1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI adalah negara besar yang terdiri dari beribu-ribu pulau dan lautan yang membentang luas sebagai
penghubungnya. Wilayah Indonesia didiami oleh lebih dari 237 juta penduduk dari berbagai suku bangsa, agama dan budaya yang tersebar seluruh daerah
dari Sabang sampai Merauke. Jumlah penduduk yang besar ini, pemerintah selalu berusaha untuk terus meningkatkan pembangunan dan pemerataannya
di segala bidang agar terwujud kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat Indonesia yang sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat 3
yang menyatakan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat. Untuk mewujudkan pelaksanaan dan pemerataan pembangunan yang
berlangsung terus menerus dan berkesinambungan diperlukan anggaran yang memadai untuk menunjangnya. Anggaran tersebut berasal dari sumber-sumber
penerimaan negara yang dikelompokkan menjadi penerimaan dari sektor pajak, kekayaan alam, Bea dan Cukai, retribusi, iuran, sumbangan, laba dari
Badan Usaha Milik Negara dan sumber-sumber lainnya Suandy, 2009:2. Diantara sumber-sumber penerimaan negara tersebut, penerimaan dari sektor
2 pajak merupakan sumber penerimaan negara terbesar, seperti yang terdapat
dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN tahun 2009 yang dibuat oleh pemerintah. Berdasarkan APBN, penerimaan negara berasal dari
penerimaan dalam negeri terdiri dari penerimaan perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak dan hibah. Penerimaan dalam triliun rupiah dari sektor
pajak adalah sebesar RP. 725,8, dari sektor penerimaan negara bukan pajak adalah sebesar RP. 258,9 dan dari hibah adalah sebesar RP. 0,9.
Penerimaan dari sektor pajak merupakan sumber penerimaan negara yang senantiasa dapat diperbaharui sesuai dengan perkembangan sosial, ekonomi
dan politik yang berlangsung secara cepat di dalam masyarakat melalui pembaharuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Selain itu, pajak
juga merupakan sumber yang memberikan kesadaran masyarakat untuk berperan dalam pembangunan negara. Pemerintah terus berupaya untuk
mendapatkan pajak sebesar-besarnya dengan cara intensifikasi, ekstensifikasi pajak ataupun dengan penyempurnaan peraturan, teknis kemudahan dan
kesederhanaan dalam pembayaran atau pemungutan pajak. Penerimaan perpajakan dalam APBN adalah sumber penerimaan terbesar
negara dan Pajak Pertambahan Nilai PPN adalah sumber penerimaan pajak terbesar kedua setelah Pajak Penghasilan PPh. Menurut UU Nomor 42
Tahun 2009 tentang PPN dan PPn BM, PPN adalah pajak atas konsumsi barang dan jasa di dalam Daerah Pabean yang dikenakan secara bertingkat
disetiap jalur produksi dan distribusi. PPN merupakan pengganti Pajak Penjualan karena dirasa sudah tidak lagi memadai untuk menampung kegiatan
3 masyarakat dan belum mencapai sasaran kebutuhan pembangunan, antara lain
untuk meningkatkan penerimaan negara, mendorong ekspor dan pemerataan pembebanan pajak. Pajak Penjualan memiliki beberapa kelemahan, seperti
adanya pajak berganda, bermacam-macam tarif dengan sembilan macam tarif yang menimbulkan kesulitan pelaksanaannya, tidak mendorong ekspor dan
belum dapat mengatasi penyelundupan. Di sisi lain, PPN memiliki kelebihan, seperti menghilangkan pajak berganda, menggunakan tarif tunggal yang
memudahkan pelaksanaannya, netral dalam persaingan dalam negeri, netral dalam perdagangan internasional, netral dalam pola konsumsi dan dapat
mendorong ekspor Mardiasmo, 2008:273. Mengingat begitu besar dan pentingnya penerimaan perpajakan dalam
membiayai pembangunan, maka diperlukan upaya untuk menjaga dan meningkatkannya melalui faktor internal dan eksternal. Faktor internal
meliputi kebijakan dibidang perpajakan dan faktor eksternal meliputi perkembangan ekonomi makro, seperti pengaruh variabel ekonomi makro
yang terdapat dalam penelitian ini berupa inflasi dan nilai tukar rupiah. Karena fluktuasi ekonomi dapat mempengaruhi kestabilan penerimaan pajak
Wahyudi dkk., 2009:221. Faktor internal yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak DJP dalam
rangka mencapai target penerimaan pajak yang setiap tahun meningkat dalam APBN, langkah normatif yang diambil adalah melakukan intensifikasi pajak
dan ekstensifikasi pajak. Kedua jenis kebijakan tersebut dalam pelaksanaanya saling mendukung untuk meningkatkan sumber penerimaan dari berbagai jenis
4 pajak yang salah satunya adalah PPN Manurung et, al., 2001. Berdasarkan
Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-06PJ.92001, intensifikasi pajak adalah
kegiatan optimalisasi penggalian penerimaan pajak terhadap objek dan subjek pajak yang telah tercatat atau terdaftar dalam administrasi DJP dan dari hasil
pelaksanaan ekstensifikasi pajak, sedangkan ekstensifikasi pajak adalah kegiatan yang berkaitan dengan penambahan jumlah Wajib Pajak terdaftar dan
perluasan objek pajak dalam administrasi DJP. Pelaksanaan ekstensifikasi pajak yang bertujuan untuk meningkatkan
sumber penerimaan PPN seperti melalui kenaikan jumlah Pengusaha Kena Pajak PKP terdaftar. Menurut UU KUP Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 1 ayat
5, PKP adalah pengusaha yang melakukan penyerahan BKP danatau penyerahan JKP yang dikenai pajak berdasarkan UU PPN 1984 dan
perubahannya. Menurut Djuanda dan Lubis 2006:31, PKP berkewajiban untuk memiliki Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak NPPKP,
memungut PPN dan PPn BM yang terutang, menyetor PPN yang masih harus dibayar dalam hal Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan yang
dapat dikreditkan serta menyetorkan PPN yang terutang dan melaporkan perhitungan PPN dan PPn BM yang terutang.
Fluktuasi ekonomi yang pernah terjadi di Indonesia seperti krisis finansial global yang terjadi pada tahun 2008 menyebabkan menurunnya kinerja
perekonomian dunia secara drastis. Krisis tersebut dikarenakan adanya krisis likuiditas yang terjadi di Amerika Serikat memberikan dampak pada
perekonomian global termasuk Indonesia. Akibat yang dirasakan oleh
5 Indonesia dari krisis finansial global tersebut adalah pada tahun 2008 inflasi
meningkat tajam menjadi 11,06 yang sebelumnya tahun 2007 hanya sebesar 6,59 Badan Pusat Statistik, 2008. Pada 24 November 2008, nilai tukar
rupiah melonjak sebesar Rp. 12.462,00 1 US Bank Indonesia, 2009. Perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia, selain menyebabkan volume
perdagangan global pada tahun 2009 merosot tajam, juga akan berdampak pada banyaknya industri besar yang terancam bangkrut, terjadinya penurunan
kapasitas produksi, dan terjadinya lonjakan jumlah pengangguran dunia. Penurunan pertumbuhan ekonomi akan ditranmisikan ke dalam turunnya
penerimaan pajak Departemen Keuangan, 2009:5. Sasaran pembangunan ekonomi yang dibuat oleh pemerintah diarahkan
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dalam rangka memperluas lapangan pekerjaan dan mengurangi tingkat kemiskinan. Sasaran pertumbuhan ekonomi
yang diharapkan adalah pertumbuhan yang berkualitas, yaitu pertumbuhan yang dapat mendistribusikan pendapatan dan lapangan pekerjaan, sedangkan
percepatan perluasan lapangan pekerjaan diarahkan kepada peningkatan pertumbuhan sektor yang banyak menyerap tenaga kerja. Mengenai
penanggulangan kemiskinan, fokus sasaran adalah bagaimana meningkatkan pendapatan secara merata dan memberikan akses yang lebih luas bagi rakyat
untuk mendapatkan pendidikan, kesehatan, air bersih dan kebutuhan dasar lainnya. Sasaran pembangunan ekonomi yang dapat terwujud akan membantu
pemerintah dalam merealisasikan target penerimaan perpajakan. Untuk mendukung upaya pencapaian sasaran pembangunan ekonomi, terdapat
6 indikator ekonomi makro yang harus dijaga seperti yang terdapat dalam
penelitian, yaitu stabilitas indikator ekonomi inflasi dan nilai tukar rupiah Departemen Keuangan, 2008:1-3.
Indikator ekonomi yang pertama adalah inflasi, inflasi merupakan kenaikan tingkat harga keseluruhan Case dan Fair, 2004:58. Salah satu
fenomena yang dialami oleh perekonomian berbagai negara termasuk Indonesia adalah pengaruh inflasi, terutama untuk tingkat inflasi yang tinggi.
Inflasi mempengaruhi seluruh variabel makro ekonomi, seperti pertumbuhan ekonomi, eksporimpor, penabungan, tingkat bunga, investasi, distribusi
pendapatan dan penerimaan pajak Nersiwad, 2002. Menurut Sukirno 2004:354, kebijakan pemerintah untuk mengatasi
inflasi, berupa: kebijakan fiskal dengan menambah pajak dan mengurangi pengeluaran pemerintah, kebijakan moneter dengan mengurangi, menaikkan
suku bunga dan membatasi kredit serta dasar segi penawaran dengan melakukan langkah-langkah yang dapat mengurangi biaya produksi dan
menstabilkan harga, seperti mengurangi pajak impor dan pajak ke atas bahan mentah, melakukan penetapan harga, menggalakkan pertambahan produksi
dan menggalakkan perkembangan teknologi. Indikator ekonomi yang kedua adalah nilai tukar rupiah, menurut Murni
2006:244, nilai tukar exchange rate atau disebut juga kurs valuta asing foreign exchange rate adalah jumlah uang domestik yang dibutuhkan untuk
memperoleh satu unit mata uang asing. Ketika nilai tukar rupiah melemah akan mengakibatkan harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat akan
7 mengalami kenaikan. Kenaikan harga barang dan jasa akan mempengaruhi
tingkat konsumsi masyarakat secara umum. Hal tersebut akan secara langsung mempengaruhi penerimaan PPN karena PPN merupakan pajak atas konsumsi.
Menurut Edalmen 2000, ditinjau dari segi lalu lintas moneter internasional, fluktuasi kurs rupiah dapat mempersulit pembayaran hutang luar negeri
beserta bunganya, khususnya hutang yang telah jatuh tempo. Fluktuasi kurs rupiah juga berdampak terhadap kelangsungan APBN pada tahun berjalan.
Keadaan tersebut akan menyulitkan dalam menyusun perencanaan dan program pembangunan, terutama karena sukar meramalkan nilai kurs valuta
asing yang harus ditetapkan pada waktu periode perencanaan. Upaya
pengendalian fluktuasi
rupiah, pemerintah
sebaiknya memperhatikan berbagai faktor yang teridentifikasi kiranya alasan kuat juga
datang dari faktor non ekonomi, yaitu faktor politik, keamanan dan tegaknya hukum yang telah memberikan bobot tersendiri dalam melemahkan nilai tukar
rupiah ini. Oleh karena itu, tidak ada salahnya pemerintah juga memusatkan perhatian pada terciptanya iklim politik, situasi keamanan dan penegakan
hukum yang lebih kondusif Edalmen, 2000. Penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Salawati 2008, dengan
judul “Analisis Pengaruh Inflasi dan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Penerimaan PPN”. Penelitian dengan menggunakan statistik regresi linear berganda dan
data diolah dengan menggunakan program statistik SPSS. Hasil penelitian adalah inflasi dan nilai tukar rupiah berpengaruh terhadap penerimaan PPN
8 sebesar 27,4. Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Salawati adalah: 1. Variabel Independen
Variabel independen pada penelitian sebelumnya adalah inflasi dan nilai tukar rupiah, sedangkan variabel independen dalam penelitian ini
adalah inflasi, nilai tukar rupiah dan jumlah PKP. 2. Objek Penelitian
Objek penelitian dalam penelitian sebelumnya, yaitu Kantor Wilayah Kanwil DJP Jakarta Selatan yang terdiri dari 13 Kantor Pelayanan Pajak
KPP Pratama, sedangkan objek penelitian dalam penelitian ini adalah Kantor Pusat DJP yang memiliki unit kerja vertikal di daerah meliputi 31
Kanwil DJP seluruh Indonesia. 3. Periode Penelitian
Periode penelitian pada penelitian sebelumnya adalah tahun 2005 sampai dengan 2007 atau selama tiga tahun, sedangkan periode penelitian
dalam penelitian ini adalah tahun 2002 sampai dengan 2009 atau selama delapan tahun.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis ingin menganalisis pengaruh
inflasi, nilai tukar rupiah dan jumlah Pengusaha Kena Pajak PKP terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai PPN melalui penelitian yang berjudul
“Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar Rupiah dan Jumlah Pengusaha Kena Pajak PKP Terhadap Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai PPN
”.
9
B. Rumusan Masalah