19
Tuthahhiruhum  yaitu  untuk  membersihkan  harta  mereka  dari  kotoran  kebakhilan, keserakahan,  kekejaman  dan  kezlaliman  terhadap  kaum  fakir  dan  miskin  dan
tuzakkiehim  yaitu  mensucikan  harta  itu  sendiri,  sehingga  ia  tumbuh  berkembang dengan penuh kebajikan dan keberkahan, baik dari moral dan amal yang membuatnya
bahagia di dunia dan akhirat. Perintah ini dilakukan agar di tengah masyarakat Islam tidak terjadi praktik-praktik di mana apa yang seharusnya menjadi hak kaum lemah,
fakir,  dan  miskin  dikuras  dan  diambil  oleh  orang-orang  kaya.  Untuk  menjaga  agar orang-orang kaya dan para pejabat tidak melakukan perbuatan korupsi, pengambilan
hak orang-orang-orang fakir dan miskin, Muadz diperintah oleh Rasulullah saw. agar menjaga kehormatan para hartawan yang telah mengeluarkan zakat dan shadaqahnya.
Rasulullah saw. juga mengingatkan orang-orang kaya yang tidak mau mengeluarkan zakat dan shadaqah, bahwa doanya orang-orang lemah, fakir miskin, dan orang-orang
yang teraniaya akan dikabulkan Allah swt. Jika perintah itu dapat terlaksana dengan baik maka kesejahteraan dan ketenteraman umat dapat dijaga dengan baik, sehingga
pelaksanaan perintah ibadah-ibadah yang lain dapat berjalan dengan baik dan lancar. Serta stabilitas ekonomi dapat berjalan dengan baik.
12
B. Syarat Wajib Zakat dan Mustahik Zakat
Sebelum  melaksanakan  ibadah  zakat,  ada  beberapa  syarat  yang  wajib  dipenuhi  agar kewajiban zakat dapat dibebankan kepada harta yang dipunyai oleh umat muslim dan
12
H.  Amin  Santoso,  “  Fungsi  Zakat  dan  Shadaqah”,  artikel  diakses  pada  3  Januari  2011  dari http:majalahnh.comindex.phphikmah90-fungsi-zakat-aamp-shadaqah.html
21
kepada  umat  Islam  itu  sendiri.  Ada  enam  syarat  wajib  zakat,  Islam,  Merdeka, Dimiliki secara penuh,  Mencapai Nishab,Haul dan Digembalakan di padang rumput
bebas.
13
Untuk memberi pemahaman yang jelas terhadap syarat-syarat wajib tersebut, penulis akan memaparkannya sebagai berikut :
1. Islam
Orang  Islam  yang  mempunyai  harta  yang  memenuhi  syarat-syarat  yang  ditentukan berkewajiban mengeluarkan zakat. Adapun orang kafir, maka jika ia adalah kafir asli
bukan  murtad  maka  tidak  ada  kewajiban  zakat  atasnya  berdasarkan  apa  yang terfahami  dari  ungkapan  Khalifah  Abu  Bakar  Al-
Shiddiq:  “Inilah  kewajiban  zakat sebagaimana  yang  d
itetapkan  oleh  Rasulullah  kepada  segenap  muslimin”.  Sebab, orang kafir tidak dituntut untuk menunaikannya karena statusnya sebagai orang kafir
ataupun  setelah  ia  masuk  Islam,  zakat  kedudukannya  sama  seperti  shalat.  Adapun orang yang murtad, maka kewajiban zakat tidak gugur karenanya, maka jika hartanya
telah genap 1 haul padanya, dan ia masih dalam keadaan murtad, maka zakat dalam hal ini ada khilaf ulama yang shahih adalah hartanya harus disita oleh pemerintahan
Islam,  maka  jika  ia  kembali  kepada  Islam  maka  wajiblah  ia  menunaikan  zakatnya, namun jika ia tetap dalam kemurtadannya maka tidak wajib ia tunaikan zakatnya.
14
2. Tentang Merdeka
13
Artikel diakses
pada tanggal
20 februari
dari http:hauzahrinjani.comadmindownloadKamis204-3-1020Keuangan20Publik20ZAKAT.pdf
14
Artikel diakses pada tanggal 20 februari dari http:hauzahrinjani.comadmindownloadKamis204- 3-1020Keuangan20Publik20ZAKAT.pdf
21
Maksudnya  zakat  tidak  wajib  atas  orang  yang  berstatus  budak,  sebab  ia  tidak memiliki  apapun  bahkan  dirinya  pun  adalah  milik  tuannya.  Dan  andaipun  ia
memiliki  harta  pada  tuannya  atau  pada  orang  lain  maka  yang  sebenarnya  adalah  ia tidak  memiliki  apapun.  Adapun  mudabbar  orang  yang  berstatus  ganda:  budak  dan
merdeka, dan ummul walad seorang budak yang melahirkan anak merdeka adalah sama seperti rumah tinggal, tidak kena zakat. Adapun mukatibmukatab budak yang
sedang  melakukan  perjanjian  kemerdekaan  juga  tidak  wajib  zakat  atasnya  sebab harta  kepemilikannya  adalah  lemah  statusnya,  dan  tuannya  pun  tidak  terkena
kewajiban zakat karenanya. Sebab, mukatib walaupun pada saat  yang sama ia boleh membelanjakan  hartanya  sendiri,  namun  ia  tidak  wajib  zakat.  Jika  budak  tersebut
telah merdeka dan ia memiliki sejumlah harta mencapai nishab, maka mulailah haul dihitung  sejak  saat  itu.  Jika  ia  tidak  mampu  untuk  menunaikan  zakatnya,  dan
kemudian harta itu menjadi milik tuannya, maka haulnya dihitung dari awal lagi sejak dipindah milikkan kepada tuannya tersebut. Oleh karena itu keharusan merdeka bagi
wajib zakat menafikan kewajiban zakat terhadap hamba sahaya.
15
3. Tentang Kepemilikan Penuh
Yang dimaksud dengan istilah ini adalah harta yang tidak ada di dalamnya hak orang lain  yang wajib dibayarkan. Atas dasar syarat ini seorang  yang memiliki  harta  yang
15
A. Rahman Ritonga, Zainuddin, Fiqh Sunnah, Jakarta, Gaya Media Pratama, cet ke-1,h. 178
22
cukup  satu  nisab,  tetapi  ia  masih  memiliki  hutang  pada  orang  lain  yang  jika dibayarkan  sisa  hartanya  tidak  lagi  mencapai  satu  nisb,  maka  dalam  hal  ini  tidak
wajib zakat padanya, karena hartanyabukanlah miliknya secara sempurna.
16
4. Tentang Nishab Standar Minimal Harta Wajib Zakat
Diantara  syarat  wajib  zakat  adalah  apabila  hartanya  telah  mencapai  satu  nisab.
17
Harta yang tidak termasuk dalam ketentuan wajib zakat adalah harta yang kurang dari nishab.  Maka,  tidak  ada  kewajiban  zakat  atas  kepemilikan  unta,  sapi,  kerbau,  dan
kambing, jika jumlahnya kurang dari nishab.
18
5. Tentang Haul Masa Putaran Satu Tahun
Adapun  haul  sebagai  syarat  berzakat,  maka  harta  yang  tidak  sampai  melewati  masa haul, baik harta itu mencapai nishab atau lebih, maka tidak wajib zakat, berdasarkan
sabda Rasulullah: “Tidak ada kewajiban zakat atas harta apapun jika tidak melewati masa putaran 1 haul.” HR. Abu Daud No. 1573, Ibnu Majah No. 1792, Imam Malik
No. 4 dan 6, dan beliau Abu Daud tidak mendhaifkannya, bahkan merupakan ijma‟ kesepakatan  tabiin  dan  fuqaha.  Demikian  dikatakan  oleh  Imam  Al-Mawardi,
walaupun  ada  beberapa  shahabat  menyelisihinya.  Disebut  haul  karena  maknanya
16
A. Rahman, Fiqh Sunnah, h.178
17
A. Rahman, Fiqh Sunnah, h.178
18
Artikel diakses pada tanggal 20 februari dari http:hauzahrinjani.comadmindownloadKamis204- 3-1020Keuangan20Publik20ZAKAT.pdf
23
adalah  perputaran  masa  selama  satu  tahun  atau  12  bulan.  Harta  yang  sudah  cukup senisab baru wajib dizakatkan jika sudah sampai setahun dimiliki.
19
6. Tentang Digembalakan
Syarat  zakat  berikutnya  adalah  digembalakan,  maksudnya  adalah  digembalakan  di padang rumput bebas. Dalilnya adalah berdasarkan surat keputusan Khalifah  I Abu
Bakar  Al- Shiddiq:  “Tentang  zakat  kambing,  yaitu  jika  digembalakan  di  padang
rumput  bebas,  berjumlah  minimal  40  ekor  hingga  120  ekor,  maka  zakatnya  adalah seekor kambing. Maka, riwayat ini menjadi dalil, yang bisa kita fahami, bahwa:
a. Hewan ternak yang tidak digembalakan namun dikandangkan tidak ada
zakatnya. b.
Hewan ternak yang dikandangkan pada mayoritas waktu dalam setahunnya, tidak ada zakatnya, karena penjagaan dan pemeliharaan.
c. Hewan ternak yang diternak selama setengah tahun 6 bulan atau kurang,
seukuran ia bisa hidup walaupun tidak digembala, yang tidak menimbulkan bahaya yang nyata, maka ia harus dizakati karena faktor
penjagaan dan pemeliharaan minim. d.
Hewan ternak yang tidak bisa hidup kecuali dengan diternak kandang atau sebaliknya, namun ada muncul bahaya yang nyata, maka tidak ada
zakatnya, karena besarnya upaya pemeliharaan dan penjagaan.
19
A. Rahman, Fiqh Sunnah, h.178
24
e. Kemudian, muncul khilaf ulama tentang jika hewan itu diternak kandang
tanpa disengaja. Jika disegaja untuk dikandang sehingga tidak digembala, maka tidak ada zakat, tanpa ada khilaf sedikitpun di kalangan ulama.
f. Ketahuilah bahwa jika hewan diternak kandang dengan tujuan
menghindari dinginnya salju, dan akan digembala jika memungkinkan pada waktu lainnya, maka tidak ada zakatnya karena sebab pemeliharaan
dan penjagaan.
20
Hewan  ternak  yang  digunakan  untuk  bercocok  tanam,  membajak  lahan  pertanian, maka tidak ada kewajiban zakatnya, karena digunakan untuk sarana keperluan hidup
dan  mata  pencaharian.  Hal  ini  sama  kedudukannya  dengan  pakaian  yang  dipakai. Maka, tidak ada perbedaan antara apakah hewan itu digunakan sendiri ataupun untuk
jasa rental transportasi, dan lain-lain. Adapun  tentang  mustahik  zakat  ada  8  golongan  yaitu  :  fakir,  orang  miskin,  amil
zakat,  orang  yang  dilunakkan  hatinya  muallaf,  hamba  sahaya,  orang  yang berhutang, orang yang berada di jalan Allah dan orang yang sedang dalam perjalanan
seperti yang termaktub dalam firman Allah surat At-Taubah ayat 60.
1. Fakir
20
Artikel diakses pada tanggal 20 februari dari http:hauzahrinjani.comadmindownloadKamis204- 3-1020Keuangan20Publik20ZAKAT.pdf
25
Fakir  ialah  orang  yang  mempunyai  usaha,  tetapi  tidak  mencukupi  untuk  keperluan sehari-hari. Pendapat ini dianut oleh Mazshab Hanafi dengan didasarkan firman Allah
SWT pada surat Al Balad ayat 16 :
 
 
“Atau orang miskin yang sangat fakir terhampar di debu S.90 ; Al Balad :  16 Menurut Maliki, Syafi‟i dan Hanbali yang dikutip oleh Arif Mufraini dalam bukunya
akuntansi  dan  manajemen  zakat  fakir  ialah  orang  yang  tidak  mempunyai  mata pencaharian.
21
Pendapat ini didasarkan firman Allah Swt yaitu surat al Kahfi ayat 79, yaitu :
 
 
 
 
 
 
 
 
 
“Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja
yang merampas tiap-tiap bahtera ” S.18 ; Al Kahfi : 79
Selain  berdasarkan surat al- Kahfi, Maliki, Syafi‟I dan Hanbali juga berpedoman pada
surat al-Baqarah ayat 273 yang berbunyi :
21
M.  Arief  Mufraini,  Lc.,  M.Si,  Akuntansi  dan  Manajemen  Zakat,  Jakarta,  PRENADA  MEDIA GROUP, 2006, Cet. Ke-2, h. 182
26
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
“Berinfaklah kepada orang-orang fakir yang terikat oleh jihad di jalan Allah mereka tidak dapat berusaha di bumi, orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya
karena  memelihara  diri  dari  meminta-minta.  Kamu  kenal  mereka  dengan  melihat sifat-sifatnya,  mereka  tidak  meminta  kepada  orang  secara  mendesak.  Dan  apa  saja
harta  yang  baik  yang  kamu  nafkahkan  di  jalan  Allah,  maka  sesungguhnya  Allah Maha Mengetahui
” S.2 ; Al Baqarah : 273 2.
Miskin Terdapat definisi  yang berbeda diantara mazhab  Hanafi dengan Maliki, Syafi‟i dan
Hanbali mengenai terminologi fakir. Begitu juga dengan definisi dari miskin. Mazhab Hanafi  mendefinisikan  miskin  ialah  orang  yang  tidak  mempunyai  mata  pencaharian
untuk  mencukupi  keperluan  sehari- hari  sedangkan  Mazhab  Maliki,  Syafi‟i  dan
Hanbali mendefinisikan miskin ialah orang yang mempunyai mata pencaharian tetapi tidak memadai untuk memenuhi keperluan sehari-hari.
Para  Fuqaha  menyebutkan  bahwa  pembicaraan  mengenai  fakir  tidak  akan  lepas dengan  golongan  kedua  dari  delapan  asnaf  yaitu  miskin.
22
Baik  fakir  dan  miskin memiliki pemahaman yang hampir sama.
3. Amalah Zakat
22
M.  Arief  Mufraini,  Lc.,  M.Si,  Akuntansi  dan  Manajemen  Zakat,  Jakarta,  PRENADA  MEDIA GROUP, 2006, Cet. Ke-2, h. 182
27
Amalah  zakat  ialah  mereka  yang  diangkat  oleh  penguasa  atau  oleh  badan  hukum perkumpulan  untuk  mengurus  zakat  mereka  itu.
23
Badan  ini  dibagi  kepada  empat bagian besar.
Bagian  pertama  dinamakan  jubah  atau su‟ah.  Pekerjaannya  pergi  mengumpulkan
zakat  dan  fitrah  dari  yang  wajib  mengeluarkanny a  dan  masuk  kedalamnya  ru‟ah
pengembala  binatang  zakat.  Bagian  kedua  adalah  khatabah  yang  pekerjaannya mendaftarkan  zakat  yang  diterima  dan  menghitungnya.  Bagian  ketiga  adalah
Qasamah pekerjaannya  adalah  mendistribusikan  zakat  kepada  segala  yang  berhak.
Bagian keempat disebut khazanah yang pekerjaannya menjaga atau memelihara harta zakat atau fitrah.
24
Adapun yang mengawasi dan mengendalikan pekerjaan mereka itu adalah penguasa, wakilnya atau perkumpulan yang mengangkat badan itu.
25
Dalam upaya optimalisasi sistem zakat sebagai salah satu proses redistribusi income, posisi  amil  dalam  kelompok  delapan  asnaf  memiliki  peranan  yang  luar  biasa
walaupun  cukup  unik.  Artinya,  bahwa  sistem  zakat  akan  banyak  sekali  mempunyai ketergantungan terhadap profesionalisme amil.
Secara  konsep  dapat  dipahami bahwa  dengan  semakin  tinggi  tingkat  keprofesionalan  amil  akan  semakin  tinggi
tingkat kesejahteraan para mustahik, khususnya amil, mengingat konsep fikih secara
23
Hasbi, Pedoman Zakat, h. 175
24
Hasbi, Pedoman Zakat, h. 175
25
Hasbi, Pedoman Zakat, h. 176
28
jelas  mencanangkan  bahwa  hak  mereka  adalah  12,5    atau  18  dari  harta terkumpul.
26
4. Riqab
Dalam kajian fiqih klasik  yang dimaksud dengan para budak dalam hal  ini menurut jumhur  ulama  adalah  perjanjian  seorang  muslim  budak  belian  untuk  bekerja  dan
mengabdi kepada majikannya, di mana pengabdian tersebut dapat dibebaskan bila si budak  belian  memenuhi  kewajiban  pembayaran  sejumlah  uang  ,  namun  si  budak
belian  tersebut  tidak  memiliki  kecukupan  materi  untuk  membayar  tebusan  atas dirinya tersebut.
27
Jadi  sangat  dianjurkan  untuk  memberi  zakat  kepada  golongan  riqab  untuk memerdekakan  diri  mereka  sendiri.  Seiring  dengan  berkembangnya  zaman,  maka
definisi tersebut sudah tidak relevan lagi digunakan pada masa sekarang. Sehubungan dengan adanya pelarangan secara syariat dan bahkan konteks sekarang sudah menjadi
isu pelarangan dalam skala internasional. Oleh sebab itu, penafsiran surat At Taubah : 60 masih terbuka untuk dikaji dan didalami ijtihadnya agar definisi dan pemahaman
riqab pada surat At Taubah : 60 dapat disesuaikan dengan konteks sekarang. Rasyid  Ridlha  dan  Muhammad  Syaltut  mensinyalir,  bahwa  pengertian  kata  riqab
dapat dialihkan kepada  kelompok atau bangsa  yang hendak memerdekakan diri dari penjajahan.  Untuk  pendapat  yang  satu  ini,  mungkin  globalisasi  dunia  pada  saat  ini
26
Mufraini, Akuntansi dan Manajemen Zakat, h. 192
27
Mufraini, Akuntansi dan Manajemen Zakat, h. 200
29
sudah  mempropagandakan  pembebasan  atas  penjajahan  satu  bangsa  dengan  bangsa lain di muka bumi.
Mungkin  pendapat  dari  Abd  al- Sami‟  al-Mishry  dalam  kitabnya  yang  berjudul  al-
muqawwimaat  al-iqtishad  al-Islamy dapat  dikatakan  yang  cukup  relevan  dengan
konteks  sekarang,  Abd  al- Sami‟  menganalogikan  budak  dengan  para  karyawan
memiliki upah yang minimum, sehingga dengan upah tersebut tidak dapat mencukupi kebutuhan  dharuriyah  dasar.
28
Upah  yang  diberikan  majikan  tidak  dapat  meng- cover
semua  kebutuhan  pokok.  Abd  al- Sami‟  berpendapat  demikian  didasarkan
sejarah  Islam  tentang  seseorang  yang  mengadukan  kepada  Amirul  Mukminin  Umar r.a  mengadukan  tentang  karyawannya  yang  melakukan  pencurian  atas  sebagian
hartanya. Sebelum mengambil keputusan, Umar r.a mencari keterangan tentang sebab terjadinya  pencurian.  Para  karyawan  melakukan  pencurian  tersebut,  karena  majikan
mereka tidak memberikan upah yang mencukupi kebutuhan pokok mereka, kemudian Umar  r.a  berkata  kepada  majikan  mereka  :  ”...jika  mereka  karyawan  kembali
melakukan pencurian maka aku akan memotong tangan kamu ”.
29
5. Muallaf
28
Mufraini, Akuntansi dan Manajemen Zakat, h. 201
29
Mufraini, Akuntansi dan Manajemen Zakat, h. 202
31
Yang dimaksud dengan golongan muallaf, antara lain adalah mereka yang diharapkan kecenderungan  hatinya  atau  keyakinannya  dapat  bertambah  terhadap  Islam,  atau
terhalangnya  niat  jahat  mereka  atas  kaum  muslimin,  atau  terhalang  akan  adanya kemanfaatan mereka dalam membela dan menolong kaum muslimin dari musuh.
30
6. Gharimin
Gharimin yang artinya orang-orang  yang terjerat lehernya atau terikat kebebasannya oleh hutang, sedang mereka tidak berdaya untuk membebaskan diri.
31
Menurut Mazhab Hanafi, gharim adalah orang yang mempunyai hutang dan dia tidak memiliki bagian yang lebih dari hutangnya.
Menurut  Imam  Malik  dan  Ahmad  ,  bahwa  orang  yang  mempunyai  hutang  terbagi kepada  dua  golongan.  Pertama  adalah  orang  yang  mempunyai  hutang  untuk
kemaslahatan dirinya sendiri dan kedua adalah orang yang mempunyai hutang untuk kemaslahatan masyarakat.
7. Fi‟Sabilillah
Fi‟Sabilillah  adalah  kalimat  yang  bersifat  umum,  mencakup  segala  amal  perbuatan ikhlas,  yang  dipergunakan  untuk  bertakarrub
kepada Allah ‟ Azza wa Jalla, dengan melaksanakan segala perbuatan wajib, sunnah dan bermacam kebajikan lainnya.
30
Salman  Harun,  Didin  Hafidhuddin,  Hasanuddin,  Hukum  Zakat,  PT.  Litera  Antarnusa  dan  Penerbit MIZAN, 1996, cet. Ke-4, h. 563
31
Lalu Khidir, Ibadah Zakat dan Masyarakat Pembangunan, PT. Bina Ilmu, 1981, cet ke-1, h. 65
31
Di antara para ahli tafsir ada yang berpendapat bahwa fi sabilillah itu mencakup juga kepentingan-kepentingan  umum  seperti  mendirikan  sekolah,  rumah-rumah  sakit  dan
lain sebagainya.
32
8. Ibnu Sabil
Ibnu  Sabil  adalah  segala  mereka  yang  kehabisan  bekal  dalam  perjalanan  dan  tidak dapat mendatangkan belanjanya dari kampungnya, walaupun ia orang  yang berharta
di kampungnya.
33
C. Dasar Hukum Zakat