33
“Pungutlah zakat dari kekayaan mereka untuk membersihkan dan mensucikan mereka dengannya dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu
mendatangkan ketentraman “. S.9 ; At Taubah : 103
D. Manajemen Zakat dalam Lintasan Sejarah Islam Klasik
1. Di Masa Rasulullah SAW
Pada masa awal Islam, yakni pada masa Rasulullah SAW
35
dan para sahabat, prinsip prinsip Islam telah dilaksanakan secara demonstratif, terutama dalam hal zakat yang
merupakan rukun Islam ketiga setelah syahadat dan shalat. Secara nyata, zakat telah menghasilkan perubahan ekonomi yang menyeluruh dalam masyarakat Muslim. Hal
itu sebagai akibat pembangunan kembali masyarakat yang didasarkan pada perintah Allah, baik dalam perkataan maupun dalam perbuatan. Jadi masyarakat dibimbing
menuju kehidupan cinta kasih, persaudaraan dan altruisme. Pada saat itu telah lahir generasi tanpa tandingan tidak hanya dalam sejarah Islam,
namun juga dalam sejarah umat manusia. Rasulullah SAW mendidik generasi tiada taranya ini melalui tangannya di satu sisi, dan di sisi lain menanamkan dalam hati dan
pikiran mereka ketaatan kepada Allah swt dan Rasul-Nya. Rasulullah SAW juga mendidik mereka agara terbebas dari dominasi dan perbudakan oleh milik pribadi.
35
M. Nazori Majid, Pemikiran Ekonomi Islam Abu Yusuf : Relevansinyadengan Ekonomi Kekinian, Yogyakarta : Pusat Studi Ekonomi Islam PSEI
– STIS Yogyakarta, cet-1, 2003, h. 174-175
34
Sehingga, mereka punya keinginan yang kuat dan mulia untuk gemar bekerja dan memperoleh keuntungan.
Keberhasilan Rasulullah SAW dalam mendidik masyarakat muslim tak lepas dari suri tauladan beliau yang hidup berdasarkan prinsip-prinsip yang dibawanya dan
berakhlak luhur dalam menjalankan aturan-aturannya, baik ketika sendiri maupun di depan umum. Kehidupan Rasulullah begitu sederhana dalam urusan makan dan
minuman. Beliau hidup seperti layaknya orang miskin.
36
Pada tahun kedua setelah Hijrah, sadaqah fitrah diwajibkan. Sadaqah ini diwajibkan setiap bulan Ramadanan. Semua zakat adalah sadaqah, sedangkan sadaqah wajib
disebut zakat. Zakat mulai diwajibkan pembayarannya pada tahun kesembilan Hijrah.
37
Zakat dan ushr
38
merupakan pendapatan yang paling utama bagi negara pada masa Rasulullah hidup. Zakat dan ushr merupakan kewajiban agama dan termasuk salah
satu pilar Islam. Pengeluaran untuk keduanya telah diatur dalam Alquran, sehingga pengeluaran untuk zakat tidak dapat dibelanjakan untuk pengeluaran umum negara.
Pada masa Rasulullah, zakat dikenakan pada hal-hal berikut:
36
Muhammad, Zakat Profesi : Wacana Pemikran Zakat Dalam Fiqih Kontemporer, Edisi I, Jakarta : Salemba Diniyah,2002, h. 34
37
M. Nazori Majid, Pemikiran Ekonomi Islam Abu Yusuf : Relevansinyadengan Ekonomi Kekinian, h. 177
38
Yaitu Bea Impor yang dikenakan Pada Semua Pedagang, dibayarkan Hanya Sekali Dalam Setahun Hanya Berlaku Pada Barang Yang Nilainya Lebih Dari 200 Dirham M. Nazori Majid, Pemikiran
Ekonomi Islam Abu Yusuf : Relevansinyadengan Ekonomi Kekinian, h. 178
35
a. Benda logam yang terbuat dari emas, seperti koin, perkakas, ornamen atau
dalam bentuk lainnya. b.
Benda logam yang terbuat dari perak, seperti koin, perkakas, ornamen tau dalam bentuk lainnya.
c. Binatang ternak: unta, sapi, domba, kambing.
d. Berbagai jenis barang dagangan termasuk budak dan hewan.
e. Hasil pertanian termasuk buah-buahan.
f. Luqta, harta benda yang ditinggalkan musuh.
g. Barang temuan.
39
Pencatatan seluruh penerimaan negara pada masa Rasulullah tidak ada karena beberapa alasan, yaitu:
a. Jumlah orang Islam yang bisa membaca sedikit dan jumlah orang yang
dapat menulis atau yang mengenal aritmatika sederhana lebih sedikit lagi. b.
Sebagian besar bukti pembayaran dibuat dalam bentuk yang sederhana baik yang didistribusikan maupun yang diterima.
c. Sebagian besar dari zakat hanya didistribusikan secara lokal.
d. Bukti-bukti penerimaan dari berbagai daerah yang berbeda tidak umum
digunakan. e.
Pada kebanyakan kasus, Ghanimah digunakan dan didistribusikan setelah terjadi peperangan tertentu.
39
M. Nazori Majid, Pemikiran Ekonomi Islam Abu Yusuf : Relevansinyadengan Ekonomi Kekinian, h. 180-181
36
f. Catatan mengenai pengeluaran secara rinci pada masa hidup Rasulullah
juga tidak tersedia, tetapi tidak bisa diambil kesimpulan bahwa sistem keuangan yang ada tidak dijalankan sebagaimana mestinya atau
membingungkan. Dalam kebanyakan kasus pencatatannya diserahkan pada pengumpul zakat dan setiap orang pada umumnya terlatih dalam
masalah pengumpulan zakat. Setiap perhitungan yang ada disimpan dan diperiksa sendiri oleh Rasulullah dan setiap hadiah yang diterima para
pengumpul zakat akan disita seperti yang terjadi pada kasus al-Lutbiga, pengumpul zakat dari Bani Sulaim, dan Rasulullah pun akan memberi
nasihat terhadap hal ini. Rasulullah sangat menaruh perhatian terhadap zakat terutama zakat unta.
40
Rasulullah adalah kepala negara pertama yang memperkenalkan konsep baru di bidang keuangan negara di abad ketujuh, yaitu semua hasil pengumpulan negara
harus dikumpulkan terlebih dahulu dan kemudian dikeluarkan sesuai dengan kebutuhan negara. Hasil pengumpulan itu adalah milik negara dan bukan milik
individu. Tempat pengumpulan ini disebut baitul maal atau bendahara negara. Semasa Rasulullah masih hidup, Masjid Nabawi digunakan kantor pusat negara
sekaligus menjadi tempat tinggalnya dan baitul maal.
41
40
M. Nazori Majid, Pemikiran Ekonomi Islam Abu Yusuf : Relevansinyadengan Ekonomi Kekinian, h. 181
41
M. Nazori Majid, Pemikiran Ekonomi Islam Abu Yusuf : Relevansinyadengan Ekonomi Kekinian, h. 180-182
37
Diungkapkan oleh Ibrahim, bahwa citra baik mengenai pengumpulan zakat semasa kehidupan Rasulullah dilakukan dengan cara mengumpulkan zakat perorangan dan
membentuk panitia pengumpulan zakat. Rasulullah juga memerintahkan kepada mereka para pejabat bagaimana berperilaku dan mempermudah urusan masyarakat.
Banyak diceritakan dalam haditsnya agar para pengelola zakat bekerja dengan baik dan tidak serakah hanya mengutamakan kepentingan diri dengan melupakan
kepentingan fakir miskin.
42
Pada masa Rasulullah, pendapatan baitul maal selain hewan disimpan di Masjid Nabawi, tetapi pada saat itu tidak ada uang tunai yang tersisa. Berapapun uang yang
masuk, langsung didistribusikan pada saat itu juga termasuk ketika baitul maal menerima uang sebesar 80.000 dirham dari Bahrain.
43
Qardhawi membagi perkembangan zakat pada masa awal Islam ke dalam dua periode, yaitu periode Makkah dan Madinah. Dikemukakan olehnya, bahwa bentuk
zakat pada periode Makkah adalah zakat tak terikat bisa dikatakan infaq, karena tidak ada ketentuan batas dan besarnya zakat yang dikeluarkan, tetapi diserakan saja
kepada rasa iman, kemurahan hati dan perasaan tanggung jawab seseorang atas orang lain sesama orang-orang yang beriman. Adapun pada periode Madinah, sudah ada
penegasan bahwa zakat itu wajib dan dijelaskan beberapa hukumnya. Karena, perhatian Islam pada periode Makkah adalah penanggulangan problem kemiskinan.
42
Muhammad, Zakat Profesi : Wacana Pemikran Zakat Dalam Fiqih Kontemporer, h. 34
43
M. Nazori Majid, Pemikiran Ekonomi Islam Abu Yusuf : Relevansinyadengan Ekonomi Kekinian, h. 180-185
38
2. Di Masa Sahabat Khulafa‟ur Rasyidin
a. Masa Pemerintahan Abu Bakar ash-Shiddiq
Setelah Rasulullah SAW wafat, khalifah pertama, Abu Bakar Ash-Shiddiq
44
diberkahi dengan wawasan mendalam tentang dasar-dasar dan hukum-hukum Islam. Beliau
menanamkan kepada umat Islam agar tidak membedakan antara shalat dan zakat, yakni orang yang shalat tetapi tidak berzakat karena zakat merupakan hak Allah atas
harta. Penerapan hukuman mati bagi orang-orang yang menolak membayar zakat di negara merupakan hasil pemikiran beliau. Karena, sepeninggal Rasulullah, banyak
umat Islam yang menjadi kafir dengan menyatakan akan melaksanakan shalat tapi tidak menunaikan zakat. Kemudian kelompok ini diperangi agar kembali mau
mengeluarkan zakat. Disebutkan oleh Ibrahim, bahwa Abu Bakar ash-Shiddiq mengikuti petunjuk
Rasulullah SAW berkenaan dengan sistem pembagian zakat di antara orang-orang muslim yang berhak menerimanya. Ia biasanya membagikan semua jenis harta
kekayaan secara merata tanpa memperhatikan status masyarakat Muhajirin dan Anshar. Sebagai tempat penampungan harta zakat, Khalifah memiliki sebuah baitul
maal di kampung al Sunh, yang ditinggal begitu saja tanpa penjagaan, karena semua
harta zakat selalu tersalurkan kepada orang yang berhak menerimanya tanpa sisa
44
Sebelum Menjadi Khalifah, Abu Bakar Tinggal di Sikh yang Terletak di Pinggir Kota Madinah tempat Baitul Maal dibangun. Abu Ubaidah ditunjuk sebagai penanggung jawab Baitul Maal.Setelah
6 bulan Abu Bakar Pindah ke Madinah dan Bersamaan Dengan Itu Sebuah Rumah dibangun Untuk Baitul Maal.
M. Nazori Majid, Pemikiran Ekonomi Islam Abu Yusuf : Relevansinyadengan Ekonomi Kekinian,
h. 183
39
sedikitpun. Ketika beliau pindah dari al-Sunh ke Madinah, harta itu juga dibawa ke Madinah dan disimpan dalam rumahnya.
45
Abu Bakar ash-Shiddiq sangat memperhatikan keakuratan penghitungan zakat. Seperti yang ia katakan kepada Anas seorang Amil, bahwa
„„jika seorang yang harus membayar satu unta betina berumur setahun sedangkan dia tidak memilikinya dan ia
menawarkan untuk memberikan seekor unta betina yang berumur dua tahun, hal tersebut dapat diterima. Kolektor zakat akan mengembalikan 20 dirham atau dua
kambing padanya, sebagai kelebihan pembayarannya. ‟‟
46
b. Masa Pemerintahan Umar bin al-Khattab
Umar bin al-Khattab, khalifah kedua, mengikuti langkah Rasulullah SAW dan khalifah pertama, Abu Bakar ash-Shiddiq, mengenai keuangan, zakat dan sedekah
dan kebijakan-kebijakan administrasi. Ia hidup sangat sederhana baik dalam hal makanan, minuman, pakaian, dan tempat tinggal. Bahkan ia cenderung hidup seperti
layaknya orang miskin ketimbang menjadi khalifah. Kebijakan Umar banyak diceritakan dalam haditsnya, bahwa zakat yang diberikan
haruslah harta yang bernilai sedang, bukan yang terbaik ataupun yang terburuk. Bila
45
Muhammad, Zakat Profesi : Wacana Pemikran Zakat Dalam Fiqih Kontemporer, h. 35
46
M. Nazori Majid, Pemikiran Ekonomi Islam Abu Yusuf : Relevansinyadengan Ekonomi Kekinian, h. 180-184
41
para pengumpul zakat yang diutusnya berlaku kurang adil, Umar sendiri yang turun tangan untuk memberikan hak kepada yang membutuhkannya.
47
Kontribusi Umar yang paling besar dalam menjalankan roda pemerintahan adalah dibentuknya perangkat administrasi yang baik. Ia mendirikan institusi administratif
yang hampir tidak mungkin dilakukan pada abad ketujuh sesudah masehi. Pada tahun 16 H, Abu Hurairah, Amil Bahrain, mengunjungi Madinah dan membawa 500.000
dirham kharaj.
48
Jumlah ini merupakan jumlah yang besar sehingga Khalifah mengadakan pertemuan dengan Majelis Syura untuk membicarakan masalah tersebut
dan kemudian diputuskan bersama bahwa jumlah tersebut tidak untuk didistribusikan, melainkan untuk disimpan sebagai cadangan darurat, membiayai angkatan perang,
dan kebutuhan lain untuk ummah. Untuk menyimpan dana tersebut, maka baitul maal reguler dan permanen didirikan untuk pertama kalinya di ibukota, kemudian
dibangun cabang-cabangnya di ibukota Propinsi. Abdullah bin Irqam salah seorang yang selama hidupnya Nabi menyimpan data mengenai suku-suku dan sumber airnya
serta keluarga Anshar ditunjuk sebagai pengurus baitul maal sama dengan menteri keuangan bersama dengan Abdur Rahman bin Ubaid Al-Qari serta Muayqab sebagai
asistennya. Setelah menaklukkan Syria, Sawad dan Mesir, penghasilan baitul maal meningkat kharaj dari Sawad mencapai seratus juta dinar dan dari Mesir dua juta
dinar.
47
M. Nazori Majid, Pemikiran Ekonomi Islam Abu Yusuf : Relevansinyadengan Ekonomi Kekinian, h. 180-184
48
Yaitu Pajak Tanah dipungut Dari Non Muslim Ketika Khaibar Ditaklukan M. Nazori Majid, Pemikiran Ekonomi Islam Abu Yusuf : Relevansinyadengan Ekonomi Kekinian,
h. 178
41
Baitul maal secara tidak langsung bertugas sebagai pelaksana kebijakan fiskal Negara
Islam dan Khalifah adalah yang berkuasa penuh atas dana tersebut, tetapi Khalifah tidak diperbolehkan menggunakan dana tersebut untuk pengeluaran pribadi.
Properti baitul maal dianggap sebagai „„harta kaum Muslim‟‟ sedangkan Khalifah dan
amil -amil-nya hanyalah pemegang kepercayaan. Jadi, merupakan tanggung jawab
negara untuk menyediakan tunjangan yang berkesinambungan untuk janda, anak yatim, anak terlantar, membiayai penguburan orang miskin, membayar utang orang-
orang bangkrut, membayar uang diyat untuk kasus-kasus tertentu dan untuk memberikan pinjaman tanpa bunga untuk urusan komersial.
49
Pendapatan yang diterima di baitul maal terbagi dalam empat bagian, sebagai berikut: 1
Pendapatan yang diperoleh dari zakat dan ushr yang dikenakan terhadap kaum Muslimin.
2 Pendapatan yang diperoleh dari khumus
50
dan sadaqah. 3
Pendapatan yang diperoleh dari kharaj, fai‟, jizya
51
,ushr dan sewa tetap tahunan tanah-tanah yang diberikan.
49
M. Nazori Majid, Pemikiran Ekonomi Islam Abu Yusuf : Relevansinyadengan Ekonomi Kekinian, h. 186-188
50
Ialah seperlima harta rampasan perang adalah untuk Allah dan Rasulnya dan untuk kerabat Rasul, anak yatim, orang yang membutuhkan dan orang yang dalam perjalanan M. Nazori Majid, Pemikiran
Ekonomi Islam Abu Yusuf : Relevansinyadengan Ekonomi Kekinian, h. 176
51
Pajak yang dibayarkan oleh Non-Muslim Untuk Perlindungan Jiwa M. Nazori Majid, Pemikiran Ekonomi Islam Abu Yusuf : Relevansinyadengan Ekonomi Kekinian,
h. 178
42
4 Berbagai macam pendapatan yang diterima dari semua macam
sumber. Dengan pengelolaan zakat yang profesional, Umar bin Khattab dapat memberikan
tunjangan kepada seluruh rakyat. Pembagian tunjangan dibagi sebagai berikut. Hazarat Aisyah dan paman Nabi Abbas masing-masing 12.000 dirham mata uang
perak. Istri istri Nabi selain Aisyah masing-masing 10.000 dirham. Hazarat Ali, Hasan, Husain, dan pejuang Badar masing-masing 5.000 dirham, bekas pejuang Uhud
dan migran ke Abyssinia masing-masing 4.000 dirham. Muhajirin dan Muhajirat sebelum kemenangan Makkah masing-masing 3.000 dirham, dan putra-putra pejuang
masing-masing 2.000 dirham. Orang-orang Makkah bukan Muhajirin diberi tunjangan 800 dirham, warga Madinah 25 dinar mata uang emas, muslim di Yaman,
Syria, dan Irak 200-300 dirham. Anak yang baru lahir dan yang diakui masing- masing 100 dirham. Sedangkan pensiunan muslim ditambah, gandum, minyak, madu,
dan cuka dalam jumlah tetap, kuantitas dan jenis barang berbeda di setiap daerah. Tunjangan ini berlaku sampai masa Abbasiah.
52
c. Masa Pemerintahan Utsman bin Affan
Pada zaman khalifah Utsman bin Affan, pengumpulan zakat tidak lagi dipusatkan pada khalifah. Karena, orang-orang sudah memiliki pandangan yang berbeda dalam
menyerahkan zakat, ada yang langsung kepada orang miskin dan ada pula yang menyerahkannya kepada para utusan Utsman. Di samping itu, daerah kekuasaan
52
Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Yogyakarta : PT Pustaka Pelajar, cet- I,2001, h.47-48
43
Islam sudah sangat luas sehingga pengaturan zakat ditangani oleh gubernur daerah masing-masing.
Utsman membolehkan pembayaran zakat dengan barang-barang yang tidak nyata seperti uang, emas, dan perak untuk langsung diberikan kepada yang membutuhkan.
Sementara untuk barang yang nyata seperti hasil pertanian, buah-buahan dan ternak dibayarkan melalui baitul maal, dan yang bertanggung jawab untuk sistem
pembagiannya adalah Zaid bin Tsabit. Jadi, Utsman tidak hanya mengikuti langkah dua khalifah pendahulunya, tetapi juga mampu meningkatkan pendanaan dan
menghormati perintah Umar r.a.
53
d. Masa Pemerintahan Ali bin Abi Thalib
Setelah wafatnya Utsman, Ali bin Thalib diakui sebagai khalifah terakhir. Walaupun pemerintahannya ditandai dengan kekacauan politik, namun hal ini tidak
menghalanginya untuk mengatur sistem kolektif dalam pengumpulan dan pembagian. Dengan kecerdasannya Ali r.a. mempunyai sudut pandang lain dalam menetapkan
persamaan jumlah dalam pembagian harta kekayaan. Dia menolak untuk membedakan status masyarakat di dalam pembagian harta dari baitul maal.
54
E. Manajemen Zakat