Dasar Hukum Wakaf PENUTUP

“Wahai orang-orang yang beriman ruku dan sujudlah kamu dan sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan agar kamu termasuk orang-orang yang beruntung”QS: al-Hajj:77 Selanjutnya dalam surat Ali-Imran ayat 92 : ☺ ⌧ “kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan yang sempurna, sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya.”QS: Ali- Imran:92 Kata al-birr pada mulanya adalah keluasan dalam kebajikan. Dan dari akar kata yang sama daratan dinamai dengan al-barr, karena luasnya. Dan karena luasnya, kebajikan mencakup segala bidang, termasuk keyakinan yang benar, niat yang tulus, kegiatan badaniah, dan tentu saja termasuk menginfakkan harta di jalan Allah SWT sebagaimana dikuatkan dengan firman Allah SWT dalam surat al-Baqarah ayat 177. 34 Dalam ayat tersebut dijelaskan tentang contoh kebajikan sempurna antara lain berupa kesediaan memberikanmengorbankan kepentingan pribadi demi orang lain. 34 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, Jakarta : Lentera Hati, 2002 hal. 152 Dimana seseorang tidak akan sampai pada kebaikan amal dari Allah SWT dengan memperoleh rahmat, karunia dan ridhoNya sebelum memberikan harta yang terbaik dan yang paling ia cintai yaitu dengan jalan mewakafkan sebagian harta yang dimilikinya kepada mereka yang membutuhkan. 35 Selanjutnya Allah SWT juga berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 261 dan 267 sebagai berikut : ☺⌧ ☺ “Perumpamaan nafkah yang dikeluarkan oleh orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan ganjaran bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha Luas karunia-Nya lagi Maha mengetahui “ QS: Al-Baqarah :261 ☺ ☺ ☺ ☺ ☺ ⌧ ☺ 35 Syekh Ahmad Mustofa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, Bandung: CV Rosda Karya, 1987 juz 3, hal. 275 “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah di jalan Allah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji” QS: Al-Baqarah: 267 Selain ayat-ayat al-Qur’an, dalil mengenai pensyariatan ibadah wakaf juga terdapat dalam beberapa hadis nabi Muhammad SAW. Sebagaimana Wahbah Zuhaili mengatakan dalam kitabnya bahwa ada dua hadis yang dijadikan sebagai dasar pensyariatan wakaf, yaitu hadis umar yang terdahulu, “jika kau kehendaki tahanlah olehmu asalnya dan sedekahkan olehmu hasilnya dan sabda Nabi “jika meninggal anak adam maka terputuslah amalnya kecuali 3 hal, shodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang mendoakan orang tuanya”. 36 Berikut redaksional dari hadis yang dimaksud : ﺮه ﺑأ ﷲا ﻰﱠﺻ ﷲا لﻮ ر ﱠنأ ، ﻰ ﷲا ﻰﺿر ةﺮ لﺎ ﱠ و : ثﺎ ﺛ ﱠﻻإ ﻄ إ مدﺁ ﺑا ت ﺎ اذإ : ﺔ ﺪﺻ ﻮ ﺪ ﺢ ﺎﺻ ﺪ ووأ ، ﺑ ﻔ وأ ،ﺔ رﺎﺟ اور 37 “ Dari Abu hurairah ra,. Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda : “ Apabila anak adam manusia meningal dunia, maka putuslah amalnya, kecuali tiga perkara : shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shaleh yang mendoakan orang tuanya”. HR. Muslim. 36 Wahbah Zuhaili, Al-Fiqhu Al-Islam wa Adillatuhu, Daar El-Fikr: 20071428 H juz 10, hal. 7603 37 Al-Hafidz ibnu Hajar al-‘Asqalani, Buluughul Maraam fii Adillatil Ahkam, Maktabah Daar Ihya al-Kutub tt, hadis ke 951, hal. 191 Dalam kitab Nailul Authar di jelaskan bahwa maksud dari shadaqah jariyah tersebut adalah apa yang dikenal saat ini dengan nama wakaf, dan ibnu hajar berkata dalam fathul bari bahwa hadis umar ini adalah asal mula disyariatkannya wakaf. 38 Sedangkan dalam kitab Bulughul Maram karangan Ibnu Hajar Al-‘Asqalany, dijelaskan bahwa shadaqah jariyah adalah rumah, kebun, tanah, atu apa saja yang dapat digunakan oleh manusia sebagai wakaf, inilah yang dinamakan shadaqah jariyah, shadaqah yang berjalan terus menerus oleh sebab ini adalah amalnya sendiri maka ia mendapat ganjarannya selama benda yang ia wakafkan itu masih ada. 39 Selain hadis diatas ada hadis yang secara tegas menggambarkan dianjurkannya ibadah wakaf, yaitu perintah Nabi Muhammad SAW kepada Umar bin Khattab untuk mewakafkan tanahnya yang berada di khaibar. 40 لﺎ ﷲا ر ﺮ ا : ﺮ نا ا ﺄ ﺮ ﺨ ﺎً رأ بﺎ أ لﺎ ﺎﻬ ﺮ ﺄ و ﷲا ﻰ : ﺎً رأ ا إ ﷲا لﻮ ر ﺎ لﺎ ﺮ ﺄ ﺎ ىﺪ أ ﱞﻂ ﻻﺎ أ ﺮ ﺨ : لﻮ ر ا قﺪ ﺎﻬ ﺪ و ﺎﻬ أ ﺣ ﺌﺷ نإ ، و ﷲا ﻰ ﷲ لﺎ ، ثرﻮ ﻻو هﻮ ﻻو عﺎ ﻻ ﺎﻬ أ ﺮ ﺎﻬ : ءاﺮ ا ﺎﻬ قﺪ و و بﺎ ﺮ او ﻰ ﺮ ا يوذو حﺎ ﺟ ﻻ او ، ا او ﷲا 38 Terjemah Nailul Authar, Himpunan Hadis-hadis Hukum, Penerjemah Mu’ammal Hamidi, Imran A.M, Umar Fanani, Surabaya: PT Bina Ilmu, 2001 Jilid ke 5, cet ke 3, hal. 2004 39 Ibnu Hajar Al-‘Asqalany, Bulughul Maram, terj. oleh A. Hassan, Bandung: CV Diponegoro, 2006 cet ke 27, hal. 411 40 Departemen Agama RI, Panduan Pemberdayaan Tanah Wakaf Produktif Strategis di Indonesia, Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, 2006 hal. 19 لﻮ ﺮ ﻏ ﻄ و فوﺮ ﺎ ﺎﻬ آﺄ نأ ﺎﻬ و ﻰ اور 41 ٤١ Artinya : “Dari Ibnu Umar r.a bahwasanya Umar Khattab mendapat bagian sebidang kebun di khaibar. Lalu ia datang kepada Nabi SAW untuk meminta nasehat tentang harta itu. Ia berkata: “ya Rasulullah, aku telah memperoleh sebidang tanah di khaibar yang belum aku pernah aku peroleh tanah seperti itu, apakah nasehat engkau kepadaku tentang tanah itu? Rasulullah menjawab : “jika kamu menginginkan, tahanlah aslinya dan shadakahkan hasilnya. Maka bershadakahlah Umar, tanah tersebut tidak bisa dijual, dihibahkan dan diwariskan dan menshadakahkan kepada orang-orang fakir;, budak-budak, pejuang di jalan Allah, Ibnu Sabil, dan tamu-tamu. Tidak ada dosa bagi orang yang mengurusnya Nazir memakan sebagian harta itu secara patut atau memberi makan asal tidak bermaksud mencari kekayaan” . H.R Muslim Mengenai hukum wakaf ini, para sahabat sepakat bahwa hukum wakaf sangat dianjurkan dalam Islam dan tidak satu-pun diantara para sahabat yang menafikan wakaf. Sedangkan mengenai hukum wakaf menurut shahibul mazhab Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad bin Hambal tidak terdapat perbedaan yang signifikan. 42 Menurut mereka kecuali ulama Hanafiyah, hukum wakaf adalah mandub sunah sedang menurut Ulama Hanafiyah hukum wakaf adalah mubah boleh. Sebab wakaf dari non muslim pun hukumnya sah. 41 Imam Muslim, Shahih Muslim, Maktabah Daar Ihya al-Kutub tt, Juz II, hal. 14 42 Departemen Agama RI, Pedoman Pengelolaan Dan Pengembangan Wakaf, Jakarta : Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Bimbingan Masyarakat Islam Depag RI, 2006 hal.35 Semua Imam mazhab sependapat, bahwa perbuatan mewakafkan benda, yaitu menyedekahkan manfaat dari harta yang diwakafkan itu merupakan amal saleh yang institusinya terdapat dalam syariat islam. Mereka sependapat bahwa perbuatan itu mempunyai efek keagamaan, yaitu pahala yang terus menerus selama benda yang diwakafkan itu masih diambil manfaatnya sebagai amal jariah. 43

C. Dasar Hukum Wakaf Menurut Hukum Positif

Mengenai masalah wakaf, ada beberapa peraturan dan Undang-undang yang melandasi atau menjadi pijakan legal atas praktek wakaf yang terjadi di Indonesia. 1. Undang-undang no 41 tahun 2004 tentang wakaf Dalam undang-undang ini dapat dijelaskan dalam beberapa substansi di bawah ini : a. wakaf adalah perbuatan hokum wakif untuk memisahkan dan atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah atau kesejahteraan umum menurut syariah. b. Wakaf yang telah diikrarkan tidak dapat dibatalkan ketentuan ini merupakan paying hukum bagi perbuatan wakaf, sehingga harta benda wakaf tidak boleh dicabut kembali atau dikurangi volumenya oleh wakif dengan alas an apapun. 43 Ismail Muhammad Syah dkk, Filsafat Hukum Islam, Jakarta : Bumi Aksara dan Direktorat Jenderal pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Depag, 1992 hal. 241 c. Adapun tujuan dari perbuatan wakaf itu sendiri berfungsi untuk menggali potensi ekonomi harta benda wakaf dan dimanfaatkan untuk kepentingan ibadah serta untuk memajukan kesejahteraan umum. 2. Undang-undang pokok agraria UUPA Dalam undang-undang pokok agrarian UUPA masalah perwakafan dapat diketahui pada pasal 5 dan pasal 14 ayat 91 dan pasal 49. dimana dalam pasal UUPA dinyatakan bahwa hokum adatlah yang menjadi dasar hokum agraria Indonesia, yaitu hokum Indonesia asli yang tidak tertulis dalam bentuk perundang-undangan republic Indonesia yang disana-sini mengandung unsure agama yang telah diresipir dalam lembaga hukum adat, khususnya lembaga wakaf. Dalam rumusan pasal 14 UUPA terkandung perintah kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk membuat skala prioritas penyedian, peruntukan dan penggunaan bumi, air dan ruang angkasa dalam bentuk peraturan yang dibentuk oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah termasuk pengaturan tentang penggunaan tanah untuk keperluan peribadatan dan kepentingan suci lainnya Sedangkan dalam pasal 49 UUPA meyatakan bahwa hak milik tanah-tanah badan keagamaan dan sosial sepanjang dipergunakan untuk usaha dalam bidang keagamaan social, diakuai dan dilindungi. Perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan peraturan pemerintah dan pasal ini memberikan ketegasan bahwa soal- soal yang bersangkutan dengan peribadatan dan keperluan suci lainnyadalam hokum aagraria akan mendapatkan perhatian sebagaimana mestinya.