80
BAB IV PERANAN MANAJEMEN ZAKAT
TERHADAP PEMBERDAYAAN EKONOMI UMAT MENURUT DAWAM RAHARDJO
A. Urgensi
Tindakan-tindakan untuk mereduksi kesenjangan pendapatan dan kekayaan akan lebih berhasil jika diperkuat dengan pengaktifan sistem Islam
tentang zakat. Islam memerintahkan setiap muslim yang mempunyai kelebihan tertentu untuk membayar zakat sebagai proposi tertentu dari nilai bersih kekayaan
atau hasil pertanian yang dibagikan kepada fakir miskin. Sistem swasembada sosial ini, disamping berbagai upaya pembiayaan mandiri, dibentuk di masyarakat
modern untuk menyediakan perlindungan jaminan sosial bagi penganggur, kecelakaan, tunjangan hari tua, dan kesehatan.
1
Pembagian harta menurut syariat Islam, juga membantu mengurangi penyimpangan distribusi kekayaan.
Zakat yang arti literalnya adalah penyucian thaharah, pertumbuhan nama‟, keberkatan, barokah, pujian madh, secara teknik pada hakikatnya
adalah kewajiban financial seorang muslim untuk membayar sebagian kekayaan bersihnya atau hasil-hasil pertanian, jika kekayaan tersebut melebihi batas suatu
1
M. Umer Chapra, Islam and The Economic Challange, terjemah Ikhwan Abidin Basri : Islam dan Tantangan
Ekonomi,h. 271
81
kadar tertentu sebagai dari kewajiban keagamaan yang harus ditunaikan. Ia merupakan salah satu rukun Islam dan merefleksikan tekad untuk menyucikan
masyarakat dari penyakit kemiskinan, harta benda orang-orang kaya, dan pelanggaran terhadap ajaran-ajaran Islam yang terjadi karena tidak terpenuhinya
kebutuhan-kebutuhan pokok bagi setiap orang.
2
Manajemen Zakat mempunyai kontribusi bagi perekonomian ummat, mengapa hal tersebut dapat memberi nilai tambah? Hal ini dapat dikomparasikan
dengan ilmu dan hukum ekonomi yang disebut dengan nilai tambah value added.
Teori tersebut menyatakan meningkatnya daya beli konsumen terutama golongan ekonomi lemah, pasti meningkatkan pula kegiatan ekonomi dan
perdagangan yang juga dapat meningkatkan bagi pihak produsen. Maka dengan pemerataan distribusi harta yang berupa zakat yang diterima golongan ekonomi
lemah, yang selanjutnya digunakan dalam proses produksi dan aktivitas ekonomi lainnya.
Demikian pula keadaan orang yang mengeluarkan zakat, yang secara ekonomi harta zakat itu akan berputar secara simbiosis antara orang kaya dengan
orang miskin, dengan hal itu dapat meningkatkan income dan laju pertumbuhan ekonomi khususnya gol ekonomi lemah dan perekonomian suatu negara
umumnya. Melalui manajemen Zakat, Zakat dapat memberi efek positif dari
2
M. Umer Chapra, Islam and The Economic Challange, terjemah Ikhwan Abidin Basri : Islam dan Tantangan
Ekonomi, Gema Insani Press dan Tazkia Institute, 2000, hal. 271.
82
berbagai pihak multiplier effect yang akan menumbuh suburkan kehidupan sosial ekonomi masyarakat secara adil dan merata.
Pemikiran M. Dawam Rahardjo mempunyai urgensi terhadap Pemberdayaan Ekonomi umat Islam. Melalui pelaksanaan pembinaan
kelembagaan terhadap mushanifmustahiq oleh LPSMLP3SP3M Dawam menyelenggarakan pelatihan untuk penyuluhmotivator zakat bagi pemberdayaan
ekonomi umat Islam yang berfungsi untuk
3
: 1.
Kemampuannya menyediakan informasi tentang operasionalisasi zakat secara komprehensif.
2. Mengarahkan dan membina potensi muzakki dan mustahiq agar bisa
berinvestasi dan berbisnis dengan dana dari “zakat produktif”. 3.
Memberikan pengetahuan tentang sistem manajemen bimbingan dan
pengetahu an tentang beberapa macam “home industry” dan kegiatan yang
bersifat memberikan permodalan, baik berupa uang untuk modal utama, modal tambahan maupun modal berupa barang seperti peralatan, ternak, dan
lain-lain. 4.
Memberikan motivasi untuk berwiraswasta kepada para angkatan kerja dengan memberikan pengetahuan tentang berbagai macam ketrampilan seperti
menjahit, pertukangan, dan lain-lain.
3
Ahmad Qodri A. Azizy, Islam dan Permasalahan Sosial: Mencari Jalan Keluar
, Yogyakarta: LKiS, Cet. I, 2000, hlm.115-118
83
5. Memberikan motivasi untuk berniaga dengan memberikan pengetahuan tentang
usaha dagang. Sebab usaha dagang itu merupakan pekerjaan dan sekaligus sebagai lapangan kerja yang dapat menyerap para tenaga kerja.
Dengan adanya koordinasi dengan LPSM dana zakat yang diproduktifkan dapat dimanfaatkan secara efisien karena adanya bimbingan dari LPSM.
Selanjutnya, hal
yang perlu
dipikirkan adalah
bagaimana mengkoordinasikan organisasi penyelenggaran zakat pada tingkat nasional,
regional, maupun pemerintah. Sudah tentu pemberian zakat yang bersifat langsung tidak bisa dicegah misalnya saja di mana seseorang ingin memberi
zakat kepada keluarga sendiri selain ibu, bapak, anak, saudara dan kakeknenek atau yang ingin memberikan zakat kepada lembaga-lembaga sosial tertentu.
Karena itu harus diciptakan sistem rangsangan yaitu barangsiapa yang memberikan zakat kepada organisasi terdaftar maka pemberi zakat itu bisa
mendapat keringanan pajak. Di samping itu harus dibedakan antara organisasi masyarakat yang bisadiperbolehkan mengumpulkan zakat dengan organisasi
yang hanya bisa menerima zakat dari organisasi pengumpul zakat resmi. Dalam rangka untuk mengembangkan zakat berbagai langkahkegiatan
perlu dilakukan, yaitu
4
: 1.
Menyusun peraturan mengenai organisasi dan penyelenggaraan zakat secara
4
M. Dawam Rahardjo, Islam dan Transformasi Sosial-Ekonomi, hal 515- 517.
84
nasional. 2.
Membentuk lembaga permanen untuk melakukan penelitian dan pengembangan zakat.
3. Menyusun program pengembangan basis zakat dan penyuluhan zakat.
4. Menyelenggarakan pengkajian mengenai fikih zakat.
5. Menyelenggarakan penelitian sosial-ekonomi dalam rangka pendayagunaan
zakat. 6.
Membuat pilot proyek operasi zakat dengan memilih satuan-satuan negara, perusahaan Swasta, koperasi, bank, unit desa, unit kampung di kota-kota.
Pilot proyek ini dimulai dengan melakukan registrasi pembayar dan penerima zakat.
7. Menyusun statistik zakat.
8. Menyelenggarakan latihan untuk penyuluhmotivator zakat.
9. Membuat bulletin zakat yang berisikan karangan-karangan, hasil penelitian,
laporan keuangan, laporan proyek-proyek pendayagunaan zakat, laporan monitoring
dan evaluasi dan sebagainya. 10.
Membuat proyek perencanaan zakat. Dengan informasi yang diperoleh dari hasil penelitian, bisa pula
disusun organisasi-organisasi zakat. Sebaiknya satuan organisasi amil zakat, infak dan sedekah ini ada pada tingkat kabupaten dan kota. Satuan organisasi ini
memiliki cabang-cabangnya pada tingkat kecamatan. Cabang-cabang itulah yang memiliki tenaga-tenaga pengumpul zakat. Jika perlu, bisa pula disusun satuan
85
organisasi pada tingkat desa jika populasi pembayar zakat ternyata besar. Di samping itu, perlu pula disusun suatu dewan zakat pada tingkat propinsi dan
pusat. Badan amil pada tingkat kabupaten, pada hakikatnya, adalah organisasi pelaksana operasi zakat. Sedangkan badan tingkat propinsi lebih merupakan
dewan pertimbangan yang membahas kebijaksanaan zakat atau menyusun konsepsi-konsepsi rencana pengembangan dan pelaksanaan zakat. Badan tingkat
propinsi dan pusat ini perlu dilengkapi dengan bagian-bagian penelitian, pendidikan dan pengembangan.
Badan-badan ini bukanlah organisasi pemerintah, melainkan suatu organisasi semacam MUI, yang ketua dan pengurusnya adalah orang-orang
swasta, tokoh-tokoh organisasi keagamaan atau kemasyarakatan, walaupun dimungkinkan adanya orang pemerintah yang ditugaskan di dalamnya. Dengan
begitu, badan atau lembaga ini adalah milik masyarakat sendiri dan bukan aparat pemerintah. Walaupun demikian, lembaga dan badan ini bisa bekerja sama
dengan pemerintah, di samping memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga tersendiri. Sebagai lembaga yang berstatus demikian, tentu pemerintah
membantu sepenuhnya penyelenggaraan organisasi ini. Untuk menghindari kecenderungan birokratisasi pengembangan zakat dan proses pembangunan, perlu
pula dilakukan kerjasama dengan organisasi-organisasi kemasyarakatan sendiri, misalnya pondok-pondok pesantren, panti-panti asuhan, gerakan sosial, dan
sebagainya. Hal yang penting untuk diingat adalah, bahwa dana zakat hendaknya
86
bukan untuk memperkuat birokrasi pemerintah, melainkan untuk menumbuhkan keswadayaan dan kemandirian masyarakat sendiri.
5
Baitul-maal dalam skala ekonomi yang lebih besar memungkinkan
pelaksanaan manajemen zakat secara lebih efisien dan efektif, serta bisa merencanakan dampak sosial-ekonomi yang lebih luas dan kuat. Badan itu
memang harus bekerjasama dengan pemerintah daerah yang berfungsi membimbing, mengawasi dan memberi subsidi. Pemerintah juga bisa melatih
tenaga-tenaga profesional untuk manajemen. Untuk menghindari korupsi di institusi tersebut perlu ada sistem
pengawasan dari masyarakat. Baitul-maal tentu harus mengumumkan program- programnya secara luas, memberikan informasi kepada masyarakat dengan sistem
kerjanya, serta menyampaikan program tertulis kepada dewan pengawas board of directors
, dan juga menerbitkan buku-buku laporan kepada pemerintah dan masyarakat.
Kalau kita perhatikan, badan semacam ini tidak mengandung unsur paksaan. Sebab, siapa saja dapat mengirimkan zakat atau sedekahnya secara
sukarela. Hanya saja lembaga itu secara aktif melakukan kampanye, penyuluhan dan program motivasi, guna menarik deposito sebesar-besarnya. Dengan
mengumumkan programnya, para pembayar zakat merasa pasti bahwa zakat yang dibayarnya akan dipergunakan untuk kemaslahatan masyarakat. Dengan memiliki
5
M. Dawam Rahardjo, Perspektif Deklarasi Makkah: Menuju Ekonomi Islam, Bandung : MIZAN, cet. IV, 1994, hlm. 156-165.
87
“motif ekonomi” untuk masyarakat, pembayar zakat tidak akan kehilangan motivasi keagamaannya karena iman atau niat untuk beramal. Zakat juga dapat
diarahkan untuk mencapai kebajikan secara maksimal, yang hasilnya diumumkan kepada masyarakat secara terbuka.
Dengan melihat kedudukan zakat dalam Islam, tentunya zakat memiliki urgensi baik terhadap posisinya sebagai kewajiban kepada Tuhan maupun
meningkatkan kondisi sosio-ekonomi dengan lebih baik. Berdasarkan pendapat Dawam Rahardjo di atas, penulis melihat adanya
urgensi positif yang dapat dicapai sesuai dengan ketentuan Syariat seperti pemerataan pendapatan yang dapat dicapai dengan manajemen zakat yang baik.
Apabila lembaga-lembaga zakat telah terintegrasi dengan baik maka pemerataan pendapatan dapat lebih optimal karena tidak ada tumpang tindih dalam hal
pengumpulan maupun pendistribusian zakat, meningkatkan taraf hidup masyarakat miskin secara berkesinambungan, mereduksi hal-hal yang sifatnya
mubazir atau boros karena adanya pemahaman mengenai zakat produktif, serta dapat mendukung suatu mekanisme zakat yang lebih profesional dan terintegrasi
untuk dapat mengoptimalkan fungsi dan tujuan dari zakat yang pada akhirnya dapat mensejahterakan masyarakat secara berkesinambungan. Selain itu,
kerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat dapat lebih mengoptimalkan dana zakat yang diterima mustahiq, karena mustahiq dibimbing untuk melakukan
usaha yang tepat dan sesuai dengan keadaan lingkungan dan kemampuan mustahiq tersebut.
88
B. Relevansi