ulama salafi di Timur Tengah.

Abu Ihsan juga mengambil studi agamanya di Pakistan sama dengan Ali Nur namun ia terlebih dahulu sampai disana. Dengan program Darul Ulum Pakistan ia mendapatkan gelar Lc (setingkat strata satu versi timur tengah), selepas dari Pakistan ia tidak langsung menyebarkan dakwah salafiyah di Medan. Ia menetap terlebih


(52)

dahulu di Jawa khususnya membina masyarakat Yogyakarta terutama pada pemuda-pemuda muslim di Kampus UGM, dan saat ini yang berkiprah di Yogyakarta sebahagian dalam menyampaikan dakwah salafiyah adalah murid-muridnya, kabarnya ia melanjutkan studi magisternya di Madinah. Saat ia pun kembali ke Medan, ia mulai mengisi kajian-kajian di berbagai masjid di Medan dan membantu dakwah ustadz lainnya yang sebelumnya telah turut andil menyebarkan ajaran salafiyah di Medan, yaitu Abdul Fattah dan Ali Nur. Perjalanannya sebagai salafiyah juga tidak berjalan mulus, beberapa tahun silam namanya sempat dijelek-jelekan dari yang tidak menyenangi perkembangan salafiyah di Indonesia dan juga peringatan pemboikotan terhadap pengajian yang dilaksanakannya namun hal tersebut dihadapinya dengan ketenangan dan ia pun tidak mengambil tindakan yang sama dalam upaya mengembalikan nama baiknya. Dan ia pun tetap terus menyebarkan ajaran salafiyah di Medan khususnya dan Indonesia umumnya.

Aktif sebagai da’i dikalangan salafiyah juga dibuktikannya dengan menulis diberbagai media seperti majalah dan juga turut andil dalam menerjemahkan buku-buku para ulama. Dirumahnya Medan Johor ia mengisi kesehariannya, menulis dan menerjemahkan berbagai buku Islami ia kerjakan disini. Dan diantara beberapa karya buku yang telah ditulisnya adalah Surat Terbuka Untuk Para Istri dan Suami (tulisan yang dibuat bersama istrinya), Panduan Amal Sehari Semalam, Berbakti Kepada Orang Tua, dan masih banyak buku lainnya. Sedangkan buku-buku yang sudah diterjemahkannnya dalam bahasa Indonesia dan sudah diterbitkan, seperti Ensiklopedia Fiqh karya Husain Alwaysyah, Ensiklopedia Larangan Menurut Qur’an dan Sunnah karya Salim bi Ied Al-Hilaly, Pandangan Tajam Terhada Politik


(53)

dan Bolehkah Berpolitik karya Abdul Malik Ramadhan Al-jazairi, dan buku terjemahan lainnya.

- Nurdin Al Bukhari

Dengan umurnya yang bisa dikatakan masih cukup muda dikalangan para ustadz, saat ini ia menjadi salah satu ustadz yang cukup dikenal di Medan dan juga di Binjai. Selain karena bertempat tinggal di Binjai ia banyak mengisi pengajian salafiyah di Binjai dengan jadwal yang cukup padat ia juga mengisi pengajian rutin di Medan, dan terkadang juga menggantikan Abu Ihsan apabila beliau berhalangan hadir atau sedang berada diluar kota. Pria berumur 26 tahun ini merupakan salah satu lulusan terbaik di LIPIA (Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Sastra Arab) Jakarta di tahun angkatannya, LIPIA adalah lembaga pendidikan Islam yang didirikan atas kerja sama pemerintah Indonesia dan Saudi Arabia yang merupakan cabang dari Universitas Ibn Saud di Riyadh, Saudi Arabia. Menjadi salah satu murid terbaik memberikannya kesempatan untuk dapat melanjutkan studi magisternya di Madinah namun sayang kondisi kesehatannya saat itu tidak mendukung dan akhirnya ia pun tetap melanjutkan dakwahnya di Medan dan sekitarnya.

Saat ini kesehariannya diisi menjadi salah satu pengasuh di Pondok Pesantren Sabilul Mukminin, Binjai. Dan juga tetap terus mengisi pengajian di Binjai, Medan dan Langkat dimalam harinya. Menjadi salah satu orang yang turut andil dalam penyebaran salafiyah iapun memberikan tanggapannya terhadap kehidupan salafiyah saat ini dan keprihatinannya terhadap kondisi umat Islam saat ini.

“ Manhaj (metode berpemahaman agama) Salaf hidup saat ini sangat sulit.... bagaimana sulitnya berpegang teguh pada agama pada tantangan dan kesulitan hidup. Bahwasanya kehidupan beragama akan semakin


(54)

luntur, kita lihat sekitar 7-10 tahun lalu biasanya setelah maghrib orang tua mengajari kita mengaji tiap harinya, tapi lihat sekarang.. bagaimana rusaknya agama pada akhir zaman, perlu adanya pembangkit semangat karena tantangan agama semakin besar...” ( observasi pada 8/08/2010) - Try Muhammad Mukhtar Habibi

Pria berumur 25 tahun ini yang identik dengan kacamatanya adalah lulusan Strata satu Manajemen Fakultas Ekonomi USU angkatan 2003, semenjak SMA ia telah aktif disebuah gerakan dakwah Islam yang tergabung dalam sebuah organisasi Islam sekolah begitu juga hingga ia duduk dibangku perkuliahan aktif dalam dakwah kampus dan sempat bergabung menjadi salah satu kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Tahun 2005, ia mulai mengenal dakwah salafiyah dari salah seorang pria yang mengerti tentang sunnah nabi dan pertama kalipun ia mengikuti pengajiannya di Mushalla Fakultas Teknik USU, salafiyah bukanlah hal yang baru didengarnya saat ia aktif bersama PKS telah banyak mendengar kata salafiyah semenjak tahun 2003 tetapi yang selalu didengarnya melalui murabbinya (mentor pengajian dalam PKS) berkaitan hal-hal negatif dengan salafiyah seperi radikal, kekerasan, antek yahudi dan sebagainya. Namun hal tersebut justru membuatnya ingin mengetahui dakwah salafiyah seperti apa sebenarnya, dan ia pun berkomentar :

“isu-isu buruk tentang salafi yang saya peroleh itu karena ketidakpahaman mereka terhadap salafi itu sendiri, belum mengerti sunnah. Dan yang berkembangpun selalu dikenal seperti itu bahwa salafi radikal dan sebagainya…” (tanya jawab pada 14/07/2010)

Setelah mengetahuinya ia mula tertarik dengan dakwah salafiyah yang dalam penyampaian selalu diikuti penjelasan-penjelasan alasan agama yang jelas berdasarkan alqur’an dan hadits dan penafsiran yang mudah dipahami. Saat ia mulai dengan mengikuti kajian salafiyah, maka dari pihak PKS sendiri memberikan sebuah


(55)

pilihan keharusan untuk memilih ikut dakwah di PKS atau salafiyah,dan ia pun memutuskan untuk meninggalkan PKS yang telah memberikannya pengalaman dalam berorganisasi dan namanya juga cukup dikenal dikalangan aktifis kampus dan aktivis pergerakan dakwah di Kota Kelahirannya, Tebing Tinggi. Sebelum kelulusannya di kampus, ia turut andil dalam mengembangkan salafiyah di USU dan berupaya menciptakan kader dan mengajak mahasiswa Fakultas Ekonomi lainnya untuk mengikuti kajian salafiyah. Pria yang kesehariannya sibuk sebagai Trainer SDM dan juga berwirausaha madu ini sudah yakin dengan pilihannya memilih salafiyah sebagai sarana baginya menambah ilmu tentang agama Islamnya.

- Budi S F Damanik

Pria berumur 32 tahun ini telah mengikuti pengajian salafiyah semenjak tahun 2001. Ia dilahirkan dan besar di kota Medan, dan telah berkeluarga memiliki dua anak. Pemahamannya tentang situasi perkembangan salafiyah di Medan ini secara khusus dan juga pemahamannya dalam pemilihan umum (pilkada) di Medan tentang permasalahan yang saya teliti menjadi alasan bagi saya menjadikannya sebagai informan tambahan. Tentunya ini berpengaruh terhadap lamanya ia berkecimpung terhadap perkembangan dakwah salafiyah di Medan. Pria ini sempat berpartisipasi dalam penyebaran kajian dakwah salafiyah di Medan melalui media internet menyebarkan dakwah salafiyah langsung kajian yang ada di Medan. Sebelum mengenal dakwah salafiyah ia telah mengikuti berbagai pengajian seperti Jama’ah Tabligh, kajian Al-ahwaliyah, dan dakwah pergerakan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir.


(56)

Aktifitas sehari-harinya tidaklah lepas dari dunia akademis, ia merupakan staf pengajar juga pegawai di Departemen Teknik Sipil Politeknik Negeri Medan sehingga tidaklah mengherankan bagaimana ia mampu menganalisis atau memahami masalah-masalah yang muncul terhadap salafiyah di Medan ini dengan baik. Dan mungkin dengan latar belakang yang dimiliki seperti diatas juga menjadikannya lebih mudah terbuka dan juga berpikir logis juga kritis terhadap pendapat juga perkembangan dakwah salafiyah di Medan khususnya. Dan ia juga menambahkan sebuah harapanya terhadap kondisi perpolitikan Indonesia perlu adanya rujukan referensi dari tokoh salafiyah Indonesia mengenai hal yang menggambarkan kondisi sebenarnya politik disini serta pandangan terhadap salafiyah kondisi tersebut, mengingat referensi yang ada dan berkaitan dengan salafiyah masihlah sebatas gambaran politik Islam diluar Indonesia.

4.2.2. Karakteristik Responden

Berdasarkan hasil angket yang disebar terhadap responden, yaitu salafiyah Kota Medan berjumlah 50 orang, maka diperoleh data mengenai karakteristik responden penelitian.

1. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin Tabel 4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur Karakteristik Berdasarkan Umur Jumlah Responden

≥ 17 – 20 Tahun 21 - 30 Tahun 31 - 40 Tahun 41 - 50 Tahun

2 Orang 42 Orang

2 Orang 4 Orang


(57)

Sumber : Data primer diolah penulis, 2010

Tabel 4.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Frekuensi

Laki-Laki Perempuan

34 Orang 16 Orang Sumber : Data primer diolah penulis, 2010

Sumber : Data primer diolah penulis, 2010

Berdasarkan tabel dan grafik diatas menunjukan bahwa responden yang berusia 21-30 tahun merupakan mayoritas sebanyak 42 orang atau 84 % dari jumlah responden, begitu juga dengan jumlah responden berdasarkan jenis kelamin laki-laki

4%

84% 4%

8%

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur

≥ 17-20 Tahun

21-30 Tahun

31-40 Tahun

41-50 Tahun

68% 32%

Tabel 4.4..Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Responden

Laki-Laki


(58)

berjumlah lebih banyak dibandingkan perempuan sebesar 68 % atau 34 orang dari jumlah responden, hal ini disebabkan peneliti menemukan responden pada salafiyah Kota Medan lebih mudah didapati pada usia tersebut dan begitu juga dengan responden berjenis kelamin laki-laki lebih mudah untuk ditemui dibandingkan responden perempuan dikarenakan adanya batasan-batasan pergaulan dikalangan salafiyah antara lelaki dan perempuan.

2. Karaktersitik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Sumber : Data primer diolah penulis, 2010

Berdasarkan tabel lingkar diatas maka responden dengan lulusan SLTA berjumlah 28 orang atau 56% dari jumlah responden, dan sisanya merupakan lulusan perguruan tinggi masing-masing tingkat D-III berjumlah 3 orang atau 6 %, jenjang S-1 berjumlah S-18 orang atau 36 % dan S-2 sebanyak S-1 orang atau 2 % dari jumlah responden.

56%

6% 36%

2%

Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Responden

SLTA

D-III S-I S-2


(59)

3. Karakterisktik Respoden Berdasarkan Pekerjaaan

Sumber : Data primer diolah penulis, 2010

Berdasarkan tabel lingkar diatas maka responden yang dengan status mahasiswa menjadi jumlah yang terbanyak sebesar 38 % dari jumlah responden atau 19 orang, diikuti dengan responden berkerja sebagai guru sebanyak 9 orang atau 18 %, wiraswasta sebanyak 8 orang atau 16 %, belum bekerja sebanyak 7 orang atau 14 %, dan dengan jumlah yang sama antara dosen dan pegawai swasta sebanyak 3 orang atau 6 % dan yang terakhir adalah ibu rumah tangga sebanyak 1 orang atau 2 % dari jumlah responden.

4. Karakteristik Responden Berdasarkan Status Perkawinan

Sumber : Data primer diolah penulis, 2010 16%

18%

6% 6% 38%

14%

2%

Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Jenis Pekerjaan Responden

Wiraswasta Guru Dosen

Pegawai swasta Mahasiswa Belum Bekerja Ibu Rumah Tangga

26%

74%

Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Perkawinan

Sudah Menikah Belum Menikah


(60)

Berdasarkan tabel lingkar diatas maka responden yang belum menikah berjumlah 37 orang atau 74 % dan yang sudah menikah berjumlah 13 orang atau 26 % dari jumlah responden.

5. Karakteristik Responden Berdasarkan Mengikuti Kajian Salafiyah

Sumber : Data primer diolah penulis, 2010

Berdasarkan tabel lingkar diatas maka responden ada 22 orang atau 44 % responden yang telah mengikuti kajian salafiyah selama ± 2 tahun, dan sebanyak 21 orang atau 42 % responden yang telah mengikuti kajian salafiyah selama 2 hingga 5 tahun, juga sebanyak 7 orang atau 14 % responden yang telah mengikuti kajian salafiyah selama lebih dari 5 tahun.

4.3. Gambaran Umum Salafiyah dan Perkembangannya di Indonesia

Secara istilah salafiyah adalah arus pemikiran yang mengedepankan nilai-nilai Islam baik secara metode maupun sistematis, yang senantiasa komitmen terhadap petunjuk Nabi Muhammad Shalallahu’alihi Wasallam dan petunjuk para sahabat baik secara keilmuan dan pengalaman, menolak berbagai cara dan metode beragama yang

44%

42%

14%

Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lamanya Mengikuti Kajian Salafiyah

±2 tahun 2-5 tahun


(61)

menyelisihi petunjuk tersebut, baik yang terkait dengan masalah keyakinan kepada tuhan, keagamaan, dan penetapan aturan yang berhubungan prilaku dan interaksi umat Islam. Salafiyah menjadi istilah yang sah untuk disematkan pada setiap orang yang berusaha memelihara kemurnian keyakinan, dan juga cara pemahaman beragama agar selalu sesuai dengan cara beragamanya Rasulullah dan para sahabatnya juga generasi berikutnya yang mengikuti mereka terutama dari kalangan tabiin dan tabiut tabiin serta para imam sunnah yang senantiasa menjaga kemurnian islam (Zainal Abidin, 2009:24-26).

Berdasarkan pengertian tersebut, maka siapapun itu apabila didapati beragama sesuai apa yang dipahami para sahabat nabi, dan dua generasi setelahnya tanpa terikat waktu dan tempat dan juga diikuti rujukan terhadap ulama-ulama yang telah mengikuti sebelumnya dialah salafiyah. Salafiyah memiliki alasan penting dan harusnya merujuk sisi beragamanya sesuai pemahaman Salafush Shalih (sahabat, tabi’in dan tabiut tabi’in) ada beberapa hal diantarannya. Pertama, adalah bahwa pada masa Rasulullah Muhammad Shalallahu’alaihi wasallam sumber hukum Islam itu sendiri diturunkan (Alqur’an) dan juga para sahabatnya mendengarkan penjelasan langsung tentang makna, cara beribadah, hakikat dari alqur’an dan hadits sebagai sumber hukum Islam. Kedua, kalangan sahabat nabi adalah orang yang pertama kali masuk Islam dari suku Muhajirin dan Anshar yang telah mendapat ridho (restu) langsung dari Allah yang dicatat dalam Alqur’an Surat Taubah ayat 100. Dan disinilah dijadikan pembelaaan bahwa sebaik-baiknya kehidupan beragama berada pada zaman sahabat nabi melalui penjelasan perkataan Nabi Muhammad yang


(1)

I. Variabel X (Komponen Sikap, meliputi Perseptual, kepribadian dan Tindakan)

No Daftar Pernyataan SS S R TS STS

1 Aspirasi politik saya dapat dipenuhi melalui pemilu

2 Setiap tindakan kehidupan termasuk perpolitikan harus berdasarkan pada nilai agama Islam

3 Pemilu adalah cara dalam memilih pemimpin 4 Didalam sistem pemilu sudah adanya didapati

perwujudan dari nilai-nilai Islam

5 Islam telah mengatur bagaimana memilih pemimpin

6 Siyasah Syar’iyah dapat ditegakkan di Indonesia

7 Negara Indonesia merupakan negara Islam 8 Sistem demokrasi di Indonesia diadopsi dari

nilai Islam

9 Sistem pemilu memberikan peluang bagi siapapun untuk dapat menjadi pemimpin dengan persyaratan tertentu dalam peraturannya

10 Tiap orang mempunyai peluang yang sama untuk bisa jadi pemimpin sesuai syarat dan ketentuan yang diatur dalam Islam

11 Pemilu tidak memiliki pengaruh yang besar bagi saya

II.Sikap Dihubungkan Dengan Indikator Pemilihan Umum (Pemungutan Suara, Partai Politik, dan Pemerintahan)

No Daftar Pernyataan SS S R TS STS

1 Sistem Pemungutan suara menunjukan keadilan dan kesempatan yang sama bagi warga negara dalam pemilu

2 Tiap orang harus berpartisipasi dalam pemilu 3 Golput (tidak memilih) juga merupakan hak

pilih warga negara

4 Partai politik Islam di Indonesia sebagai aspirasi politik umat Islam


(2)

digunakan dalam partai politik

7 Saya berhak memilih siapa saja yang layak menjadi pemimpin

8 Calon-calon pemimpin dalam pemilu adalah orang yang mampu menjalankan perpolitikan di Indonesia

9 Saya mengakui siapa yang menjadi pemerintah berdasarkan hasil pemilu yang ditetapkan 10 Saya taati hasil keputusan pemerintah dalam


(3)

Tampak Depan Masjid Muslimin di Jalan Laksana, Kota Maksum Medan Tempat Pangajian Rutin Salafiyah Hari Minggu


(4)

Suasana Pengajian Besar (Dauroh) bersama DR.Ali Musri,Lc Masjid Gedung Keuangan Negara Medan pada Tanggal 4 Juli 2010


(5)

Suasana Pengajian Rutin Salafiyah Hari Minggu di Masjid Muslimin Pada tanggal 8 Augutus 2010 bersama Ust.Nurdin Al-Bukhary


(6)