Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Lembaga keuangan telah berperan sangat besar dalam pengembangan dan pertumbuhan masyarakat industri modern. Produksi bersekala besar dengan kebutuhan investasi yang membutuhkan modal besar tidak mungkin dipenuhi tanpa bantuan lembaga keuangan. Lembaga keuangan merupakan tumpuan bagi para pengusaha untuk mendapatkan tambahan modalnya melalui mekanisme kredit dan menjadi tumpuan investasi melalui mekanisme saving, sehingga lembaga keuangan memiliki peranan yang besar dalam mendistibusikan sumber-sumber daya ekonomi di kalangan masyarakat. 1 Bagitu juga peran lembaga keuangan bagi kalangan menengah ke bawah. Salah satu masalah kronis yang banyak menyita perhatian dunia adalah mengenai kemiskinan. Berbagai seminar dan pertemuan dilakukan dengan tujuan mengurangi atau bahkan menghilangkan kemiskinan di muka bumi ini. Data survei Badan Pusat Statistik BPS terlihat bahwa pada tahun 2010, sejumlah 31.023.400 atau sekitar 13,33 penduduk Indonesia masih dikategorikan miskin, meskipun dibanding tahun 2008 angka itu telah menurun yaitu berjumlah 34,96 juta jiwa atau sekitar 15,42. 2 1 Muhammad Ridwan, Manajemen BMT, Yogyakarta: UII Press, 2004, h. 51. 2 Data Badan Pusat Statistik BPS dalam berbagai tahun. Upaya penanggulangan kemiskinan terus digalakan salah satunya dengan memutus mata rantai kemiskinan melalui pemberdayaan kelompok dengan pengembangan microfinance, yakni suatu model penyedia jasa keuangan bagi masyarakat yang memiliki usaha pada sektor paling kecil yang tidak dapat mengakses jasa bank karena berbagai keterbatasannya. 3 Lembaga Keuangan Mikro Syariah LKMS dapat didefinisikan sebagai lembaga keuangan yang kegiatannya menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat yang bersifat profit atau lembaga keuangan Syariah non-perbankan yang sifatnya informal. Disebut informal karena lembaga ini didirikan oleh kelompok swadaya masyarakat yang berbeda dengan lembaga keuangan perbankan dan lembaga keuangan lainnya. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa Lembaga Keuangan Mikro Syariah LKMS adalah sebuah lembaga ekonomi rakyat, yang berupaya mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan ekonomi pengusaha kecil berdasarkan prinsip Syariah dan prinsip koperasi. 4 BMT Baitul Maal wat Tamwil atau padanan kata Balai Usaha Mandiri Terpadu adalah Lembaga Keuangan Mikro Syariah LKMS yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil, berusaha menumbuhkembangkan bisnis usaha mikro dan kecil, dalam rangka mengangkat derajat dan martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin. 5 3 Euis Amalia, Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam; Penguatan Peran LKM dan UKM di Indonesia, Jakarta: Rajawali Press, 2009, h. 2. 4 Peraturan Dasar dan Contoh AD-ART BMT, Jakarta: PINBUK, 2000, h. 1. 5 Materi Ke-BMT-an, Sumber: Disarikan dari Buku Saku PINBUKPKES. BMT melaksanakan dua jenis kegiatan, yaitu Bait al-Mal dan Bait at-Tamwil. Bait al-Maal adalah lembaga keuangan Islam yang memiliki kegiatan utama menghimpun dan mendistribusikan dana ZISWAHIB Zakat, Infaq, Shadaqah, Waqaf, dan Hibah tanpa adanya keuntungan non profit oriented. Penyalurannya dialokasikan kepada mereka yang berhak mustahik zakat, sesuai dengan aturan agama dan manajemen keuangan modern. 6 Sedangkan Bait at-Tamwil adalah lembaga keuangan Islam informal dengan orientasi keuangan profit oriented. Kegiatan utama dari lembaga ini adalah menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanantabungan dan menyalurkan lewat pembiayaan usaha-usaha masyarakat yang produktif dan menguntungkan sesuai dengan sistem ekonomi Syariah. 7 Dari asal katanya, koperasi berasal dari bahasa inggris, yaitu “co-operation” co = bersama; operation = usaha. Koperasi berarti usaha berama. Usaha bersama yang dimaksud adalah untuk mencapai tujuan bersama, untuk kepentingan dan kemanfaatan bersama. Dalam Undang-Undang No. 25 tahun 1992 tentang perkoperasian disebutkan bahwa koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan 6 Aries Mufti dan Muhammad Syakir Sula, Amanah bagi Bangsa: Konsep Sistem Ekonomi Syariah, Jakarta: Masyarakat Ekonomi Syariah, t.t., h. 199. 7 H. A. Djazuli dan Yadi Janwari, Lembaga-lembaga Perekonomian Umat: Sebuah Pengenalan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002, h. 183. hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. 8 Dalam perkembangan terakhir, sejak diberlakukannya Inpres No. 18 tahun 1998, berbagai macam atau jenis koperasi bermunculan sesuai dengan aspirasi masyarakat, antara lain: Koperasi Pondok Pesantren Koppontren, Koperasi Tani Koptan, Koperasi Wanita, Koperasi Agribisnis, Koperasi Syariah Kopsyah, Koperasi Serba Usaha, Koperasi Kredit, Koperasi di kalangan profesi akuntan, arsitek, pengacara, dokter dan lain-lain dan koperasi kelompok masyarakat tertentu. Salah satu Koppontren yang melakukan usaha agribisnis adalah Koppontren Al-Ittifaq atau sering dipanggil dengan Koppontren Alif. Usaha agribisnis yang dirintis sejak tahun 1997 oleh Pondok Pesantren Al-Ittifaq ini pada masa awal usahanya, hanya dengan memasarkan produk mereka ke pasar tradisional. Dengan berjalannya waktu, Koppontren Al-Ittifaq melihat peluang yang lebih baik jika memasarkan produk mereka ke pasar modern dengan harapan memperoleh keuntungan yang lebih besar. Keinginan mereka untuk dapat memasok sayuran ke pasar modern tidak serta merta menemui keberhasilan, tetapi terus bergerak maju. Pada tahun 1997, atas keberhasilannya menembus pasar modern, pesantren ini dijadikan sebagai pesantren percontohan pengembangan agribisnis dimana seleksi penetapannya dilakukan pada tahun 1996 oleh tim antar Departemen Departemen Agama, Departemen Pertanian, Departemen Koperasi dan Usaha Kecil dan 8 Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Kabupaten Bandung, Peraturan Perundang- undangan tentang Perkoperasian, 2005. Menengah, Departemen Dalam Negeri, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, serta Induk Koperasi Pondok Pesantren dan Pemda Tingkat I. Agribisnis menurut suku katanya berasal dari dua suku kata, Agri dan bisnis. Agri adalah pertanian sedangkan bisnis adalah usaha yang menghasilkan uang. Dengan demikian agribisnis berarti setiap usaha yang berkaitan dengan kegiatan produksi pertanian, yang meliputi pengusahaan input pertanian dan atau pengusahaan produksi itu sendiri atau pun juga pengusahaan pengelolaan hasil pertanian. Pertanian agriculture bukan hanya merupakan aktifitas ekonomi untuk menghasilkan pendapatan bagi petani saja. Lebih dari itu, pertanian agriculture adalah sebuah cara hidup way of life bagi sebagian besar petani di Indonesia. Oleh karena itu pembahasan mengenai sektor dan sistem pertanian selain harus menempatkan subjek petani sebagai homoeconomicus, sekaligus juga sebagai homosocius dan homoreligius. Konsekuensi pandangan ini adalah dikaitkannya unsur-unsur nilai sosial budaya lokal yang memuat aturan dan pola hubungan sosial, politik, ekonomi, dan budaya ke dalam kerangka paradigma pembangunan sistem pertanian. 9 Pemerintah berpandangan bahwa pembangunan agribisnis merupakan upaya sistemik yang dianggap ampuh untuk mencapai beberapa tujuan, antara lain: a. menarik dan mendorong sektor pertanian, b. menciptakan sektor perekonomian yang 9 Mubyarto dan Awan Santosa, Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Kritik terhadap Paradigma Agribisnis, http:ekonomirakyat.orgedisi-15artikel-7.htm diunduh pada 27 Juli 2011. tangguh, c. menciptakan nilai tambah, d. meningkatkan penerimaan devisa, menciptakan lapangan kerja dan e. memperbaiki pembagian pendapatan. 10 Berdasarkan survei kementrian pertanian, kebutuhan pembiayaan untuk pembangunan pertanian selama kurun waktu tahun 2005-2009, adalah sebesar Rp. 77,07 triliun harga konstan tahun 2000, atau rata-rata Rp. 14,4 triliun per tahun. Investasi tersebut diharapkan berasal dari pemerintah, swasta maupun masyarakat. Kebutuhan investasi menurut subsektor adalah: tanaman pangan Rp. 30,5 triliun dengan rata-rata Rp. 5,08 triliuntahun, hortikultura Rp. 9,92 triliun dengan rata-rata Rp. 1,98 triliuntahun, perkebunan Rp. 20,52 triliun dengan rata-rata Rp 4,1- triliuntahun, dan peternakan Rp. 16,12 triliun dengan rata-rata Rp. 3,22 triliuntahun. 11 Tingginya kebutuhan pembiayaan tersebut tentu harus direspon oleh berbagai kalangan, baik lembaga perbankan atau pun non bank seperti BMT dan Koppontren. Berdasarkan fenomena yang terjadi, penulis memandang perlu untuk meneliti perihal ini dengan fokus kajian Peran Lembaga Keuangan Mikro Syariah dalam Melakukan Pembiayaan di Sektor Agribisnis Studi Kasus BMT Miftahussalam Ciamis dan Koppontren Al-Ittifaq Bandung. 10 Bustanul Arifin, Analisis ekonomi Pertanian Indonesia, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2004, h. 154. 11 Renstra Kementerian Pertanian.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pembiayaan Lembaga Keuangan Mikro Syariah Terhadap Perkembangan Usaha Mikro Dan Kecil (Studi Kasus Koperasi Jasa Keuangan Syariah BMT Al-Fath IKMI, Ciputat, Kota Tangerang Selatan)

1 10 124

Konsep Pembiayaan KPRS (Kredit Perbaikan Swadaya Rumah) Mikro syariah Bersubsidi melalui lembaga keuangan mikro syariah : studi di BMT Husnayain

0 15 91

Strategi Pengembangan Pembiayaan Syariah di Sektor Mikro Agribisnis (Studi Kasus Bank Syariah Mandiri KCP Tajur, Bogor)

1 18 160

Program Pembiayaan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) dalam Peningkatan Kesejahteraan Pelaku Usaha Mikro (Studi Kasus BMT Syariah Baitul Karim, Bekasi)

0 9 52

KAJIAN PEMBIAYAAN SYARIAH PADA LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH MIKRO DI KABUPATEN KARANGANYAR

0 22 63

Peran Keuangan Lembaga Mikro Syariah untuk Usaha Mikro di Wonogiri

0 5 10

Lembaga Keuangan Mikro Syariah Berbasis Agribisnis

0 3 19

SISTEM APLIKASI KEUANGAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO AGRIBISNIS Sistem Aplikasi Keuangan Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis.

0 2 17

ANALISIS PERANAN PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO AGRIBISNIS (LKM-A) BERBASIS SYARIAH TERHADAP TINGKAT PENDAPATAN ANGGOTA (Studi Kasus : Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis Prima Tani Kecamatan Baso).

0 1 27

BAB II LANDASAN TEORI A. Dasar-Dasar Lembaga Keuangan Mikro Syariah - PERAN PEMBIAYAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH (LKMS) DALAM MEMBERDAYAKAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM) MASYARAKAT PERDESAAN DI KABUPATEN PRINGSEWU (Studi pada KJKS BMT El Ihsa

0 0 52