88
B. Relevansi
Hambatan yang paling serius bagi pembangunan yang berkeadilan adalah konsentrasi kepemilikan sarana-sarana produksi di negara-negara muslim, seperti
halnya juga diseluruh perekonomian yang merugikan pasar. Strategi Islam dalam hal  ini  sangat  berbeda  dari  strategi  yang  dipakai  oleh  sosialisme  yang  dalam
rangka menghapuskan ketidakadilan distribusional kapitalisme, telah menurunkan martabat  manusia  kepada  suatu  perbedaan  upah  yang  permanen  dan  juga
membunuh  inisiatif  dan  spirit  individu  untuk  melakukan  usaha  dengan  kolektif semua sarana produksi dan sentralisasi pembuatan keputusan.
6
Program bantu diri sosial yang diwakili zakat tidak seperti kewajiban sipil membayar  pajak.  Ia  merupakan  kewajiban  agama  yang  secara  mutlak  mengikat
dan diwajibkan oleh pencipta itu sendiri dan harus dibayarkan dari kekayaan yang telah  dia  berikan  karena  keutamaan-Nya  sebagai  amanah  yang  harus  dinikmati
bersama-sama dengan mereka yang kurang beruntung Q.S Al-Hadid: 7.
7
Penulis  menganalisa  dalam  melihat  relevansi  zakat  sebagai  instrumen pemberdayaan masyarakat terhadap sistem ekonomi di Indonesia. Dalam GBHN
memang  telah  dimasukan  rumusan  tentang  sistem  perekonomian.  Pertama-tama, memasukan  kembali  tiga  ayat  dalam  pasal  33  UUD  1945  yang  melukiskan
Demokrasi  Ekonomi.  Kedua,  memasukkan  pasal  lain  yang  dianggap  relevan,
6
Hasil Wawancara dengan M. Dawam Raharjo, Pada Tanggal 4 Januari 2011.
7
M.  Umer  Chapra,  Islam  and  The  Economic  Challange,  terjemah  Ikhwan Abidin basri : Islam dan Tantangan
Ekonomi,h. 271
89
yakni pasal 27 ayat 2 bahwa ”tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan p
enghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Tetapi ayat ini dirumuskan kembali hingga  menjadi  ”warga  negara  memiliki  kebebasan  dalam  memilih  pekerjaan
yang  dikehendaki  serta  mempunyai  hak  akan  pekerjaan  atau  penghidupan  yang layak bagi kemanusi
aan”.
8
Pada  dasarnya,  Sistem  Ekonomi  Indonesia  yang  intinya  Demokrasi Ekonomi  itu  dapat  dibagi  menjadi  2  aspek.  Pertama,  aspek  positif  dari  sistem
tersebut,  yang  pada  dasarnya  menempatkan  tiga  pelaku  ekonomi  utama  dalam sistem ekonomi , yaitu koperasi, sektor negara dan swasta, tentang peranan negara
serta hak-hak warga negara terhadap pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.  Kedua  adalah  aspek  negatif  yang  harus  dicegah,  yakni  bersifat
membatasi  pelaku-pelaku  ekonomi  dari  persaingan  bebas,  yakni  peranan  sektor negara  yang  mungkin  mendesak  atau  mendominasi  sektor-sektor  lain  dan
perkembangan  sektor  swasta  yang  ternyata  mendominasi  perekonomian  dalam bentuk monopoli kondisi pasar di mana ada satu penjual yang menguasai pasar
8
Dawam  Raharjo.  Ekonomi  Islam,  Ekonomi  Pancasila  dan  Pembangunan Ekonomi  Indonesia:
Etika  Ekonomi  Politik  Elemen  Strategis  Pembangunan Masyarkat Islam.
Surabaya: Risalah Gusti, 1997 hal. 116.
91
dan monopsoni kondisi di mana hanya ada satu pembeli tunggal yang menerima pasokan komoditi.
9
Sebenarnya ada satu pasal lagi dalam UUD ‟45 yang agaknya terluput dari rumusan GBHN,  yakni  pasal 34  yang berbunyi  : ” Fakir miskin  dan anak-anak
yang  terlantar  dipelihara  oleh  negara”.  Rumusan  ini  agaknya  dipengaruhi  oleh ajaran Islam yang sangat memperhatikan nasib anak yatim dan fakir miskin. Dan
pasal ini  seharusnya dimasukkan sebagai salah satu unsur sistem ekonomi, yakni tentang hak anak terlantar dan fakir miskin di satu pihak dan  peranan negara di
lain  pihak.  Tidak  dimasukkannya  kedalam  sistem  ekonomi,  karena  masalah  ini lebih banyak ditangani dan merupakan tanggung jawab derpartemen sosial. Tetapi
kini,  masalah-masalah  ini  makin  banyak  didekati  dari  sudut  ekonomi,  misalnya melalui berbagai program pengentasan masyarakat dari kemiskinan, dari berbagai
departemen dan kantor menteri negara.
10
Pertanyaan di atas mengajak kita untuk menengok pada bagian UUD 1945 yang memuat aspek-aspek yang lebih mendasar, yakni bagian pembukaan. Dalam
pembukaan  alinea  dua  tercantum  suatu  visi  kehidupan  berbangsa  dan  bernegara,
9
Dawam  Raharjo.  Ekonomi  Islam,  Ekonomi  Pancasila  dan  Pembangunan Ekonomi  Indonesia:
Etika  Ekonomi  Politik  Elemen  Strategis  Pembangunan Masyarkat Islam.
Surabaya: Risalah Gusti, 1997 hal. 117.
10
Dawam  Raharjo.  Ekonomi  Islam,  Ekonomi  Pancasila  dan  Pembangunan Ekonomi  Indonesia:
Etika  Ekonomi  Politik  Elemen  Strategis  Pembangunan Masyarkat Islam.
Surabaya: Risalah Gusti, 1997 hal. 117.
91
yang dapat ditangkap dengan istilah-istilah merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
11
Dari rumusan  yang tercantum dalam pembukaan  UUD 1945 itu kita bisa memetik  berbagai  istilah  yang  dapat  dikaitkan  dengan  tujuan-tujuan
kebijaksanaan ekonomi rumusan teoritis building di atas. Pertama istilah makmur dan  kesejahteraan  umum  dapat  dikaitkan  dengan  kemajuan  ekonomi.  Kedua,
istilah  adil  dan  keadilan  sosial  dapat  dikaitkan  dengan  keadilan  ekonomi.  Dan ketiga  pengertian  kebebasan  ekonomi  bisa  diacukan  pada  istilah  bebas  dan
kehidupan kebangsaan yang bebas atau mungkin juga istilah merdeka. Yang sulit dicari acuannya dalam pembukaan UUD 1945 di atas adalah pengertian stabilitas
ekonomi.  Mungkin  perwujudan  pengertian  bersatu  dan  berdaulat  dalam kehidupan ekonomi dapat menghasilkan stabilitas ekonomi.
12
Sebenarnya  konsep  pembangunan  berkesinambungan  tersebut  muncul sebagai  reaksi  dan  strategi  pembangunan  yang  dalam  praktik  dan  yang  terjadi
berorientasi  kepada  pertumbuhan  ekonomi  secara  berlebihan.  Strategi  ini  dapat dicapai  apabila  mengoptimalkan  konsep  zakat  yang  produktif,  sebagai  upaya
pemberdayaan  masyarakat  dan  pengentasan  kemiskinan,  sebab  Indonesia  yang
11
Dawam  Raharjo.  Ekonomi  Islam,  Ekonomi  Pancasila  dan  Pembangunan Ekonomi  Indonesia:
Etika  Ekonomi  Politik  Elemen  Strategis  Pembangunan Masyarkat Islam.
Surabaya: Risalah Gusti, 1997 hal. 118.
12
Dawam  Raharjo.  Ekonomi  Islam,  Ekonomi  Pancasila  dan  Pembangunan Ekonomi  Indonesia:
Etika  Ekonomi  Politik  Elemen  Strategis  Pembangunan Masyarkat Islam.
Surabaya: Risalah Gusti, 1997 hal. 119.
92
notabene mayoritas  Islam mempunyai potensi dana zakat  yang besar akan tetapi hal tersebut memerlukan syarat yaitu manajemen zakat yang baik dan sistematis.
Dengan demikian maka pemikiran Dawam mengenai manajemen zakat memiliki relevansi yang signifikan terhadap ekonomi Indonesia.
Setelah melihat berbagai konsep yang ditawarkan oleh Dawam Rahardjo, penulis  menganalisa  terdapat  kesesuaian  dengan  hukum  positif  ataupun  dasar
negara  Indonesia.  Seperti  yang  kita  ketahui  sistem  ekonomi  yang  dianut  oleh Indonesia  adalah  demokrasi  ekonomi  ekonomi  berbasis  kerakyatan.  Relevansi
yang  dapat  dilihat  terdapat  pada  UUD  tahun  1945  pasal  33  dan  pasal  34  serta pasal 27  ayat 2. Di dalam pasal-pasal tersebut terkandung mengenai pemerataan
terhadap pendapatan dan peningkatan  taraf hidup  yang layak  yang dapat  dicapai dengan  efektifitas  dari  sistem  zakat,  peran  negara  untuk  mengatasi  masalah
kemiskinan  dan  kaum  lemah  dimana  negara  sebagai  pelindung  masyarakat seharusnya  dapat  membuat  peraturan-peraturan  untuk  mengoptimalkan  zakat,
serta  keadilan  ekonomi  yang  berarti  tidak  diperkenankannya  dominasi  sektor- sektor  ekonomi  hanya  oleh  segelintir  pihak.  Selain  itu,  konsep-konsep  yang
ditawarkan  oleh  Dawam  Rahardjo  juga  tidak  tampak  bertentangan  dengan kebijakan-kebijakan  Rasulullah  SAW  beserta  sahabatnya.  Dalam  hal
kelembagaan,  pada  masa  Rasulullah  SAW  telah  terdapat  lembaga  pengumpul zakat  yaitu  Baitul  Maal.  Selain  itu  himbauan    pengupayaan  kemudahan
membayar  zakat  bagi  para  muzakki  yang  disosialisasikan  oleh  Raulullah  SAW kepada  para  pejabat  pemerintahan  merupakan  landasan  Dawam  dalam
93
pengorganisiran  pengefisiensian  dan  pengefektifan  dalam  hal  pembayaran  zakat. Semangat  penyadaran  pembayaran  zakat  yang  dilakukan  Dawam  Rahardjo  juga
sejalan  dengan  semangat  Abu  Bakar  ash-Shiddiq  meskipun  dengan  cara  yang berbeda. Pada zaman Abu Bakar, penyadaran dilakukan dengan cara yang ekstrim
dan tidak dapat diterapkan pada masa sekarang menurut Dawam Rahardjo.
13
Pada masa  Abu  Bakar,  penyadaran  dilakukan  dengan  cara  penerapan  hukuman  mati.
Dalam  hal  lembaga  pengumpul  zakat,  di  mana  Negara  bukan  satu-satunya lembaga  pengumpul  zakat  juga  telah  diterapkan  pada  masa  kepemimpinan
Utsman  Bin  Affan.  Pada  masa  itu  pengumpulan  zakat  sudah  tidak  dipusatkan kepada khalifah tetapi bisa secara langsung ataupun kepada utusan-utusan Utsman
seperti  yang  telah  dijelaskan  pada  Bab  II  halaman  44.  Dan  dalam  hal  yang merupakan inti pokok pandangan Dawam Rahardjo bagaimana zakat dapat benar-
benar  mereduksi  kemiskinan  yaitu  dengan  menerapkan  konsep  zakat  produktif yang saat ini masih terdapat pro dan kontra, telah di setujui atau di legalkan oleh
MUI  sesuai  dengan  fatwa  yang  disidangkan  pada  tanggal  8  rabiul  akhir  1402  H bertepatan  dengan  1982  tentang  mentasharufkan  dana  zakat  untuk  kegiatan
produktif  dan  kemaslahatan  umum.  Oleh  karena  itu  pemikran  Dawam  Rahardjo ini  menurut  penulis  sudah  sesuai  dan  sejalan  dengan  UU  Negara  dan  Hukum
Islam  serta  tata  cara  pelaksanaan  manajemen  Zakat  yang  dilakukan  oleh Rasulullah SAW dan sahabat-sahabatnya.
13
Hasil Wawancara dengan M. Dawam Raharjo, Pada Tanggal 4 Januari 2011
94
C. Implementasi