Kondisi dan Situasi Perwakafan Tanah di Indonesia
oleh hukum adat yang sifatnya tidak tertulis dengan berlandaskan ajaran yang bersumber dari nilai-nilai Islam. Sebelum kemerdekaan Republik Indonesia masalah
perwakafan sendiri telah mendapatkan perhatian dari pihak kolonialisme belanda. Hal ini dikarenakan untuk menyikapi banyaknya praktek perwakafan yang
dilakukan oleh umat Islam Indonesia.
62
Di antara peraturan-peraturan tersebut adalah sebaagai berikut :
1. Surat edaran Governemen pertama tertanggal 31 januari 1905 No.436 yang
termuat dalam bijblad 1905 No. 6196. dimana dalam surat edarannya ini pihak colonial tidak menghalangi atau melarang praktek wakaf yang dilakukan umat
islam untuk memenuhi keagamaannya. 2.
Surat edaran dari sekretaris Governemen tanggal 04 januari 1934 1361A yang termuat dalam bijblad 1931 No. 125A. inti dari surat edaran ini adalah
untuk bisa mewakafkan harta benda harus ada persetujuan dari Bupati, dimana Bupati akan menilai permohonan tersebut dari segi tempat dan maksud dari
pendirian itu. Tujuannya tidak lain agar tanah tersebut terdaftar. 3.
Surat edaran sekretaris Governemen tertanggal 24 desember 1934 No. 3088A yang termuat dalam bijblad tahun 1934 No. 13390. isi dari surat
edaran ini sifatnya hanya mempertegas apa yang telah disebutkan dalam surat edaran sebelumnya. Dimana memberikan wewenang kepada Bupati untuk
62
Departemen Agama RI, Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf, Jakarta : Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Bimbingan Masyarakat Islam Depag RI, 2006 hal. 25
menyelesaikan perkara jika terjadi perselisihan atau persengketaan tentang tanah-tanah wakaf tersebut.
4. Surat edaran sekretaris Governemen tertanggal 27 mei 1933 No. 1273A yang
termuat dalam bijblad 1935 No. 13480. sama seperti surat edaran sebelumnya, surat edaran ini pun bersifat penegasan terhadap surat-surat edaran
sebelumnya, dimana diatur mengenai tata cara perwakafan sebagai realisasi dari bijblad No. 61691905 yang menginginkan registrasi dari tanah-tanah
wakaf tersebut.
63
2. Setelah Kemerdekaan dan Sebelum PP No. 28 Tahun 1977 Ketika bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaanya pada tanggal 17
Agustus 1945, maka berakhirlah era kolonialisme belanda di Indonesia, akan tetapi tidak berarti semua peraturan-peraturan peninggalan mereka hengkang pula dari tanah
air tercinta. Ada pula yang masih dipergunakan, seperti peraturan-peraturan tentang perwakafan pada masa belanda masih berlaku ketika Indonesia merdeka. Berdasarkan
pasal II aturan peralihan UU 1945 yang berbunyi “ segala badan Negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku sebelum diadakan yang baru menurut
UUD ini ”.
64
Selanjutnya pemerintah pada waktu itu, dengan tujuan untuk menyesuaikan dengan alam kemerdekaan Negara Republik Indonesia, maka dikeluarkanlah
63
Ibid, hal 27
64
Departemen Agama RI, Panduan Pemberdayaan Tanah Wakaf Produktif Strategis di Indonesia,
Jakarta : Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, 2006 hal. 5
beberapa petunjuk tentang perwakafan seperti petunjuk dari Departemen Agama Republik Indonesia pada tanggal 22 desember 1953 tentang petunjuk-petunjuk
mengenai wakaf. Dalam perkembangan selanjutnya, dikarenakan pada waktu itu masih dalam masa euphoria kemerdekaan dimana sendi-sendi peraturan dan
pemerintahan masih belum stabil, maka peraturan perwakafan tanah tersebut dirasakan kurang memadai dan masih banyak kelemahan-kelemahannya, seperti
belum memberikan kepastian hukum mengenai tanah-tanah wakaf.
65
Berdasarkan hal tersebut makanya tak heran jika permasalahan mengenai perwakafan tanah ini mendapat perhatian yang khusus, dalam pasal 49 UU No. 5
tahun 1960 Tentang peraturan dasar pokok-pokok agrarian UUPA yang berbunyi seperti berikut :
66
1. hak milik tanah badan-badan keagamaan dan sosial sepanjang dipergunakan
untuk usaha dalam bidang keagamaan dan sosial diakui dan dilindungi. Badan tersebut dijamin pada akan memperoleh tanah yang cukup untuk bangunan
dan usahanya dalam bidang keagamaan dan sosial. 2.
untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 dapat diberikan tanah yang dikuasai langsung oleh
Negara dengan hak pakai. 3.
perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan peraturan pemerintah.
65
Ibid, hal. 5
66
Ibid, hal. 6
Bisa disimpulkan dari ketentuan pasal 49 ayat 3 tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam rangka menertibkan dan melindungi tanah-tanah wakaf, pemerintah
harus memberikan pengaturannya yang tertuang dalam bentuk suatu peraturan pemerintah. Akan tetapi peraturan pemerintah yang dikeluarkan oleh pasal 49 ayat 3
tersebut baru ada pada 17 tahun kemudian sehingga praktis pada periode ini mau tidak mau digunakan juga peraturan yang ada sebelumnya.
3. Setelah berlakunya PP No. 28 Tahun 1977 Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa peraturan-peraturan yang
mengatur tentang perwakafan tanah di Indonesia masih belum memenuhi kebutuhan maupun belum dapat memberikan kepastian hukum dalam rangka rangka melindungi
tanah-tanah wakaf yang ada, dalam artian peraturan-peraturan tersebut belum secara sempurna dan komprehensif didalam menghandle permasalahan perwakafan tanah
yang kompleks.
67
Berangkat dari hal tersebut maka sesuai dengan ketentuan pasal 49 ayat 3 UUPA maka pemerintah pada tanggal 17 Mei 1977 menetapakan PP No. 28 Tahun
1977 tentang perwakafan tanah milik. Dalam mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun1977, pemerintah
mempunyai beberapa pertimbangan yang dapat dinyatakan sebagai berikut : 1.
bahwa wakaf adalah suatu lembaga keagamaan yang dapat dipergunakan sebagai salah satu sarana guna pengembangan kehidupan keagamaan,
khususnya umat yang beragama Islam dalam rangka mencapai kesejahteraan
67
Ibid, hal. 7
spiritual dan material menuju masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
2. bahwa perundang-perundangan yang ada sekarang ini yang mengatur tentang
perwakafan tanah milik, selain belum memenuhi kebutuhan akan cara-cara perwakafan juga membuka kemungkinan timbulnya hal-hal yang tidak di
inginkan disebabkan tidak adanya data-data yang nyata dan lengkap mengenai tanah wakaf yang diwakafkan.
Seiring dengan berlakunya peraturan pemerintah nomer 28 tahun 1977 ini, maka semua peraturan prundang-undangan tentang perwakafan sebelumnya
sepanjang bertentangan dengan PP nomer 28 tahun 1977 ini dinyatakan tidak berlaku lagi. Sedangkan hal-hal yang belum diatur akan diatur lebih lanjut oleh Menag dan
Mendagri sesuai bidangnya masing-masing. 4. Setelah berlakunya UU No.41 Tahun 2004 tentang wakaf
Perbincangan mengenai wakaf memang tiada habisnya, hal ini terjadi seiring dengan berkembangnya sistem perekonomian dan pembangunan yang memunculkan
inovasi-inovasi baru.
68
Pada medio tahun 2000 hingga tahun 2004 isu yang paling menonjol adalah ketika Prof. M.A. Mannan, seorang ekonom asal Bangladesh,
menggulirkan gagasan wakaf tunai.
69
Yang disampaikan Mannan pada tahun 2001
68
Departemen Agama RI, Pedoman Pengelolaan Wakaf Tunai, Jakarta : Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Dirjen Bimas Islam, 2006 hal. 31
69
Departemen Agama RI, Strategi Pengembangan Wakaf Tunai di Indonesia, Jakarta : Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Dirjen Bimas Islam, 2006 hal. 6
yang mana dipresentasikan dalam forum Internasional di Harvard University. Dimana konsep wakaf ini sudah secara sukses dipraktekkan secara sukses di Bangladesh.
70
Makanya tak heran ketika wacana wakaf tunai digulirkan oleh M.A. Mannan, seolah memecah kebekuan pemahaman dunia perwakafan tanah air yang selama ini
terkerangkeng pada salah satu mazhab fikih yang selama ini dianut oleh mayoritas bangsa Indonesia.
Maka muncullah berbagai seminar dan pembahasan-pembahasan mengenai penerapan wakaf tunai di Indonesia. Dan wakaf tunai adalah salah satu unsur yang
diakomodasi dalam UU No.41 Tahun 2004 ini, dimana dalam PP No.28 Tahun 1977 tidak dibahas mengenai jenis wakaf ini.
Selanjutnya perkembangan mengenai wakaf setelah adanya dan berlakunya UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf adalah adanya payung Hukum yang jelas dan
legal didalam melakukan kegiatan perwakafan dengan kata lain semakin jelas dan kuatnya peraturan yang mengatur tentan perwakafan khususnya tentang wakaf tanah
di Indonesia. Hal ini menjadi penting karena PP No.28 tahun 1977 masih belum sempurna
ditambah lagi dengan kebiasaan masyarakat Islam Indonesia yang masih menggunakan tradisi lisan dalam berwakaf dimana mengabaikan aspek administrasi
yang saat ini menjadi unsur yang sangat penting didalam perwakafan tanah.
70
PSTTI-UI, Wakaf Tunai Inovasi Islam, Peluang dan Tantangan dalam Mewujudkan Kesejahteraan Umat,
Jakarta : PSTTI-UI, 2006 hal. 6