Hasil Uji Hipotesis Pengaruh inflasi, nilai rupiah dan jumlah pengusaha kena pajak (PKP) terhadap penerimaan pajak pertambahan nilai PPN)

72 d. Hasil Uji Autokorelasi Menurut Santoso 2002, uji autokorelasi merupakan pengujian asumsi dalam regresi dimana variabel dependen tidak berkorelasi dengan dirinya sendiri, artinya bahwa nilai variabel dependen tidak berhubungan dengan nilai variabel itu sendiri, baik nilai periode sebelumnya atau nilai periode sesudahnya. Berdasarkan ketentuan uji autokorelasi dimana nilai DW berada di antara -2 dan +2 atau - 2DW+2 tidak terjadi autokorelasi, dengan diketahui nilai D-W sebesar 1,214 dari tabel 4.2, maka dapat disimpulkan tidak terdapat autokorelasi dalam model regresi.

2. Hasil Uji Hipotesis

a. Hasil Uji Koefisien Determinasi R 2 Uji koefisien determinasi dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen. Tabel 4.2 Hasil Uji Koefisien Determinasi Model Summary b Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson 1 .943 a .889 .885 1810327.617 1.214 a. Predictors: Constant, Jumlah_PKP, Inflasi, Kurs_Rupiah b. Dependent Variable: Penerimaan_PPN Sumber: Data sekunder yang diolah 73 Hasil output SPSS pada tabel 4.2, R menunjukkan korelasi berganda, yaitu korelasi antara dua atau lebih variabel independen terhadap variabel dependen. Nilai R berkisar antara 0 sampai 1, jika nilainya mendekati 1 maka hubungan semakin erat dan jika nialinya mendekati 0 maka hubungan semakin lemah. Nilai R sebesar 0,943 menunjukkan bahwa hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen adalah kuat atau erat. Uji koefisien determinasi Adjusted R Square menunjukkan seberapa besar variabel independen inflasi, nilai tukar rupiah dan jumlah PKP dapat menjelaskan variabel dependen Penerimaan PPN. Tabel 4.2 menunjukkan bahwa nilai koefisien Adjusted R Square sebesar 0,885 atau sebesar 88,5. Hal ini menunjukkan 88,5 variabel dependen penerimaan PPN dapat dijelaskan oleh variabel independen inflasi, nilai tukar rupiah dan jumlah PKP, sedangkan sisanya 100-88,5=11,5 dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain diluar model. b. Hasil Uji Statistik t Uji statistik t digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh masing-masing variabel independen secara individual terhadap variabel dependen yang diuji pada tingkat signifikansi 0,05. 74 Tabel 4.3 Hasil Uji t Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1Constant -5.685E6 2.809E6 -2.024 .046 Inflasi 414480.201 199869.126 .078 2.074 .041 Kurs_Rupiah -1182.829 348.435 -.148 -3.395 .001 Jumlah_PKP 55.690 2.388 1.013 23.323 .000 a. Dependent Variable: Penerimaan_PPN Sumber : Data sekunder yang diolah Hasil perhitungan koefisien regresi memperlihatkan nilai koefisien konstanta adalah sebesar -5,685E6. Koefisien nilai inflasi adalah sebesar 414.480,201 dengan tingkat signifikan sebesar 0,041. Koefisien nilai tukar rupiah adalah sebesar -1.182,829 dengan tingkat signifikan sebesar 0,001. Koefisien nilai jumlah PKP adalah sebesar 55,690 dengan tingkat signifikan sebesar 0,000. Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa semua variabel independen yang dimasukkan ke dalam model regresi adalah signifikan karena semuanya tidak melebihi 0,05 5 dan tingkat keyakinan sebesar 95. Berdasarkan tabel 4.3 maka dapat diperoleh model persamaan regresi sebagai berikut: Y = -5,685E6 + 414.480,201 X 1 - 1.182,829 X 2 + 55,690 X 3 + e 75 Keterangan: Y = Variabel Dependen Penerimaan PPN α = Konstanta β = Koefisien X 1 = Variabel Independen Inflasi X 2 = Variabel Independen Nilai Tukar Rupiah X 3 = Variabel Independen Jumlah PKP e = Error Nilai koefisien konstanta adalah sebesar -5,685E6 atau 5.685.000 menunjukkan bahwa jika variabel independen yaitu inflasi, nilai tukar rupiah dan jumlah Pengusaha Kena Pajak PKP bersifat konstan, maka penerimaan PPN akan bernilai negatif atau mengalami penurunan sebesar Rp. 5.685.000,00. Nilai koefisien inflasi positif sebesar 414.480,201 menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan tingkat inflasi sebesar 1, maka penerimaan PPN akan meningkat sebesar Rp 414.480.201.000. Sebaliknya jika terjadi penurunan tingkat inflasi sebesar 1, maka penerimaan PPN akan menurun sebesar Rp 414.480.201.000. Nilai koefisien nilai tukar rupiah negatif sebesar - 1.182,829 menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan nilai tukar rupiah sebesar Rp.1 atau terjadi depresiasi, maka akan mengurangi penerimaan PPN sebesar Rp. 1.182.829.000. Sebaliknya jika terjadi penurunan nilai tukar rupiah sebesar Rp. 1 atau terjadi apresiasi, maka penerimaan PPN akan meningkat sebesar Rp 1.182.829.000. Nilai 76 koefisien jumlah PKP positif sebesar 55,690 menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan jumlah PKP sebanyak 1, maka penerimaan PPN akan meningkat sebesar Rp. 55.690.000. Sebaliknya jika terjadi penurunan jumlah PKP sebanyak 1, maka penerimaan PPN akan menurun sebesar Rp. 55.690.000. Hasil Uji Hipotesis 1: Pengaruh inflasi terhadap penerimaan PPN Hasil uji t pada tabel 4.3 di atas, didapat t hitung untuk variabel inflasi sebesar 2,074 dengan tingkat signifikan sebesar 0,041 lebih kecil dari 0,05. Nilai t tabel sebesar sebesar 1,98896, sehingga dapat diketahui bahwa t hitung lebih besar dari t tabel 2,0741,98896. Oleh karena tingkat signifikansi di bawah 0,05 dan t hitung lebih besar dari t tabel, maka dapat disimpulkan bahwa variabel inflasi berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan PPN sehingga hipotesis Ha 1 diterima. Hasil ini mendukung dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa inflasi terbukti berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan PPN yang dilakukan oleh Salawati 2008. Hal ini dikarenakan jika terjadi kenaikan tingkat inflasi akan mempengaruhi harga jual barang dan jasa dimana harga jual barang dan jasa merupakan Dasar Pengenaan Pajak DPP PPN. Terjadinya kenaikan tingkat inflasi akan mengakibatkan harga jual barang dan jasa juga akan meningkat yang berarti DPP PPN juga meningkat. Meningkatnya DPP PPN akan berpengaruh langsung terhadap 77 besarnya penerimaan PPN yang juga akan meningkat. Penelitian yang dilakukan oleh Wahyudi dkk. 2009 serta Locarno dan Staderini 2008 juga menunjukkan bahwa inflasi berpengaruh terhadap penerimaan pajak. Hasil Uji Hipotesis 2: Pengaruh nilai tukar rupiah terhadap penerimaan PPN Hasil uji t pada tabel 4.3 di atas, didapat t hitung untuk variabel nilai tukar rupiah sebesar -3,395 dengan tingkat signifikan sebesar 0,001 lebih kecil dari 0,05. Nilai t tabel sebesar sebesar 1,98896, sehingga dapat diketahui bahwa t hitung lebih besar dari t tabel 3,3951,98896. Oleh karena tingkat signifikansi di bawah 0,05 dan t hitung lebih besar dari t tabel, maka dapat disimpulkan bahwa variabel nilai tukar rupiah berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan PPN sehingga hipotesis Ha 2 diterima. Hasil ini mendukung dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa nilai tukar rupiah terbukti berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan PPN yang dilakukan oleh Salawati 2008. Hal ini dikarenakan 70 bahan baku produksi Indonesia yang masih mengandalkan impor, jika terjadi depresiasi nilai tukar rupiah akan mengakibatkan lebih banyak jumlah rupiah yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan satu dollar. Oleh karena lebih banyak rupiah yang dibutuhkan untuk mendapatkan satu dollar, maka harga bahan baku produksi impor yang harus dibayar oleh Indonesia akan 78 menjadi lebih mahal yang secara otomatis akan meningkatkan jual barang dan jasa di masyarakat. Harga jual barang dan jasa yang mengalami peningkatan di masyarakat akan berpengaruh terhadap penurunan daya konsumsi masyarakat yang akan berpengaruh pula terhadap penurunan penerimaan PPN karena PPN merupakan pajak atas konsumsi barang dan jasa. Penelitian yang dilakukan oleh Hamzah dan Suryowibowo 2005 serta Agbeyegbe et, al., 2006 juga menunjukkan bahwa kurs berpengaruh terhadap penerimaan pajak. Hasil Uji Hipotesis 3: Pengaruh jumlah PKP terhadap penerimaan PPN Hasil uji t pada tabel 4.3 di atas, didapat t hitung untuk variabel jumlah PKP sebesar 23,323 dengan tingkat signifikan sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05. Nilai t tabel sebesar sebesar 1,98896, sehingga dapat diketahui bahwa t hitung lebih besar dari t tabel 23,3231,98896. Oleh karena tingkat signifikansi di bawah 0,05 dan t hitung lebih besar dari t tabel, maka dapat disimpulkan bahwa variabel jumlah PKP berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan PPN sehingga hipotesis Ha 3 diterima. Hasil ini mendukung dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa jumlah PKP terbukti berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan PPN yang dilakukan oleh Saepudin 2008 dan Aditya 2009. Hal ini dikarenakan PKP merupakan Wajib Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang 79 dikenai pajak berdasarkan UU PPN 1984 dan perubahannya. Penambahan jumlah PKP dapat ditempuh oleh DJP dengan cara melakukan ekstensifikasi pajak berdasarkan data-data internal maupun eksternal, sehingga jika terdapat PKP yang tidak melaporkan kegiatan usahanya dapat diterbitkan pengukuhan secara jabatan. Di mana terdapat atau bertambahnya jumlah PKP maka disitu terdapat penyerahan barang dan jasa yang dikenai pajak yang merupakan sebagai objek PPN. Semakin besar jumlah PKP maka akan semakin besar objek PPN yang berarti akan semakin besar pula penerimaan PPN. Penerimaan PPN juga dapat ditingkatkan oleh DJP melalui pelaksanaan intensifikasi pajak, yaitu dengan menguji kepatuhan PKP yang sudah terdaftar maupun dari hasil ekstensifikasi agar PKP tidak hanya terdaftar tetapi juga melaksanakan hak dan kewajibannya. c. Hasil Uji Statistik F Uji statistik F digunakan untuk mengetahui pengaruh semua variabel independen yang dimasukkan dalam model regresi secara bersama-sama terhadap variabel dependen yang diuji pada tingkat signifikan 0,05. Hasil uji F dari pengujian statistik regresi berganda disajikan pada tabel 4.4. 80 Tabel 4.4 Hasil Uji F ANOVA b Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 2.131E15 3 7.102E14 216.698 .000 a Residual 2.655E14 81 3.277E12 Total 2.396E15 84 a. Predictors: Constant, Jumlah_PKP, Inflasi, Kurs_Rupiah Sumber: Data sekunder yang diolah. Hasil uji F pada tabel 4.4 di atas, didapat F hitung sebesar 216,698 dengan tingkat signifikan sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05. Nilai F tabel sebesar sebesar 2,72, sehingga dapat diketahui bahwa F hitung lebih besar dari F tabel 216,698 2,72. Oleh karena tingkat signifikansi di bawah 0,05 dan F hitung lebih besar dari F tabel, maka dapat disimpulkan bahwa variabel inflasi, nilai tukar rupiah dan jumlah PKP berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap penerimaan PPN sehingga hipotesis Ha 4 diterima. Variabel independen inflasi, nilai tukar rupiah dan jumlah PKP berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap penerimaan PPN karena penerimaan pajak ditentukan oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi kebijakan dibidang perpajakan, seperti pelaksanaan ekstensifikasi pajak yang berkaitan dengan penambahan jumlah Wajib Pajak termasuk pula PKP. Faktor eksternal meliputi perkembangan ekonomi makro, seperti stabilitas indikator ekonomi makro inflasi dan nilai tukar rupiah. 81

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI

A. Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh inflasi, nilai tukar rupiah dan jumlah PKP terhadap penerimaan PPN yang terdaftar di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak DJP pada tahun 2002 sampai dengan 2009. Hasil pengujian yang dilakukan terhadap 85 sampel diperoleh sebagai berikut: 1. Inflasi berpengaruh positif secara signifikan terhadap penerimaan PPN. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Salawati 2008. Penelitian yang dilakukan oleh Wahyudi dkk. 2009 serta Locarno dan Staderini 2008 juga menunjukkan bahwa inflasi berpengaruh terhadap penerimaan pajak. 2. Nilai tukar rupiah berpengaruh negatif secara signifikan terhadap penerimaan PPN. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Salawati 2008. Penelitian yang dilakukan oleh Hamzah dan Suryowibowo 2005 serta Agbeyegbe et, al., 2006 juga menunjukkan bahwa kurs berpengaruh terhadap penerimaan pajak. 3. Jumlah PKP berpengaruh positif secara signifikan terhadap penerimaan PPN. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Saepudin 2008 dan Aditya 2009 yang menyatakan bahwa jumlah PKP berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan PPN. 82

B. Implikasi

Model teoritis yang dikembangkan dan diuji dalam penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi bagi pemahaman kita tentang pengaruh inflasi, nilai tukar rupiah dan jumlah PKP terhadap penerimaan PPN yang terdaftar di Kantor Pusat DJP. Hasil penelitian ini memiliki beberapa implikasi penting bagi pemerintah dan instansi Direktorat Jenderal Pajak DJP. 1. Inflasi berpengaruh positif secara signifikan terhadap penerimaan PPN dikarenakan jika terjadi kenaikan tingkat inflasi akan mempengaruhi harga jual barang dan jasa dimana harga jual barang dan jasa merupakan Dasar Pengenaan Pajak DPP PPN. Terjadinya kenaikan tingkat inflasi akan mengakibatkan harga jual barang dan jasa juga akan meningkat yang berarti DPP PPN juga meningkat. Meningkatnya DPP PPN akan berpengaruh langsung terhadap besarnya penerimaan PPN yang juga akan meningkat. Peningkatan penerimaan PPN yang dikarenakan meningkatnya tingkat inflasi dapat terjadi jika tingkat inflasi masih tergolong rendah, yaitu sebesar 0-10 per tahun. Tingkat inflasi yang masuk kategori berat 30-100 per tahun atau mungkin terjadi hiperinflasi 100 per tahun justru akan merusak perekonomian. Indonesia pernah mengalami hiperinflasi pada tahun 1960-an yang mencapai 650 dan pernah pula mengalami inflasi berat, yaitu mencapai 60 pada tahun 1998. Tingkat inflasi yang tinggi dapat merusak perekonomian dengan cara melambungnya harga-harga barang hingga sulit terjangkau oleh 83 masyarakat yang cenderung memiliki pendapatan tetap. Dalam keadaan yang demikian, tingkat kemakmuran masyarakatpun mengalami penurunan yang juga akan berpengaruh pada penurunan penerimaan pajak khususnya PPN yang dikarenakan menurunnya tingkat konsumsi masyarakat secara umum. Fluktuasi tingkat inflasi juga dapat mempengaruhi pencapaian sasaran pembangunan ekonomi yang diarahkan pada pertumbuhan ekonomi, yang mana pertumbuhan ekonomi ditransmisikan ke dalam penerimaan pajak. Tingkat inflasi yang stabil dan relatif rendah dapat mendukung pencapaian sasaran pembangunan ekonomi. 2. Nilai tukar rupiah berpengaruh negatif secara signifikan terhadap penerimaan PPN. Hal ini dikarenakan 70 bahan baku produksi Indonesia yang masih mengandalkan impor, jika terjadi depresiasi nilai tukar rupiah akan mengakibatkan lebih banyak jumlah rupiah yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan satu dollar. Oleh karena lebih banyak rupiah yang dibutuhkan untuk mendapatkan satu dollar, maka harga bahan baku produksi impor yang harus dibayar oleh Indonesia akan menjadi lebih mahal yang secara otomatis akan meningkatkan jual barang dan jasa di masyarakat. Harga jual barang dan jasa yang mengalami peningkatan di masyarakat akan berpengaruh terhadap penurunan daya konsumsi masyarakat yang akan berpengaruh pula terhadap penurunan penerimaan PPN karena PPN merupakan pajak atas konsumsi barang dan jasa. Fluktuasi nilai tukar rupiah juga dapat mempengaruhi pencapaian sasaran 84 pembangunan ekonomi yang diarahkan pada pertumbuhan ekonomi, yang mana pertumbuhan ekonomi ditransmisikan ke dalam penerimaan pajak. Nilai tukar rupiah yang stabil dan cenderung menguat terhadap mata uang asing dapat mendukung pencapaian sasaran pembangunan ekonomi. 3. Jumlah PKP berpengaruh positif secara signifikan terhadap penerimaan PPN. PKP merupakan Wajib Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan UU PPN 1984 dan perubahannya. Penambahan jumlah PKP dapat ditempuh oleh DJP dengan cara melakukan ekstensifikasi pajak berdasarkan data-data internal maupun eksternal, sehingga jika terdapat PKP yang tidak melaporkan kegiatan usahanya dapat diterbitkan pengukuhan secara jabatan. Di mana terdapat atau bertambahnya jumlah PKP maka disitu terdapat penyerahan barang dan jasa yang dikenai pajak yang merupakan sebagai objek PPN. Semakin besar jumlah PKP maka akan semakin besar objek PPN yang berarti akan semakin besar pula penerimaan PPN. Penerimaan PPN juga dapat ditingkatkan oleh DJP melalui pelaksanaan intensifikasi pajak, yaitu dengan menguji kepatuhan PKP yang sudah terdaftar maupun dari hasil ekstensifikasi agar PKP tidak hanya terdaftar tetapi juga melaksanakan hak dan kewajibannya dengan melakukan pemeriksaan .

C. Keterbatasan

Dalam penulisan ini, peneliti menyadari bahwa banyak terdapat keterbatasan sehingga menjadi kekurangan bagi penelitian ini. Keterbatasan 85 yang ada bukan semata-mata karena kesengajaan, bahan banyak sekali terdapat keterbatasan yang tidak disengaja. Dimana keterbatasan-keterbatasan dalam penelitian ini yaitu antara lain: 1. Periode penelitian ini sebelumnya dari tahun 1993-2007 atau selama 15 tahun, tetapi karena ketersediaan data perpajakan yang kurang memadai, maka peneliti melakukan penelitian pada tahun 2002 sampai dengan 2009 atau selama 8 tahun. 2. Sampel dalam penelitian ini sebelumnya 180 buah, tetapi periode penelitian hanya 8 tahun dengan unit data bulanan dan terdapat 11 data yang outlier, maka sampel dalam penelitian ini hanya 85 buah.

D. Saran

Berdasarkan implikasi yang telah dikemukakan di atas, terdapat beberapa saran dari peneliti untuk pihak yang terkait, seperti pemerintah dan Direktorat Jenderal Pajak DJP yang dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam pembuatan maupun pelaksanaan kebijakan yang telah dibuat, antara lain sebagai berikut: 1. Tingkat inflasi yang masih taraf aman untuk perekonomian dan juga tidak mengganggu atau mengurangi penerimaan negara dari sektor pajak adalah pada tingkat yang masih rendah, yaitu 0-10 per tahun. Namun jika sudah terjadi tingkat inflasi yang berat atau bahkan hiperinflasi akan dapat merusak perekonomian dan juga dapat mempengaruhi tingkat penerimaan pajak yang mengalami penurunan. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk selalu menjaga tingkat inflasi pada tingkat yang relatif 86 masih rendah. Upaya pemerintah dalam menjaga tingkat inflasi yang dapat dilakukan melalui kebijakan fiskal, yaitu dengan mengatur penerimaan dan pengeluaran pemerintah, menaikkan tarif pajak dan mengadakan pinjaman pemerintah. Upaya pemerintah dalam menjaga tingkat inflasi dapat pula dilakukan dengan kebijakan moneter melalui Bank Indonesia, yaitu dengan politik diskonto terhadap bank umum, politik pasar terbuka, menaikkan cash ratio dan kebijakan pemberian kredit. 2. Terjadinya depresiasi nilai tukar rupiah akan menaikkan harga-harga barang dan jasa yang akan dapat menurunkan daya beli masyarakat sehingga akan berpengaruh pada penerimaan PPN karena PPN merupakan pajak atas konsumsi. Untuk menjaga nilai tukar rupiah agar relatif menguat terhadap mata uang asing dan tidak berfluktuatif, pemerintah diharapkan mampu membuat kebijakan yang tepat dan mampu menjaga faktor-faktor dari non ekonomi yang memberikan bobot tersendiri dalam melemahkan nilai tukar rupiah. Faktor dari non ekonomi tersebut seperti terciptanya suatu iklim politik, kondisi keamanan dan tegaknya hukum yang lebih kondusif sehingga tidak terjadi pergelokan dan ketidakpastian di dalam masyarakat. 3. Semakin banyak jumlah PKP berarti semakin banyak penyerahan atas barang dan jasa yang dikenakan pajak yang merupakan objek PPN. Meningkatnya objek PPN akan meningkatkan pula penerimaan PPN. Oleh karena itu Direktorat Jenderal Pajak sudah seharusnya melakukan optimalisasi pelaksanaan ekstensifikasi dan intensifikasi pajak yang 87 bertujuan untuk peningkatan jumlah PKP juga untuk meningkatkan kepatuhan PKP yang telah terdaftar maupun dari hasil ekstensifikasi dengan melakukan pemeriksaan. Selain pengoptimalan ekstensifikasi dan intensifikasi pajak, Direktorat Jenderal Pajak juga perlu mempertimbangkan untuk merubah ketentuan peraturan pemeriksaan pajak yang hanya terfokus pada PKP yang melaporkan SPT Lebih Bayar dengan memperluas objek pemeriksaan juga pada PKP yang melaporkan SPT Nihil dan SPT Kurang Bayar. Hal tersebut akan dapat menghindari dampak negatif terhadap penerimaan PPN karena PKP akan berusaha menghindari pajak dengan melaporkan SPT Nihil atau SPT Kurang Bayar. 88 DAFTAR PUSTAKA Agbeyegbe, Terence D. et. all. “Trade Liberalization, exchange rate change and tax revenue in Sub-Saharan African ”. Journal of Asian Economics, 2006. Anonim. “Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Indonesia”. Artikel diakses pada tanggal 9 Desember 2010 dari www. wikipedia.com. Anonim. “Inflasi 2005-2010”. Data diakses pada tanggal 6 Desember 2010 dari www.bps.go.id. Anonim. “Kurs Kementerian Keuangan”. Data diakses pada tanggal 6 Desember 2010 dari www.ortax.org. Carare, Alina dan Danninger Stephan. “Inflation Smoothing and the Modest Effect of VAT in Germany ”. International Monetary Fund Working Paper, 2008. Case, Karl E dan Fair, Ray C. “Prinsip-Prinsip Ekonomi Makro”. Edisi Kelima, PT Indeks, Jakarta, 2004. Departemen Keuangan. “Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2008”. Diakses pada tanggal 6 Desember 2010 dari http:www.fiskal.depkeu.go.idpdf. “Mengatasi Dampak Krisis Global Melalui Program Stimulus Fiskal APBN 2009 ”. Diakses pada tanggal 6 Desember 2010 dari http:www.fiskal.depkeu.go.idpdf. Direktorat Penyuluhan Pelayanan dan Humas. “Pajak Pertambahan Nilai”. Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, 2009. . “Buku Panduan Hak dan Kewajiban”. Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, 2009. Djuanda, Gustian dan Lubis, Irwansyah. “Pajak Pertambahan Nilai Pajak Penjualan atas Barang Mewah”. Gramedia, Jakarta, 2006. Edalmen .”Fluktuasi Nilai Tukar Rupiah: Faktor Penyebab, Dampak dan Upaya Pengendaliannya”. Jurnal Ekonomi Fakultas Ekonomi Untar Vol. 01, 2000. Ghozali, Imam. “Aplikasi Multivariate dengan Program SPSS”. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2009. 89 Hamid, Abdul. “Buku Panduan Penulisan Skripsi”. FEB UIN Press, Jakarta, 2010. Hamzah, Muhammad Zilal dan Suyowobowo, Willy. “Pengaruh Kurs, IHSG dan Sertifikat Bank Indonesia Terhadap Penerimaan Negara Sektor Pajak ”. http:jurnal.pdii.lipi.go.id, 2005 Indriantoro, Nur dan Supomo, Bambang. “ Metodologi Penelitian Bisnis: Untuk Akuntansi dan Manajemen”. BPFE, Yogyakarta, 2002. Lipsey, Richard G. et. all. “Pengantar Makroekonomi”. Edisi Kedelapan, PT. Gelora Aksara Pratama, Jakarta, 1993. Locarno, Alberto dan Staderini, Alessandra. “La Relazione Tra Gettito Tributario E Quadro Macroeconomico in Italia”. No. 694, 2008. Mankiw, N. Gregory. “Makroekonomi”. Edisi Keenam, Erlangga, Jakarta, 2007. Manurung, Romulus, et. all. “Analisis Peluang dan Kendala Peningkatan Penerimaan PPN Dalam APBN, Studi Kasus: KPP”. Jurnal Kajian Ekonomi dan Keuangan Vol. 5 No. 2, 2001. Mardiasmo . “Perpajakan”. Edisi Revisi 2008, Andi Yogyakarta, Yogyakarta, 2008. Murni, Asfia. “Ekonomika Makro”. PT Refika Aditama, Jakarta, 2006. Nersiwad. “Pengaruh Inflasi Terhadap Nilai Riil Penerimaan Pajak Negara: Pendekatan Elastisitas dan Tax Collection Lags di Indonesia”. Jurnal Analisa Kebijakan Vol. 1 No. 1, Februari 2002. Paryan. “Pelatihan Perpajakan Brevet AB Modul Pajak Penghasilan Badan”. Pusat Pengembangan Akuntansi dan Keuangan, Jakarta, 2009. Pratomo, Wahyu Ario. “Teori Ekonomi Makro”. Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, Medan, 2006. Priyatno, Duwi. “5 Jam Belajar Olah Data Dengan SPSS 17”. Andi Yogyakarta, Yogyakarta, 2009. Rahardja, Prathama dan Manurung, Mandala. “Teori Ekonomi Makro Suatu Pengantar ”. Edisi Kedua, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 2004. Resmi, Siti. “Perpajakan Teori dan Kasus”. Buku 2 Edisi Kelima, Salemba Empat, Jakarta, 2009. 90 Salawati. “Analisis Pengaruh Inflasi dan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Penerimaan PPN pada Kanwil DJP Jakarta Selatan”. UIN, Jakarta, 2008. Saepudin. “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pajak Pertambahan Nilai PPN di Sumatera Utara”. USU, Medan, 2008. Santoso, Singgih. “SPSS Statistik Parametrik”. Gramedia, Jakarta, 2002. Suandy, Early. “Hukum Pajak”. Edisi Keempat, Salemba Empat, Jakarta, 2009. Sukardji, Untung. “Mengenal Lebih Dekat Pajak Pertambahan Nilai”. Jurnal Perpajakan Indonesia vol. 2 no. 7, 2003. Sukirno, Sadono. “Teori Pengantar Makro Ekonomi”. Edisi Ketiga, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004. Sunyoto, Danang. “Analisis Regresi dan Uji Hipotesis”. Media Pressindo, Jakarta, 2009. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-06PJ.92001 tentang Ekstensifikasi dan Intensifikasi Pajak. Todaro, Michael P. dan Smith, Stephen C. “Pembangunan Ekonomi”. Edisi Kesembilan Jilid 2, Erlangga, Jakarta, 2006. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Wahyudi, Eddi. dkk. “Dampak Fluktuasi Ekonomi Terhadap Penerimaan Pajak”. Jurnal Ekonomi IPB Vol. 6 No. 1, 2009. Waluyo. “Perpajakan Indonesia”. Buku 2 Edisi Kedelapan, Salemba Empat, Jakarta, 2009. 96 Variables EnteredRemoved b Model Variables Entered Variables Removed Method 1 Jumlah_PKP, Inflasi, Kurs_Rupiah a . Enter a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Penerimaan_PPN Model Summary b Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson 1 .943 a .889 .885 1810327.617 1.214 a. Predictors: Constant, Jumlah_PKP, Inflasi, Kurs_Rupiah b. Dependent Variable: Penerimaan_PPN ANOVA b Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 2.131E15 3 7.102E14 216.698 .000 a Residual 2.655E14 81 3.277E12 Total 2.396E15 84 a. Predictors: Constant, Jumlah_PKP, Inflasi, Kurs_Rupiah b. Dependent Variable: Penerimaan_PPN Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. Collinearity Statistics B Std. Error Beta Tolerance VIF 1 Constant -5.685E6 2.809E6 -2.024 .046 Inflasi 414480.201 199869.126 .078 2.074 .041 .962 1.039 Kurs_Rupiah -1182.829 348.435 -.148 -3.395 .001 .715 1.398 Jumlah_PKP 55.690 2.388 1.013 23.323 .000 .725 1.380 a. Dependent Variable: Penerimaan_PPN 97 Residuals Statistics a Minimum Maximum Mean Std. Deviation N Predicted Value 42084.45 1.95E7 9.39E6 5036225.075 85 Std. Predicted Value -1.856 2.006 .000 1.000 85 Standard Error of Predicted Value 2.010E5 1.569E6 3.508E5 177618.921 85 Adjusted Predicted Value -8.80E4 1.92E7 9.42E6 5055713.423 85 Residual -3.489E6 5.657E6 .000 1777706.429 85 Std. Residual -1.927 3.125 .000 .982 85 Stud. Residual -1.945 3.164 -.007 1.007 85 Deleted Residual -3.842E6 5.800E6 -3.529E4 1894586.667 85 Stud. Deleted Residual -1.980 3.359 -.002 1.026 85 Mahal. Distance .047 62.115 2.965 7.090 85 Cooks Distance .000 .846 .020 .092 85 Centered Leverage Value .001 .739 .035 .084 85 a. Dependent Variable: Penerimaan_PPN 98 93 Data Penelitian No. Inflasi Kurs Rupiah Jumlah PKP Penerimaan PPN 1 1.99 10325.61 307341 866764 2 1.50 10243.75 310583 24141 3 0.80 9193.23 319447 29140 4 0.36 8676.23 322305 50130 5 0.82 8776 325585 47784 6 0.29 8898.55 328895 53950 7 0.53 8885.27 331907 68565 8 0.54 9059.45 334933 79348 9 1.85 9111.77 337396 136161 10 1.20 8907.26 338951 1649829 11 0.80 8892.26 342731 4480456 12 0.20 8857.71 346109 1882418 13 0.15 8838.07 352812 3502989 14 0.21 8509.97 355916 3917115 15 0.09 8189.43 358879 4973534 16 0.03 8221.19 361960 4894563 17 0.94 8455.42 364748 4647385 18 0.36 8444.87 367731 4876981 19 0.55 8386.48 370626 6110351 20 1.01 8473.63 372621 5473364 21 0.94 8483.32 375302 8304838 22 0.57 8378.13 379049 8459317 23 0.36 8505.65 385841 5993312 24 0.97 8580.87 389009 6255444 25 0.88 8787.97 392007 5778771 26 0.48 9279.73 395126 7336015 27 0.39 9065.48 397679 6292234 28 0.09 9162 400351 6824024 29 0.02 9174.03 403017 6987633 30 0.56 9088.61 405617 7743561 31 0.89 9012.47 407528 6643180 32 1.04 9106.03 412555 10479699 33 1.43 9244.55 415678 7973569 34 1.91 9321.77 421879 7454301 35 0.34 9499.73 425111 7507881 36 0.21 9516.65 428163 7848390 37 0.50 9578.63 431344 8205425 94 38 0.78 9770.39 434246 8339014 39 0.55 9860.65 437556 9257162 40 0.69 10290.03 440663 10188641 41 8.70 10152.97 443419 9649809 42 1.31 10019.03 445228 8700051 43 1.36 9589.74 452062 8676629 44 0.58 9292.89 455985 8797050 45 0.03 9209.08 460076 9537545 46 0.05 9006.75 463655 8872060 47 0.37 8902.89 467674 9498411 48 0.45 9349.51 471927 9602981 49 0.45 9202.68 475339 10076502 50 0.33 9096.78 478731 10828312 51 0.38 9122.53 482219 11148727 52 0.86 9203.03 484604 10106191 53 0.34 9134.15 487803 11546240 54 1.21 9112.97 491016 16399525 55 1.04 9063.17 496169 9521312 56 0.62 9070.38 501181 8265069 57 0.24 9158.57 506212 10068161 58 0.10 8912.33 515793 10859840 59 0.23 8904.00 519497 10600718 60 0.72 9047.37 523403 11780783 61 0.75 9303.78 527208 13111695 62 0.80 9367.93 530596 12818380 63 0.79 9104.92 532723 12095181 64 0.18 9195.23 536036 14325853 65 1.10 9346.98 544241 19680446 66 1.77 9427.97 548995 13544463 67 0.65 9254.74 554282 13053189 68 0.95 9145.94 558844 14085951 69 0.57 9196.36 564625 14692438 70 1.41 9253.99 569217 15646002 71 2.46 9308.99 575682 17592350 72 1.37 9184.79 579864 17836309 73 0.51 9139.60 583565 17616808 74 0.97 9299.22 586922 18524062 75 0.45 9608.37 589755 16379997 76 0.12 11264.78 593331 16389655 77 0.21 11680.30 606667 12893745 78 0.22 11958.01 611747 14394912 95 79 0.04 10516.98 621350 14152372 80 0.11 10206.77 626540 15311854 81 0.45 10201.53 630992 16046689 82 0.56 9962.75 634935 15313951 83 1.05 9952.37 638256 15167619 84 0.19 9525.34 642419 17347564 85 0.33 9458.73 650574 23877135 Dalam Jutaan Rupiah Trade liberalization, exchange rate changes, and tax revenue in Sub-Saharan Africa Terence D. Agbeyegbe a , , Janet Stotsky b , , Asegedech WoldeMariam b a Department of Economics, Hunter College and The Graduate Center, City University of NY, NY, United States b International Monetary Fund, Washington DC, United States Received 19 May 2005; received in revised form 31 August 2005; accepted 2 September 2005 Abstract Empirical evidence on the relationship between trade liberalization, exchange rates, and tax revenue is mixed. This paper examines these linkages anew, using a methodology similar to that of Adam et al. [, Adam, C., Bevan, D., Chambas, G. 2001, Exchange rate regimes and revenue performance in Sub-Saharan Africa, Journal of Development Economics, 64 , 173–213]. Using a panel of 22 countries in Sub-Saharan Africa, over 1980–1996, we perform Generalized Method of Moment regressions to test this relationship. We find evidence that the relationship between trade liberalization and tax revenue is sensitive to the measure used to proxy trade liberalization, but that, in general, trade liberalization is not strongly linked to aggregate tax revenue or its components—though with one measure, it is linked to higher income tax revenue. Currency appreciation and higher inflation show some linkage to lower tax revenues or its components. These results are consistent with previous findings, and support the notion that trade liberalization accompanied by appropriate macroeconomic policies can be carried out in a way that preserves overall revenue yield. 2006 Elsevier Inc. All rights reserved. JEL classification: F4; H2; H87; O24 Keywords: Trade liberalization; Exchange rates; Tax revenue; Sub-Saharan Africa 1. Introduction Trade liberalization has frequently been the centerpiece of an economic development strategy in Sub-Saharan Africa. Trade liberalization often entails a reduction and unification of tariffs and relaxation of quantitative barriers, and may be accompanied or supported by currency Journal of Asian Economics 17 2006 261–284 Corresponding authors. E-mail addresses: tagbeyeghunter.cuny.edu T.D. Agbeyegbe, jstotskyimf.org J. Stotsky. 1049-0078 – see front matter 2006 Elsevier Inc. All rights reserved. doi:10.1016j.asieco.2005.09.003 devaluation and domestic tax reform. On devising a program of liberalization, policymakers are often hindered in forecasting tax revenues because of the uncertainty regarding the effects of trade liberalization and exchange rate changes on fiscal outcomes. The relationship between trade liberalization, the exchange rate, and tax revenue is therefore an issue of great practical importance. This paper examines this relationship in Sub-Saharan Africa. We probe the following questions in this paper: 1. What is the relationship between trade liberalization and tax revenues? Does increased trade liberalization lead to a reduction in tax revenues through its effect on taxes from international trade or other taxes, controlling for accompanying macroeconomic changes? 2. Is the relationship sensitive to the index of liberalization adopted? Is the relationship sensitive to the econometric specification adopted? 3. What is the relationship between exchange rate changes and tax revenues? Does devaluation or currency depreciation increase or decrease tax revenue? 4. Are there any differences between the CFA franc the currency used by a group of countries in West and Central Africa and non-CFA franc countries in the revenue response of different types of taxes to trade liberalization changes? There are two strands of work that this paper draws upon: one examining the relationship between trade liberalization and tax revenue and the other examining the relationship between exchange rate changes and inflation and tax revenue or fiscal outcomes, more generally. Since trade liberalization is often accompanied by currency devaluation and higher inflation, a thorough empirical investigation should consider the simultaneous relationship between trade liberalization and changes in macroeconomic variables and revenues. 1 Section 2 outlines some theoretical considerations and reviews previous empirical work in this area. Section 3 describes the data and empirical methodology. Section 4 presents the results. Section 5 concludes. Appendix A describes the data set. 2. Theoretical considerations and review of empirical work Trade liberalization is mainly thought to be linked to tax revenue through its effect on international trade tax revenue, though the precise relationship depends on several variables, including the nature of trade liberalization and the response of imports and exports to liberalization. Often the first step in trade liberalization is the replacement of quantitative barriers with import duties. This could result in higher trade tax revenue depending on the level of duties that are set and the change in the value of imports in response to the liberalization measures. Trade liberalization ultimately leads to the reduction of import duties, and thus would be likely to be linked to reduced international trade tax revenue Ebrill, Stotsky, Gropp, 1999 discuss these issues. The relationship between trade liberalization and tax revenue, including domestic revenue, is also uncertain and depends on a number of factors, including the structure of the tax system and administrative capabilities Ebrill et al., 1999 ; Keen Ligthart, 2002 . Often trade liberalization is accompanied by the introduction of a value-added tax VAT or other significant domestic tax policy changes. T.D. Agbeyegbe et al. Journal of Asian Economics 17 2006 261–284 262 1 Warcziarg and Welch 2003 , Greenaway, Morgan, and Wright 2002 , Rodriguez and Rodrik 2001 , and Frankel and Romer 1999 examine the relationship between economic integration and growth. Macroeconomic changes also have an influence on tax revenue. Tanzi 1989 presents several wide-ranging hypotheses of the relationship between various macroeconomic variables, including inflation and exchange rates, and tax revenue. He observes that there is often an inverse relationship between a country’s tax revenue and the real level of its official exchange rate. 2 He argues that overvaluation has a direct effect by suppressing import and export bases measured in domestic currency terms. This reduces collections of international trade taxes and sales and excise taxes, which are usually levied on domestic and imported consumption. Overvaluation also has indirect effects by reducing the incentive to produce goods for export, encouraging capital flight and currency substitution, weakening the balance of payments, encouraging black markets, and encouraging trade restrictions. He concludes that even in heavily indebted countries, where it is generally assumed that devaluation weakens the fiscal balance through its effect on debt service, higher revenues may offset increases in debt service so that the overall effect of devaluation is largely an empirical question. 3 Countries collect taxes in different ways. It is therefore not possible to generalize about the effect of changes in trade liberalization and the surrounding macroeconomic environment on tax revenues without examining the structure of the different components of revenues and the importance of each different component in the total. In addition, components of tax revenues interact in ways that may either reinforce or offset any changes in one on the other. Taxes constitute the largest share of revenues for most Sub-Saharan countries, with the main exception being those that rely heavily on natural resource production, where non-tax revenue may be dominant. Tax systems encompass a wide variety of taxes, which can be divided into three general categories: taxes on income and profits, taxes on goods and services, and international trade taxes. Corporate and personal income taxes are generally the main components of the taxes on income and profits, though sometimes there may be a separate capital gains tax. General sales taxes and excises are the main components of taxes on goods and services. General sales taxes take the form in most countries of a VAT but may also take the form of turnover-type or retail sales taxes. Table 1 shows the distribution of revenue collections for Sub-Saharan Africa in recent years. Import duties are still a significant source of revenues in Sub-Saharan African countries, though trade liberalization in the region is leading to a reduced reliance on these taxes. Taxes on goods and services are a growing share of revenues, especially with the introduction of VAT in many of the countries in the past few decades, and a reform of excise taxes in many countries as well. Income tax revenues also constitute a significant share of revenues, and are split between corporate and personal income tax revenues. Income tax revenues in Africa mainly come from the formal sector and from workers in the formal sector, including a large proportion from state-owned entities or just a few major enterprises and their workers including civil servants. 2.1. International trade taxes Sub-Saharan countries still rely heavily on import duties to fund the public sector. Although trade liberalization is now an important component of reform in this region, the expansion of the T.D. Agbeyegbe et al. Journal of Asian Economics 17 2006 261–284 263 2 Other studies, including Reisen 1990 and Seade 1990 , formulate hypotheses on similar issues. 3 Bevan 1995 , Feltenstein 1992 , and Tokarick 1995 investigate the effect of exchange rate changes on the fiscal balance in an applied general equilibrium framework with application to specific countries. tax base and improvements in enforcement have not yet led to a heavily diminished importance of these taxes in overall revenues, except in a few countries. Import duties are usually ad valorem levies on import value; similarly, taxes on exports are usually ad valorem levies on exports. However, in some cases these taxes are levied on a specific or unit basis or in some more complex form, especially export levies. The effect of trade liberalization on trade tax revenues depends on several factors, including the structure of liberalization. As noted, the replacement of quantitative restrictions with tariffs can raise revenues. The effect of tariff reductions depends on how the level and coverage of tariffs changes. With unchanged import values, a reduction in tariffs reduces revenues from trade taxes and can also be accompanied by reductions in revenues from excises and VATs levied on imports at least at the importation stage. A change in relative prices would, however, typically induce changes in the level and composition of imports and exports. The revenue outcome thus depends also on the price elasticity of demand for imports and the price elasticity of supply of import substitutes. If imports are sufficiently price elastic, there may be a revenue gain. Since trade liberalization often entails a disproportionate reduction of the highest tariffs, applied to goods that are mainly elastic in demand, the response in terms of higher imports may be sufficient to outweigh the revenue losses from a lower rate of tariff. The elasticity of supply of import substitutes is also relevant. The lower this elasticity, the smaller the reduction in output for a given reduction in price of imports and the domestic good, in a competitive market, and hence the smaller the increase in import values. Since elasticities vary over the range of prices, the starting point for tariff changes is also relevant. T.D. Agbeyegbe et al. Journal of Asian Economics 17 2006 261–284 264 Table 1 Comparative structure of tax revenue in sub-Saharan Africa countries, 1980–1996 a in percent of GDP Average 1980–1985 1986–1990 1991–1993 1994–1996 1980–1996 CFA and non-CFA countries Total revenue 17.39 16.70 16.80 18.60 16.92 Tax revenue 15.37 14.98 14.95 16.83 15.05 Taxes on income, profits, capital gains 4.20 4.02 4.02 4.64 4.06 Domestic taxes on goods and services 4.64 4.24 5.73 5.27 4.61 Taxes on international trade 5.49 5.71 5.10 6.10 5.44 Non-tax revenue 1.69 1.84 1.80 1.61 1.68 CFA countries Total revenue 18.3 18.5 11.4 19.1 17.9 Tax revenue 16.0 16.3 8.5 18.3 15.7 Taxes on income, profits, capital gains 3.9 4.0 2.3 3.4 3.8 Domestic taxes on goods and services 3.8 3.5 – 3.7 3.7 Taxes on international trade 6.4 6.2 – 10.1 6.4 Non-tax revenue 1.9 2.6 2.8 0.8 1.8 Non-CFA countries Total revenue 16.9 16.2 17.3 18.5 16.4 Tax revenue 15.1 14.5 15.6 16.4 14.7 Taxes on income, profits, capital gains 4.4 4.0 4.2 5.0 4.2 Domestic taxes on goods and services 5.1 4.5 5.7 5.7 5.1 Taxes on international trade 5.0 5.5 5.1 5.0 4.9 Non-tax revenue 1.6 1.6 1.7 1.8 1.6 Sources : IMF, Government Finance Statistics, International Financial Statistics and World Economic Outlook. a For each revenue classification, only countries for which data are available are included in the calculation. If protectionist motives are dominant or administration poor, tariffs may be above their revenue-maximizing levels. 4 Changes in the exchange rate translate directly into changes in domestic collections from imports and exports. For a given level of imports or exports, a more depreciated real exchange rate would increase the base of trade taxes in domestic currency terms, which would in turn increase trade tax collections. 5 To the extent that a real depreciation leads to a lower level of imports, this would offset to some extent the higher collections induced by higher domestic currency values. If aggregate elasticities of import demand were inelastic in the short run, then the valuation effect would likely dominate, leading to an overall increase in revenues from imports. A real depreciation would also tend to increase exports, which would lead to an increase in revenues as both the valuation and volume effect would support each other. In general, however, the tax effects on imports would dominate those on exports, since export taxes are insignificant in most countries today. In the short term, imports are also likely to adjust more quickly than exports to a change in the value of the currency, reinforcing the importance of changes in import collections initially. Although on an aggregate basis, aggregate import demand is likely to be relatively inelastic in most developing countries, import taxes apply to a wide range of goods, some of which are elastic in demand, especially consumer or finished goods. These goods also tend to face the highest tax rates. Real depreciation of the exchange rate is likely to lead to a shift in composition toward more price inelastic and less heavily taxed goods, including domestic substitutes, adding to the factors that contribute to lower revenues. 2.2. Taxes on goods and services In most developing countries, including those in Sub-Saharan Africa, taxes on goods and services also referred to as indirect taxes are a significant source of revenues Ebrill, Keen, Bodin, Summers, 2001 . A large proportion of tax collections from taxes on goods and services are derived from imports at least initially with these goods then marked up and resold in retail markets. In some countries, collections derived from imports are one-half or more of total collections from these taxes. 6 Trade liberalization affects taxes on goods and services mainly through changes in the base of imports subject to these taxes. By international convention, in most countries, tariffs apply to import value sometimes inclusive or exclusive of stamp duties, excise taxes are then levied on the base inclusive of tariffs and stamp duties, and broad-based taxes, such as the VAT, are levied on the base inclusive of tariffs and excises. 7 As noted, trade liberalization that reduces tariffs would lead to a fall in the base because tariffs constitute an element of the tax base of taxes on goods and services. However, the value of imports may rise, offsetting this reduction owing to the tariff change. In addition, revenues may decline because of a decline in the output of import substituting goods. Typically the administrative efficiency of collection for taxes on goods and services is lower than for imports, which creates room for additional T.D. Agbeyegbe et al. Journal of Asian Economics 17 2006 261–284 265 4 Ebrill et al. 1999 pp. 4–6 and Khattry and Mohan Rao 2002 discuss these issues at more length. 5 If the real exchange rate were unchanged, then there would likely be little change in the share of import tax collections in GDP. 6 Ebrill et al. 2001 report the share of VAT revenue derived from imports for 22 developing countries. More than 50 of the VAT revenue comes at importation stage in most of the sample countries. The highest in the sample is 70. 7 Practices vary, however. For instance, in some Commonwealth nations, excises apply only to domestic goods and they are not part of the base for broad-based sales taxes. uncertainty in the effect of tariff reductions on taxes on goods and services. In the long term, however, if economic growth increases because of trade liberalization, the tax base is likely to expand. A real depreciation of the currency would lead to an increase in excise tax and VAT or sales tax collections from imports. But whether collections rise relative to GDP depends on the economic incidence of the taxes. It is typically assumed, and this assumption is supported by empirical evidence, that the burden of taxes on goods and services is largely shifted to consumers through price adjustments. Typically there is a relatively rapid pass-through of exchange rate depreciation to goods’ prices, thereby increasing the relative price of imported goods or good using imported inputs. Hence tax revenues would change in proportion to the change in the final price. Again, however, there would be an offsetting demand effect induced by higher prices, and the size of elasticities would indicate whether revenue would increase or decrease overall. Exports are typically freed of excise tax liability through suspension or rebating and VAT liability through zero rating. A real depreciation of the exchange rate would tend to increase exports at the expense of domestic consumption, tending to depress revenues and offsetting the increases from the revaluation effect, in contrast to international trade taxes. The overall outcome would depend on the relative size of the revaluation effect compared to the change in trade volumes. The smaller the elasticity of supply of exports, the more likely it is that the revaluation effect would dominate. Sometimes excise taxes are levied on a specific or per unit basis rather than on an ad valorem basis. Changes in exchange rate values that affect import value do not then automatically translate into changes in revenues. Specific charges may often apply to important excisable commodities, such as alcohol, tobacco, and petroleum. Therefore, as a practical matter, real depreciation of the currency may lead to a decline in excise tax collections, unless excises levied on a specific basis are adjusted to reflect changed prices of goods. 2.3. Taxes on income and profits and capital gains Despite their low per capita income, many Sub-Saharan Africa countries rely on income taxes to contribute roughly one-third of overall revenues. These income taxes usually reflect in their basic structure and legal form the income tax put in place by the previous colonial power the United Kingdom in Anglophone Africa, France in Francophone Africa, and Portugal in Lusophone Africa. However, over time, most countries have made substantial modifications to the tax. Although the number of companies and workers from which income tax is derived tends to be rather small, reflecting the limited enforcement capacities, the revenue importance of this tax source should not be ignored. Corporate income tax revenues are usually derived from just a few major producers, such as beverage producers and telecommunications. Personal income tax revenues are often derived mainly from public sector employees and employees of the largest enterprises, though comprehensive income taxation is the norm in most Sub-Saharan African countries. Trade liberalization would mainly have an effect on income and profits taxes in the short run through changes in profitability of imported goods and import substitute producers in the short run and in the longer run on economic growth. In contrast to taxes on goods and services, if reductions in tariffs lead to lower prices for imports, they should lead to higher profit margins and hence higher income and profits taxes. In the long run, however, trade liberalization should have the same effect as for taxes on goods and services by increasing economic growth and the tax base. T.D. Agbeyegbe et al. Journal of Asian Economics 17 2006 261–284 266 Changes in exchange rates would have relatively little direct effect on personal income tax or corporate income tax collections. The principal direct influence would be through changes in tax liabilities resulting from required revaluation of foreign denominated assets and liabilities. Changes in inflation or other macroeconomic variables that result from changes in the exchange rate do, however, have important effects on income tax liabilities. 2.3.1. Personal income tax Personal income taxes in Sub-Saharan Africa are mainly global in nature, with several countries having adopted these global taxes in recent years to replace older forms of schedular taxation. However, in a few countries, especially in Francophone Africa, schedular income taxes are still the norm. Regardless of the form of personal income taxation, most revenues from this tax come from formal sector workers, and another component may be interest from bank deposits. Capital income and self-employment income generally constitute a relatively small proportion of personal income tax revenues, owing in part to the low level of capital income generated domestically and the difficulties in enforcement with the self-employed, who in Africa, constitute a large proportion of workers in the service sector, subsistence agricultural sector, and retail sector. Higher inflation could increase tax burdens under the personal income tax. There are several avenues by which higher inflation could affect tax liabilities. Most personal income tax systems are structured with progressive marginal tax rates. As a result, taxpayers who receive only nominal increases in wages to offset higher inflation still tend to be pushed into higher tax brackets because of progressive marginal tax rates a phenomenon known as ‘‘bracket creep’’. In inflationary environments, with unchanged rate schedules and brackets, personal income tax collections tend to rise. Some personal income taxes are designed to adjust the brackets to inflation, which eliminates bracket creep and the inflationary increase in tax liabilities. Some countries do not build it in to the tax but make frequent adjustments, instead. Real exchange rate depreciation has potentially an important indirect effect on personal income tax collections if brackets are adjusted for inflation. Real exchange rate depreciation is likely to lead to a decline in real wages and thus a decline in personal income tax collections from wages, as taxpayers are shifted into lower tax brackets. There are thus two offsetting effects—if brackets are not adjusted for inflation, nominal increases in income imply taxpayers are shifted into higher brackets while if brackets are adjusted for inflation, declining real wages implies taxpayers are shifted into lower brackets, and the overall outcome depends on how brackets are adjusted in response to inflation and how real wages adjust. If real wages fall sufficiently and brackets are adjusted, personal income tax collections could fall. If real wages fall to a more limited extent and brackets are not adjusted fully in real terms, bracket creep could still imply that personal income tax collections rise. Bracket creep is likely to be more pervasive in personal income taxes characterized by many brackets and highly graduated marginal tax rate structures, and no institutional feature that requires automatic adjustment of brackets, as in some countries where brackets are indexed to a price or wage index. With few brackets and little graduation in marginal tax rates, bracket creep is not likely to be significant. In this case, the effects of real wage changes are likely to dominate. Higher inflation also alters the value of other components of the income tax fixed in nominal terms, such as credits, deductions, and exemptions. Any figures fixed in nominal terms lose value with higher inflation. If these components are not fixed in nominal terms but are instead set as a certain percentage of income or of some type of expenditure, then their value adjusts along with inflation to the extent that income or expenditure adjusts. Erosion of nominal credits and the like would raise tax liabilities, reinforcing the effect of bracket creep. T.D. Agbeyegbe et al. Journal of Asian Economics 17 2006 261–284 267 Overall, it is hard to say a priori the effect of real exchange rate depreciation and higher inflation on income taxes. If the real wages drop significantly, the effect is likely to lower personal income tax liabilities. The tax treatment of individual proprietors, who pay under the personal income tax, raises another set of issues, but these issues are similar to those facing corporate taxpayers, discussed below. Capital income may rise as a result of real depreciation of the exchange rate, though the extent to which personal income tax collections rise would depend on the extent to which capital income is captured under the personal income tax. In many countries, capital income is scarcely taxed under the personal income tax. Most often, some tax may be withheld or due on interest payments. But often interest on bank deposits and government debt is exempt and corporate bond and equity markets are not well developed, so withholding on interest payments yields relatively little in revenues. It is rare for capital gains to be part of the personal income tax base in developing countries given the great difficulties in administering capital gains taxes and the desire on the part of many countries to encourage the development of nascent financial markets. However, many African income taxes do cover this component of income, in principle, even if enforcement is generally weak. Most industrialized countries do tax this component of income, which may be substantial. Payments to foreigners of capital income of various types may be taxed, often through some form of withholding, though tax treaties frequently eliminate tax on payments abroad and enforcement tends to be weak compared to collections on wages. It is therefore unlikely that any shift in the composition of income toward capital income as a result of real depreciation of the exchange rate would do much to bolster personal income tax collections. 2.3.2. Corporate income tax Corporate income taxes in Sub-Saharan Africa are usually similar to their counterparts in industrialized and other developing countries. However, enforcement tends to be weak. As with personal income tax, most of the effect of currency depreciation on corporate profits tax liabilities occurs through the effects of higher inflation on income statements. Higher inflation has several effects on corporate income. Higher inflation would erode the value of depreciation allowances since these are usually set on the basis of historical cost rather than replacement cost. Inventory cost deductions may also lose value in an inflationary environment though in part this depends on the inventory method that is used. A common method, based on the principle of first-in, first-out, results in inventory cost deductions at historical value, which in an inflationary environment leads to an overstatement of profits. The last-in, first-out principle is less likely to lead to an overstatement of profits unless inventories are substantially run down. On the other hand, higher inflation would raise nominal interest rates, largely in step with inflation. This increase in nominal interest rates reflects preservation of the capital value or in essence a partial payment of principal. As a result, corporations would be able to deduct not only the true interest component but also a component reflecting repayment of principal, tending to understate true profits, and hence lowering corporate profit tax liabilities. Changes in the real exchange rate have several direct effects on corporate income. A decline in the real exchange rate would raise the relative cost of imported goods used by corporations as inputs into production and this increase in cost would tend to lower profitability. Exporters might, on the other hand, benefit, offsetting higher input costs through stronger sales. A final somewhat complicated issue is the effect that foreign exchange revaluation has on overall corporate income. When revaluation of foreign denominated assets and liabilities is undertaken, changes in nominal exchange rates would affect corporate tax liability even in the T.D. Agbeyegbe et al. Journal of Asian Economics 17 2006 261–284 268 absence of changes in real exchange rates. For instance, if the currency depreciates foreign denominated assets and liabilities would rise in domestic currency terms. Assets would generate income and liabilities losses. Tax systems differ in how they treat these foreign exchange gains and losses, or even when they require enterprises to declare them and allowable offsets. Hence there is no summary way of stating the overall impact on corporate income and hence taxes. 2.3.3. Econometric approaches Various econometric approaches have been used to investigate these issues. One approach examines the relationship between economic variables and tax revenues, relying largely on cross- sectional and more recently, panel data. These studies relate the variation in the share of tax revenue in GDP usually central government revenue only to differences in the level of development, the structure of the economy, quality of governance indicators, indices of trade liberalization, and macroeconomic variables. 8 Previous tax effort studies have found that the income level, agriculture share, and other economic structure variables, and the share of international trade in GDP which is sometimes used as an index of trade liberalization and referred to as the degree of openness, among others, are often statistically significant in explaining the cross-country variation in the revenue ratio. 9 While existing studies have identified important determinants of the revenue ratio, these variables do not fully explain the cross-country variation in the ratio. There appears to be a large country-specific component to the tax share, as evidenced by persistence in the tax shares over time. In order to capture the influence of macroeconomic developments, it is desirable to have a time series of data and to model explicitly both the persistence in tax shares over time and reasons that these tax shares might change. A simple panel analysis, either with fixed or random effects, is generally not sufficient to fully investigate the lag structures inherent in macroeconomic variables. With a sufficiently long time series of data, it is possible to separate the shorter term and longer term effects of macroeconomic variables, though this is generally not feasible with only a short time series. In addition, in a model using macro variables, there are likely to be some endogenous explanatory variables. Using a panel of 27 countries from Africa, Asia and the Western Hemisphere, covering the period 1980–1992 and a panel of 105 countries, spanning 1980–1995, Ebrill et al. 1999 examine two complementary models of the determinants of import and international trade tax revenue. Using a fixed-effects and an instrumental regression framework they conclude that tariff reforms do not necessarily lead to lower trade tax revenue. They find that, in both models, depreciation of the exchange rate is significantly linked to higher trade tax revenues, confirming Tanzi’s hypothesis, but contrasting with Ghura 1998 , which did not find a significant relation. Khattry and Mohan Rao 2002 also examine this issue, using a panel of 80 developing and industrialized countries, covering the period 1970–1998. Employing a fixed-effects regression framework, they find that trade liberalization is negatively correlated with total tax revenue and international trade tax revenue, but they find no significant link between the exchange rate and international trade tax revenue. They also find that countries are in general already below their measured revenue-maximizing tariff rate, suggesting that tariff reductions would reduce international trade tax revenues. T.D. Agbeyegbe et al. Journal of Asian Economics 17 2006 261–284 269 8 See, for example, Tait, Gratz, and Eichengreen 1979 . More recent studies include Stotsky and WoldeMariam 1997 , and Ghura 1998 . 9 Stotsky and WoldeMariam 1997 provides a summary of the significant variables in the existing studies. Adam, Bevan, and Chambas 2001 examine the relationship between tax revenue, exchange rates, and trade openness in Sub-Saharan Africa, using a difference General Method of Moments GMM dynamic panel estimation. Their model adds to this literature in positing both a more general econometric specification though the time series is too short to fully capture the time- related dynamics and two variables for the exchange rate, one that reflects the equilibrium exchange rate and the other reflecting the degree of misalignment of the exchange rate. 10 Though trade liberalization is not a focus of their work, they proxy trade liberalization through an openness variable. They conclude that openness raises overall tax revenue in CFA franc countries while it has little effect in non-CFA franc countries, though the disaggregated revenue outcome suggest that it raises trade tax revenue and lowers goods and services tax revenue. They also find that depreciation and removal of real exchange rate disequilibrium lowers tax yield in CFA countries while it has the opposite effect in non-CFA countries. Their results vary by component of tax revenue. For income taxes, the exchange rate has no effect in non-CFA countries while depreciation has a strongly positive effect in CFA countries, though it weakens over time. Movement toward equilibrium in the exchange rate has a negative effect on income taxes. For trade taxes, depreciation of the exchange rate is linked to higher revenue, though the precise effect differs across CFA and non-CFA countries. For goods and services taxes, real exchange rate depreciation and movement of misalignment in a more depreciated direction tend to increase goods and services taxes in non-CFA countries but to decrease the tax yield in CFA countries. Overall, they conclude that the poor revenue performance in the CFA countries in that period reflected mainly differences in environmental and structural factors and to different responses to changes in the equilibrium real exchange rate, but that misalignment of the exchange rate also played a role. 3. Data and methodology This section explains our empirical methodology and the data set. The basic approach is taken from Adam et al. 2001 , with some modifications. One of the main difficulties in formulating the estimation is constructing a good proxy measure for the degree of liberalization. A number of previous studies have attempted or have developed indicators of openness or trade restrictiveness and measures that summarize the overall stance of a country’s trade and exchange rate regime. The appropriateness of these indicators depends on several factors and is discussed in Appendix I of IMF 1998 and references therein. IMF 1998 develops a trade restrictiveness index that is based on a 10-point scale that combines measurements of the restrictiveness of tariffs and non-tariff barriers; however, this measure is not publicly available and also suffers from several defects. There are several different ways that the degree of trade liberalization has been measured in the literature. One method relies on a traditional measure of openness, defined as international trade as a share of GDP. Ebrill et al. 1999 and Adam et al. 2001 employ this variable. A higher ratio is taken to indicate greater trade liberalization. In addition to this traditional measure of openness, the collected tariff rate, measured by the ratio of import duties to the value of imports, is another alternative. With this measure, a decline in the index is taken to indicate greater trade liberalization. Ebrill et al. 1999 also employ this measure. The appropriateness of this measure T.D. Agbeyegbe et al. Journal of Asian Economics 17 2006 261–284 270 10 Adam et al. 2001 construct the misalignment variable by estimating an equation for the long run or equilibrium exchange rate and then calculate deviations from this exchange rate as the degree of misalignment. See their study for details pp. 190–191. is discussed in that paper. 11 A third possibility is the ratio of international trade taxes to international trade, which includes the export component of taxes and trade. This measure is used by Khattry and Mohan Rao 2002 . However, this measure is less likely to be accurate as a measure of trade liberalization since changes in exports are less closely linked to trade liberalization than changes in imports. An alternative approach makes use of episodes of trade liberalization, as in Ebrill et al. 1999 . However, the difficulty in constructing a sufficient panel data set and the judgment involved in determining what constitutes an episode of trade liberalization limit the use of this approach to a data set where trade liberalization episodes can be clearly identified. Even then, an episodic approach cannot account for the degree to which trade liberalization has succeeded, and the evidence shows that in many cases, measures adopted as part of a trade liberalization program are not necessarily implemented Ebrill et al., 1999 , case studies. In this study, we use the first two measures as proxies for trade liberalization. The data set is that used by Adam et al. 2001 augmented by additional variables for the collected tariff and real effective exchange rates. A detailed description of their data is provided in their paper. 12 , 13 The sample period is 1980–1996. Some plots, using simple year country averages for each variable, are useful to examine. Figs. 1 and 2 show the pattern of the relationship between each major component of tax revenue and the two proxy indicators of trade liberalization. For the first measure of trade liberalization, there does not emerge any clear pattern to the data. For the second measure, there appears to be a positive correlation between overall tax revenues and taxes on international trade and trade liberalization, suggesting that higher effective tax rates or a less liberal environment is linked to higher revenues. Fig. 3 shows the pattern of the relationship between each major component of tax revenue and the real effective exchange rate. Again, although no clear pattern emerges, for overall tax revenues and taxes on international trade, there appears to be a positive relation between increases in the exchange rate appreciation and higher revenues. Figs. 4–6 show the regional dimension, with the top figures showing CFA countries and the bottom non-CFA countries. The figures indicate a positive correlation between the two trade liberalization measures for CFA countries and none for the non-CFA countries. Fig. 5 , showing the relationship between trade liberalization measured as openness and the real effective exchange rate, illustrates quite clearly for the CFA countries the effect of the devaluation in 1994, as there is a sharp break in the data at that point. The pattern while comparing the CFA and non-CFA countries is quite strikingly different with the CFA generally showing a positive correlation and the non-CFA a negative one. Fig. 6 , showing the relationship between trade liberalization measured as the collected tariff, shows a rather a somewhat similar pattern for the CFA countries, though without as sharp a break following the devaluation, and no clear correlation for the non-CFA countries. Altogether, these simple plots suggest that no clear and unambiguous patterns emerge for key variables. T.D. Agbeyegbe et al. Journal of Asian Economics 17 2006 261–284 271 11 Although not focused on revenue issues, several studies of the relationship between trade liberalization and growth in developing countries report results suggesting that problems of misspecification and the variation in the measures of liberalization are in part responsible for inconclusive results relating to the link between trade liberalization and growth. 12 We would like to thank Professor Christopher Adam for providing us with the data. The collected tariff and real effective exchange rate variables are derived from unpublished IMF African Department data and the IMF’s financial statistics database. 13 Although this paper does not provide an explicit theoretical model to underlie the empirical analysis, the theoretical model outlined in Adam et al. 2001 can form such a basis. T.D. Agbeyegbe et al. Journal of Asian Economics 17 2006 261–284 272 Fig. 1. Sub-Saharan Africa countries: comparative structure of tax revenue and trade liberalization 1, 1980–1996 1 in percent of GDP. Sources: IMF, Government Finance Statistics, International Financial Statistics, and World Economic Outlook. 1 Variables are averages over the observations for each year. 2 Trade liberalization 1 is defined as international trade as a share of GDP. T.D. Agbeyegbe et al. Journal of Asian Economics 17 2006 261–284 273 Fig. 2. Sub-Saharan Africa countries: comparative structure of tax revenue and trade liberalization 2, 1980–1996 1 in percent of GDP. Sources: IMF, Government Finance Statistics, International Financial Statistics, and World Economic Outlook. 1 Variables are averages over the observations for each year. 2 Trade liberalization 2 is measured by the ratio of import duties to the value of imports in percent. Turning to the regression analysis, we estimate a dynamic panel model specification using a GMM estimator. We use the revenue-to-GDP ratios from various tax categories as dependent variables. They include all as a share of GDP: total tax revenue, taxes on income and profits, taxes on goods and services, and international trade taxes. We exclude some smaller categories of revenues, such as property taxes and payroll taxes. T.D. Agbeyegbe et al. Journal of Asian Economics 17 2006 261–284 274 Fig. 3. Sub-Saharan Africa countries: comparative structure of tax revenue and real effective exchange rate 1980–1996 1 in percent of GDP. Sources: IMF, Government Finance Statistics, International Financial Statistics, and World Economic Outlook. 1 Variables are averages over the observations for each year. 2 Index 1995 = 100. An increase reflects an appreciation of the real effective exchange rate. We use the same general approach as in the previous tax effort literature and adopt independent variables similar to these studies as control variables in our analysis. These variables are: an index of trade liberalization keeping in mind that an increase in the first measure and a decrease in the second measure indicates greater trade liberalization, real GDP per capita, the size of the agricultural sector, the size of the industrial including mining sector, net transfer of aid, government consumption, the inflation rate, the terms of trade, and deviating from Adam et al. the real effective exchange rate measured as an index relative to 1995, where an increase in the index value represents appreciation. In the tax effort literature, GDP per capita is included to capture the level of development. Higher income countries tend to have a more monetized economy and better tax administration, so GDP per capita is expected to have a positive relationship with the tax revenue to GDP ratio, and domestic tax components, and a more ambiguous relationship with trade tax revenue. T.D. Agbeyegbe et al. Journal of Asian Economics 17 2006 261–284 275 Fig. 4. Sub-Saharan Africa countries: trade liberalization 1 and 2 by region, 1980–1996 1 in percent. Sources: IMF, Government Finance Statistics, International Financial Statistics, and World Economic Outlook. 1 Variables are averages over the observations for each year. 2 Trade liberalization 1 is defined as international trade as a share of GDP. 3 Trade liberalization 2 is measured by the ratio of import duties to the value of imports in percent. Variables reflecting the share of different industries in the economy capture the differences in the ability to tax components of the economy. Typically, agricultural activities are difficult to tax, especially in low income countries, where most agricultural activities are organized on a small- scale basis. Hence the share of agriculture is used as an explanatory variable to control for the difficulty in collecting taxes from this sector. Many studies have found a negative relationship between the share of agriculture and the total tax revenue ratio, even after controlling for per capita income, though a positive relationship might be found in Sub-Saharan African because agricultural exports are sometimes a good tax handle. The industrial share has also been used as T.D. Agbeyegbe et al. Journal of Asian Economics 17 2006 261–284 276 Fig. 5. Sub-Saharan Africa countries: real effective exchange rate and trade liberalization 1 by region, 1980–1996 1 in percent. Sources: IMF, Government Finance Statistics, International Financial Statistics, and World Economic Outlook. 1 Variables are averages over the observations for each year. 2 Trade liberalization 1 is defined as international trade as a share of GDP. 3 Index 1995 = 100. An increase reflects an appreciation of the real effective exchange rate. an explanatory variable and may in low income countries proxy for mining share. It might be expected to have a positive relationship with total tax revenue, though for this group of African countries, there has been a high association between mineral resources and civil conflict, so a negative relationship is also possible, given that we do not capture the effect of civil conflict on revenues with any explicit variable only country and time effects. As noted, trade liberalization has an ambiguous effect on revenues, including its components. In addition to the control variables taken from the tax effort literature, we include macroeconomic and fiscal policy variables: the real effective exchange rate, inflation, the terms of trade, net transfers of aid, and government consumption. Also as noted, the effect of exchange rate changes on revenues is uncertain a priori. With regard to the other control variables, the effect on revenues is also likely to be ambiguous. A strengthening of the terms of trade, measured as the export price index divided by the import price index, suggests that export industries would T.D. Agbeyegbe et al. Journal of Asian Economics 17 2006 261–284 277 Fig. 6. Sub-Saharan Africa countries: trade liberalization 2 and real effective exchange rate by region, 1980–1996 1 in percent. Sources: IMF, Government Finance Statistics, International Financial Statistics, and World Economic Outlook. 1 Variables are averages over the observations for each year. 2 Trade liberalization 2 is measured by the ratio of import duties to the value of imports in percent. 3 Index 1995 = 100. An increase reflects an appreciation of the real effective exchange rate. be more profitable and hence generate higher income tax revenues and possibly taxes related to imports used as inputs. However, since exports are zero-rated, might imply a reduction of VAT. A weakening of the terms of trade might imply the opposite. Hence the overall outcome is uncertain. Similarly, the relationship between net transfers of aid and revenues are uncertain. There is some evidence that aid reduces tax effort, but these results are not uniform and might depend on the purposes of aid, requirements for counterpart funds and other factors. With regard to government consumption, it might be expected that government consumption would be positively correlated with revenues, or some components of it, but in a fully specified model of government decision- making, these fiscal policy variables would both be endogenously determined. Using the panel data set, we postulate a first-order dynamic panel model of the following form: TAXREV i ; t ¼ a 1 TAXREV i ; t 1 þ a 2 log ðGDPÞ i ; t þ a 3 AGRI i ; t þ a 4 IND i ; t þ a 5 log ðGCÞ i ; t þ a 6 log ðNAIDÞ i ; t þ a 7 log ðTOTÞ i ; t þ a 8 log ðEXCHANGEÞ i ; t þ a 9 ðINFLATIONÞ i ; t þ a 10 log ðOPENÞ i ; t þ a 11 log ðOPENÞ ðCFAÞ i ; t þ u i þ g t þ e i ; t where TAXREV is the tax revenue variable, GDP, the real GDP per capita, AGRI, the share of agriculture in GDP, IND, the share of industrial mining activities in GDP, GC, the real government consumption share in GDP, NAID, net transfers of aid, TOT, the terms of trade, EXCHANGE, the real effective exchange rate, INFLATION, the inflation, OPEN, the index of trade liberalization, CFA, a dummy for CFA franc countries, u i an unobserved country effect, g t an unobserved time effect, and e i ,t is an unobserved random error term, where i represents the ith country and t represents the tth time period. We control for the bias that is due to including a lagged dependent variable and the possible endogeneity of several of the explanatory variables. In particular, we hypothesize that in an equation to determine revenue share, any government variables, such as a spending variable or the trade liberalization measure, are likely to be endogenous, as well as any macro-variables that might be affected critically by fiscal policy. Hence we treat per capita income, inflation, government consumption, and the trade liberalization variables as endogenous. To control for this endogeneity, we use a generalized method of moments GMM framework. The particular approach we adopt is based on the GMM estimators for the AR1 panel data model and is due to Holtz-Eakin, Newey, and Rosen 1988 , Arellano and Bond 1991 , and Arellano and Bover 1995 , who build on the fundamental work of Hansen 1982 . Specifically, the method involves transforming the above equation to remove the unobserved country effects and then estimating the resulting equation by instrumental variables. 14 Arellano and Bond 1991 derived a GMM estimator for the coefficients of such an equation based on first differences, using lagged levels of the dependent variables and the predetermined variables ‘‘internal instruments’’, and, second, taking differences of the strictly exogenous explanatory variables. The approach assumes that there is no second-order autocorrelation in the first-differenced T.D. Agbeyegbe et al. Journal of Asian Economics 17 2006 261–284 278 14 The method of transformation of the data matrix can be in levels, first differences, orthogonal deviations, combina- tions of first differences or orthogonal deviations and levels, or in deviations from individual means. See Arellano and Honore´ 2000 for details. idiosyncratic errors. Tests for autocorrelation and Sargan test of over-identifying restrictions are conducted to determine the appropriateness of the specification. This paper conducts an instrumental GMM estimation based on an orthogonal deviation transformation as opposed to first differencing. The orthogonal deviation transformation of Arellano and Bover 1995 expresses each observation as the deviation from the average of future observations in the sample for the same unit country and it weights each deviation to standardize the variance. The advantage of this transformation is that it has the desirable property of guaranteeing that the transformed errors will be serially uncorrelated and homoskedastic, whenever the original errors are serially uncorrelated and homoskedastic. As noted by Arellano and Honore´ 2000 , the orthogonal deviation transformation is equivalent first, to applying a first difference transformation to get rid of fixed effects and second, to using generalized least squares to eliminate first degree autocorrelation resulting from first-differencing. 4. Empirical results Tables 2–3 present regression results for the full sample period and the full sample of countries, to examine the determinants of total tax revenue, international trade taxes, taxes on goods and services, and income and profit taxes, under the assumption that revenue behavior can be pooled across exchange rate regimes although we allow for the differential effect of openness and country specific effects. 15 Appendix A indicates which countries are included in the sample. Results are reported both for the specification where trade liberalization is measured as the share of external trade in GDP the first measure, and where trade liberalization is measured as the collected tariff the second measure. 16 , 17 To control for the possible endogeneity of several of the explanatory variables, we use previous observations of the explanatory and lagged dependent variables as instruments in the orthogonal deviation regression. 18 Our results are for one-step GMM estimators, with heteroskedasticity-consistent asymptotic standard error reported. We also report results for first- and second-order serial correlation and the Sargan specification test. 19 In the regressions generally, the assumption of serially uncorrelated errors is appropriate. Furthermore, the null hypothesis of the validity of the moment conditions cannot be rejected. Note that the tests for first- and second-order serial correlation are based on estimates of the T.D. Agbeyegbe et al. Journal of Asian Economics 17 2006 261–284 279 15 It has been suggested that the effect of our chosen explanatory variables on tax revenues may not be stable over time. While this might indeed be the case, our general conclusion that specification issues and different measures of trade liberalization lead to contrasting results is not affected by sub-sample analysis. Thus we have not reported the result of such analysis. 16 Empirical results herein were obtained by implementing the DPD package Version 1.2 of Doornik, Arellano, and Bond 2001 which is a class of procedures in the programming language of Ox. 17 The results for the trade liberalization measure using the ratio of international trade revenues to international trade in percent are only different in a few respects from the results for the second measure. Since this measure is viewed as less accurate a proxy, we do not present the results. They are, however, available from the authors. 18 In addition to the lagged dependent variables, per capita income, inflation, government consumption, and openness are treated as potentially endogenous. For instruments we use their values dated at time t 2. The choice of instruments is not routine when the number of countries is small relative to the number of time periods. Soto 2003 discusses some issues associated with the choice of instruments. 19 The Sargan test is designed to test the overall validity of all the instruments, employed to estimate the model, by analyzing the sample analog of the moment conditions. It attempts to answer the question, given that a subset of instrumental variables is valid and exactly identifies the coefficients, are the extra instrumental variables valid? Failure to reject the null should be interpreted as favoring the specified model. residuals in first differences even though we have estimators obtained using orthogonal deviations. Orthogonal deviations can induce serial correlation in the transformed error term, if the original error term is serially uncorrelated but heteroskedastic. The regression results in columns headed 1 and 2 in Table 2 present the outcome of examining the determinants of total tax revenue shares for our two different measures of trade liberalization. With respect to total tax revenue, the first thing to note is that the coefficient on the lagged dependent variable is positive and significant in the regressions for both measures of trade liberalization, suggesting that there is a partial adjustment over time in tax revenue. Using the first measure of trade liberalization, although per capita income is not significant, agricultural share, industrial share, government consumption, and the terms of trade all exert a positive effect on total tax revenue, and inflation exerts a negative effect. The positive effect of agricultural share may be explained by the influence of exports in providing a tax handle, as noted earlier. The real exchange rate and the trade liberalization measures are not, however, significant. Using the second measure, we find a somewhat different pattern of results. Industrial share is positive and marginally significant. The real exchange rate and inflation are both negative and significant, suggesting that real exchange rate appreciation and higher inflation depress revenues, consistent with Tanzi’s hypotheses. The regression results in columns headed 3 and 4 in Table 2 present the results for income taxes for the two measures of trade liberalization. We observe again a positive and significant effect of the lagged dependent variable. Using the first measure of trade liberalization, T.D. Agbeyegbe et al. Journal of Asian Economics 17 2006 261–284 280 Table 2 Revenue equations: GMM estimation 1980–1996 full sample orthogonal deviation transformation Dependent variable Total taxes as a share of GDP Income taxes as a share of GDP 1 2 3 4 Lag_dv 0.563 [5.02] 0.538 [5.79] 0.738 [5.59] 0.632 [5.35] Lgdp 0.007 [0.33] 0.002 [0.12] 0.017 [1.08] 0.027 [1.96] Agri 0.137 [2.58] 0.036 [0.42] 0.057 [1.71] 0.054 [2.05] Ind 0.214 [3.21] 0.133 [1.66] 0.018 [0.54] 0.054 [1.29] Lgc 0.019 [2.28] 0.012 [1.01] 0.003 [0.77] 0.005 [0.93] Lnaid 0.036 [1.21] 0.017 [0.52] 0.008 [0.46] 0.000 [0.01] Ltot 0.029 [2.19] 0.003 [0.19] 0.002 [0.40] 0.002 [0.26] Lexchange 0.011 [0.62] 0.030 [2.07] 0.008 [0.84] 0.007 [0.76] Inflation 0.023 [4.11] 0.020 [4.88] 0.004 [1.02] 0.003 [0.96] Lib_index1 0.001 [0.11] 0.000 [ 0.03] Lib_index1cfa 0.042 [1.38] 0.016 [1.33] Lib_index2 0.010 [0.92] 0.012 [1.94] Lib_index2cfa 0.026 [0.92] 0.024 [1.34] m1 3.528 [0.00] 3.481 [0.00] 3.074 [0.00] 2.702 [0.01] m2 0.861 [0.39] 0.841 [0.40] 0.871 [0.38] 0.525 [0.60] Sargan 63.28 [0.90] 69.40 [0.77] 100.70 [0.05] 104.3 [0.03] Notes : Year dummies are included in all specifications. Equations estimated with one-step heteroscedastic standard errors. Robust t-ratios in parentheses. m1 and m2 are tests for first-order and second-order serial correlation in the first differenced residuals, asymptotically distributed as N0, 1 under the null of no serial correlation, with p-value in parentheses. Sargan is a test of the over-identifying restrictions, asymptotically distributed as a x 2 under the null of instrument validity, with p-value in parentheses. Definitions of the variables and the country list are provided in Appendix A . agricultural share is negatively linked to income tax revenues, and no other variables are significant. Using the second measure, we find a positive effect of per capita income and a negative effect of agricultural share. Neither the exchange rate or inflation variables are significant. For the second measure of trade liberalization, the coefficient is negative and significant, which suggests that a higher value of the collected tariff which we interpret as less liberalization is linked to lower revenues, so trade liberalization appears beneficial for income tax revenues. The regression results in columns headed 5 and 6 in Table 3 present the results for international trade taxes. The coefficient on the lagged dependent variable is positive and significant. For the first measure of trade liberalization, per capita income, the real exchange rate, and inflation are negatively linked to trade taxes. Agricultural share and government consumption are positively linked. Using the second measure of trade liberalization, per capita income and the real exchange rate are negatively linked to trade revenues. Interestingly, trade liberalization is not significantly linked to trade revenues, using either measure. The regression results in columns headed 7 and 8 in Table 3 present the results for taxes on goods and services. The effect of the lagged tax share is positive and significant. For the first measure of trade liberalization, the industrial share, government consumption, and terms of trade are positive and significant, while inflation is negative and significant. The real exchange rate and trade liberalization variables are not significant. For the second measure, the industrial share and terms of trade are positive and significant, and inflation is negative and significant. Neither the exchange rate or trade liberalization measures are significant. T.D. Agbeyegbe et al. Journal of Asian Economics 17 2006 261–284 281 Table 3 Revenue equations: GMM estimation 1980–1996 full sample orthogonal deviation transformation Dependent variable International trade taxes as a share of GDP Taxes on goods and services as a share of GDP 5 6 7 8 Lag_dv 0.472 [4.40] 0.463 [3.73] 0.765 [7.98] 0.727 [9.14] Lgdp 0.050 [3.23] 0.043 [2.81] 0.004 [0.18] 0.007 [0.34] Agri 0.127 [1.98] 0.057 [0.83] 0.001 [0.01] 0.045 [0.88] Ind 0.045 [0.80] 0.059 [0.80] 0.114 [2.31] 0.137 [2.85] Lgc 0.015 [1.87] 0.010 [0.81] 0.008 [1.88] 0.006 [1.25] Lnaid 0.004 [0.12] 0.013 [0.32] 0.002 [0.11] 0.005 [0.26] Ltot 0.008 [1.05] 0.002 [0.12] 0.015 [1.88] 0.018 [2.15] Lexchange 0.029 [3.75] 0.034 [3.24] 0.009 [0.66] 0.011 [1.33] Inflation 0.012 [2.21] 0.006 [1.17] 0.006 [2.14] 0.011 [3.98] Lib_index1 0.002 [0.23] 0.004 [0.59] Lib_index1cfa 0.027 [1.17] 0.018 [1.27] Lib_index2 0.010 [1.12] 0.010 [1.25] Lib_index2cfa 0.011 [0.43] 0.008 [0.42] m1 3.442 [0.00] 3.022 [0.00] 2.774 [0.01] 2.838 [0.01] m2 0.858 [0.39] 0.674 [0.50] 0.051 [0.96] 0.195 [0.85] Sargan 64.23 [0.89] 78.47 [0.50] 69.02 [0.78] 84.85 [0.31] Notes : Year dummies are included in all specifications. Equations estimated with one-step heteroscedastic standard errors. Robust t-ratios in parentheses. m1 and m2 are tests for first-order and second-order serial correlation in the first differenced residuals, asymptotically distributed as N0, 1 under the null of no serial correlation, with p-value in parentheses. Sargan is a test of the over-identifying restrictions, asymptotically distributed as a x 2 under the null of instrument validity, with p-value in parentheses. Definitions of the variables and the country list are provided in Appendix A . Overall, these results suggest that there is strong persistence over time in total tax revenues and all components of revenues. Some evidence is found that trade liberalization has a positive effect on income tax revenue but otherwise is not strongly linked to total tax revenue or its components. The results are not uniform across the specifications, and no significant difference between CFA and non-CFA countries is found. The sensitivity of the results to the measure of trade liberalization suggests the need for careful consideration of the best way to proxy this variable. Some evidence is found of a negative link of real exchange rate appreciation to overall tax revenues and to trade tax revenues. For the second measure of liberalization, with the exception of income taxes and trade taxes, inflation is negatively linked to revenues. These results suggest that trade liberalization accompanied by an appropriate monetary and exchange rate policy does not have a significant effect on overall tax revenue though some effect on income tax revenue. Appreciation of the exchange rate and increases in inflation generally speaking lead to lower overall tax revenue, though the results vary by component of taxes. These results show some consistency with the results of both Adam et al. and Khattry and Mohan Rao, though in neither case are the results uniformly consistent. These results also show consistency with Ebrill et al. in the main finding on trade liberalization. 5. Conclusion This paper has investigated the relationship between the tax revenue-to-GDP ratio, trade liberalization, and changes in the exchange rate using a panel data set of Sub-Saharan countries. Our results suggest that trade liberalization, accompanied by appropriately supportive monetary policies, may preserve tax yield. This result has important implications for countries that have been reluctant to undertake trade liberalization for fear of the revenue consequences. Acknowledgments We would like to thank Randy Filer, Timothy Goodspeed, Kwabena Gyimah-Brempong, Sergio Leite, Winston Moore, Peter Pedroni, Emil Sunley and an anonymous referee for helpful comments on the paper. We would also like to thank Beulah David and Joaquin Salas Orono for help in preparing the paper. We are also grateful to participants at the Economic Commission for Africa ECA ad hoc Expert Group Meeting on Maintaining the Government Fiscal Base in the Context of a Trade Liberalization Regime, held in Addis Ababa, Ethiopia, September 2003, for useful suggestions. This paper should not be reported as representing the views of the IMF. The views expressed are those of the authors and do not necessarily reflect the views of the IMF or IMF policy. Appendix A. Data definitions Lag_dv lag of dependent variable Lgdp log real per capita income Agri agricultural share in GDP Ind industry including mining share in GDP Lgc log government consumption as a share of GDP Lib_index1 log openness: international trade as a share of GDP Lib_index2 log openness: ratio of import duties to value of imports T.D. Agbeyegbe et al. Journal of Asian Economics 17 2006 261–284 282 Lnaid log net transfers of aid Inflation annual inflation Ltot log terms of trade Lexchange log real effective exchange rate, 1995 = 100. Increase indicates appreciation The country classification is as follows: CFA and non-CFA. 1 Non-CFA Burundi; The Gambia; Ghana; Kenya; Madagascar; Mauritania; Malawi; Mauritius; Rwanda; Sierra Leone; Tanzania; Uganda; Zambia; and Zimbabwe. 2 CFA Benin; Burkina Faso; Central African Republic; Cote d’Ivoire; Mali; Niger; Senegal; and Togo. Adam et al. 2001 excluded from the sample two categories of countries: first, countries whose tax base is dominated by natural resources and second, countries for which there were insufficient or dubious data over the sample period. See Adam et al. 2001 for details. References Adam, C., Bevan, D., Chambas, G. 2001. Exchange rate regimes and revenue performance in sub-Saharan Africa. Journal of Development Economics, 64 , 173–213. Arellano, M., Bond, S. 1991. Some tests of specification for panel data: Monte Carlo evidence and an application to employment equations. Review of Economic Studies, 58, 277–297. Arellano, M., Bover, O. 1995. Another look at the instrumental variable estimation of error-components models. Journal of Econometrics, 68 , 29–51. Arellano, M., Honore´ B. 2000. Panel Data Models: Some Recent Developments, CEMFI Working Paper 0016. Available via the internet at: http:www.cemfi.es . Bevan, D. 1995. Fiscal Implications of Trade Liberalization, IMF Working Paper 9550. Washington: International Monetary Fund. Doornik, J., Arellano, M., Bond S. 2001. Panel Data Estimation Using DPD for Ox. Available via the internet at: http:www.nuff.ox.ac.ukusersdoornik . Ebrill, L., Keen, M., Bodin, J.-P., Summers, V. 2001. The modern VAT. Washington: International Monetary Fund. Ebrill, L., Stotsky J., Gropp, R. 1999. Revenue Implications of Trade Liberalization, IMF Occasional Paper 9980. Washington: International Monetary Fund. Feltenstein, A. 1992. Tax Policy and Trade Liberalization: An Application to Mexico, IMF Working Paper 92108. Washington: International Monetary Fund. Frankel, J. A., Romer, D. 1999. Does trade cause growth? American Economic Review, 893, 379–399. Ghura 1998. Tax Revenue in Sub-Saharan Africa: Effects of Economic Policies and Corruption, IMF Working Paper 98 135. Washington: International Monetary Fund. Greenaway, D., Morgan, W., Wright, P. 2002. Trade liberalization and growth in developing countries. Journal of Development Economics, 67 , 229–244. Hansen, L. P. 1982. Large sample properties of generalized method of moment estimators. Econometrica, 50, 1029– 1054. Holtz-Eakin, D., Newey, W., Rosen, H. S. 1988. Estimating vector auto-regressions with panel data. Econometrica, 56 , 1371–1396. International Monetary Fund. 1998. Trade liberalization in IMF-supported programs prepared by a staff team led by Robert Sharer . Washington: International Monetary Fund. Keen, M., Ligthart, J. E. 2002. Coordinating tariff reduction and domestic tax reform. Journal of International Economics, 56 , 489–507. Khattry, B., Mohan Rao, J. 2002. Fiscal faux pas? An analysis of the revenue implications of trade liberalization. World Development, 30 8, 1431–1444. T.D. Agbeyegbe et al. Journal of Asian Economics 17 2006 261–284 283 Reisen, H. 1990. Interaction between the exchange rate and the public budget in major debtor developing countries. In Vito Tanzi Ed., Fiscal policy in open developing economies pp. 82–93. Washington: International Monetary Fund. Rodriguez, F., Rodrik, D. 2001. Trade policy and economic growth: A skeptics guide to the cross-national evidence. In B. S. Bernanke, K. Rogoff Eds., NBER macroeconomics annual 2000 pp. 261–325. Cambridge, MA: MIT Press. Seade, J. 1990. Tax revenue implications of exchange rate adjustment. In V. Tanzi Ed., Fiscal policy in open developing economies pp. 54–65. Washington: International Monetary Fund. Soto, M. 2003. Taxing capital flows: An empirical comparative analysis. Journal of Development Economics, 72, 203– 221. Stotsky, J. G., WoldeMariam A. 1997. Tax Effort in Sub-Saharan Africa, IMF Working Paper 97107. Washington: International Monetary Fund. Tait, A. , Gratz, W. L. M., Eichengreen, B. J. 1979. International comparisons of taxation for selected developing countries, 1972–1976. International Monetary Fund Staff Papers, 26, 123–156. Tanzi, V. 1989. The impact of macroeconomic policies on the level of taxation and the fiscal balance in developing countries. International Monetary Fund Staff Papers, 36, 633–656. Tokarick, S. 1995. External shocks, the real exchange rate, and tax policy. International Monetary Fund Staff Papers, 42, 49–79. Warcziarg, R., Welch, K. H. 2003. Trade Liberalization and Growth: New Evidence, NBER Working Paper No. 10152, December. T.D. Agbeyegbe et al. Journal of Asian Economics 17 2006 261–284 284 Temi di discussione Working papers D ic em b re 2 00 8 694 N um er o La relazione tra gettito tributario e quadro macroeconomico in Italia di Alberto Locarno e Alessandra Staderini La serie “Temi di discussione” intende promuovere la circolazione, in versione prov- visoria, di lavori prodotti all’interno della Banca d’Italia o presentati da economisti esterni nel corso di seminari presso l’Istituto, al ine di suscitare commenti critici e suggerimenti. I lavori pubblicati nella serie rilettono esclusivamente le opinioni degli autori e non impegnano la responsabilità dell’Istituto. Comitato di redazione: Patrizio Pagano, Alfonso Rosolia, Ugo Albertazzi, Claudia Biancotti, Giulio Nicoletti, Paolo Pinotti, Enrico Sette, Marco Taboga, Pietro Tommasino, Fabrizio Venditti. Segreteria: Roberto Marano, Nicoletta Olivanti. LA RELAZIONE TRA GETTITO TRIBUTARIO E QUADRO MACROECONOMICO IN ITALIA di Alberto Locarno e Alessandra Staderini Sommario Questo lavoro analizza landamento delle entrate tributarie in Italia nel periodo 1978-2006, studiando la relazione tra la dinamica del gettito e levoluzione del quadro macroeconomico. Le serie del gettito effettivo vengono corrette per gli interventi discrezionali, trasformate in aliquote implicite e scomposte in componenti strutturali. Sulla parte di trend è condotta unanalisi di regressione, che mette in evidenza come alla dinamica del gettito concorrano, oltre alle variabili più comunemente utilizzate nei modelli di previsione, una pluralità di fattori: alcuni - i tassi di interesse, il prezzo del petrolio, loutput gap, lin azione - hanno un effetto diretto sulle aliquote implicite; altri - la quota dei pro tti di banche e imprese quotate, il peso dei consumi energetici sul totale della spesa, gli acquisti di beni durevoli - in uenzano indirettamente lincidenza del prelievo, perché comportano spostamenti delle basi imponibili tra settori caratterizzati da diverse possibilità di evasione. Classi cazione JEL: C22, E62, H2. Parole chiave: Entrate tributarie, misure discrezionali, scomposizione in componenti strutturali. Indice 1. Introduzione . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3 2. Correzione per gli interventi discrezionali . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5 2.1 I dati . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5 2.2 Gli interventi discrezionali negli anni dal 1978 al 2006 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6 3. Correzione per i fattori erratici e ciclici . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 10 3.1 I modelli strutturali a componenti non osservabili . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 10 3.2 Selezione del modello e risultati . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 12 4. Aliquote implicite: uno strumento per analizzare lelasticità . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 13 5. Analisi econometrica . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 17 6. Conclusioni . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 21 Appendice 1 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 24 Appendice 2 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 26 Riferimenti bibliogra ci . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 34 Banca dItalia, Servizio Studi di congiuntura e politica monetaria Banca dItalia, Servizio Studi di struttura economica e nanziaria 1. Introduzione 1 Per valutare la solidità delle nanze pubbliche di un paese è sempre più diffuso il ricorso a indicatori di bilancio corretti per gli effetti del ciclo economico. Stime comparabili tra paesi di tali effetti sono, in particolare, regolarmente pubblicate da oltre un decennio dalla Commissione europea, dal FMI e dallOCSE. 2 Nelle metodologie più utilizzate, la correzione per gli effetti del ciclo viene apportata essenzialmente alle entrate, ipotizzando una relazione stabile tra la dinamica dei tributi e il quadro macroeconomico, che può essere adeguatamente riprodotta da un numero limitato di variabili. Le metodologie si differenziano tra quelle che si basano su unelasticità aggregata del complesso delle entrate rispetto al PIL, con lipotesi implicita che modi che nella composizione del PIL non abbiano un impatto signi cativo, e quelle che invece utilizzano elasticità distinte per le principali categorie di entrate, ciascuna rispetto alle principali variabili macroeconomiche che de niscono la composizione del prodotto consumi, retribuzioni lorde, risultato di gestione. In connessione con il manifestarsi in molti paesi di entrate inattese nel biennio 2006-07, alcuni studi di natura empirica hanno messo in evidenza i limiti delle suddette ipotesi, facendo emergere come ladozione di modelli troppo sempli cati possa condurre a errori di previsione nel breve termine e a una non corretta valutazione della stance di politica di bilancio. 3 In particolare è stata sottoposta a veri ca lipotesi di elasticità costante del gettito alle principali basi imponibili macroeconomiche, con il ricorso a modelli econometrici che distinguono tra breve e lungo periodo, ed è stato affrontato laspetto della adeguata rappresentazione del quadro macroeconomico, arricchendo la lista delle variabili che spiegano la dinamica del 1 Gli autori desiderano ringraziare Giampaolo Arachi, Sandro Momigliano, Geremia Palomba e due anon- imi referee per gli utili suggerimenti. Un ringraziamento va anche a Claudio De Vincenzi, Giuseppe Pisauro e Ruggero Paladini per aver letto e commentato una precedente versione del lavoro. 2 Queste metodologie sono descritte per la Commissione europea, per lOCSE e per la BCE rispettivamente in European Commission 1995, Giorno et al. 1995, Bouthevillain et al. 2001. Con riferimento allItalia si veda anche Momigliano e Staderini 1999, Ginebri et al. 2005. 3 Questi contributi si rifanno a un lone della letteratura teorica che viene solitamente fatto risalire a Groves e Kahn 1952, con contributi importanti di Fox e Campbell 1984, Sobel e Holcombe 1996. 4 gettito con lintroduzione, ad esempio, di quelle rappresentative dellandamento dei mercati immobiliare e azionario. 4 Questo lavoro si inserisce nel dibattito con unanalisi approfondita della dinamica del gettito tributario in Italia negli ultimi trenta anni, differenziandosi dalla letteratura più recente per la metodologia econometrica utilizzata, che si basa su tecniche di ltraggio ed equazioni statiche anziché su modelli a correzione dellerrore. Le serie delle entrate tributarie sono state preliminarmente sottoposte a due tipi di aggiustamenti. In primo luogo, le serie storiche sono state corrette per escludere gli effetti delle modi che normative attuate nel periodo; a tal ne sono state ricostruite le principali misure introdotte dal 1978 a oggi, fornendo un quadro degli effetti nanziari della politica tributaria in Italia che, per la durata e lanaliticità della ricostruzione a livello di singole imposte, non ha precedenti in letteratura. 5 In secondo luogo, è stato applicato alle serie un ltro statistico, con la nalità di eliminare la componente ciclica e i fattori erratici. Lanalisi econometrica delle serie così corrette è stata effettuata sulle corrispondenti aliquote implicite, ossia sul rapporto tra il gettito e la variabile macroeconomica che meglio approssima la relativa base imponibile. Il lavoro è così strutturato. Nel paragrafo successivo vengono brevemente descritti i dati utilizzati e vengono richiamati i principali provvedimenti di politica tributaria, di natura tanto transitoria quanto permanente; la metodologia utilizzata per correggere le serie è descritta nellAppendice 1. Nel terzo paragrafo viene condotta lanalisi statistica delle serie storiche; la descrizione della metodologia adottata viene riportata nellAppendice 2. Nel quarto paragrafo 4 Wolswijk 2007 e Swiston et al. 2007 si sono focalizzati sullanalisi dellelasticità di breve periodo, ed hanno veri cato come essa risulti maggiore di quella di lungo periodo nelle fasi espansive del ciclo. Si veda Morris e Schuknecht 2007 e Martinez Montagay et al. 2007 per lintroduzione di nuove variabili. Un utile riferimento è anche Commissione europea 2008. 5 Anche in Marino et al. 2008 vengono ricostruiti gli interventi discrezionali di politica tributaria, ma limitatamente al periodo 1998-2006. Loperazione viene fatta nellambito di una metodologia sviluppata per lanalisi strutturale dei conti pubblici, nella quale la dinamica dei ussi del bilancio pubblico viene scomposta in componenti attribuibili a misure discrezionali e in componenti dovute al ciclo economico Kremer et al., 2006. Rispetto a tale metodologia, questo lavoro si differenzia per lindividuazione della componente ciclica, mentre utilizza una tecnica analoga per quanti care gli interventi discrezionali; in questo ultimo caso i risultati sono coerenti anche se non coincidono, perché nei due lavori si fa riferimento ad aggregati di entrate tributarie diverse quelle della contabilità economica del SEC95 in Marino et al.; quelle di cassa del bilancio dello Stato - con Irpef e Ires di competenza - in questo studio. 5 vengono commentati i trend delle aliquote implicite corrette. Nel quinto paragrafo vengono riportati e commentati i risultati dellanalisi econometrica. 2. Correzione per gli interventi discrezionali 2.1 I dati Oggetto dellanalisi sono le entrate tributarie contabilizzate nel bilancio di cassa dello Stato incassi di bilancio, a cui sono state aggiunte le imposte locali introdotte con la riforma del 1998 IRAP e addizionali allIrpef; Fig. 1. Questo aggregato rappresenta circa l85 per cento delle entrate tributarie riferibili alle Amministrazioni pubbliche. 6 Luso dei dati di cassa del bilancio dello Stato consente di calcolare, anche per le imprese, le imposte di competenza, che vengono ricostruite aggiungendo agli acconti versati nellanno il saldo corrisposto in quello successivo. 7 Il ricorso alle imposte di competenza facilita lanalisi delle relazioni tra il gettito tributario e le variabili macroeconomiche usate come proxy della base imponibile. Lanalisi è condotta su quattro imposte distinte: 1 lIrpef versata con ritenuta alla fonte dai lavoratori dipendenti; 2 lIrpef versata in autotassazione; 3 lIrpeg-Ires Ires nel prosieguo del lavoro; 8 4 lIVA. La scelta di questi tributi è stata determinata dalla loro rilevanza in termini quantitativi nel caso delle ritenute Irpef e dellIVA che rappresentano circa il 50 per cento rispettivamente delle imposte dirette e delle imposte indirette, o dalla elevata variabilità in termini di incidenza nel caso delle imposte versate in autotassazione, che si riferiscono principalmente alla tassazione dei risultati di esercizio delle imprese. Sono state inoltre analizzate le serie relative al totale delle imposte dirette Irpef e addizionali, Ires, Ilor, imposte sostitutive sui rendimenti delle attività nanziarie, imposte 6 La quota è stata calcolata tenendo conto delle differenze contabili esistenti tra gli incassi del bilancio dello Stato e le entrate tributarie del conto economico delle Amministrazioni pubbliche. Per maggiori dettagli sulla de nizione di entrate tributarie adottata nel lavoro si rimanda allAppendice 1. 7 I dati sulle entrate tributarie di cassa contabilizzate nel bilancio dello Stato sono tradizionalmente pub- blicati dalla Banca dItalia dati mensili aggregati nel supplemento di Finanza pubblica al Bollettino statistico; dati annuali disaggregati per singolo tributo nella Relazione annuale. Esistono altri due tipi di dati sulle en- trate tributarie: a quelli sottostanti al conto economico delle Amministrazioni pubbliche elaborati secondo i criteri contabili del SEC95, b quelli relativi ai cosiddetti accertamenti del bilancio dello Stato espressi in ter- mini di competenza giuridica. I primi sono pubblicati dallIstat per il periodo 1980-2007; per questi dati, il tipo di dettaglio reso disponibile non consente di ricostruire la competenza economica delle imposte sul reddito delle imprese, cosa invece possibile con le statistiche pubblicate dal Ministero dellEconomia e delle nanze, che però presentano discontinuità nelle serie storiche e non possono essere utilizzate in stime econometriche. 8 LIres, limposta sul reddito delle società, era denominata Irpeg prima della riforma del 2004. 6 dirette minori e delle indirette IVA, altre imposte sugli affari, imposte su produzione e consumo, imposta sui tabacchi, IRAP. Ciascuna delle due componenti rappresenta circa il 50 per cento del totale delle entrate tributarie. 2.2 Gli interventi discrezionali negli anni dal 1978 al 2006 Le serie del gettito tributario sono corrette per gli interventi discrezionali. La metodologia utilizzata, che consiste nellaggiungere al gettito effettivo di ogni anno leffetto cumulato degli interventi adottati da allora no al 2006, consente di correggere le serie per i salti di livello dovuti allintroduzione di nuove norme. Lentità dei singoli interventi è riportata nella tavola 1. Questa metodologia non consente, invece, di correggere per quelle modi che che alterano la reattività dellimposta alla base imponibile come nel caso degli interventi che modi cano il grado di progressività dellIrpef, con riferimento ai quali si riesce a correggere solo per gli effetti di gettito nel primo anno di applicazione o che dipendono da modi che nel comportamento dei contribuenti come il grado di adesione alle norme tributarie. Per la quanti cazione degli effetti delle misure sono stati presi dove possibili i dati di consuntivo per le imposte straordinarie; dove si è ricorso alle stime ex-ante si è avuto cura di veri care che esse fossero in linea con i commenti ex post ripresi in pubblicazioni dellepoca 9 per una ricostruzione dettagliata della metodologia utilizzata si rimanda allAppendice 1. Nel periodo analizzato 1978-2006 il sistema tributario italiano è stato oggetto di modi che continue, che hanno in uenzato fortemente la dinamica delle entrate. La ricostruzione degli interventi discrezionali ha messo in evidenza lesistenza di diverse fasi nella politica tributaria. Negli anni ottanta prevalevano gli interventi sulle imposte indirette. In una prima fase venivano coinvolte lIVA, in connessione con il processo di convergenza delle aliquote stabilito in ambito europeo, e le accise sullenergia forme di prelievo commisurate alle quantità, quale reazione alle oscillazioni del prezzo del petrolio e allelevata in azione. In una seconda fase, che inizia nel 1987, gli interventi di politica tributaria venivano esplicitamente indirizzati a spostare il carico scale sullimposizione indiretta: 10 da un lato, con un innalzamento delle aliquote delle principali imposte accise sugli oli minerali, elettricità, metano, tasse sugli 9 Si fa riferimento in particolare alle pubblicazioni della Banca dItalia Relazione annuale e Bollettino economico. Informazioni riguardanti gli anni ottanta sono state tratte anche da Morcaldo 2005. 10 Si veda Banca dItalia, Relazione sullanno 1987. 7 affari e, dallaltro, con un alleggerimento del carico dellimposta personale ristrutturazione di scaglioni e aliquote nel 1989, introduzione nel 1990 di un meccanismo di correzione automatica del drenaggio scale. Nel periodo 1988-1990, laumento delle aliquote delle imposte indirette forniva un gettito aggiuntivo dellordine dello 0,8 per cento del PIL allanno. 11 Sul nire degli anni ottanta iniziava lazione di riequilibrio delle nanze pubbliche, che si rafforzava nella prima metà degli anni novanta, caratterizzandosi per signi cativi interventi di inasprimento del prelievo. 12 Nel biennio 1992-93 ritornavano prevalenti gli interventi sulle imposte dirette. Le modi che permanenti riguardavano in particolare il prelievo sulle imprese e sul lavoro autonomo, mentre il comparto delle imposte indirette veniva interessato da un processo di razionalizzazione e sempli cazione, che portava alla soppressione prima di alcune accise minori nel 1993 e poi di alcune voci della tassa sulle concessioni governative nel biennio 1994-95. Il contributo fornito alla crescita del gettito dagli inasprimenti permanenti si attenuava a metà degli anni novanta, per poi venire meno sul nire del decennio: una volta garantito lingresso nellunione monetaria, la politica tributaria poteva perseguire obiettivi di razionalizzazione del sistema e di maggiore neutralità nellimposizione. Ne erano esempi lintroduzione della DIT dal 1997, 13 la riforma dellIRAP 14 e quella della tassazione delle attività nanziarie, queste ultime due in vigore dal 1998. Le misure in campo tributario risultavano coerenti con la più generale intonazione della politica di bilancio, che ri etteva la convinzione dei policy maker di un risanamento delle nanze pubbliche oramai compiuto. 15 11 Occorre ricordare che in quegli anni le aliquote delle accise sui prodotti petroliferi erano oggetto di con- tinue modi che, di cui non è facile trovare sempre traccia; a solo titolo di esempio, si ricorda che nel 1991 il governo modi cava per sei volte tre in aumento e tre in diminuzione laliquota dellimposta di fabbricazione sulla benzina. 12 Per un approfondimento del dibattito dellepoca, si vedano Ceriani et al. 1992 e Morcaldo 2005. 13 Sulla riforma degli anni 1997-98 si rimanda a Staderini 2001. 14 Lintroduzione dellIRAP non era stata motivata con la necessità di ottenere gettito aggiuntivo: la sua creazione, in sostituzione di alcuni tributi e della componente degli oneri sociali destinata a nanziare il sistema sanitario, era stata presentata come neutrale rispetto al gettito aggregato. Nellimmediato la riforma comportava una riduzione di gettito, quanti cato nellanno 1998 in circa 4 decimi di punto percentuale di PIL. Nel lavoro la correzione per le misure discrezionali non ha riguardato questa riforma. 15 Sulle politiche di risanamento delle nanze pubbliche negli anni novanta si vedano Spaventa e Chiorazzo 2000, Degni et al. 2001, Balassone et al. 2002, Franco 2006. 8 Questa consapevolezza, insieme allesigenza di una politica di bilancio espansiva per contrastare il forte rallentamento delleconomia italiana, portava allavvio di una fase di sgravi scali in favore di famiglie e imprese, in linea con quanto avveniva negli altri paesi europei. 16 In favore delle famiglie, gli sgravi venivano concessi attraverso modi che permanenti allimposta personale e riguardavano inizialmente laumento delle detrazioni e modi che marginali alle aliquote e, a partire dal 2003, la struttura dellimposta. 17 Le imprese bene ciavano principalmente della riduzione dellaliquota dellIres, che scendeva gradualmente dal 37 per cento del 2000 al 33 del 2004. 18 Nel 2005 venivano di nuovo varate misure di inasprimento del prelievo, 19 che riguardavano in particolare le imprese. 20 Nel complesso del periodo 2000-05 venivano concessi sgravi stimabili in circa lo 0,4 per cento del PIL allanno. Nellarco temporale considerato, sono state frequentemente introdotte misure con nalità di contrasto allelusione e allevasione. Gli effetti attesi in termini di maggiori entrate da questo tipo di intervento non sono stati inclusi nella ricostruzione delle misure discrezionali effettuata in questo lavoro, per la dif coltà di valutare anche ex-post ladeguatezza delle stime quantitative elaborate ex-ante. Negli ultimi anni un contributo alla crescita del gettito è stato fornito dallintroduzione e dal potenziamento degli studi di settore, introdotti con una legge del 1993, applicati a partire dal 1998 21 e oggetto di una revisione negli anni 2005-06. Il contributo alla crescita delle 16 Per una rassegna delle politiche scali adottate dai paesi dellarea delleuro dopo la creazione della moneta unica, si veda Balassone et al. 2003. 17 Per una descrizione e una valutazione degli effetti delle modi che allIrpef negli anni 2000-05 si rimanda a Marino et al. 2007 e Marino e Staderini 2006. 18 Per una ricostruzione degli interventi di politica tributaria in favore delle imprese, si rimanda a Monacelli et al. 2001 e Gennari et al. 2005. 19 Nel luglio del 2005 il Consiglio della UE rilevava nei confronti dellItalia lesistenza di una situazione di disavanzo eccessivo e stabiliva un termine di sei mesi per ladozione di misure volte a riportare lindebitamento netto entro il limite del 3 per cento del PIL nel 2007. 20 Lanno 2005 veniva interessato dallentrata in vigore di sgravi scali in favore delle famiglie il cosiddetto secondo modulo della riforma dellimposta personale e da aumenti della base imponibile dellIres. Questi ultimi, varati con la manovra per il 2006, emergevano per la prima volta in occasione del saldo delle imposte versato dalle imprese nel 2006, ma per le modalità con cui sono ricostruite le imposte sulle imprese in questo lavoro che includono nelle imposte di competenza dellanno t il saldo versato nellanno t+1 nei nostri dati emergono già nel 2005. 21 Tra il 1998 e il 2000 entravano in vigore oltre il 50 per cento degli studi, riguardanti il 75 per cento 9 entrate fornito dagli studi di settore sembra trovare conferma nella dinamica del gettito sia dellIrpef versata in autotassazione, sia dellIVA: la prima registra una crescita sostenuta negli anni 1999-2000; 22 la seconda nel 1999, 2000 e 2006. Lef cacia degli studi di settore sembra venire meno negli anni successivi alle revisioni: lesperienza suggerisce come i contribuenti, dopo aver adeguato al rialzo i loro imponibili, sviluppino maggiori capacità di utilizzare tali strumento per eludere limposta. 23 Riassumendo, le modi che permanenti al sistema tributario, da meramente episodiche no alla metà degli anni ottanta, divenivano in seguito parte integrante del risanamento dei conti pubblici, dando luogo a consistenti inasprimenti del prelievo soprattutto nella prima metà degli anni novanta. Negli anni 2001-05 gli interventi venivano indirizzati a ridurre la pressione scale. Dal 2005 riprendevano le misure di innalzamento del prelievo, contestualmente agli ultimi sgravi Irpef. Il ricorso a misure di natura temporanea si è intensi cato negli anni novanta, in connessione con il rafforzamento del processo di consolidamento delle nanze pubbliche. Dal 1992, in particolare, gli introiti di natura temporanea hanno rappresentano una costante della politica tributaria italiana. Negli anni 1992-2006 tali introiti sono risultati pari in media allo 0,8 per cento del PIL allanno. 24 Tra le misure di natura temporanea un posto di rilievo è stato rappresentato dai condoni: nel periodo oggetto della nostra analisi sono stati introdotti 4 condoni di carattere generale con effetti di gettito rilevanti negli anni 1983-84, 1992–93, 1995-96, 2003-04. 25 della platea dei contribuenti interessati. Per una ricostruzione dellintroduzione degli studi di settore nel nostro ordinamento si veda Longobardi 2001. 22 Si veda su questo argomento Abritta et al. 2003. 23 Si veda a questo proposito Santoro 2006. 24 In questo lavoro sono considerati interventi una tantum: 1 le imposte straordinarie il cui gettito è rin- venibile in appositi capitoli di bilancio; 2 gli incrementi di gettito una tantum relativi ai tributi permanenti, solo se di importo rilevante per la dif coltà di enucleare quelli di importo modesto allinterno del gettito dei capi- toli corrispondenti ai tributi permanenti. Nel lavoro non sono, invece, considerati: 1 gli incrementi di gettito straordinari cosiddetti automatismi dellautotassazione che si realizzano il primo anno di introduzione di un provvedimento di modi ca del reddito dimpresa esclusi nel lavoro perchè non rilevanti a causa delle modalità di ricostruzione in termini di competenza delle imposte versate dalle imprese; 2 le agevolazioni temporanee in favore delle imprese. 25 Per una rassegna della teoria economica dei condoni e per una stima degli effetti sul gettito complessivo del ricorso ai condoni si veda Bernasconi e La Pecorella 2006. 10 3. Correzione per i fattori erratici e ciclici 3.1 I modelli strutturali a componenti non osservabili Per identi care il trend del gettito dei principali tributi si è ricorsi alla tecnica di scomposizione delle serie storiche in componenti strutturali. Questo approccio, illustrata diffusamente da Harvey, 26 permette di identi care gli elementi costitutivi di una serie storica - il trend, il ciclo, la stagionalità e il ”rumore”, cioè la parte puramente erratica legata alle uttuazioni a frequenze elevate - e di individuarne gli andamenti di medio-lungo periodo. Il modello utilizzato in questo lavoro è il seguente: y t = t + t + t 1 dove t costituisce il trend della serie, t il ciclo e t il termine di errore idiosincratico. Per t si assume che t = t 1 + t 1 + t t = t 1 + t 2 dove t e t sono innovazioni indipendenti, a media zero e varianza costante, pari, rispettivamente, a 2 e 2 . Il trend è rappresentato da un processo integrato del secondo ordine, di tipo random walk with drift, in cui il livello e la pendenza sono variabili casuali. Per modellare invece la componente ciclica, si fa ricorso alla funzione trigonometrica coseno e a perturbazioni stocastiche, che generano uttuazioni erratiche attorno a un andamento oscillatorio altrimenti deterministico cfr. Appendice 2. Questa rappresentazione è denominata local linear trend; casi particolari si ottengono imponendo restrizioni sulla volatilità di t , t o t . Poiché sia la componente ciclica sia quella di trend sono processi markoviani, il modello possiede una rappresentazione nello spazio degli stati; se gli errori hanno una distribuzione gaussiana, tramite il ltro di Kalman e la scomposizione dellerrore di previsione è possibile calcolare la funzione di verosimiglianza del modello e stimare il valore degli iperparametri 26 Il testo di riferimento principale è Harvey 1989, che contiene unampia esposizione dei fondamenti teorici e dellevoluzione storica dei modelli di scomposizione in componenti strutturali. Rispetto a modelli con componenti strutturali deterministiche o basati su tecniche di ltraggio ad hoc come ad esempio la procedura di previsione di Holt-Winters, questa tecnica consente di ottenere stime di massima verosimiglianza dei parametri del modello e previsioni formulate in termini di intervalli di con denza; inoltre, la speci cazione può essere selezionata sulla base dellevidenza empirica, anziché semplicemente postulata. 11 incogniti. 27 La selezione del modello che garantisce la miglior interpolazione dei dati viene fatta analizzando le proprietà dei residui cfr. Appendice 2. Nel trentennio considerato in questo lavoro, le proprietà statistiche di alcune delle serie del gettito tributario sono stata alterate da provvedimenti che hanno modi cato le modalità di riscossione e la struttura del prelievo. Questo è avvenuto in maniera rilevante in 3 casi: i nel 1993, in occasione dellabolizione del prelievo alla dogana dellIVA sulle importazioni dai paesi dellUE; ii nel 1996, quando sono cambiate le modalità di tassazione dei rendimenti obbligazionari; iii nel 1998, quando è entrata in vigore la riforma che ha portato allintroduzione dellIRAP. In questi casi, poiché non è stato possibile correggere direttamente i dati relativi al gettito, il modello base è stato modi cato introducendo le cosiddette intervention dummies. 28 Lanalisi preliminare dei dati ha inoltre evidenziato la presenza di osservazioni anomale nella serie delle ritenute sui redditi da lavoro dipendente nel 1998 e in quella dellIrpef versata in autotassazione dagli autonomi nel 1992. 29 La scomposizione in componenti strutturali è stata quindi effettuata non sulla serie osservata y t , ma sul residuo y t d t , dove d t rappresenta la variabile o il vettore di variabili di comodo e il suo coef ciente. 27 I parametri di un modello local linear trend sono f ; ; ; ; ; c g. ; e sono, rispet- tivamente, le varianze del noise e delle innovazioni al livello e alla pendenza del trend, mentre ; e c sono i parametri che si riferiscono alla componente ciclica t vedi Appendice 2. Essi sono in genere chiamati iper- parametri per distinguerli dalle componenti del vettore degli stati che possono essere interpretati come parametri variabili. 28 Vengono chiamate intervention variables o intervention dummies le variabili di comodo usate per tener conto di variazioni - sia temporanee, sia permanenti - nel processo generatore dei dati. La prima modi ca ha interessato la speci cazione del modello per le imposte indirette e per lIVA ed è stata colta per mezzo di una dummy uguale a 1 nel 1993 e a zero in tutti gli altri periodi, mentre la seconda ha riguardato lIrpegIres e ha comportato lintroduzione di una variabile di comodo a scalino, pari a zero no al 1996, a 0,5 lanno dopo e a 1 successivamente. La riforma scale del 1998, che ha comportato una redistribuzione del gettito dai contributi sociali e dalle imposte dirette a quelle indirette, è stata modellata per mezzo di due variabili di comodo: la prima, nulla no al 1997, ha consentito di cogliere labolizione dellIlor e lintroduzione dellIRAP; la seconda - pari a 1 nel 1999 e 2000, a 2 nel 2001 e 2002 e a 3 successivamente - ha permesso di approssimare landamento crescente delle addizionali Irpef, il cui gettito è aumentato nel tempo in maniera graduale. Introdotte per la prima volta nel 1999, le entrate generate dalle addizionali Irpef rimangono intorno ai 2,5 miliardi nel 1999-2000; salgono a circa 5 miliardi nel 2001-02; arrivano agli attuali 8 miliardi circa dal 2003. 29 Il dato anomalo del 1998 deriva da forti ritardi nella contabilizzazione in bilancio delle ritenute sui redditi da lavoro dipendente che hanno fatto slittare parte degli incassi del 1998 allanno successivo; si ricorda che in questo lavoro, relativamente a questa componente, il gettito di ciascun anno è ricostruito sottraendo il dato del mese di gennaio e aggiungendo quello del mese di gennaio dellanno successivo si veda lAppendice 1. Loutlier del 1992 è invece da ricondurre al peso straordinario delle misure di inasprimento del prelievo adottate nellanno, la cui entità può risultare sottostimata nel lavoro, per la dif coltà di tener conto di tutti i provvedimenti presi anche nel corso dellanno. 12 3.2 Selezione del modello e risultati La selezione del modello di scomposizione che meglio si adatta ai dati è stata fatta mettendo a confronto 4 speci cazioni: il modello generale; quello in cui la pendenza del trend è non stocastica 2 = 0; quello in cui il livello di t è sso 2 = 0; quello senza componente ciclica 2 = 2 = 0. Una prima scrematura viene fatta eliminando i modelli i cui residui risultano non gaussiani o serialmente correlati; quindi si arriva alla scelta nale selezionando la speci cazione che presenta il minor numero di parametri e il miglior adattamento ai dati, questultimo misurato per mezzo dellerrore standard e del coef ciente di determinazione cfr. Appendice 2. 30 Lanalisi è stata effettuata sulle sei componenti del prelievo e per tre de nizioni di gettito: quello effettivo riportato nel bilancio dello Stato, quello al netto delle imposte una tantum, quello corretto per il complesso delle misure discrezionali sia una tantum, sia permanenti. Per ciascuna variabile è stata considerata sia la trasformata logaritmica, sia laliquota implicita, ottenuta rapportando il gettito alla variabile macroeconomica che meglio approssima la base imponibile. La proxy selezionata è stata il PIL per le imposte dirette; i consumi nominali per lIVA e le imposte indirette; il monte salari per le ritenute Irpef sul lavoro dipendente; il risultato lordo di gestione del settore privato per lIres e lIrpef versata in autotassazione. Come già più volte ricordato, per le variabili utilizzate al numeratore le imposte sono state ricostruite in termini di competenza economica; si ottengono in questo modo delle aliquote implicite che rappresentano lincidenza del prelievo sulla base imponibile. Sono stati stimati quindi 36 modelli. 31 I risultati sono riportati nelle tavole 2a-2c e 3a-3c. Relativamente alle aliquote implicite delle serie corrette per gli interventi discrezionali, su cui si è incentrata lanalisi che segue, i risultati delle stime mettono in evidenza che 32 : i quando le entrate tributarie sono espresse in rapporto alla base imponibile, non esiste una speci cazione che domina nettamente sulle altre e le differenze di goodness-of- t tra i modelli si riducono rispetto a quanto emerge nel caso delle serie espresse in scala logaritmica. 30 In nessun dei casi analizzati in questo lavoro si è veri cato che le due statistiche fornissero indicazioni diverse. 31 La scomposizione in componenti strutturali delle serie del gettito tributario è stata condotta con il software Stamp inserito nella versione 2.20 di GiveWin. 32 Per una descrizione dei risultati delle altre stime si rimanda allAppendice 2. 13 La speci cazione più frequentemente selezionata è quella che assume una pendenza non- stocastica, ma in circa la metà dei casi il modello non ristretto o quello smooth trend sembrano garantire risultati migliori. Pur nellimpossibilità di tracciare linee di demarcazione precise, i risultati ottenuti suggeriscono che un modello con = 0 appare più appropriato per serie che - come le aliquote - uttuano attorno a un livello medio costante, mentre una pendenza variabile nel tempo 6= 0 si adatta meglio a variabili che - come il logaritmo del gettito dei tributi - crescono stabilmente. ii la componente ciclica, pur spiegando una parte ridotta della volatilità delle serie tributarie, non può essere omessa dalla scomposizione, pena un forte peggioramento del tting. Nelle variabili espresse in rapporto alla base imponibile, il peso ridotto della componente ciclica è giusti cato dal fatto che le uttuazioni del numeratore e del denominatore si elidono reciprocamente, riducendo notevolmente il contributo alla varianza totale delle onde di periodo compreso tra i 2 e gli 8 anni. Una volta individuata la speci cazione migliore, le serie sono state depurate dalle componenti cicliche e irregolari. 33 4. Aliquote implicite: uno strumento per analizzare lelasticità Laliquota implicita è un utile strumento di analisi che consente di mettere in relazione con maggior chiarezza landamento del gettito e levoluzione delleconomia. Anche limitandosi allanalisi gra ca, emerge come le aliquote implicite siano in grado di offrire un quadro dellevoluzione delle entrate più completo rispetto a quello rinvenibile dallanalisi del gettito effettivo. Questultimo farebbe, ad esempio, emergere una marcata decelerazione del gettito a partire dalla metà degli anni ottanta, che si acuisce negli anni 2001-05 e che, in ne, si traduce in unaccelerazione a partire dal 2006 Fig 2a e, per la componente di trend, 3a. Correggendo il gettito per le misure discrezionali, si attenua la stagnazione degli anni 2001-05 connessa con le misure di sgravio scale adottate nei primi anni del 2000 e, in misura minore, dei crediti dimposta maturati nellambito del risparmio gestito nel 2001; permane, tuttavia, il 33 Con riferimento alle imposte dirette, si evidenzia a partire dal 1998 una divaricazione tra andamento effettivo e trend in tutte le tre de nizioni di gettito; essa dipende dalla riforma scale del 1998, di cui si è tenuto conto nella stima del trend per mezzo di dummies, diversamente da quanto fatto per gli altri interventi di natura permanente. Un andamento simmetrico, ma di segno opposto, si nota nel caso delle imposte indirette: negli ultimi 9 anni la componente strutturale si mantiene stabilmente al di sotto del gettito effettivo, poiché essa non incorpora i maggiori introiti legati allIRAP. 14 rallentamento registrato dalla metà degli anni ottanta, che risente dellevoluzione del contesto economico Figg. 2b,2c e, per la componente di trend, 3b,3c. Nel corso dellultimo quarto di secolo, infatti, la dinamica dei prezzi e il potenziale di crescita delleconomia italiana si sono ridotti in misura considerevole: mentre nella prima metà degli anni 80 il PIL nominale aumentava a tassi superiori al 10 per cento annuo, nel periodo 2001-06 il prodotto è cresciuto in media del 3,6 per cento. Rapportando il gettito a una variabile macroeconomica correlata con la base imponibile, il quadro cambia completamente Figg. 2d, 2e, 2f e diventa di più immediata lettura con lestrazione del trend Figg. 3d, 3e, 3f. In particolare, tenendo conto dellevoluzione del contesto economico, non emerge un rallentamento nelle potenzialità di produrre gettito del sistema tributario, mentre risulta evidente come lincidenza del prelievo sia in ascesa da alcuni anni e abbia raggiunto livelli storicamente elevati. 34 Di particolare rilievo è lanalisi del prelievo strutturale la componente di trend delle serie corrette per le misure discrezionali temporanee e permanenti, che fornisce indicazioni sullelasticità del gettito alla sua base imponibile: aliquote costanti nel tempo corrispondono allipotesi di elasticità unitaria rispetto alla base imponibile PIL, consumi, retribuzioni, risultato lordo di gestione, come viene assunto nei modelli più comunemente utilizzati per correggere le entrate tributarie per gli effetti del ciclo economico. 35 Lanalisi gra ca del trend dellaliquota implicita Fig. 3f mette in evidenza come essa presenti, invece, ampie uttuazioni. LIrpef sulle ritenute da lavoro dipendente mostra un trend in continua ascesa in tutto il periodo campionario, in connessione con la sua struttura progressiva dellimposta, che si accentua nei periodi di in azione elevata, perchè gli interventi di restituzione del drenaggio scale sono stati nella maggior parte dei casi parziali. Landamento tendenziale dellaliquota, tuttavia, non cresce in modo monotono, suggerendo unelasticità non solo superiore a uno, ma anche variabile nel tempo, in connessione con gli interventi sulla struttura impositiva che ne 34 Come ricordato anche nella nota 33, occorre ribadire che lo scostamento che emerge tra trend e serie dellaliquota implicita nella gura 3f a partire dal 1998 dipende dalla riforma del 1998 introduzione dellIRAP tra le indirette, delle addizionali allIrpef tra le dirette a contestuale abolizione dellIlor. 35 In generale, poiché laliquota implicita è de nita come rapporto tra gettito E e base imponibile B, vale la relazione: d ln = d ln E d ln B. Per lelasticità si ha invece che: = d ln E d ln B : Ne consegue quindi che un aumento diminuzione dellaliquota implicita equivale a un incremento riduzione dellelasticità. 15 hanno modi cato il grado di progressività tavola 4. Vale la pena ribadire che la metodologia utilizzata in questo lavoro per correggere per le misure discrezionali è in grado di cogliere solo limpatto sul gettito nellanno in cui lintervento è adottato e non corregge per le modi che nel grado di progressività dellimposta. 36 Per le imposte dirette sulle imprese Irpef versata in autotassazione e Ires il trend dellaliquota implicita mostra maggiori uttuazioni, anche per la dif coltà di individuare una variabile macroeconomica suf cientemente vicina alla base imponibile. Entrambe le imposte mostrano negli ultimi anni un trend ascendente, che nel caso dellIrpef in autotassazione comincia dalla ne degli anni novanta, mentre per lIres è più recente. 37 Nel primo caso laumento dellaliquota potrebbe essere posto in connessione con lintroduzione degli studi di settore. Nel caso dellaumento dellincidenza dellIres sul risultato lordo di gestione, è interessante osservare come questo fenomeno sia stato riscontrato anche in altre economie avanzate: analisi comparate sulla scalità a carico delle imprese nei principali paesi OCSE hanno messo in evidenza come alla riduzione delle aliquote legali, indotta dalla competizione scale, non abbia fatto riscontro una riduzione del gettito, che anzi in media è aumentato. 38 Analisi empiriche hanno messo in evidenza come laumento del gettito sia da porre in connessione con landamento del prezzo delle attività reali e nanziarie 39 e con laumento della quota dei pro tti sul PIL, legato in particolare alla crescita relativamente più elevata della redditività del settore del credito e delle assicurazioni. 40 Per il totale delle imposte dirette, landamento ascendente dellaliquota implicita sembra guidato principalmente da quello delle ritenute Irpef sui redditi da lavoro dipendente, anche se con una maggiore variabilità connessa alla presenza delle imposte versate in autotassazione e al complesso delle imposte sostitutive sui rendimenti delle attività nanziarie. Questultima 36 Si veda la tavola 4 per una rassegna degli interventi di modi ca dellIrpef effettuati con la nalità di resti- tuzione del drenaggio scale e per il calcolo di un indicatore del grado di progressività della struttura impositiva in ciascun anno. Il grado di progressività dellIrpef è stato ricostruito come media semplice degli indici di Liability Progression LP calcolati per una scala di redditi assunti costanti in valore reale. 37 Per una ri essione approfondita sullo stato dellarte della tassazione delle società in Italia si veda Ceriani 2006. 38 A questo proposito si veda Devereux e Sorenson 2006. 39 Si veda a questo proposito Morris e Schuknecht 2007. 40 Questultima tesi è sostenuta da Devereux e Klemm 2004, con particolare riferimento al caso del Regno Unito. 16 componente, che ha rappresentato quasi il 10 per cento del gettito tributario no al 1996, per poi scendere intorno al 4 per cento, è caratterizzata da estrema variabilità in connessione con la dinamica dei tassi di interessi e con le innumerevoli modi che alle aliquote e alle modalità di versamento testimoniate dalla ricostruzione riportata nella tavola 4 colonne 6 e 7. Il totale delle imposte dirette è cresciuto molto no alla ne degli anni ottanta, risentendo principalmente dellinterazione tra gli elevati tassi di in azione e la struttura progressiva dellimposta personale; essa ha bene ciato anche dellentrata in vigore di nuove e più ef caci modalità di riscossione dei tributi ritenute alla fonte, autoliquidazione, acconti. Negli anni novanta, invece, laliquota scende in alcuni anni e la componente di trend si stabilizza. Questa tendenza si inverte decisamente a partire dalla ne degli anni novanta e laliquota si riporta sui livelli massimi registrati nel trentennio. Tra le imposte indirette, il trend dellaliquota implicita dellIVA è in forte crescita dal 1999, dopo una caduta di quasi due punti tra linizio degli anni ottanta e la ne degli anni novanta. La dinamica dellaliquota implicita potrebbe ri ettere modi che nella composizione dei consumi tra beni caratterizzati da diverse aliquote e diverse possibilità di evasione. Per il totale delle imposte indirette, la dinamica di medio-lungo termine dellaliquota implicita mostra come, in assenza di interventi discrezionali, il gettito sarebbe cresciuto no al 1997 a un ritmo notevolmente inferiore a quello dei consumi nominali, ri ettendo la presenza in questo aggregato di imposte sulla quantità accise sui prodotti energetici, tariffe delle principali imposte sugli affari. Nella ricostruzione degli interventi discrezionali si è tenuto conto anche degli interventi disposti su queste imposte, per adeguarne il gettito alla dinamica dei prezzi. A conferma del ruolo giocato dalle imposte in somma ssa nella caduta dellaliquota implicita, si osserva come la discesa dellaliquota implicita riguardi, infatti, solo in minima parte lIVA laliquota implicita dellIVA scende tra il 1980 e il 1997 di meno di 2 punti percentuali, contro gli oltre 7 punti del totale delle imposte indirette. Anche per le imposte indirette lincidenza del prelievo torna a salire a partire dalla ne degli anni novanta. Le uttuazioni della componente di trend dellaliquota implicita indicano che lipotesi di costanza dellelasticità del gettito rispetto alla variabile macroeconomica usata come proxy della base imponibile è molto forte; segnala, inoltre, come alla dinamica del gettito concorrano altre variabili, oltre a quelle utilizzate al denominatore delle aliquote implicite e di cui si tiene solitamente conto nei modelli di previsione e nelle tecniche di depurazione del bilancio dagli 17 effetti del ciclo economico. Il resto dellanalisi è stata dedicata allo studio di queste ulteriori variabili. Lanalisi della componente strutturale dellaliquota delle imposte totali somma di dirette e indirette, depurate delle misure discrezionali, fornisce un quadro dassieme interessante. Emergono 3 sottoperiodi, caratterizzati da dinamiche differenti Fig. 4: 1 un primo periodo, che è durato per tutti gli anni ottanta, in cui il sistema tributario ha prodotto un gettito che è cresciuto stabilmente a un tasso superiore al prodotto; hanno sospinto la crescita gli elevati tassi di in azione del periodo; 2 un secondo periodo, corrispondente al decennio successivo, in cui lincidenza della tassazione sarebbe diminuita in assenza di interventi discrezionali, soprattutto per la presenza di imposte sulla quantità come le accise e le imposte sugli affari che, per il fatto di essere ssate in termini nominali, richiedono interventi discrezionali semplicemente per preservarne il valore reale; 3 un terzo periodo, che parte dalla ne degli anni novanta, in cui si è invertita la tendenza del decennio precedente e lincidenza del prelievo è tornata ad aumentare. Se nei dati sul gettito effettivo la ripresa emerge con forza solo nel 2006, il trend della serie corretta per gli interventi discrezionali segnala come laumento del prelievo rispetto al PIL inizi intorno al 2000; esso non è emerso tuttavia immediatamente nei dati sul gettito effettivo, per gli effetti degli sgravi scali concessi nello stesso periodo e per il venir meno di parte del gettito dellimposta sostitutiva sui redditi da capitale, connesso ai crediti dimposta maturati dai fondi comuni nel 2001. 5. Analisi econometrica Lanalisi sin qui svolta ha messo in evidenza come lincidenza del prelievo sulla base imponibile macroeconomica non sia costante nel tempo, neppure dopo aver corretto le serie per le misure discrezionali e per i fattori erratici e ciclici. Per spiegare la varianza delle aliquote implicite, sono state effettuate alcune regressioni, una per ciascuna delle sei componenti del gettito; la variabile dipendente è rappresentata dal trend dellaliquota implicita. 41 Lapproccio adottato nella scelta dei regressori è stato di tipo euristico: invece di privilegiare una 41 Per veri ca, le stesse regressioni sono state stimate anche sulle aliquote effettive, con risultati tavola 5b analoghi a quelli ottenuti usando come variabile endogena la sola componente di trend tavola 5a. Fanno eccezione le equazioni relative alle imposte dirette e indirette, in cui la signi catività delle variabili esplicative si riduce sensibilmente. 18 speci cazione coerente con un modello teorico, si è preferito selezionare le variabili più adatte a cogliere mutamenti nellincidenza del prelievo. Nel complesso, le equazioni stimate sono soddisfacenti in termini di goodness-of- t e forniscono risultati la cui interpretazione economica appare convincente tavola 5a. Lincidenza sul monte salari delle ritenute Irpef, la componente del prelievo con una crescita tendenzialmente superiore alla base imponibile, è risultata fortemente correlata con una variabile che rappresenta linterazione tra lin azione e la struttura progressiva dellimposta: questa variabile coglie gli effetti del drenaggio scale, che sono rilevanti anche nella serie del gettito corretto per gli interventi discrezionali. 42 La rilevanza di questo regressore è un ulteriore dimostrazione del fatto che i provvedimenti di restituzione del drenaggio scale sono stati nella maggior parte dei casi solo parziali, come emerge anche dalla tavola 4. Laliquota implicita mostra una correlazione signi cativa anche con la quota delle pensioni sul monte salari: il risultato non è sorprendente, in quanto le pensioni sono una componente della base imponibile legale cui si applicano le ritenute Irpef, ma non sono incluse nel denominatore dellaliquota. Tra i regressori compare anche un indicatore del grado di disuguaglianza nella distribuzione dei redditi dichiarati, che acquista rilevanza per effetto della struttura progressiva dellimposizione. 43 Nella speci cazione del modello ha trovato collocazione anche una dummy relativa al 1983, anno interessato da unimportante riforma della struttura impositiva, i cui effetti sul gettito solo in parte sono colti dalle correzione per gli interventi discrezionali. Le imposte sul reddito delle imprese sono risultate più dif cili da modellare, in parte risentendo delle maggiori divergenze tra la base imponibile effettiva e la proxy macroeconomica utilizzata per il calcolo dellaliquota implicita. Lincidenza sul risultato lordo di gestione dellIrpef versata in autotassazione conferma la correlazione positiva anche di 42 Il grado di progressività fornisce indicazioni sulla reattività del gettito alla base imponibile. Nel periodo considerato in questo lavoro, le riforme dellimposta sul reddito, modi cando la struttura delle aliquote e delle deduzioni, hanno inciso sul grado di progressività dellimposta. Come più volte ricordato, la correzione per le misure discrezionali è stata in grado di cogliere solo gli effetti in termini di gettito nel primo anno di applicazione ossia leffetto stimato al livello di reddito-base imponibile pre-riforma, non anche quello cosiddetto addizionale che incide sulla reattività dellimposta alla base imponibile, che si manifesta negli anni successivi. 43 Come indicatore di disuguaglianza è stata utilizzata la quota del reddito dichiarato dal cinque per cento della popolazione con redditi più elevati. I calcoli sono stati effettuati no al 2004 sulla base dei dati relativi alle dichiarazioni dei redditi raccolti dal Ministero dellEconomia e delle Finanze cfr. Brandolini 2007; per il periodo successivo sono state usate nostre stime. 19 questa imposta con lin azione e il grado di progressività dellimposta. Non risulta invece signi cativa, e per questo esclusa dal modello de nitivo, la disuguaglianza nella distribuzione dei redditi. Contribuisce, in ne, a spiegare la varianza di questa componente dellIrpef, con segno negativo, il gettito dei condoni e delle imposte sostitutive una tantum, come ad esempio limposta sulle rivalutazione dei cespiti aziendali; il gettito di queste imposte non è incluso nellaggregato al numeratore dellaliquota, perché eliminato nella correzione per le misure una tantum. Questa variabile potrebbe cogliere, oltre a un impatto negativo sul grado di adesione dei contribuenti allobbligazione tributaria, gli effetti dei possibili vincoli di liquidità indotti dai versamenti straordinari legati a condoni e sanatorie; la variabile è risultata signi cativa per lIrpef versata in autotassazione, ma non per lIres, suggerendo come per le imprese di minori dimensioni, il pagamento delle imposte offra maggiori margini di manovra e di evasione, che rendono il gettito più correlato a fattori di tipo istituzionale, come il pagamento di condoni, piuttosto che al ciclo economico. Una misura delloutput-gap del settore privato, esclusa perchè non signi cativa dallequazione dellIrpef versata in autotassazione, ha invece trovato spazio in quella dellIres, che si conferma essere la componente del prelievo più reattiva al ciclo economico. 44 Lincidenza del prelievo risente inoltre di come si distribuisce la base imponibile tra settori produttivi e soggetti dimposta caratterizzati da diverse possibilità di evasione. Sono stati considerati tre comparti: quello delle imprese quotate, quello delle banche e quello della grande distribuzione. Questultima 45 non è risultata signi cativa, presumibilmente per la dif coltà di individuare una proxy adeguata per un arco temporale così ampio. Rivestono invece un ruolo importante nella spiegazione delle aliquote implicite la redditività delle banche, espressa dal ROE, e quella delle imprese quotate, rappresentata dai dividendi distribuiti. I risultati mettono in evidenza, in ne, una correlazione negativa con il prezzo del petrolio, variabile che potrebbe essere rappresentativa sia dei costi energetici delle imprese, 44 La variabile endogena è la componente di trend dellaliquota implicita e quindi, in linea di principio, dovrebbe essere già depurata dalle uttuazioni cicliche. Questo in realtà non accade sempre, in quanto una misura di output-gap - derivata dalla dinamica dellaccumulazione di capitale nel settore privato - contribuisce a migliorare il tting dellequazione relativa allIres. Il risultato non è sorprendente, visto che la stima del ciclo ottenuta dalla scomposizione in componenti strutturali si basa su criteri statistici e non economici. 45 Come regressore è stata utilizzata la quota dei lavoratori dipendenti sul totale degli occupati somma di autonomi e dipendenti nel settore del commercio. 20 sia di shock negativi subiti dal sistema economico in connessione con il rialzo del prezzo del petrolio. 46 Lequazione del totale delle imposte dirette appare sostanzialmente coerente con quella delle sue tre principali componenti. Trovano infatti conferma la rilevanza dellin azione, combinata con il grado di progressività dellimposta, e il grado di disuguaglianza nella distribuzione dei redditi, per i loro effetti sul gettito delle ritenute Irpef sui redditi da lavoro dipendente. Si conferma limportanza dei condoni, per gli effetti negativi riscontrati sul gettito dellIrpef in autotassazione, e quella della redditività delle banche, correlata alla dinamica dellIres. In aggiunta alle variabili già utilizzate nelle regressioni delle tre componenti analizzate, trova spazio, con segno positivo, anche una variabile rappresentativa dei tassi di interesse di mercato, per i suoi effetti sullimposta sostitutiva sui redditi delle attività nanziarie. Passando alle imposte indirette, lequazione dellIVA segnala come lincidenza sui consumi del gettito sia signi cativamente e positivamente correlata agli investimenti delle Amministrazioni pubbliche, che rappresentano una componente della base imponibile IVA esclusa dal denominatore dellaliquota implicita. 47 Emerge inoltre una correlazione positiva e signi cativa con loutput-gap del settore privato. Nella individuazione dei regressori, si è ipotizzato che laliquota implicita dellIVA possa essere in uenzata da modi che nella composizione dei consumi tra comparti caratterizzati da diverse possibilità di evasione, come ad esempio la grande distribuzione, i beni durevoli, i beni energetici. Soltanto per questo ultimo fattore è stato possibile reperire una variabile in grado di cogliere adeguatamente il fenomeno: la correlazione positiva con il prezzo del petrolio in questa equazione può infatti essere interpretato come un cambiamento nella composizione dei consumi verso prodotti - quelli energetici - meno soggetti a fenomeni di evasione. 48 46 Tra le variabili esogene era stato inizialmente incluso un indice dei prezzi delle azioni, per cogliere gli ef- fetti dei guadagni in conto capitale, ma la variabile non è risultata signi cativa, in coerenza con quanto riscontrato per lItalia anche da Morris e Schuknecht 2007. 47 Per una ricostruzione della base imponibile dellIVA si vedano Convenevole e Pisani 2003 e Marigliani 2007. 48 Leffetto meccanico di aumento del gettito dovuto al rialzo del prezzo del petrolio non dovrebbe com- portare variazioni nellaliquota implicita, in quanto in uenzerebbe tanto il numeratore, quanto il denominatore. 21 Per il totale delle indirette, la varianza dellendogena è spiegata da due variabili che sono risultate signi cative nellequazione relativa al gettito dellIVA che rappresenta oltre il 50 per cento delle imposte indirette: i gli investimenti delle Amministrazioni pubbliche, ii il prezzo del petrolio. Hanno trovato spazio anche altre due variabili, che sia pure potenzialmente correlate con lIVA, risultano signi cative solo in questa equazione, dove la loro rilevanza risulta ampli cata probabilmente per il fatto che in uenzano anche il gettito di altre imposte indirette. Si tratta, in particolare, della quota della spesa in beni durevoli sul totale dei consumi delle famiglie e dei consumi intermedi delle Amministrazioni pubbliche. Anche il coef ciente dellin azione, che appare con il segno negativo, risulta signi cativamente diverso da zero, in connessione con il fatto che in periodi di elevata in azione perde peso il gettito delle accise. La dinamica delle aliquote implicite risente anche di modi che nel grado di adesione spontanea dei contribuenti agli obblighi tributari tax compliance. Per tenere conto di questo fattore, nelle sei equazioni era stata inizialmente inserita una variabile rappresentativa del grado di aderenza dei redditi Irpef dichiarati ai corrispondenti redditi di contabilità nazionale; 49 nelle stime nali questa variabile è stata omessa, in parte perché non esogena, in parte perché inutilizzabile per una spiegazione non tautologica della dinamica dellincidenza del prelievo tributario. Diversamente da quanto riscontrato in altri paesi, il prezzo delle abitazioni sembra non avere in uenza sulla dinamica del gettito tributario. 6. Conclusioni Questo lavoro analizza levoluzione del gettito tributario in Italia nel trentennio che parte dal 1978 e arriva al 2006. Le serie del gettito sono state preliminarmente depurate sia dalle misure discrezionali ricostruite per lintero periodo campionario a livello di singolo tributo, sia dai fattori erratici e ciclici. Le serie corrette sono state rapportate a una proxy macroeconomica della base imponibile legale, ottenendo aliquote implicite dalle quali è stata estratta la componente di trend. 49 La variabile è costruita adottando una versione sempli cata del metodo proposto da Visco 1984. Si tratta dellunico indicatore disponibile su un orizzonte temporale pluridecennale del grado di evasione-erosione, che presenta però il limite di non consentire una distinzione tra le due componenti. 22 I dati sul gettito effettivo farebbero emergere una marcata decelerazione del gettito a partire dalla metà degli anni ottanta, che si acuisce negli anni 2001-05. Correggendo per le misure discrezionali, la stagnazione degli anni 2001-05 si attenua; eliminando le componenti cicliche ed erratiche dalle aliquote implicite, la decelerazione del gettito dalla metà degli anni ottanta viene meno ed emerge come lincidenza del prelievo sia in ascesa dallinizio del decennio e abbia raggiunto livelli storicamente elevati. Ulteriori indicazioni sullelasticità del gettito alla base imponibile sono fornite dallanalisi di regressione condotta sul trend delle aliquote implicite. Le principali conclusioni sono le seguenti: 1 Le serie delle entrate tributarie, una volta corrette per le misure discrezionali e per le componenti erratiche, crescono in linea con la base imponibile, ma risentono anche dellin uenza di altri fattori: alcuni di questi misurano gli scostamenti tra la base imponibile legale e la proxy macroeconomica utilizzata nella de nizione delle aliquote implicite, contribuendo a ridurre gli errori di misurazione; altri colgono modi che nella struttura delleconomia italiana che in uenzano lincidenza dellimposta. 2 Il gettito accelera rispetto alla base imponibile in presenza di un aumento di: in azione in connessione con il drenaggio scale; quota dei pro tti delle banche, volume dei dividendi distribuiti dalle società quotate, frazione di spesa delle famiglie destinata allacquisto di beni durevoli o energetici fattori che segnalano uno spostamento nella composizione del valore aggiunto verso settori con minori possibilità di evasione; tassi di interesse nominali per il ruolo dellimposizione sostitutiva sugli interessi; grado di disuguaglianza nella distribuzione dei redditi a causa della struttura progressiva dellimposta sul reddito. 3 Lanalisi mostra una differenza di comportamento tra società di capitali da un lato soggette allIres e piccole imprese e lavoratori autonomi dallaltro che pagano prevalentemente lIrpef. Relativamente alle prime, levidenza empirica indica che limposta sui pro tti delle società è la componente del prelievo più reattiva agli andamenti economici: essa cresce, infatti, a un tasso superiore inferiore alla base imponibile nelle fasi espansive recessive del ciclo economico; inoltre, lincidenza del prelievo è correlata negativamente alla dinamica del prezzo del petrolio. Con riferimento alle seconde, i risultati dellanalisi mostrano che il gettito dellimposta dipende più da fattori di tipo istituzionale, come gli studi di settore o il pagamento di condoni, che dalle condizioni cicliche delleconomia. 4 La veri ca empirica ha pertanto messo in evidenza come le serie delle entrate tributarie, una 23 volta corrette per le misure discrezionali e per i fattori erratici, vengano spiegate ef cacemente da modelli che, pur assumendo elasticità costanti rispetto alla base imponibile, tengono conto anche di altre variabili. Lanalisi tenderebbe a ricondurre il fenomeno della variabilità delle elasticità scali, su cui la letteratura empirica ha recentemente posto laccento, allomissione di variabili che esercitano unin uenza non trascurabile sulle capacità di gettito del sistema tributario. Appendice 1 Costruzione della serie delle entrate tributarie In questo lavoro è stato analizzato il gettito delle entrate tributarie contabilizzate nel bilancio di cassa dello Stato cosiddetti incassi di bilancio con laggiunta delle imposte locali introdotte con la riforma del 1998 IRAP, addizionali regionale e comunale allIrpef. In questo ultimo caso, trattandosi di imposte riscosse centralmente, i dati sono desumibili dai conti correnti della Tesoreria centrale dello Stato intestati agli enti decentrati destinatari del gettito. I dati sono lordi di rimborsi e compensazioni. Laggregato analizzato comprende il gettito dellIlor no al 1997 e, a partire dal 1998, quello delle suddette imposte locali. Laggregato presenta pertanto una discontinuità nel 1998 per effetto della riforma; si è preferito trattare tale discontinuità con apposite variabili di comodo nelle analisi econometriche piuttosto che correggere le serie, trattandosi di imposte quantitativamente importanti, possibili errori di misurazione avrebbero avuto effetti rilevanti. Tra le imposte indirette non sono invece stati considerati i proventi del Lotto e delle Lotterie che nel bilancio dello Stato sono riportati al lordo delle vincite corrisposte classi cate tra le uscite. I proventi lordi del lotto e delle lotterie rappresentano unentrata per lo Stato con una dinamica per sua natura aleatoria. In questo lavoro, relativamente alle principali imposte dirette Ires e Irpef, sia per la parte prelevata attraverso le ritenute sui redditi dei lavoratori dipendenti, sia per quella versata in autotassazione, è stato ricostruito il gettito di competenza economica, ottenuto per ciascun anno sommando agli acconti versati nel corso dellanno, il saldo versato nellanno successivo a gennaio relativamente alle ritenute Irpef, nellestate per lIres e lautotassazione Irpef. Laccisa sugli oli minerali è stata reintegrata della quota che, a partire dal 1996, viene devoluta alle Regioni. La correzione delle serie per tenere conto degli interventi discrezionali è avvenuta aggiungendo in ciascun anno, al dato del gettito già comprendente gli effetti delle modi che introdotte nellanno stesso gli effetti cumulati delle modi che intercorse tra lanno osservato e il 2006. Gli effetti delle manovre sono stati portati indietro nel tempo utilizzando come tasso di sconto, il tasso di incremento del gettito dellimposta alla quale i provvedimenti si riferivano al netto di effetti una tantum, in maniera da non alterare la dinamica dellimposta se non 25 nellanno di introduzione della modi ca; un esempio può essere utile a chiarire la metodologia: il dato relativo allIrpeg del 1993 è stato corretto aggiungendo, al dato del gettito effettivo dellanno, gli effetti dei provvedimenti in materia di Irpeg introdotti negli anni successivi che hanno portato alla struttura del 2006 scontati ogni anno con il tasso di incremento annuale dellIrpeg al netto di eventuali effetti una tantum. La correzione per gli interventi di natura temporanea ha riguardato invece solo gli anni interessati da tali provvedimenti. Lentità delle correzioni sono riportate nella tavola 1. Appendice 2 Modelli strutturali di serie storiche Il modello base utilizzato in questo lavoro è quello descritto nel paragrafo 3 ed è denominato local linear trend. In questo modello il trend deterministico t = + t viene generalizzato supponendo che intercetta e pendenza siano processi stocastici di tipo random walk. 50 Casi particolari si veri cano quando la varianza dellinnovazione al livello o allinclinazione di t sono pari a zero: quando 2 = 0 local level with drift, la pendenza del trend risulta essere costante e t diventa la somma di un trend deterministico e di uno stocastico; quando invece 2 = 0 smooth trend, t si riduce a un processo integrato del secondo ordine, con una inclinazione che varia lentamente nel tempo. 51 La componente ciclica, t , è modellata combinando funzioni trigonometriche deterministiche e perturbazioni stocastiche, in modo tale da generare in ogni periodo impulsi oscillatori che tendono a smorzarsi nel tempo. t è rappresentato da un processo vettoriale autoregressivo del primo ordine: t t = cos c sin c sin c cos c t 1 t 1 + t t t è una variabile di comodo che serve esclusivamente a determinare il pro lo temporale di t ; è il coef ciente di attenuazione dellampiezza ciclica; c misura la frequenza; t e t sono gli shock che aggiungono erraticità allandamento oscillatorio indotto dalle funzioni seno e coseno. 52 Af nché il modello sia identi cabile, è necessario assumere che E t 1 t j t = 0 50 Se si assume che t = t 1 + t e t = t 1 + t , il trend lineare può essere anche scritto nel modo seguente: t = t 1 + t + t t + t 1 : Per rendere meno erratico landamento della serie, il termine t t viene eliminato e in tal modo si ottiene unespressione identica a quella utilizzata per t nel paragrafo 3. 51 Quando 2 = 0, il trend è pari alla somma di una funzione lineare in t e di un random walk: t = + t + t P j=1 j . Quando invece 2 = 0, allora t = + t + t 1 P j=1 j P l=1 l . La presenza di due radici unitarie riduce lerraticità della componente stocastica del trend, mentre il ritardo di un periodo nellindice temporale dellinnovazione l lo rende predeterminato. 52 Per comprendere lequazione di transizione di t è opportuno partire dalla funzione trigonometrica cos t+ sin t, che descrive un moto oscillatorio di frequenza, ampiezza e fase costanti. Se i si eliminano le compo- nenti stocastiche, ii si pone = 0 e iii si usano come condizioni iniziali = e = , lequazione vettoriale indicata nel testo ha come prima componente la funzione deterministica t = cos t + sin t. Quando 1, lequazione diventa t = t [ cos t + sin t] : Laggiunta dei termini di errore t e t consente di introdurre erraticità nella componente ciclica e di evitare che essa si azzeri progressivamente, quando il fattore di attenuazione assume valori inferiori allunità. 27 per qualsiasi valore di j oppure che E t 1 t = E t 1 t = 2 : in genere si ipotizza che entrambe le condizioni siano soddisfatte, riducendo così il numero degli iperparametri del modello. Poiché sia la componente ciclica sia quella di trend sono processi markoviani, il modello possiede una rappresentazione nello spazio degli stati; lequazione di transizione è: 2 6 6 4 t t t t 3 7 7 5 | {z } t = 2 6 6 4 1 1 0 1 0 0 cos c sin c 0 0 sin c cos c 3 7 7 5 | {z } T 2 6 6 4 t 1 t 1 t 1 t 1 3 7 7 5 | {z } t 1 + 2 6 6 4 t t t t 3 7 7 5 | {z } t = T t 1 + t mentre quella di misurazione è: y t = 1 0 1 0 | {z } Z 2 6 6 4 t t t t 3 7 7 5 | {z } t + t = Z t + t dove t = t t t t T rappresenta il vettore delle variabili di stato e t = t t t t T quello delle innovazioni. Per ragioni di identi cabilità e parsimonia, in genere si ipotizza che la matrice di varianze e covarianze E t T t = Q sia diagonale. Quando gli errori hanno una distribuzione gaussiana, il ltro di Kalman consente di calcolare la funzione di verosimiglianza e stimare il valore degli iperparametri del modello. Indicando con t jt 1 e con P t jt 1 la stima della media e della varianza del vettore degli stati condizionata allinformazione disponibile at tempo t 1, lerrore di previsione v t y t y t jt 1 è dato dallespressione Z t t jt 1 + t , la cui varianza è pari a F t = ZP t jt 1 Z T + Q. La funzione di verosimiglianza logaritmica è data quindi dallespressione ln L = T 2 ln 2 1 2 T X t =1 ln jF t j 1 2 T X t =1 v 2 t F t dove 2 ; 2 ; 2 ; 2 ; ; c indica il vettore dei parametri. In genere, è conveniente riparametrizzare il modello prima di procedere alla massimizzazione della funzione di verosimiglianza, riscalando le varianze delle componenti strutturali con quella della componente di noise dellequazione di misurazione. Il vettore dei parametri da stimare diventa 28 c fq ; q ; q ; ; c g, dove q i 2 i 2 , con i = f ; ; g, e presenta quindi un elemento in meno. Una volta stimato il vettore c , la varianza dellerrore dellequazione di misurazione si ottiene dalla formula: b 2 = 1 T d T P t =d b v 2 t b F t . La ricerca del modello che garantisce la miglior interpolazione dei dati viene fatta analizzando le proprietà dei residui e la goodness-of- t, questultima misurata con due indicatori: i lo scostamento quadratico medio di t e ii il coef ciente di determinazione, calcolato sulle differenze prime. L R 2 del modello è pari a 1 T db 2 P y t y 2 , dove b q 1 T d P bv t v 2 rappresenta lerrore standard della regressione, e = T P t =1 bv t e d è il numero delle osservazioni necessarie a inizializzare il ltro di Kalman. La diagnostica del modello viene effettuata veri cando se lerrore di previsione v t è normale, omoschedastico e serialmente incorrelato. 1 Per veri care se le innovazioni sono gaussiane, si usa il test proposto da Bowman e Shenton: lipotesi di normalità è accettata se le osservazioni si distribuiscono in modo uniforme attorno alla media e se il peso delle code è ridotto. La statistica di Bowman e Shenton è de nita dallespressione seguente: N = s 2 6=T + k 3 2 24=T dove s = m 3 p m 2 3 e k = m 4 m 2 2 , con m l = 1 T T P t =d bv t l per l = 2; 3; 4. s e k, che stimano rispettivamente lasimmetria e la curtosi della distribuzione degli errori, si distribuiscono asintoticamente come delle normali, la prima con media nulla e varianza 6=T , la seconda con momento primo pari a 3 e momento secondo uguale a 24=T . La statistica N di Bowman e Shenton converge asintoticamente a una 2 con due gradi di libertà e consente di ri utare lipotesi di normalità se una delle due condizioni - simmetria o curtosi - non è soddisfatta. 2 Per veri care se i residui sono omoschedastici, si suddivide il campione in tre parti e si confronta la varianza empirica degli errori nel periodo iniziale e in quello nale. La statistica usata è: H h = T P t =T h+1 e 2 t d +1+h P t =d+1 e 2 t dove e t = b v t p F t rappresenta lerrore standardizzato, d sono le osservazioni necessarie per 29 inizializzare il ltro di Kalman pari al numero di radici unitarie usate per modellare la componente di trend e h = T d 3 ; H h si distribuisce come una F con h; h gradi di libertà e il test è a due code: lipotesi di omoschedasticità viene ri utata per valori troppo alti o troppo bassi della statistica H h. 3 Lassenza di correlazione seriale è sottoposta a veri ca per mezzo della statistica Q di Box- Ljung Q P; f = T T + 2 P X j =1 r 2 j T j che usa i coef cienti di autocorrelazione no allordine P . La statistica si distribuisce come una 2 con un numero di gradi di libertà pari a P meno il numero degli iperparametri stimati. 53 4 Una volta stimato il modello, è possibile ricostruire le serie delle innovazioni che generano le componenti strutturali; queste, denominate residui ausiliari, possono essere utilizzate per sottoporre a veri ca statistica il modello. Per individuare le osservazioni anomale outliers o i cambiamenti di regime structural breaks, si usano in genere i residui smoothed 54 standardizzati: un valore positivo o negativo elevato del termine di errore dellequazione di misurazione segnala la presenza di un outlier, mentre valori anomali nelle innovazioni delle variabili di stato indicano un cambiamento di regime, ovvero una modi ca permanente nel livello o nella pendenza della serie. Un problema che complica luso dei residui ausiliari è che essi risultano serialmente correlati, anche quando nel modello teorico le corrispondenti componenti stocastiche non lo sono. Particolarmente dif cile è lindividuazione di structural breaks nella pendenza del trend, poiché le stime presentano una elevata correlazione seriale positiva e questo fa sì che un eventuale cambiamento di regime in uenzi non uno, ma più valori contigui di b t . Una procedura formale per individuare outliers e structural breaks è quella di veri care se la distribuzione empirica dei residui ausiliari è gaussiana; se lipotesi di normalità viene ri utata, lanalisi gra ca dei residui consente di localizzare il periodo in cui si è 53 Nel caso di uno modello local linear trend, i parametri stimati sono 5: le tre varianze relative q i 2 i 2 , i = f ; ; g, e i due coef cienti c e della componente ciclica. Il pacchetto statistico Stamp modi ca automaticamente il parametro P in modo tale che i gradi di libertà della statistica di Box-Ljung siano gli stessi a prescindere dal modello adottato. 54 Esistono due tecniche per ricostruire le innovazioni delle variabili di stato. Nel primo, le stime al tempo t vengono condizionate alle sole osservazioni che si riferiscono a periodi precedenti, vale a dire E t jy t 1 ; y t 2; :::; y 1 ; nel secondo, esse utilizzano lintero campione, ovvero E t jy T ; y T 1 ; :::; y 1 , dove T rappresenta sia la nu- merosità campionaria, sia lindice temporale dellosservazione più recente. I residui ottenuti nel primo modo vengono denominati ltered; quelli stimati sulla basa dellinformazione contenuta nellintero campione sono chiamati invece smoothed. 30 veri cato il cambiamento di regime o è apparsa unosservazione anomala. Harvey e Koopmans 1992 indicano quali sono i fattori di correzione da applicare ai momenti campionari dei residui ausiliari per tenere conto della correlazione seriale delle stime e per garantire che la distribuzione asintotica delle statistiche usate nei test di curtosi e normalità sia effettivamente una 2 . Poiché si può dimostrare che per i momenti campionari dal secondo al quarto ordine vale la proprietà che p T m l N l ; l l 2l dove l = 2; 3; 4 e l = 1 P = 1 l , 55 il test di curtosi diventa K = k 3 2 24 4 =T e quello di normalità si modi ca in N = s 2 6 3 =T + k 3 2 24 4 =T La scelta del modello La scelta del modello ottimale per ciascuna delle 6 serie tributarie è effettuata confrontando 4 speci cazioni alternative. Partendo dalla formulazione più generale, in cui tutte le componenti - ciclo, livello e pendenza del trend - sono stocastiche, si sottopone a veri ca lipotesi che alcuni degli shock possano essere di tipo degenere. Le speci cazione messe a confronto sono: 1 il modello generale; 2 quello in cui la pendenza del trend è non stocastica 2 = 0; 3 quello in cui il livello di t è sso 2 = 0; 4 quello senza componente ciclica 2 = 2 = 0. 56 Il criterio di selezione si basa sulla massimizzazione della goodness-of- t e sulla minimizzazione del numero dei parametri da stimare. La precisione del modello viene misurata dallerrore standard e dal coef ciente di determinazione. I confronti diretti tra speci cazioni alternative, per decidere se le componenti 55 Il valore di l = 1 P = 1 l può essere calcolato analiticamente solo nei modelli più semplici. In generale è necessario fare ricorso ad algoritmi di tipo numerico. Koopman 1993 contiene una descrizione di alcune delle procedure di calcolo più diffuse. 56 Il modello con pendenza non-stocastica 2 = 0 viene usualmente indicato con il nome local level with drift; quello in cui il livello è sso 2 = 0 è invece denominato smooth trend. 31 strutturali sono di tipo deterministico o stocastico, sono invece dif cili da effettuare, perché in genere comportano che uno o più coef cienti del modello non siano punti interni dello spazio parametrico, violando una delle condizioni di regolarità necessarie af nché lo stimatore di massima verosimiglianza converga a una distribuzione normale e i test di massima verosimiglianza si distribuiscano asintoticamente come delle 2 . I test dei moltiplicatori di Lagrange, che non risentono di questo inconveniente, hanno però una scarsa potenza, in quanto non tengono conto del fatto che lipotesi alternativa è unidirezionale. Per i confronti tra modelli esiste una classe di test che è localmente invariante e ottima, ma essa si basa su una distribuzione non standard Cramer-von Mises e richiede tabulazioni ad-hoc. Come si è detto nel pagrafo 3.1, in alcuni casi la speci cazione del modello è stata modi cata aggiungendo variabili di comodo. In presenza di intervention dummies, il modello di scomposizione diventa il seguente: y t = t + t + d t + t dove d t rappresenta il vettore di variabili di comodo. Quando le serie sono espresse in logaritmi, la correzione risulta proporzionale al gettito dellimposta; quando sono messe in relazione con la base imponibile, essa è proporzionale a questultima. La rappresentazione nello spazio degli stati di un modello con intervention dummies ha come equazione di transizione 2 6 6 6 6 4 t t t t t 3 7 7 7 7 5 = 2 6 6 6 6 4 1 1 0 1 0 0 cos c sin c 0 0 sin c cos c 0 0 1 3 7 7 7 7 5 2 6 6 6 6 4 t 1 t 1 t 1 t 1 t 1 3 7 7 7 7 5 + 2 6 6 6 6 4 t t t t 3 7 7 7 7 5 e come equazione di misurazione y t = 1 0 1 0 d t 2 6 6 6 6 4 t t t t t 3 7 7 7 7 5 + t Il vettore dei parametri incogniti diventa 2 ; 2 ; 2 ; 2 ; ; c ; . Iterando il ltro di Kalman si ottengono il valore e la varianza degli errori di previsione: nellipotesi che essi 32 siano distribuiti normalmente, è possibile costruire la funzione di verosimiglianza e stimare il vettore di parametri . Lanalisi è stata effettuata sulle sei componenti del prelievo e per tutte le tre de nizioni gettito effettivo, gettito al netto delle imposte una tantum, gettito corretto; per ciascuna variabile è stata considerata sia la trasformata logaritmica, sia laliquota implicita, arrivando quindi a un totale di 36 modelli stimati. Le tavole dalla 1a alla 1c presentano i risultati della stima per le sei voci di entrata. La 1a si riferisce alle serie del gettito effettivo; la 1b a quelle corrette per le una tantum; la 1c alle serie aggiustate anche per gli interventi discrezionali. In aggiunta a quanto già detto nel paragrafo 3.2, dalle tavole 1a-1c risultano evidenti i seguenti risultati: i quando le serie sono espresse in scala logaritmica, la speci cazione che garantisce il miglior tting è quella in cui = 0 smooth trend e il trend è un processo integrato del secondo ordine. Unica eccezione è la serie delle imposte indirette calcolate al netto delle misure discrezionali, in cui è il modello senza restrizioni a minimizzare lo standard error della regressione e a massimizzare l R 2 d . Il modello smooth trend ben si adatta a processi il cui tasso di crescita si modi ca lentamente nel tempo e quindi non è sorprendente che questa speci cazione colga, meglio di altre, leffetto sul gettito tributario del lento processo di disin azione e del graduale rallentamento del tasso di crescita dellattività produttiva, fenomeni che hanno interessato leconomia italiana nellultimo quarto di secolo; ii i residui di stima risultano essere, nella maggior parte dei casi, normali e non autocorrelati. Le proprietà statistiche degli errori sembrano deteriorarsi quando le serie vengono depurate dalle misure una tantum e da quelle permanenti: due volte levidenza empirica mostra sintomi di correlazione seriale imposte indirette e ritenute alla fonte sui redditi da lavoro dipendente e due volte indica non normalità dei residui IVA e ritenute alla fonte sui redditi da lavoro dipendente. Dato il numero di modelli stimati, la frequenza dei casi in cui lipotesi di nullità è ri utata è in linea con la dimensione ovvero con lerrore del primo tipo dei test; iii il valore del coef ciente di determinazione R 2 d è mediamente più elevato per le serie logaritmiche, mentre per quelle espresse in rapporto alla base imponibile è talvolta modesto, in particolare per IVA e Irpeg. La cosa non è sorprendente dato che le variabili che presentano un trend risultano in genere più facili da modellare. 33 Per ciascuno dei modelli prescelti, il residuo dellequazione di misurazione e le innovazioni smoothed al livello e alla pendenza della componente di trend sono stati analizzati per individuare outliers o cambiamenti di regime. Le tavole 2a e 2b contengono i risultati dei test di normalità e curtosi condotti sui 36 modelli selezionati; le statistiche sono corrette per tener conto dellautocorrelazione seriale presente nelle innovazioni delle componenti strutturali del modello. Levidenza empirica risulta ampiamente favorevole e conferma che i modelli stimati sono correttamente speci cati. Per nessuna serie è possibile riscontrare salti anomali nel livello o nella pendenza della componente di trend e solo per il gettito dellIrpef versata dai lavoratori autonomi cè evidenza della presenza di un outlier, che però non crea problemi nellidenti cazione e nella stima della componente strutturale del gettito. Riferimenti bibliogra ci Abritta, L., D. Ballanti, R. Convenevole, C. Equizzi, e S. Pisani 2003, Gli effetti dellapplicazione degli studi di settore nel biennio 1998-99, Agenzia delle Entrate, Documento di lavoro n. 20035. Balassone F., D. Franco e A. Staderini 2003, Tax poliy in EMY: a preliminary Assessment, Tax Policy, Banca dItalia, Roma. Balassone F., D. Franco e S. Momigliano e D. Monacelli 2002, Italy: Fiscal Consolidation and its Legacy, in Banca dItalia, The Impact of Fiscal Policy, Roma. Banca dItalia, Bollettino Economico, Riquadro dedicato alla manovra di bilancio dellanno, vari anni. Banca dItalia, Relazione annuale, Sezione Finanza pubblica, vari anni. Bernasconi, M. e F. La Pecorella 2006, “I condoni nel sistema tributario italiano”, in Guerra e Zanardi a cura di 2006, La nanza pubblica italiana, Rapporto 2006, Bologna, Il Mulino. Bouthevillain, C., P. Cour-Thimann, G. Van Den Dool , P. Hernandez de Cos, G. Langenus, M. Mohr, S. Momigliano e M. Tujula 2001, Cyclically adjusted Balances: an alternative Approach, ECB Working Paper, n. 77. Brandolini, A. 2007, Income Inequality and Poverty in Italy: a statistical Compendium, Mimeo. Ceriani, V. 2006, Audizione del rappresentante della Banca dItalia, presso la Commissione consultiva sullimposizione scale delle società, Roma 12 settembre 2006. Ceriani V. F. Frasca e D. Monacelli 1992, “Il sistema tributario e il disavanzo pubblico: problemi e prospettive”, in Il Disavanzo pubblico in Italia: natura strutturale e politiche di rientro, Il Mulino. Commissione europea 2008, Public nance in EMU. Convenevole, R. e S. Pisani 2003, Le basi imponibili IVA. Unanalisi del periodo 1982- 2001, Agenzia delle entrate, Documento di lavoro, n. 20031. Degni, M., N. Emiliani, F. Gastaldi, G. Salvemini, C. Virno 2001, Il riequilibrio della nanza pubblica negli anni novanta, Studi e Note Economiche, Quaderni, n. 7. Devereux, M. P. e A. Klemm 2004, “Why has the Corporate Tax raised so much Revenue?”, Fiscal Studies, 25. Devereux, M. P. e P. B. Sorenson 2006, “The Corporate Income Tax: international Trends and Options for fundamental Reform”, European Economy Economic papers, presentato 35 al Workshop on corporation income tax competition and coordination in the European Union, tenutosi a Bruxelles il 25 settembre 2006. European Commission 1995, The Commission Services Method for cyclical Adjustment of Government Budget Balance, Technical Note, European Economiy, 6. Fox, W. F e C. Campbell 1984, Stability of the State Sales Tax Income Elasticity, National Tax Journal, 37, 2. Franco, D. 2006, “La nanza pubblica italiana: alcuni elementi di ri essione”, in Brosio, G. e G. Muraro 2006 Il nanziamento del settore pubblico, Milano, Franco Angeli. Gennari, E. , G. Maurizi e A. Staderini 2005, Estimating the Reactivity of Investment to Tax Changes: the Case of Italy in the Ninethies, Politica Economica, 2005, n. 3. Ginebri, S., B. Maggi e M. Turco 2005, The automatic Reaction of the Italian Government Budget to Fundamentals: an econometric Analyses, Applied Economics, 2005, 37. Giorno, C., P. Richardson, D. Roseveare e P. Van Den Noord 1995, Estimating potential Output, Output Gaps and structural Balances, OECD Economics Department Working Paper, 152. Groves, H,.M. e C. H. Kahn 1952, The Stability of State and Local Tax Yields, American Economic Review, 52, 1. Harvey, A.C. 1989, Forecasting, Structural Time Series Models and the Kalman Filter, Cambridge University Press, Cambridge. Harvey, A.C. e S.J. Koopman 1992, “Diagnostic Checking of Unobserved-Components Time Series Models”, Journal of Business and Economic Statistics, vol.10 no.4. Koopman, S.J. 1993, Disturbance smoother for state space models, Biometrika, vol.80. Kremer, I., C. R. Braz, T. Brosen, G. Langenus, S. Momigliano, S. Spolander 2006, A disaggregated framework for the analysis of structural developments in public nances, ECB Working Paper n. 579. Longobardi, E. 2001, “Ventanni dopo ovvero la lunga marcia degli studi di settore”, Il Fisco, n. 34. Marigliani, M. e S. Pisani 2007, Le basi imponibili IVA. Aspetti generali e principali risultati per il periodo 1980-2004, Agenzia delle Entrate, Documento di lavoro 20077. Marino, M.R., G. Messina e A. Staderini 2007, “Gli effetti redistributivi della riforma dellimposta sul reddito degli anni 2003-2005”, in Povertà e lavoro, Ravati G., ed, Carocci, Roma. Marino M.R., S. Momigliano e P. Rizza 2008, I conti pubblici nel decennio 1998-2007: fattori temporanei, tendenze di medio periodo, misure discrezionali, Banca dItalia, Questioni di Economia e Finanza occasional paper, n. 15. 36 Marino, M.R.e A. Staderini 2006, “The Personal Income Tax in Italy: what Legacy from the 2003-05 Reform?” presentato al Convegno Assessing the impact of tax reforms organizzato dal Banco de Espana, 28 Settembre 2006, Madrid. Martinez-Montgay, L. A. Masa Lasierra e J. Yaniz Igal 2007, Asset Booms and Tax Receipts: the Case of Spain, 1995-2206, DG ECFIN. Momigliano, S. e A. Staderini 1999, A new Method of Assessing the Structural Budget Balance: Results for the Years 1995-2000, Banca dItalia, Indicators of structural budget balance, Roma. Monacelli, D., A. Staderini e S. Zotteri 2001, Il contributo alla crescita della tassazione dei redditi da capitale: unanalisi del caso italiano, in Bordignon, M. e D. Da Empoli ed, Politica scale, essibilità dei mercati e crescita, Franco Angeli, Milano. Morcaldo, G. 2005, Una politica economica per la crescita, Milano, Franco Angeli. Morris, R. e L. Schuknecht 2007, Structural Balances and Revenue Windfalls, ECB Working paper series, n. 737, March 2007. Santoro, A. 2006, “Evasione e studi di settore. Quali risultati? Quali prospettive?”, in Guerra e Zanardi a cura di 2006, La nanza pubblica italiana, Rapporto 2006, Bologna il Mulino. Sobel, R. S e R. G. Holcombe 1996, Measuring the Growth and Variability of Tax Bases over the Business Cycle, National Tax Journal, 49, 4. Spaventa, L. e V. Chiorazzo 2000, Astuzia o virtù? Come accadde che lItalia fu ammessa allUnione Monetaria, Roma, Donzelli. Staderini, A. 2001, Tax Reforms to in uence Corporate Financial Policy: the Case of the Italian Business Tax Reform of 1997-98, Temi di Discussione della Banca dItalia, n. 423. Swiston, A., M. Muhleisen e K. Mathai 2007, US Revenue Surprises: are happy Days here to stay?, IMF Working Paper, WP07143. Visco, V. 1984, Disfunzioni e iniquità dellIrpef e possibili alternative:unanalisi del funzionamento dellimposta sul reddito in Italia nel periodo 1977-83, Gerelli, E. e R. Valiani ed, La crisi dellimposizione progressiva sul reddito, Franco Angeli. Wolswijk, G. 2007, “Short and Long Run Tax Elasticità. The case of Netherlands.” ECB Working paper series, n. 763, June 2007. Tavola 1 - Effetti delle misure discrezionali valori a prezzi correnti; in miliardi di euro Misure con effetti temporanei Misure con effetti permanenti Totale di cui riguardanti imposte permanenti Totale Dirette 1 Ritenute Irpef lavoro dip. Irpef in autotassazione 1 IrpegIres 1 Totale Indirette 2 IVA 1978 0,3 0,2 0,2 0,0 0,0 0,0 0,6 0,2 1979 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,4 0,0 1980 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,4 0,3 1981 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,4 0,3 1982 2,5 0,3 -0,1 -0,5 0,0 0,0 1,5 0,4 1983 4,3 0,0 -1,2 -1,9 -0,5 0,5 5,4 2,5 1984 1,2 0,0 1,8 0,0 0,0 0,8 0,5 0,0 1985 0,5 0,0 1,8 0,0 0,8 0,0 0,8 0,4 1986 0,3 0,0 -2,0 -2,2 -0,3 0,0 3,2 0,5 1987 0,1 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 1,3 0,5 1988 2,3 1,9 0,5 -0,6 0,0 0,0 4,3 2,3 1989 0,9 0,0 -2,3 -3,1 0,2 0,8 4,6 2,1 1990 0,2 0,0 -0,4 -1,0 0,0 0,0 5,1 0,0 1991 4,4 1,3 -0,1 -0,2 0,6 0,3 5,4 0,3 1992 15,3 0,0 8,4 3,7 3,5 1,2 1,8 0,0 1993 7,8 0,0 -1,2 0,0 0,0 0,5 0,6 1,1 1994 4,7 1,3 0,9 0,0 0,0 0,9 1,3 0,6 1995 10,0 0,7 1,0 0,0 0,5 0,5 4,5 1,9 1996 8,1 1,8 1,1 -0,5 0,3 1,4 1,9 0,0 1997 14,3 3,1 0,0 0,0 0,0 0,0 0,7 0,4 1998 7,8 0,0 7,4 3,0 1,9 1,5 3,6 3,6 1999 1,6 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 2000 1,0 0,0 -8,8 -5,4 -3,4 0,0 -0,7 0,0 2001 9,3 0,0 -5,9 -1,9 -1,0 -0,8 -0,4 0,0 2002 9,3 0,0 -2,5 -1,3 -1,0 0,0 0,0 0,0 2003 17,3 0,0 -8,4 -4,3 -2,1 -1,7 0,2 0,0 2004 19,5 1,1 0,7 0,0 0,8 0,0 0,0 0,0 2005 2,2 0,0 -2,1 -4,0 -0,9 2,8 1,6 0,0 2006 8,9 2,4 4,7 0,0 1,7 3,0 0,0 0,0 Fonte: per le misure permanenti e per quelle temporanee riguardanti le imposte permanenti elaborazioni su informazioni tratte dalle note tecniche di accompagnamento delle manovre cfr. Bollettino economico Banca dItalia, vari anni incrociate con valutazioni ex post tratte da Relazione Banca dItalia vari anni e Morcaldo 2005. Per le imposte di natura temporanea Rendiconto generale dello Stato. 1 Relativamente allIrpef versata in autotassazione e allIrpeg gli effetti sono stati ricostruiti coerentemente con la metodologia utilizzata in questo lavoro che ricostruisce limposta di competenza sommando per ciascuno anno agli acconti dellanno il saldo versato nellanno successivo. 2 Non include gli effetti delle misure su lotto e lotterie perché non incluse nellaggregato di entrate analizzato in questo lavoro. σ R 2 d Q Norm σ R 2 d Q Norm Imposte dirette LLTM 0.051 0.770 10.354 2.394 0.006 0.577 12.260 2.985 σ ς =0 0.077 0.417 8.701 0.088 0.006 0.614 4.931 3.628 σ η =0 0.051 0.770 6.249 2.394 0.006 0.577 5.998 2.985 σ ω = σ ω =0 0.059 0.693 6.727 0.970 0.006 0.530 6.320 0.787 Imposte indirette LLTM 0.042 0.650 4.782 0.413 0.006 0.392 5.621 0.173 σ ς =0 0.063 0.199 4.806 1.681 0.006 0.392 3.186 0.173 σ η =0 0.042 0.650 4.156 0.413 0.006 0.449 3.303 0.078 σ ω = σ ω =0 0.047 0.549 4.445 0.478 0.006 0.392 2.427 0.173 Ritenute lav. dip. LLTM 0.043 0.819 6.717 0.826 0.007 0.582 8.222 1.273 σ ς =0 0.087 0.270 8.684 2.261 0.006 0.601 8.129 2.199 σ η =0 0.043 0.819 5.636 0.826 0.007 0.522 6.914 1.384 σ ω = σ ω =0 0.047 0.787 4.963 2.711 0.007 0.503 3.969 2.274 Irpef lav. autonomi LLTM 0.089 0.439 4.194 3.461 0.003 0.398 4.516 0.198 σ ς =0 0.108 0.171 6.109 1.117 0.003 0.292 7.809 0.096 σ η =0 0.086 0.475 2.986 2.343 0.003 0.380 5.123 0.341 σ ω = σ ω =0 0.089 0.439 2.795 3.461 0.003 0.285 5.583 0.116 IrpegIres LLTM 0.081 0.533 7.366 1.542 0.002 0.518 6.033 0.529 σ ς =0 0.089 0.438 6.949 0.341 0.002 0.518 4.654 0.529 σ η =0 0.080 0.546 5.073 1.505 0.002 0.518 4.654 0.529 σ ω = σ ω =0 0.095 0.366 6.091 1.625 0.003 0.169 7.471 0.855 IVA LLTM 0.048 0.568 6.563 3.746 0.003 0.230 3.692 4.780 σ ς =0 0.072 0.049 4.496 4.397 0.003 0.230 3.246 4.780 σ η =0 0.046 0.611 4.634 4.563 0.004 0.025 1.879 4.922 σ ω = σ ω =0 0.054 0.455 2.310 0.925 0.004 0.029 3.760 2.291 Tavola 2a - Selezione del modello con miglior adattamento ai dati Per ciascuna delle 6 voci di entrata vengono stimati 4 modelli strutturali univariati e viene evidenziato in rosso quello che garantisce il miglior adattamento ai dati. Nella prima sezione la variabile endogena è espressa in forma logaritmica; nella seconda è messa in rapporto a una proxy macroeconomica della base imponibile. Le equazioni in entrambi i casi sono stimate sul periodo 1978-2006. LLTM indica il modello local linear trend senza restrizioni; σ ς =0 indica quello in cui la pendenza è costante; σ η =0 si riferisce al caso in cui il trend è un processo I2; la restrizione σ ω = σ ω =0 elima il ciclo dalla scomposizione della serie. Per valutare le proprietà statistiche di ciascun modello vengono considerate 4 statistiche: lo standard error della regressione; il coefficiente di determinazione; il test di autocorrelazione di Box-Ljung; il test di Doornik e Hansen di normalità. I test di autocorrelazione e normalità si distribuiscono asintoticamente come χ 2 con 6 e 2 gradi di libertà; per α=.05 i rispettivi valori critici sono 12.6 e 5.99. serie in scala logaritmica serie in rapporto alla base imponibile serie ufficiali del bilancio dello stato σ R 2 d Q Norm σ R 2 d Q Norm Imposte dirette LLTM 0.049 0.752 7.055 1.667 0.005 0.444 6.200 0.314 σ ς =0 0.075 0.403 5.729 0.189 0.005 0.506 5.510 0.216 σ η =0 0.049 0.752 6.805 1.667 0.005 0.444 5.943 0.314 σ ω = σ ω =0 0.056 0.674 8.732 3.357 0.006 0.317 10.453 0.637 Imposte indirette LLTM 0.039 0.675 8.762 1.623 0.005 0.624 5.559 2.158 σ ς =0 0.065 0.089 7.189 1.380 0.006 0.469 2.421 0.191 σ η =0 0.039 0.675 6.637 1.623 0.005 0.489 2.567 0.118 σ ω = σ ω =0 0.044 0.589 5.387 0.717 0.006 0.469 2.159 0.191 Ritenute lav. dip. LLTM 0.043 0.820 6.819 0.729 0.007 0.586 7.772 1.246 σ ς =0 0.094 0.157 9.707 6.648 0.006 0.604 7.550 2.479 σ η =0 0.043 0.820 5.588 0.729 0.007 0.526 6.274 1.297 σ ω = σ ω =0 0.047 0.790 4.980 2.827 0.007 0.511 3.736 2.487 Irpef lav. autonomi LLTM 0.089 0.439 4.194 3.461 0.003 0.398 4.516 0.198 σ ς =0 0.108 0.171 6.109 1.117 0.003 0.292 7.809 0.096 σ η =0 0.086 0.475 2.986 2.343 0.003 0.380 5.123 0.341 σ ω = σ ω =0 0.089 0.439 2.795 3.461 0.003 0.285 5.583 0.116 IrpegIres LLTM 0.083 0.524 6.074 1.832 0.002 0.548 6.258 0.543 σ ς =0 0.092 0.406 6.942 0.360 0.002 0.548 5.278 0.543 σ η =0 0.082 0.528 4.482 1.450 0.002 0.548 5.278 0.543 σ ω = σ ω =0 0.092 0.409 4.800 2.615 0.003 0.258 7.389 1.335 IVA LLTM 0.049 0.560 5.378 5.132 0.004 0.185 5.118 3.596 σ ς =0 0.066 0.199 6.902 7.217 0.004 0.030 5.279 1.292 σ η =0 0.049 0.560 5.737 5.133 0.004 0.012 4.260 1.681 σ ω = σ ω =0 0.056 0.419 4.635 2.261 0.004 0.030 5.061 1.292 Per ciascuna delle 6 voci di entrata vengono stimati 4 modelli strutturali univariati e viene evidenziato in rosso quello che garantisce il miglior adattamento ai dati. Nella prima sezione la variabile endogena è espressa in forma logaritmica; nella seconda è messa in rapporto a una proxy macroeconomica della base imponibile. Le equazioni in entrambi i casi sono stimate sul periodo 1978-2006. LLTM indica il modello local linear trend senza restrizioni; σ ς =0 indica quello in cui la pendenza è costante; σ η =0 si riferisce al caso in cui il trend è un processo I2; la restrizione σ ω = σ ω =0 elima il ciclo dalla scomposizione della serie. Per valutare le proprietà statistiche di ciascun modello vengono considerate 4 statistiche: lo standard error della regressione; il coefficiente di determinazione; il test di autocorrelazione di Box-Ljung; il test di Doornik e Hansen di normalità. I test di autocorrelazione e normalità si distribuiscono asintoticamente come χ 2 con 6 e 2 gradi di libertà; per α=.05 i rispettivi valori critici sono 12.6 e 5.99. serie in scala logaritmica serie in rapporto alla base imponibile Tavola 2b - Selezione del modello con miglior adattamento ai dati serie corrette per tener conto degli sfasamenti temporali, delle imposte abolite e delle una-tantum σ R 2 d Q Norm σ R 2 d Q Norm Imposte dirette LLTM 0.055 0.708 8.381 0.511 0.005 0.536 7.725 0.702 σ ς =0 0.076 0.443 10.827 1.252 0.005 0.536 6.692 0.702 σ η =0 0.055 0.708 7.876 0.511 0.006 0.453 7.314 1.311 σ ω = σ ω =0 0.066 0.581 5.986 1.634 0.006 0.392 5.796 0.878 Imposte indirette LLTM 0.034 0.664 10.169 0.388 0.005 0.539 16.199 0.553 σ ς =0 0.051 0.256 10.221 0.588 0.006 0.421 9.369 0.555 σ η =0 0.036 0.634 8.073 0.581 0.005 0.539 13.878 0.553 σ ω = σ ω =0 0.036 0.632 8.022 0.551 0.006 0.440 9.426 0.724 Ritenute lav. dip. LLTM 0.058 0.693 10.436 0.951 0.007 0.421 17.719 10.334 σ ς =0 0.088 0.305 7.701 1.892 0.007 0.471 13.608 8.799 σ η =0 0.058 0.693 9.415 1.444 0.007 0.433 10.320 5.335 σ ω = σ ω =0 0.065 0.624 4.786 0.527 0.008 0.348 9.815 14.274 Irpef lav. autonomi LLTM 0.089 0.439 4.194 3.461 0.002 0.586 9.514 8.857 σ ς =0 0.108 0.171 6.109 1.117 0.002 0.586 9.278 8.857 σ η =0 0.086 0.475 2.986 2.343 0.002 0.588 7.771 3.512 σ ω = σ ω =0 0.089 0.439 2.795 3.461 0.002 0.477 7.118 9.499 IrpegIres LLTM 0.083 0.524 6.074 0.183 0.003 0.172 4.902 3.620 σ ς =0 0.092 0.406 6.942 0.360 0.003 0.172 4.661 3.620 σ η =0 0.082 0.528 4.482 1.450 0.003 0.171 3.468 1.111 σ ω = σ ω =0 0.092 0.409 4.800 2.615 0.003 0.172 3.213 3.620 IVA LLTM 0.048 0.501 6.336 1.002 0.004 0.188 5.045 6.106 σ ς =0 0.065 0.090 2.401 12.449 0.004 0.028 3.252 3.827 σ η =0 0.048 0.501 5.333 1.002 0.004 0.188 5.034 6.106 σ ω = σ ω =0 0.052 0.415 2.384 2.892 0.004 0.022 2.736 3.757 Per ciascuna delle 6 voci di entrata vengono stimati 4 modelli strutturali univariati e viene evidenziato in rosso quello che garantisce il miglior adattamento ai dati. Nella prima sezione la variabile endogena è espressa in forma logaritmica; nella seconda è messa in rapporto a una proxy macroeconomica della base imponibile. Le equazioni in entrambi i casi sono stimate sul periodo 1978-2006. LLTM indica il modello local linear trend senza restrizioni; σ ς =0 indica quello in cui la pendenza è costante; σ η =0 si riferisce al caso in cui il trend è un processo I2; la restrizione σ ω = σ ω =0 elima il ciclo dalla scomposizione della serie. Per valutare le proprietà statistiche di ciascun modello vengono considerate 4 statistiche: lo standard error della regressione; il coefficiente di determinazione; il test di autocorrelazione di Box-Ljung; il test di Doornik e Hansen di normalità. I test di autocorrelazione e normalità si distribuiscono asintoticamente come χ 2 con 6 e 2 gradi di libertà; per α=.05 i rispettivi valori critici sono 12.6 e 5.99. serie in scala logaritmica serie in rapporto alla base imponibile Tavola 2c - Selezione del modello con miglior adattamento ai dati serie corrette per tener conto delle imposte temporanee e delle misure discrezionali N K N K N K Imposte dirette gettito effettivo 0.554 0.545 ● ● 0.401 0.351 gettito al netto delle una-tantum 0.021 0.002 ● ● 1.727 0.537 gettito al netto delle misure permanenti 0.474 0.043 ● ● 1.900 0.765 Imposte indirette gettito effettivo 0.569 0.281 ● ● 0.507 0.003 gettito al netto delle una-tantum 0.851 0.313 ● ● 0.673 0.361 gettito al netto delle misure permanenti 0.504 0.453 0.928 0.037 0.613 0.577 Ritenute lav. dip. gettito effettivo 0.965 0.857 ● ● 0.824 0.335 gettito al netto delle una-tantum 0.896 0.779 ● ● 0.833 0.321 gettito al netto delle misure permanenti 0.716 0.065 ● ● 2.109 0.149 Irpef lav. autonomi gettito effettivo 0.922 0.814 4.288 0.941 1.856 0.034 gettito al netto delle una-tantum 0.922 0.814 4.288 0.941 1.856 0.034 gettito al netto delle misure permanenti 0.922 0.814 4.288 0.941 1.856 0.034 IrpegIres gettito effettivo 1.048 1.043 ● ● 0.762 0.759 gettito al netto delle una-tantum 0.540 0.539 ● ● 0.861 0.827 gettito al netto delle misure permanenti 0.540 0.539 ● ● 0.861 0.827 IVA gettito effettivo 0.029 0.022 ● ● 0.735 0.563 gettito al netto delle una-tantum 0.291 0.063 ● ● 0.679 0.423 gettito al netto delle misure permanenti 0.792 0.223 ● ● 0.765 0.651 serie in scala logaritmica Tavola 3a - Residui ausiliari e cambiamenti di regime La tabella presenta i valori del test di normalità N e curtosi K applicati ai residui ausiliari ottenuti scomponendo le serie storiche del gettito tributarie in componenti strutturali. Le prime due colonne contengono i risultati relativi alla componente idiosincratica, mentre le successive quattro si riferiscono allo shock al livello e, rispettivamente, alla pendenza della componente di trend . Le equazioni sono stimate sul periodo 1978-2006 e, tranne i casi di ritenute e Irpef, includono intervention dummy per modellare i cambiamenti di regime. I test di curtosi e normalità nella versione proposta da Bowman e Shenton si distribuiscono asintoticamente come χ 2 con 1 e 2 gradi di libertà; per α=.05 i rispettivi valori critici sono 3.84 e 5.99, mentre per α=.01 sono 6.63 e 9.21. I valori evidenziati in rosso con una e due stellette indicano i casi in cui il test rigetta lipotesi di nullità a livelli di significatività del 5 e, rispettivamente, 1 per cento. ε t η t t N K N K N K Imposte dirette gettito effettivo 0.738 0.505 1.287 0.043 ● ● gettito al netto delle una-tantum 0.349 0.268 0.065 0.029 ● ● gettito al netto delle misure permanenti 2.964 0.500 0.197 0.097 ● ● Imposte indirette gettito effettivo 0.968 0.637 ● ● 0.464 0.414 gettito al netto delle una-tantum 1.128 0.985 ● ● 0.774 0.704 gettito al netto delle misure permanenti 0.349 0.202 ● ● 0.775 0.607 Ritenute lav. dip. gettito effettivo 0.555 0.550 4.062 1.258 ● ● gettito al netto delle una-tantum 0.462 0.443 4.181 1.394 ● ● gettito al netto delle misure permanenti 0.915 0.190 3.589 3.501 ● ● Irpef lav. autonomi gettito effettivo 1.473 0.328 1.131 1.076 0.364 0.331 gettito al netto delle una-tantum 1.473 0.328 1.131 1.076 0.364 0.331 gettito al netto delle misure permanenti 13.839 11.28 ● ● 1.674 1.522 IrpegIres gettito effettivo 1.236 0.302 0.046 0.003 ● ● gettito al netto delle una-tantum 0.408 0.238 0.061 0.035 ● ● gettito al netto delle misure permanenti 0.270 0.121 0.333 0.063 ● ● IVA gettito effettivo 0.189 0.135 3.634 1.247 ● ● gettito al netto delle una-tantum 0.506 0.106 0.954 0.583 1.710 1.580 gettito al netto delle misure permanenti 0.651 0.237 ● ● 2.162 0.840 serie in rapporto alla base imponibile Tavola 3b - Residui ausiliari e cambiamenti di regime La tabella presenta i valori del test di normalità N e curtosi K applicati ai residui ausiliari ottenuti scomponendo le serie storiche del gettito tributarie in componenti strutturali. Le prime due colonne contengono i risultati relativi alla componente idiosincratica, mentre le successive quattro si riferiscono allo shock al livello e, rispettivamente, alla pendenza della componente di trend . Le equazioni sono stimate sul periodo 1978-2006 e, tranne i casi di ritenute e Irpef, includono intervention dummy per modellare i cambiamenti di regime. I test di curtosi e normalità nella versione proposta da Bowman e Shenton si distribuiscono asintoticamente come χ 2 con 1 e 2 gradi di libertà; per α=.05 i rispettivi valori critici sono 3.84 e 5.99, mentre per α = .01 sono 6.63 e 9.21. I valori evidenziati in rosso con una e due stellette indicano i casi in cui il test rigetta lipotesi di nullità a livelli di significatività del 5 e, rispettivamente, 1 per cento. ε t η t t Tavola 4 -Interventi sullIrpef e sulle imposte sostitutive sui rendimenti delle attività finanziarie Irpef Imposte sostitutive rendimenti attività finanziarie Aumento detrazioni carichi familiari Aumento detrazioni per tipo di reddito Aumento selettivo alcune detrazioni Modifica aliquote e scaglioni Indicatore di progressività 1 Modifica aliquota Modifica versamenti 8 1978 no 1,9 si si 1979 si no 1,9 no no 1980 si si si no 1,9 no si 1981 si si si no 1,9 si no 1982 si si si no 1,8 si si 1983 si si riforma struttura 2 1,6 si no 1984 si si no 1,9 no si 1985 si si no 1,8 no no 1986 si si riforma struttura 2 1,7 si si 1987 si no 1,7 no no 1988 si si si no 1,6 si si 1989 3 si si si riforma struttura 2 1,6 no no 1990 4 si si 1,7 no no 1991 4 si si si 1,7 no si 1992 5 riforma struttura 2 1,8 no no 1993 6 si no 1,7 no si 1994 si si no 1,7 no no 1995 7 si no 1,7 si no 1996 7 si no 1,6 si si 1997 si no 1,6 no si 1998 si si riforma struttura 2 1,6 si no 1999 si no 1,6 no no 2000 si si si si 1,7 no no 2001 si riforma struttura 2 1,7 no no 2002 si no 1,7 no no 2003 7 no si riforma struttura 2 2,1 no no 2004 no 2,1 no no 2005 8 si riforma struttura 2 2,0 no no 2006 no 2,0 no no Fonte: Relazione Banca d’Italia - Appendice - Principali provvedimenti in materia economica vari anni 1 E’ calcolato come media semplice degli indicatori locali di progressività LP calcolati per livelli puntuali di reddito di una scala dei redditi assunta costante in termini reali; non è ponderato per la distribuzione dei redditi. 2 Questi anni sono interessati da una riforma che ha riguardato sia le detrazioni sia la curva delle aliquote. 3 Nel 1989 viene emanato il Dl 691989 che stabilisce ladeguamento automatico degli scaglioni, delle detrazioni e dei limiti di reddito per poterne fruire negli anni in cui linflazione supera il 2; entra in vigore per la prima volta nel 1990. 4 Gli anni 1990 e 1991 sono gli unici due anni in cui il meccanismo automatico di revisione sia delle detrazioni e dei livelli di redditi per fruirne sia dei limiti degli scaglioni ha trovato integrale applicazione. 5 La riforma del 1992 è lunica introdotta con la finalità di aumentare il gettito; viene stabilita a fine 1992 e prelevata già sui redditi dello stesso anno in occasione del conguaglio di fine anno. 6 Viene stabilito che a partire dal 1993 il meccanismo automatico di indicizzazione allinflazione del DL 6989 si applica solo alle detrazioni e ai livelli di reddito per poterne fruire. Già nel 1993 la norma viene applicata solo parzialmente. 7 In questi anni la legge finanziaria deroga esplicitamente al dettato del DL 6989 stabilendo di destinare le risorse previste per la restituzione del drenaggio fiscale per aumentare le detrazioni per famiglie numerose con redditi bassi. 8Limposta sostitutiva sugli interessi dei depositi bancari viene versata dalle banche in due acconti durante lanno di competenza e un saldo nellanno successivo. La misura di questi acconti ha subito moltissime modifiche negli anni Tavola 5a - Stima del trend delle aliquote implicite corrette Variabile dipendente Totale Dirette Ritenute Irpef lavoro dip. Irpef in autotassazione IrpegIres Totale Indirette IVA Costante -0,002 -0,067 -0,002 0,033 0,146 0,039 -0,118 -3,062 -0,604 -22,611 8,980 6,452 Misura delloutput gap settore privato 0,049 0,077 2,009 3,189 Inflazione 0,005 -0,052 8,589 -13,247 Prezzo del petrolio -0,000 0,011 0,0152 -6,5426 5,595 11,816 Condoni e imposte una tantum -0,132 -0,047 -2,015 -1,803 ROE delle banche italiane 0,115 0,076 5,260 4,670 Tasso di interesse 0,000 3,811 Dividendi società quotate 0,180 4,129 Inflazione per grado di progressività Irpef 0,011 0,031 5,597 11,513 Grado di progressività dellIrpef 0,012 6,629 Quota di reddito dal 5 più ricco 0,405 1,309 4,709 8,973 Quota pensioni su base Irpef -0,092 -4,294 Investimenti della PA 0,329 0,249 5,030 7,714 Consumi PAconsumi privati e pubblici 0,962 3,565 Quota consumi beni durevoli 0,21 2,247 Dummy anno 1983 0,017 2,938 Dummy anno 1979 0,009 3,242 R2 0,98 0,989 0,82 0,808 0,98 0,90 test di autocorrelazione 0,58 0,04 0,10 0,11 0,09 0,16 NOTE: Stime OLS. In parentesi t-ratio. Tavola 5b - Stima delle aliquote implicite corrette Variabile dipendente Ritenute Irpef lavoro dipendente Irpef versata in autotassazione IrpegIres IVA Costante -0,079 -0,004 0,031 0,035 -2,461 -0,846 24,068 3,610 Misura delloutput gap settore privato 0,052 0,051 2,323 1,312 Inflazione 0,005 6,036 Prezzo del petrolio -0,000 0,016 -6,756 7,831 Condoni e imposte una tantum -0,024 -0,603 ROE delle banche italiane 0,044 3,009 Dividendi società quotate 0,584 14,857 Inflazione per grado di progressività Irpef 0,029 7,429 Grado di progressività dellIrpef 0,013 4,703 Quota di reddito dal 5 più ricco 1,276 5,959 Quota pensioni su base Irpef -0,075 -2,380 Investimenti della PA 0,256 4,958 Dummy anno 1983 0,022 2,539 Dummy anno 1979 0,005 1,190 R2 0,98 0,710 0,94 0,78 Indice di autocorrelazione 0,21 0,007 0,14 0,10 NOTE: Stime OLS. In parentesi t-ratio. 1980 1990 2000 17.5 20.0 22.5 25.0 27.5 Fig.1 - Gettito tributario, misure una tantum e permanenti nel periodo 1978-2006 Gettito tributario effettivo depurato delle una tantum depurato delle misure una tantum e permanenti 1980 1990 2000 0.5 1.0 1.5 misure una tantum condoni tributari 1980 1990 2000 -0.5 0.0 0.5 1.0 Misure permanenti: imposte dirette inasprimenti del prelievo sgravi 1980 1990 2000 50 100 150 Misure permanenti: imposte indirette inasprimenti del prelievo sgravi 1980 2000 10 11 12 Fig.2a: Gettito tributario effettivo nel periodo 1978-2006 imposte dirette 1980 2000 10 11 12 imposte indirette 1980 2000 9 10 11 Irpef: ritenute sul lavoro dipendente 1980 2000 8 9 10 Irpef: autotassazione 1980 2000 7 8 9 10 NB: le serie sono rappresentate in scala logaritmica. IrpegIres 1980 2000 9 10 11 IVA 1980 2000 10 11 12 Fig.2b: Gettito tributario depurato delle misure una tantum nel periodo 1978-2006 imposte dirette 1980 2000 10 11 12 imposte indirette 1980 2000 9 10 11 Irpef: ritenute sul lavoro dipendente 1980 2000 8 9 10 Irpef: autotassazione 1980 2000 7 8 9 10 NB: le serie sono rappresentate in scala logaritmica. IrpegIres 1980 2000 9 10 11 IVA 1980 2000 10 11 12 Fig.2c: Gettito tributario depurato delle misure permanenti nel periodo 1978-2006 imposte dirette 1980 2000 10.0 10.5 11.0 11.5 12.0 imposte indirette 1980 2000 9 10 11 Irpef: ritenute sul lavoro dipendente 1980 2000 8 9 10 Irpef: autotassazione 1980 2000 7 8 9 10 NB: le serie sono rappresentate in scala logaritmica. IrpegIres 1980 2000 10 11 IVA 1980 2000 0.100 0.125 0.150 Fig.2d: Gettito tributario effettivo nel periodo 1978-2006 imposte dirette su PIL 1980 2000 0.175 0.200 0.225 imposte indirette su consumi 1980 2000 0.10 0.15 0.20 0.25 Irpef: ritenute lav. dip. su monte salari 1980 2000 0.030 0.035 0.040 Irpef: autotassazione su RLG 1980 2000 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 NB: le serie sono espresse in rapporto a variabili macroeconomiche usate come proxy della base imponibile. IrpegIres su RLG 1980 2000 0.09 0.10 0.11 0.12 0.13 IVA su consumi 1980 2000 0.08 0.10 0.12 0.14 Fig.2e: Gettito tributario depurato delle misure una tantum nel periodo 1978-2006 imposte dirette su PIL 1980 2000 0.175 0.200 0.225 imposte indirette su consumi 1980 2000 0.10 0.15 0.20 0.25 Irpef: ritenute lav. dip su monte salari 1980 2000 0.030 0.035 0.040 Irpef: autotassazione su RLG 1980 2000 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 NB: le serie sono espresse in rapporto a variabili macroeconomiche usate come proxy della base imponibile. IrpegIres su RLG 1980 2000 0.09 0.10 0.11 0.12 0.13 IVA su consumi 1980 2000 0.08 0.10 0.12 0.14 Fig.2f: Gettito tributario depurato delle misure permanenti nel periodo 1978-2006 imposte dirette su PIL 1980 2000 0.200 0.225 0.250 0.275 imposte indirette su consumi 1980 2000 0.10 0.15 0.20 0.25 Irpef: ritenute lav. dip. su monte salari 1980 2000 0.020 0.025 0.030 0.035 Irpef: autotassazione su RLG 1980 2000 0.03 0.04 0.05 NB: le serie sono espresse in rapporto a variabili macroeconomiche usate come proxy della base imponibile. IrpegIres su RLG 1980 2000 0.110 0.115 0.120 0.125 0.130 IVA su consumi 1980 2000 10 11 12 Fig.3a: Gettito tributario e componente di trend imposte dirette trend 1980 2000 10 11 12 imposte indirette trend 1980 2000 9 10 11 ritenute trend 1980 2000 8 9 10 NB: le serie sono rappresentate in scala logaritmica. Irpef trend 1980 2000 7 8 9 10 IrpegIres trend 1980 2000 9 10 11 IVA trend 1980 2000 10 11 12 Fig.3b: Gettito tributario depurato delle misure una tantum e componente di trend imposte dirette trend 1980 2000 10 11 12 imposte indirette trend 1980 2000 9 10 11 ritenute trend 1980 2000 8 9 10 NB: le serie, rappresentate in scala logaritmica, sono depurate delle una tantum Irpef trend 1980 2000 7 8 9 10 IrpegIres trend 1980 2000 9 10 11 IVA trend 1980 2000 10 11 12 Fig.3c: Gettito tributario depurato delle misure una tantum e permanenti e componente di trend imposte dirette trend 1980 2000 10.0 10.5 11.0 11.5 12.0 imposte indirette trend 1980 2000 9 10 11 ritenute trend 1980 2000 8 9 10 NB: le serie sono rappresentate in scala logaritmica Irpef trend 1980 2000 7 8 9 10 IrpegIres trend 1980 2000 10 11 IVA trend 1980 2000 0.100 0.125 0.150 0.175 Fig.3d: Gettito tributario effettivo e componente di trend imposte dirette trend trend + dummies 1980 2000 0.175 0.200 0.225 imposte indirette trend trend + dummies 1980 2000 0.10 0.15 0.20 0.25 ritenute trend 1980 2000 0.030 0.035 0.040 Irpef trend 1980 2000 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 NB: le serie sono espresse in rapporto a variabili macroeconomiche usate come proxy della base imponibile IrpegIres trend trend+dummies 1980 2000 0.09 0.10 0.11 0.12 0.13 IVA trend 1980 2000 0.100 0.125 0.150 0.175 Fig.3e: Gettito tributario depurato delle misure una tantum e componente di trend imposte dirette trend trend+dummies 1980 2000 0.175 0.200 0.225 imposte indirette trend trend+dummies 1980 2000 0.10 0.15 0.20 0.25 ritenute trend 1980 2000 0.030 0.035 0.040 NB: le serie sono rappresentate in rapporto a una proxy della base imponibile Irpef trend 1980 2000 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 IrepgIres trend trend+dummies 1980 2000 0.09 0.10 0.11 0.12 0.13 IVA trend 1980 2000 0.075 0.100 0.125 0.150 Fig.3f: Gettito tributario depurato delle misure una tantum e permanenti e componente di trend imposte dirette trend trend+dummies 1980 2000 0.200 0.225 0.250 0.275 imposte indirette trend trend+dummies 1980 2000 0.10 0.15 0.20 0.25 ritenute trend 1980 2000 0.020 0.025 0.030 0.035 NB: le serie sono espresse in rapporto a variabili macroeconomiche usate come proxy della base imponibile Irpef trend trend+dummies 1980 1990 2000 0.11 0.12 0.13 IVA trend 1980 1990 2000 0.03 0.04 0.05 IrpegIres trend trend+dummies 1980 1985 1990 1995 2000 2005 23.5 24.0 24.5 25.0 25.5 26.0 26.5 27.0 27.5 Fig.4: Entrate tributarie corrette e gettito strutturale in percentuale del PIL NB: le serie sono corrette per le misure una tantum e gli interventi discrezionali. gettito tributario trend + intervention dummies trend I “Temi” possono essere richiesti a: Banca d’Italia – Servizio Studi di struttura economica e inanziaria – Divisione Biblioteca e Archivio storico – Via Nazionale, 91 – 00184 Roma – fax 0039 06 47922059. Essi sono disponibili sul sito Internet www.bancaditalia.it. ELENCO DEI PIÙ RECENTI “TEMI DI DISCUSSIONE” N. 670 – Credit risk and business cycle over different regimes, di Juri Marcucci e Mario Quagliariello Giugno 2008. N. 671 – Cyclical asymmetry in iscal variables, di Fabrizio Balassone, Maura Francese e Stefania Zotteri Giugno 2008. N. 672 – Labour market for teachers: Demographic characteristics and allocative mechanisms , di Gianna Barbieri, Piero Cipollone e Paolo Sestito Giugno 2008. N. 673 – Output growth volatility and remittances, di Matteo Bugamelli e Francesco Paternò Giugno 2008. N. 674 – Agglomeration within and between regions: Two econometric based indicators, di Valter Di Giacinto e Marcello Pagnini Giugno 2008. N. 675 – Service regulation and growth: Evidence from OECD countries, di Guglielmo Barone e Federico Cingano Giugno 2008. N. 676 – Has globalisation changed the Phillips curve? Firm-level evidence on the effect of activity on prices , di Eugenio Gaiotti Giugno 2008. N. 677 – Forecasting inlation and tracking monetary policy in the euro area: Does national information help ? di Riccardo Cristadoro, Fabrizio Venditti e Giuseppe Saporito Giugno 2008. N. 678 – Monetary policy effects: New evidence from the Italian low of funds, di Riccardo Bonci e Francesco Columba Giugno 2008. N. 679 – Does the expansion of higher education increase the equality of educational opportunities? Evidence from Italy , di Massimiliano Bratti, Daniele Checchi e Guido de Blasio Giugno 2008. N. 680 – Family succession and irm performance: Evidence from Italian family irms, di Marco Cucculelli e Giacinto Micucci Giugno 2008. N. 681 – Short-term interest rate futures as monetary policy forecasts, di Giuseppe Ferrero e Andrea Nobili Giugno 2008. N. 682 – Vertical specialisation in Europe: Evidence from the import content of exports, di Emanuele Breda, Rita Cappariello e Roberta Zizza Agosto 2008. N. 683 – A likelihood-based analysis for relaxing the exclusion restriction in randomized experiments with imperfect compliance , di Andrea Mercatanti Agosto 2008. N. 684 – Balancing work and family in Italy: New mothers employment decisions after childbirth, di Piero Casadio, Martina Lo Conte e Andrea Neri Agosto 2008. N. 685 – Temporal aggregation of univariate and multivariate time series models: A survey, di Andrea Silvestrini e David Veredas Agosto 2008. N. 686 – Exploring agent-based methods for the analysis of payment systems: A crisis model for StarLogo TNG , di Luca Arciero, Claudia Biancotti, Leandro DAurizio e Claudio Impenna Agosto 2008. N. 687 – The labor market impact of immigration in Western Germany in the 1990s, di Francesco DAmuri, Gianmarco I. P. Ottaviano e Giovanni Peri Agosto 2008. N. 688 – Agglomeration and growth: the effects of commuting costs, di Antonio Accetturo Settembre 2008. N. 689 – A beta based framework for lower bond risk premia, di Stefano Nobili e Gerardo Palazzo Settembre 2008. N. 690 – Nonlinearities in the dynamics of the euro area demand for M1, di Alessandro Calza e Andrea Zaghini Settembre 2008. N. 691 – Educational choices and the selection process before and after compulsory schooling , di Sauro Mocetti Settembre 2008. N. 692 – Investors’ risk attitude and risky behavior: a Bayesian approach with imperfect information , di Stefano Iezzi Settembre 2008. N. 693 – Competing inluence, di Enrico Sette Settembre 2008. PUBBLICAZIONE ESTERNA DI LAVORI APPARSI NEI TEMI 2006 F. B USETTI , Tests of seasonal integration and cointegration in multivariate unobserved component models , Journal of Applied Econometrics, Vol. 21, 4, pp. 419-438, TD No. 476 giugno 2003. C. B IANCOTTI , A polarization of inequality? The distribution of national Gini coefficients 1970-1996, Journal of Economic Inequality, Vol. 4, 1, pp. 1-32, TD No. 487 marzo 2004. L. C ANNARI e S. C HIRI , La bilancia dei pagamenti di parte corrente Nord-Sud 1998-2000, in L. Cannari, F. Panetta a cura di, Il sistema finanziario e il Mezzogiorno: squilibri strutturali e divari finanziari, Bari, Cacucci, TD No. 490 marzo 2004. M. B OFONDI e G. G OBBI , Information barriers to entry into credit markets, Review of Finance, Vol. 10, 1, pp. 39-67, TD No . 509 luglio 2004. W. F UCHS e L IPPI F., Monetary union with voluntary participation, Review of Economic Studies, Vol. 73, pp. 437-457 TD No. 512 luglio 2004. E. G AIOTTI e A. S ECCHI , Is there a cost channel of monetary transmission? An investigation into the pricing behaviour of 2000 firms , Journal of Money, Credit and Banking, Vol. 38, 8, pp. 2013-2038 TD No. 525 dicembre 2004 . A. B RANDOLINI , P. C IPOLLONE e E. V IVIANO , Does the ILO definition capture all unemployment?, Journal of the European Economic Association, Vol. 4, 1, pp. 153-179, TD No. 529 dicembre 2004. A. B RANDOLINI , L. C ANNARI , G. D’A LESSIO e I. F AIELLA , Household wealth distribution in Italy in the 1990s, in E. N. Wolff a cura di International Perspectives on Household Wealth, Cheltenham, Edward Elgar, TD No. 530 dicembre 2004. P. D EL G IOVANE e R. S ABBATINI , Perceived and measured inflation after the launch of the Euro: Explaining the gap in Italy , Giornale degli economisti e annali di economia, Vol. 65, 2, pp. 155-

192, TD No. 532 dicembre 2004.