Kedudukan Tanah Wakaf yang didaftarkan sebelum berlakunya UU No.41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.
Dimana dalam peraturan pemerintah ini dijelaskan memngenai tata cara perwakafan tanah milik.
Berbicara mengenai sertifikat wakaf berarti berbicara mengenai aspek administrative, dalam kitab fikih diterangkan bahwa wakaf telah berlaku dengan
sebuah lafazh, walaupun tidak diumumkan oleh hakim dan hilang miliknya wakif darinya walaupun barang tersebut masih ada ditangannya, demikian pendapat Syafii
yang diikuti oleh Imam Malik dan Imam Ahmad. Akan tetapi menurut Imam Abu Hanifah tidak akan berlaku wakaf itu apabila tidak terlepas dari milik wakif, apabila
hakim memberikan putusan dengan mengumumkan barang wakaf tersebut. Ini berarti menurut beliau bahwa benda wakaf akan berlaku apabila telah diumumkan oleh
hakim atau pengadilan. Kaitannya dengan hal diatas adalah dalam hukum Islam wakaf dianggap sah
apabila telah dilakukan sesuai dengan rukun dan syarat yang telah ditentukan. Selain itu tidak dikenal pula istilah pendaftaran dan sertifikat mengenai tanah wakaf yang
ditemukan dalam literatur fikih. Selain itu dalam hukum Islam tidak ada ketentuan khusus yang mengharuskan adanya pencatatan dan pendaftaran tanah wakaf.
Makanya tak heran jika umat Islam khususnya umat Islam di Indonesia dalam melakukan praktek wakaf ini hanya berdasarkan tradisi lisan, yaitu asas saling
kepercayaan antara wakif dan nazhir, dan faham seperti ini menndikasikan lugunya pemahaman muslim Indonesia saat itu yang mendasarkan praktek wakaf hanya
dengan tradisi lisan karena menganggap ketika tanah sudah diwakafkan berarti sudah
dianggap sebagai milik Allah semata yang siapa saja tidak akan berani mengganggu gugat tanpa seizin Allah
84
. Pemahaman
mengenai wakaf
masyarakat muslim Indonesia yang masih lugu tersebut memang sangat di pengaruhi oleh faham bermazhab masyarakat muslim
Indonesia yang mayoritas mengikut kepada mazhab Imam Syafi’i yang notabene mazhab yang dianut dan diikuti oleh masyarakat muslim negri ini sejak dahulu.
Seperti kita ketahui dalam mazhab Imam Syafi’i, wakaf dianggap sah apabila telah memenuhi rukun dan syaratnya tanpa adanya pencatatan, pernyataan lisan
secara jelas sharih menurut pandangan Imam Syafi’i merupakan bentuk dari pernyataan wakaf yang sah.
85
dan memang tak hanya mazhab Imam Syafi’i saja yang tidak mensyaratkan adanya pencatatan, Imam mazhab yang lainnya juga tidak
membahas atau mensyaratkan adanya pencatatan ketika membahas masalah wakaf ini. Tradisi wakaf seperti inilah tradisi lisan yang secara turun temurun dan sudah
mendarah daging dipraktekkan oleh masyarakat muslim Indonesia dalam melakukan kegiatan perwakafan, hingga terbitnya Peraturan Pemerintah Nomer 28 Tahun 1977
yang mengatur mengenai perwakafan tanah milik. Dalam peraturan pemerintah no.28 tahun 1977 tentang perwakafan tanah
milik diatur mengenai peraturan perwakafan tanah yang mengharuskan adanya pencatatan dan pendaftaran tanah wakaf, karena sebelum adanya PP tersebut praktek
84
Departemen Agama RI, Paradigma Baru Wakaf di Indonesia, Jakarta: Depag RI, Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Dirjen Bimas Islam, 2006 hal. 97
85
Achmad Djunaidi, dan Thobieb Al-Asyhar,. Menuju era Wakaf Produktif, Sebuah Upaya Progresif untuk kesejahteraan umat.
Jakarta: Mitra Abadi Press, 2006 hal. 48
wakaf masih menggunakan kebiasaan-kebiasaan keagamaan seperti melakukan wakaf hanya dengan lisan dan atas dasar saling percaya.
86
Akibat dari praktek wakaf seperti itu perwakafan tidak berkembang alias stagnan, bahkan banyak benda wakaf yang hilang atau bersengketa dengan pihak
ketiga akibat tidak adanya bukti tertulis ikrar wakaf, sertifikat tanah dan lain-lain.
87
Dengan adanya Peraturan Pemerintah ini, sebenarnya pemerintah pada waktu itu ingin mengatur kegiatan perwakafan tanah sekaligus sebagai upaya tertib hukum,
karena pemerintah menyadari besarnya potensi wakaf dan banyaknya masyarakat muslim Indonesia yang melaksanakan praktek wakaf tanah tanpa adanya pencatatan
dan pengadministrasian, disamping ingin menyediakan landasan atau payung hukum yang menaungi kegiatan wakaf, karena ini ada kaitannya dengan masalah agraria
yang mana terkait dengan hukum perdata sangat kompleks permasalahannya apabila tidak ada peraturan dan tertib hukum yang mengaturnya.
Dalam Peraturan Pemerintah tersebut dinyatakan keharusan adanya pencatatan ikrar wakaf yang diatur dalam pasal 9 ayat 1
Pasal 9 1 Pihak yang hendak mewakafkan tanahnya diharuskan datang dihadapan
Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf untuk melaksanakan Ikrar Wakaf.
88
86
Ibid, hal. 97
87
Ibid, hal, 98
88
Departemen Agama RI, Peraturan Perundangan Perwakafan, Jakarta: Dirjen Bimas Islam, Depag RI, 2006 hal.134
Setelah melakukan ikrar wakaf dihadapan PPAIW maka selanjutnya adalah pendaftaran tanah wakaf tersebut, hal ini diatur dalam bagian kedua dan pasal 10
Peraturan Pemerintah ini. Artinya setelah wakif tanah wakaf tersebut mengikuti serangkaian prosedur diatas maka bisa dikatakan tanah wakaf tersebut sah secara
hukum dan mempunyai kekuatan yang legal dimata hukum. Selain Peraturan Pemerintah Nomer.28 Tahun 1977 ini, ada peraturan yang
baru yang mengatur tentang perwakafan, yaitu Undang-undang Nomer 41 tahun 2004 tentang wakaf, dalam Undang-undang ini senada dengan PP Nomer.28 tahun 1977
tanah wakaf dikatakan sah apabila telah dicatat dan didaftarkan menurut prosedur dan peraturan yang berlaku hal ini sebagaimana tercantum dalam penjelasan UU ini
dalam bagian umum dijelaskan pada nomer 1 bahwa perbuatan hukum wakaf wajib dicatat dan dituangkan dalam akta ikrar wakaf dan didaftarkan dan diumumkan dan
pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan dengan tata cara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai wakaf dan harus
dilakukan.
89
Selanjutnya bagaimana status atau kedudukan tanah wakaf yang didaftarkan sebelum berlakunya Undang-undang Nomer 41 Tahun 2004 tentang wakaf ini?
Seperti dijelaskan dalam peraturan sebelumnya yaitu Peraturan Pemerintah nomer 28 tahun 1977 tentang wakaf tanah milik, dalam pasal 15 Bab VII dijelaskan bahwa
tanah wakaf yang terjadi sebelum terbitnya PP ini maka pendaftarannya dilakukan oleh nadzir kepada KUA setempat seperti pada prosedur ikrar wakaf dan
89
Ibid , hal. 36
pendaftarannya hal ini disebabkan karena tanah wakaf yang terjadi sebelum PP Nomer 28 Tahun 1977 ini, dilakukan hanya dengan kebiasaan secara lisan atas dasar
kepercayaan ini, mungkin secara hukum Islam sah tapi secara hukum positif belum sah karena tidak sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh PP ini, yaitu adanya
keharusan pencatatan dan pendaftaran tanah wakaf. Sedangkan menurut Undang-undang Nomer 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf,
dijelaskan bahwa status atau kedudukan tanah wakaf yang didaftarkan sebelum berlakunya Undang-undang ini apabila telah dicatatkan dan didaftarkan berdasarkan
peraturan yang berlaku pada saat itu yaitu Peraturan Pemerintah Nomer 28 Tahun 1977 dinyatakan sah sebagai wakaf dan secara hukum. Dan wajib didaftarkan paling
lama 5 tahun sejak Undang-undang ini diundangkan. Hal ini sesuai dan sebagaimana diatur dalam pasal 69 ayat 1 dan 2 pada BAB X tentang ketentuan peralihan
sebagai berikut : Pasal 69
1 Dengan berlakunya Undang-undang ini, wakaf yang yang dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
sebelum diundangkannya Undang-ndang ini, dinyatakan sah sebagai wakaf menurut undang-undang ini.
2 Wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat 1 wajib didaftarkan dan diumumkan paling lama 5 lima tahun sejak Undang-undang ini
diundangkan.
90
Dari pasal peralihan dalam UU Nomer 41 tahun 2004 ini, jelas sudahlah bahwa tanah wakaf yang didaftarkan sebelum berlakunya Undang-undang ini selama
tanah wakaf tersebut memang sudah terdaftar menurut peraturan yang berlaku pada saat praktek wakaf itu dilakukan adalah sah sebagai wakaf. Sebagaimana tertulis
dalam dalam ketentuan peralihan pasal 69 ayat 1 dan 2.