BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keberadaan bank syariah telah memberikan warna baru bagi pertumbuhan perbankan Indonesia. Sejak awal tahun 90-an dunia industri
perbankan Indonesia diramaikan oleh kemunculan bank-bank syariah yang berbasis bagi hasil tanpa pemberlakuan instrument bunga interest dalam setiap
transaksinya. Hal ini ditandai dengan kelahirannya Bank Muamalat Indonesia BMI pada tahun 1991 atas prakarsa Majelis Ulama Indonesia MUI, dan mulai
beroperasi pada Mei 1992. Sampai dengan April 2010
1
tercatat ada sembilan 9 Bank Umum Syariah BUS yang berbentuk institusi tersendiri dengan 918
kantor pelayanan, 25 Unit Usaha Syariah dari bank konvensional dan Bank Pembangunan Daerah serta ada 144 unit Bank Perkreditan Rakyat Syariah
BPRS yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Perkembangan industri perbankan yang semakin pesat ini
mengakibatkan timbulnya persaingan yang ketat antar bank untuk meraih tujuan yang sama, yaitu mencetak laba melalui pemenuhan kebutuhan nasabah. Bank
sebagai lembaga keuangan harus mampu memfungsikan dirinya sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
1
Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia, “Statistik Perbankan Syariah” artikel diakses pada Juni 2010 dari http:www.bi.go.id.
1
menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
2
Namun tidak hanya itu, terdorong oleh kecepatan arus globalisasi dan tuntutan gaya hidup bank juga harus mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan lain dari
nasabah, seperti efektivitas waktu dan kenyamanan. Pada dasarnya, setiap transaksi dapat menggunakan apapun yang dipakai
sebagai alat pembayaran. Sebelum diperkenal uang sebagai media pembayaran, transaksi dilakukan secara barter, yaitu pertukaran antara barang dengan barang.
Ini dinilai tidak efektif dilihat dari kualitas dan waktu, karena sulit mengukur nilai keseimbangan yang nyata antar sesama barang. Disini kemudian dimunculkan
uang sebagai jawaban atas segala kesulitan itu. Namun dalam perjalanannya, uang juga mengalami berbagai hambatan terutama jika penggunaannya dalam jumlah
besar. Hambatan yang ditimbulkan uang karena faktor keamanan dan efektivitas ruang dan waktu. Dimana kemudian ditemukan sarana pengganti uang tunai untuk
mengatasi segala hambatan-hambatan itu, juga diharapkan mampu meminimalisasi resiko yang ada tanpa mengurangi nilai uang itu sendiri.
Sebagai upaya untuk meminimalisasi resiko, sebagai sarana pengganti uang tunai kemudian dihadirkan beberapa alternatif. Salah satu diantaranya
adalah kehadiran kartu plastik yang diharapkan dapat menggantikan fungsi uang sebagai media pembayaran. Kartu plastik atau yang lebih dikenal sebagai kartu
kredit dan kartu debit ATM dapat dengan begitu cepat diterima oleh
2
Kasmir. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002,h.23.
masyarakat luas. Selain sebagai media pembayaran kartu plastik juga dapat difungsikan sebagai alat pembayaran tunai. Resiko atas uang tunai sedikit banyak
dapat diminimalisasikan dengan adanya kartu plastik sebagai pengganti uang. Penggunaan kartu plastik ini dirasakan lebih aman dan praktis untuk segala
keperluan.
3
Berangkat dari segala pertimbangan atas kebutuhan tersebut, setiap bank mencoba memberikan penawaran yang berbeda tentang produk kartu plastik
kepada nasabahnya. Dalam hal ini bank-bank syariah, salah satu di antaranya adalah Bank Muamalat Indonesia, menerbitkan sebuah produk kartu Shar-E,
pada tahun 2004. Kartu Shar-E adalah sebuah jasa layanan investasi syariah berbasis
teknologi yang mengkombinasikan akses investasi syariah, ATM dan Debit Card yang dapat diperoleh dengan mudah, aman dan tersedia pada jaringan Kantor Pos
di Indonesia. Peluncurannya dilakukan di Masjid Sunda Kelapa - Menteng, Jakarta Pusat, pada tanggal 10 Maret 2004. Hal ini dilakukan bukan tanpa alasan,
melainkan sebuah isyarat, bahwa kartu investasi ini selain canggih, aman, dan mudah, serta beroperasi atas dasar-dasar prinsip syariah dan dikelola oleh bank
pertama murni syariah, yaitu Bank Muamalat Indonesia.
4
Kemudahan untuk mendapatkan Kartu Shar-E dapat diperoleh di setiap jaringan kantor pos on-line. Hal ini memang sebelumnya telah terjalin kerjasama
3
Kasmir. Dasar-dasar Perbankan, cet.III, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004, h.170.
4
MODAL No. 18II - April 2004
antara pihak PT. Pos Indonesia dengan Bank Muamalat Indonesia mengenai pengiriman dana secara real time on-line di seluruh Indonesia. Kerjasama ini
bertujuan untuk memfasilitasi masyarakat untuk mengakses bank syariah walau tanpa keberadaan bank syariah itu sendiri.
5
Kantor PT. Pos Indonesia, sebagai mitra jaringan Bank Muamalat Indonesia yang menjadi tempat atau point of meeting bagi banyak masyarakat
dapat dimanfaatkan masyarakat untuk memperoleh kartu Shar-E , melalui gerai Muamalat atau kantor pos on-line. Saat ini PT. Pos Indonesia memiliki lebih dari
4.800 outlet dan ini merupakan jaringan terbesar yang ada di Indonesia.
6
Hal ini tentunya dapat mewujudkan apa yang menjadi tujuan utama dalam hal penyaluran
dan pemasaran kartu Shar-E, yang sudah pasti harus diimbangi dengan kualitas pelayanan atau Customer services yang memadai.
Berangkat dari hal itu, maka penulis berkeinginan menelaah, meneliti dan mengkaji lebih jauh tentang proses kinerja PT. Pos Indonesia dalam hal
penjualan kartu Shar-E, dalam skripsi yang berjudul :
“Analisis Kinerja PT. Pos Indonesia dalam Upaya Peningkatan Volume Penjualan Produk Shar-E; Studi Pada PT. Pos Indonesia Kanwil IV ”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah