72 d. Hasil Uji Autokorelasi
Menurut Santoso 2002, uji autokorelasi merupakan pengujian asumsi dalam regresi dimana variabel dependen tidak berkorelasi
dengan dirinya sendiri, artinya bahwa nilai variabel dependen tidak berhubungan dengan nilai variabel itu sendiri, baik nilai periode
sebelumnya atau nilai periode sesudahnya. Berdasarkan ketentuan uji autokorelasi dimana nilai DW berada di antara -2 dan +2 atau -
2DW+2 tidak terjadi autokorelasi, dengan diketahui nilai D-W sebesar 1,214 dari tabel 4.2, maka dapat disimpulkan tidak terdapat
autokorelasi dalam model regresi.
2. Hasil Uji Hipotesis
a. Hasil Uji Koefisien Determinasi R
2
Uji koefisien determinasi dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel
independen.
Tabel 4.2 Hasil Uji Koefisien Determinasi
Model Summary
b
Model R
R Square Adjusted R
Square Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .943
a
.889 .885
1810327.617 1.214
a. Predictors: Constant, Jumlah_PKP, Inflasi, Kurs_Rupiah b. Dependent Variable: Penerimaan_PPN
Sumber: Data sekunder yang diolah
73 Hasil output SPSS pada tabel 4.2, R menunjukkan korelasi
berganda, yaitu korelasi antara dua atau lebih variabel independen terhadap variabel dependen. Nilai R berkisar antara 0 sampai 1, jika
nilainya mendekati 1 maka hubungan semakin erat dan jika nialinya mendekati 0 maka hubungan semakin lemah. Nilai R sebesar 0,943
menunjukkan bahwa hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen adalah kuat atau erat. Uji koefisien determinasi
Adjusted R Square menunjukkan seberapa besar variabel independen inflasi, nilai tukar rupiah dan jumlah PKP dapat menjelaskan variabel
dependen Penerimaan PPN. Tabel 4.2 menunjukkan bahwa nilai koefisien Adjusted R Square sebesar 0,885 atau sebesar 88,5. Hal ini
menunjukkan 88,5 variabel dependen penerimaan PPN dapat dijelaskan oleh variabel independen inflasi, nilai tukar rupiah dan
jumlah PKP, sedangkan sisanya 100-88,5=11,5 dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain diluar model.
b. Hasil Uji Statistik t Uji statistik t digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya
pengaruh masing-masing variabel independen secara individual terhadap variabel dependen yang diuji pada tingkat signifikansi 0,05.
74
Tabel 4.3 Hasil Uji t
Coefficients
a
Model Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
B Std. Error
Beta 1Constant
-5.685E6 2.809E6
-2.024 .046
Inflasi 414480.201 199869.126
.078 2.074
.041 Kurs_Rupiah
-1182.829 348.435
-.148 -3.395
.001 Jumlah_PKP
55.690 2.388
1.013 23.323
.000 a. Dependent Variable: Penerimaan_PPN
Sumber : Data sekunder yang diolah Hasil perhitungan koefisien regresi memperlihatkan nilai koefisien
konstanta adalah sebesar -5,685E6. Koefisien nilai inflasi adalah sebesar 414.480,201 dengan tingkat signifikan sebesar 0,041.
Koefisien nilai tukar rupiah adalah sebesar -1.182,829 dengan tingkat signifikan sebesar 0,001. Koefisien nilai jumlah PKP adalah sebesar
55,690 dengan tingkat signifikan sebesar 0,000. Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa semua variabel independen yang
dimasukkan ke dalam model regresi adalah signifikan karena semuanya tidak melebihi 0,05 5 dan tingkat keyakinan sebesar
95. Berdasarkan tabel 4.3 maka dapat diperoleh model persamaan
regresi sebagai berikut:
Y = -5,685E6 + 414.480,201 X
1
- 1.182,829 X
2
+ 55,690 X
3
+ e
75 Keterangan:
Y = Variabel Dependen Penerimaan PPN α = Konstanta
β = Koefisien X
1
= Variabel Independen Inflasi X
2
= Variabel Independen Nilai Tukar Rupiah X
3
= Variabel Independen Jumlah PKP e
= Error Nilai koefisien konstanta adalah sebesar -5,685E6 atau 5.685.000
menunjukkan bahwa jika variabel independen yaitu inflasi, nilai tukar rupiah dan jumlah Pengusaha Kena Pajak PKP bersifat konstan,
maka penerimaan PPN akan bernilai negatif atau mengalami penurunan sebesar Rp. 5.685.000,00. Nilai koefisien inflasi positif
sebesar 414.480,201 menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan tingkat inflasi sebesar 1, maka penerimaan PPN akan meningkat sebesar Rp
414.480.201.000. Sebaliknya jika terjadi penurunan tingkat inflasi sebesar 1, maka penerimaan PPN akan menurun sebesar Rp
414.480.201.000. Nilai koefisien nilai tukar rupiah negatif sebesar - 1.182,829 menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan nilai tukar rupiah
sebesar Rp.1 atau terjadi depresiasi, maka akan mengurangi penerimaan PPN sebesar Rp. 1.182.829.000. Sebaliknya jika terjadi
penurunan nilai tukar rupiah sebesar Rp. 1 atau terjadi apresiasi, maka penerimaan PPN akan meningkat sebesar Rp 1.182.829.000. Nilai
76 koefisien jumlah PKP positif sebesar 55,690 menunjukkan bahwa jika
terjadi kenaikan jumlah PKP sebanyak 1, maka penerimaan PPN akan meningkat sebesar Rp. 55.690.000. Sebaliknya jika terjadi penurunan
jumlah PKP sebanyak 1, maka penerimaan PPN akan menurun sebesar Rp. 55.690.000.
Hasil Uji Hipotesis 1: Pengaruh inflasi terhadap penerimaan PPN
Hasil uji t pada tabel 4.3 di atas, didapat t hitung untuk variabel inflasi sebesar 2,074 dengan tingkat signifikan sebesar 0,041 lebih
kecil dari 0,05. Nilai t tabel sebesar sebesar 1,98896, sehingga dapat diketahui bahwa t hitung lebih besar dari t tabel 2,0741,98896. Oleh
karena tingkat signifikansi di bawah 0,05 dan t hitung lebih besar dari t tabel, maka dapat disimpulkan bahwa variabel inflasi berpengaruh
secara signifikan terhadap penerimaan PPN sehingga hipotesis Ha
1
diterima. Hasil ini mendukung dengan penelitian sebelumnya yang
menyatakan bahwa inflasi terbukti berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan PPN yang dilakukan oleh Salawati 2008. Hal
ini dikarenakan jika terjadi kenaikan tingkat inflasi akan mempengaruhi harga jual barang dan jasa dimana harga jual barang
dan jasa merupakan Dasar Pengenaan Pajak DPP PPN. Terjadinya kenaikan tingkat inflasi akan mengakibatkan harga jual barang dan jasa
juga akan meningkat yang berarti DPP PPN juga meningkat. Meningkatnya DPP PPN akan berpengaruh langsung terhadap
77 besarnya penerimaan PPN yang juga akan meningkat. Penelitian yang
dilakukan oleh Wahyudi dkk. 2009 serta Locarno dan Staderini 2008 juga menunjukkan bahwa inflasi berpengaruh terhadap
penerimaan pajak.
Hasil Uji Hipotesis 2: Pengaruh nilai tukar rupiah terhadap penerimaan PPN
Hasil uji t pada tabel 4.3 di atas, didapat t hitung untuk variabel nilai tukar rupiah sebesar -3,395 dengan tingkat signifikan sebesar
0,001 lebih kecil dari 0,05. Nilai t tabel sebesar sebesar 1,98896, sehingga dapat diketahui bahwa t hitung lebih besar dari t tabel
3,3951,98896. Oleh karena tingkat signifikansi di bawah 0,05 dan t hitung lebih besar dari t tabel, maka dapat disimpulkan bahwa variabel
nilai tukar rupiah berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan PPN sehingga hipotesis Ha
2
diterima. Hasil ini mendukung dengan penelitian sebelumnya yang
menyatakan bahwa nilai tukar rupiah terbukti berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan PPN yang dilakukan oleh Salawati
2008. Hal ini dikarenakan 70 bahan baku produksi Indonesia yang masih mengandalkan impor, jika terjadi depresiasi nilai tukar rupiah
akan mengakibatkan lebih banyak jumlah rupiah yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan satu dollar. Oleh karena lebih banyak
rupiah yang dibutuhkan untuk mendapatkan satu dollar, maka harga bahan baku produksi impor yang harus dibayar oleh Indonesia akan
78 menjadi lebih mahal yang secara otomatis akan meningkatkan jual
barang dan jasa di masyarakat. Harga jual barang dan jasa yang mengalami peningkatan di masyarakat akan berpengaruh terhadap
penurunan daya konsumsi masyarakat yang akan berpengaruh pula terhadap penurunan penerimaan PPN karena PPN merupakan pajak
atas konsumsi barang dan jasa. Penelitian yang dilakukan oleh Hamzah dan Suryowibowo 2005 serta Agbeyegbe et, al., 2006 juga
menunjukkan bahwa kurs berpengaruh terhadap penerimaan pajak.
Hasil Uji Hipotesis 3: Pengaruh jumlah PKP terhadap penerimaan PPN
Hasil uji t pada tabel 4.3 di atas, didapat t hitung untuk variabel jumlah PKP sebesar 23,323 dengan tingkat signifikan sebesar 0,000
lebih kecil dari 0,05. Nilai t tabel sebesar sebesar 1,98896, sehingga dapat diketahui bahwa t hitung lebih besar dari t tabel
23,3231,98896. Oleh karena tingkat signifikansi di bawah 0,05 dan t hitung lebih besar dari t tabel, maka dapat disimpulkan bahwa
variabel jumlah PKP berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan PPN sehingga hipotesis Ha
3
diterima. Hasil ini mendukung dengan penelitian sebelumnya yang
menyatakan bahwa jumlah PKP terbukti berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan PPN yang dilakukan oleh Saepudin 2008 dan
Aditya 2009. Hal ini dikarenakan PKP merupakan Wajib Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang
79 dikenai pajak berdasarkan UU PPN 1984 dan perubahannya.
Penambahan jumlah PKP dapat ditempuh oleh DJP dengan cara melakukan ekstensifikasi pajak berdasarkan data-data internal maupun
eksternal, sehingga jika terdapat PKP yang tidak melaporkan kegiatan usahanya dapat diterbitkan pengukuhan secara jabatan. Di mana
terdapat atau bertambahnya jumlah PKP maka disitu terdapat penyerahan barang dan jasa yang dikenai pajak yang merupakan
sebagai objek PPN. Semakin besar jumlah PKP maka akan semakin besar objek PPN yang berarti akan semakin besar pula penerimaan
PPN. Penerimaan PPN juga dapat ditingkatkan oleh DJP melalui pelaksanaan intensifikasi pajak, yaitu dengan menguji kepatuhan PKP
yang sudah terdaftar maupun dari hasil ekstensifikasi agar PKP tidak hanya terdaftar tetapi juga melaksanakan hak dan kewajibannya.
c. Hasil Uji Statistik F Uji statistik F digunakan untuk mengetahui pengaruh semua
variabel independen yang dimasukkan dalam model regresi secara bersama-sama terhadap variabel dependen yang diuji pada tingkat
signifikan 0,05. Hasil uji F dari pengujian statistik regresi berganda disajikan pada tabel 4.4.
80
Tabel 4.4 Hasil Uji F
ANOVA
b
Model Sum of Squares
df Mean Square
F Sig.
1 Regression
2.131E15 3
7.102E14 216.698
.000
a
Residual 2.655E14
81 3.277E12
Total 2.396E15
84 a. Predictors: Constant, Jumlah_PKP, Inflasi, Kurs_Rupiah
Sumber: Data sekunder yang diolah. Hasil uji F pada tabel 4.4 di atas, didapat F hitung sebesar 216,698
dengan tingkat signifikan sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05. Nilai F tabel sebesar sebesar 2,72, sehingga dapat diketahui bahwa F hitung
lebih besar dari F tabel 216,698 2,72. Oleh karena tingkat signifikansi di bawah 0,05 dan F hitung lebih besar dari F tabel, maka
dapat disimpulkan bahwa variabel inflasi, nilai tukar rupiah dan jumlah PKP berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap
penerimaan PPN sehingga hipotesis Ha
4
diterima. Variabel independen inflasi, nilai tukar rupiah dan jumlah PKP
berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap penerimaan PPN karena penerimaan pajak ditentukan oleh faktor internal dan eksternal.
Faktor internal meliputi kebijakan dibidang perpajakan, seperti pelaksanaan ekstensifikasi pajak yang berkaitan dengan penambahan
jumlah Wajib Pajak termasuk pula PKP. Faktor eksternal meliputi perkembangan ekonomi makro, seperti stabilitas indikator ekonomi
makro inflasi dan nilai tukar rupiah.
81
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh inflasi, nilai tukar rupiah dan jumlah PKP terhadap penerimaan PPN yang terdaftar di Kantor
Pusat Direktorat Jenderal Pajak DJP pada tahun 2002 sampai dengan 2009. Hasil pengujian yang dilakukan terhadap 85 sampel diperoleh sebagai berikut:
1. Inflasi berpengaruh positif secara signifikan terhadap penerimaan PPN. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh
Salawati 2008. Penelitian yang dilakukan oleh Wahyudi dkk. 2009 serta Locarno dan Staderini 2008 juga menunjukkan bahwa inflasi
berpengaruh terhadap penerimaan pajak. 2. Nilai tukar rupiah berpengaruh negatif secara signifikan terhadap
penerimaan PPN. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Salawati 2008. Penelitian yang dilakukan oleh Hamzah
dan Suryowibowo 2005 serta Agbeyegbe et, al., 2006 juga menunjukkan bahwa kurs berpengaruh terhadap penerimaan pajak.
3. Jumlah PKP berpengaruh positif secara signifikan terhadap penerimaan PPN. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan
oleh Saepudin 2008 dan Aditya 2009 yang menyatakan bahwa jumlah PKP berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan PPN.
82
B. Implikasi
Model teoritis yang dikembangkan dan diuji dalam penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi bagi pemahaman kita tentang pengaruh
inflasi, nilai tukar rupiah dan jumlah PKP terhadap penerimaan PPN yang terdaftar di Kantor Pusat DJP. Hasil penelitian ini memiliki beberapa
implikasi penting bagi pemerintah dan instansi Direktorat Jenderal Pajak DJP.
1. Inflasi berpengaruh positif secara signifikan terhadap penerimaan PPN dikarenakan jika terjadi kenaikan tingkat inflasi akan mempengaruhi harga
jual barang dan jasa dimana harga jual barang dan jasa merupakan Dasar Pengenaan Pajak DPP PPN. Terjadinya kenaikan tingkat inflasi akan
mengakibatkan harga jual barang dan jasa juga akan meningkat yang berarti DPP PPN juga meningkat. Meningkatnya DPP PPN akan
berpengaruh langsung terhadap besarnya penerimaan PPN yang juga akan meningkat. Peningkatan penerimaan PPN yang dikarenakan meningkatnya
tingkat inflasi dapat terjadi jika tingkat inflasi masih tergolong rendah, yaitu sebesar 0-10 per tahun. Tingkat inflasi yang masuk kategori berat
30-100 per tahun atau mungkin terjadi hiperinflasi 100 per tahun justru akan merusak perekonomian. Indonesia pernah mengalami
hiperinflasi pada tahun 1960-an yang mencapai 650 dan pernah pula mengalami inflasi berat, yaitu mencapai 60 pada tahun 1998. Tingkat
inflasi yang tinggi dapat merusak perekonomian dengan cara melambungnya harga-harga barang hingga sulit terjangkau oleh
83 masyarakat yang cenderung memiliki pendapatan tetap. Dalam keadaan
yang demikian, tingkat kemakmuran masyarakatpun mengalami penurunan yang juga akan berpengaruh pada penurunan penerimaan pajak
khususnya PPN yang dikarenakan menurunnya tingkat konsumsi masyarakat secara umum. Fluktuasi tingkat inflasi juga dapat
mempengaruhi pencapaian sasaran pembangunan ekonomi yang diarahkan pada pertumbuhan ekonomi, yang mana pertumbuhan ekonomi
ditransmisikan ke dalam penerimaan pajak. Tingkat inflasi yang stabil dan relatif rendah dapat mendukung pencapaian sasaran pembangunan
ekonomi. 2. Nilai tukar rupiah berpengaruh negatif secara signifikan terhadap
penerimaan PPN. Hal ini dikarenakan 70 bahan baku produksi Indonesia yang masih mengandalkan impor, jika terjadi depresiasi nilai tukar rupiah
akan mengakibatkan lebih banyak jumlah rupiah yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan satu dollar. Oleh karena lebih banyak rupiah yang
dibutuhkan untuk mendapatkan satu dollar, maka harga bahan baku produksi impor yang harus dibayar oleh Indonesia akan menjadi lebih
mahal yang secara otomatis akan meningkatkan jual barang dan jasa di masyarakat. Harga jual barang dan jasa yang mengalami peningkatan di
masyarakat akan berpengaruh terhadap penurunan daya konsumsi masyarakat yang akan berpengaruh pula terhadap penurunan penerimaan
PPN karena PPN merupakan pajak atas konsumsi barang dan jasa. Fluktuasi nilai tukar rupiah juga dapat mempengaruhi pencapaian sasaran
84 pembangunan ekonomi yang diarahkan pada pertumbuhan ekonomi, yang
mana pertumbuhan ekonomi ditransmisikan ke dalam penerimaan pajak. Nilai tukar rupiah yang stabil dan cenderung menguat terhadap mata uang
asing dapat mendukung pencapaian sasaran pembangunan ekonomi. 3. Jumlah PKP berpengaruh positif secara signifikan terhadap penerimaan
PPN. PKP merupakan Wajib Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan UU PPN
1984 dan perubahannya. Penambahan jumlah PKP dapat ditempuh oleh DJP dengan cara melakukan ekstensifikasi pajak berdasarkan data-data
internal maupun eksternal, sehingga jika terdapat PKP yang tidak melaporkan kegiatan usahanya dapat diterbitkan pengukuhan secara
jabatan. Di mana terdapat atau bertambahnya jumlah PKP maka disitu terdapat penyerahan barang dan jasa yang dikenai pajak yang merupakan
sebagai objek PPN. Semakin besar jumlah PKP maka akan semakin besar objek PPN yang berarti akan semakin besar pula penerimaan PPN.
Penerimaan PPN juga dapat ditingkatkan oleh DJP melalui pelaksanaan intensifikasi pajak, yaitu dengan menguji kepatuhan PKP yang sudah
terdaftar maupun dari hasil ekstensifikasi agar PKP tidak hanya terdaftar tetapi juga melaksanakan hak dan kewajibannya dengan melakukan
pemeriksaan .
C. Keterbatasan
Dalam penulisan ini, peneliti menyadari bahwa banyak terdapat keterbatasan sehingga menjadi kekurangan bagi penelitian ini. Keterbatasan
85 yang ada bukan semata-mata karena kesengajaan, bahan banyak sekali terdapat
keterbatasan yang tidak disengaja. Dimana keterbatasan-keterbatasan dalam penelitian ini yaitu antara lain:
1. Periode penelitian ini sebelumnya dari tahun 1993-2007 atau selama 15 tahun, tetapi karena ketersediaan data perpajakan yang kurang memadai,
maka peneliti melakukan penelitian pada tahun 2002 sampai dengan 2009 atau selama 8 tahun.
2. Sampel dalam penelitian ini sebelumnya 180 buah, tetapi periode penelitian hanya 8 tahun dengan unit data bulanan dan terdapat 11 data
yang outlier, maka sampel dalam penelitian ini hanya 85 buah.
D. Saran
Berdasarkan implikasi yang telah dikemukakan di atas, terdapat beberapa saran dari peneliti untuk pihak yang terkait, seperti pemerintah dan Direktorat
Jenderal Pajak DJP yang dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam pembuatan maupun pelaksanaan kebijakan yang telah dibuat, antara lain
sebagai berikut: 1. Tingkat inflasi yang masih taraf aman untuk perekonomian dan juga tidak
mengganggu atau mengurangi penerimaan negara dari sektor pajak adalah pada tingkat yang masih rendah, yaitu 0-10 per tahun. Namun jika sudah
terjadi tingkat inflasi yang berat atau bahkan hiperinflasi akan dapat merusak perekonomian dan juga dapat mempengaruhi tingkat penerimaan
pajak yang mengalami penurunan. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk selalu menjaga tingkat inflasi pada tingkat yang relatif
86 masih rendah. Upaya pemerintah dalam menjaga tingkat inflasi yang dapat
dilakukan melalui kebijakan fiskal, yaitu dengan mengatur penerimaan dan pengeluaran pemerintah, menaikkan tarif pajak dan mengadakan pinjaman
pemerintah. Upaya pemerintah dalam menjaga tingkat inflasi dapat pula dilakukan dengan kebijakan moneter melalui Bank Indonesia, yaitu
dengan politik diskonto terhadap bank umum, politik pasar terbuka, menaikkan cash ratio dan kebijakan pemberian kredit.
2. Terjadinya depresiasi nilai tukar rupiah akan menaikkan harga-harga barang dan jasa yang akan dapat menurunkan daya beli masyarakat
sehingga akan berpengaruh pada penerimaan PPN karena PPN merupakan pajak atas konsumsi. Untuk menjaga nilai tukar rupiah agar relatif
menguat terhadap mata uang asing dan tidak berfluktuatif, pemerintah diharapkan mampu membuat kebijakan yang tepat dan mampu menjaga
faktor-faktor dari non ekonomi yang memberikan bobot tersendiri dalam melemahkan nilai tukar rupiah. Faktor dari non ekonomi tersebut seperti
terciptanya suatu iklim politik, kondisi keamanan dan tegaknya hukum yang lebih kondusif sehingga tidak terjadi pergelokan dan ketidakpastian
di dalam masyarakat. 3. Semakin banyak jumlah PKP berarti semakin banyak penyerahan atas
barang dan jasa yang dikenakan pajak yang merupakan objek PPN. Meningkatnya objek PPN akan meningkatkan pula penerimaan PPN. Oleh
karena itu Direktorat Jenderal Pajak sudah seharusnya melakukan optimalisasi pelaksanaan ekstensifikasi dan intensifikasi pajak yang
87 bertujuan untuk peningkatan jumlah PKP juga untuk meningkatkan
kepatuhan PKP yang telah terdaftar maupun dari hasil ekstensifikasi dengan melakukan pemeriksaan. Selain pengoptimalan ekstensifikasi dan
intensifikasi pajak,
Direktorat Jenderal
Pajak juga
perlu mempertimbangkan untuk merubah ketentuan peraturan pemeriksaan
pajak yang hanya terfokus pada PKP yang melaporkan SPT Lebih Bayar dengan memperluas objek pemeriksaan juga pada PKP yang melaporkan
SPT Nihil dan SPT Kurang Bayar. Hal tersebut akan dapat menghindari dampak negatif terhadap penerimaan PPN karena PKP akan berusaha
menghindari pajak dengan melaporkan SPT Nihil atau SPT Kurang Bayar.
88
DAFTAR PUSTAKA
Agbeyegbe, Terence D. et. all. “Trade Liberalization, exchange rate change and tax revenue in Sub-Saharan African
”. Journal of Asian Economics, 2006. Anonim. “Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Indonesia”. Artikel
diakses pada tanggal 9 Desember 2010 dari www. wikipedia.com. Anonim. “Inflasi 2005-2010”. Data diakses pada tanggal 6 Desember 2010 dari
www.bps.go.id. Anonim. “Kurs Kementerian Keuangan”. Data diakses pada tanggal 6 Desember
2010 dari www.ortax.org. Carare, Alina dan Danninger Stephan. “Inflation Smoothing and the Modest Effect
of VAT in Germany ”. International Monetary Fund Working Paper, 2008.
Case, Karl E dan Fair, Ray C. “Prinsip-Prinsip Ekonomi Makro”. Edisi Kelima,
PT Indeks, Jakarta, 2004. Departemen Keuangan.
“Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2008”. Diakses pada tanggal 6 Desember 2010 dari
http:www.fiskal.depkeu.go.idpdf. “Mengatasi Dampak Krisis Global Melalui Program Stimulus Fiskal
APBN 2009 ”. Diakses pada tanggal 6 Desember 2010 dari
http:www.fiskal.depkeu.go.idpdf. Direktorat Penyuluhan Pelayanan dan Humas.
“Pajak Pertambahan Nilai”. Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, 2009.
. “Buku Panduan Hak dan Kewajiban”. Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta,
2009. Djuanda, Gustian dan Lubis, Irwansyah.
“Pajak Pertambahan Nilai Pajak Penjualan atas Barang Mewah”. Gramedia, Jakarta, 2006.
Edalmen .”Fluktuasi Nilai Tukar Rupiah: Faktor Penyebab, Dampak dan Upaya
Pengendaliannya”. Jurnal Ekonomi Fakultas Ekonomi Untar Vol. 01, 2000.
Ghozali, Imam. “Aplikasi Multivariate dengan Program SPSS”. Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, Semarang, 2009.
89 Hamid, Abdul.
“Buku Panduan Penulisan Skripsi”. FEB UIN Press, Jakarta, 2010.
Hamzah, Muhammad Zilal dan Suyowobowo, Willy. “Pengaruh Kurs, IHSG dan Sertifikat Bank Indonesia Terhadap Penerimaan Negara Sektor Pajak
”. http:jurnal.pdii.lipi.go.id, 2005
Indriantoro, Nur dan Supomo, Bambang. “ Metodologi Penelitian Bisnis: Untuk
Akuntansi dan Manajemen”. BPFE, Yogyakarta, 2002. Lipsey, Richard G. et. all.
“Pengantar Makroekonomi”. Edisi Kedelapan, PT. Gelora Aksara Pratama, Jakarta, 1993.
Locarno, Alberto dan Staderini, Alessandra. “La Relazione Tra Gettito Tributario
E Quadro Macroeconomico in Italia”. No. 694, 2008. Mankiw, N. Gregory.
“Makroekonomi”. Edisi Keenam, Erlangga, Jakarta, 2007. Manurung, Romulus, et. all.
“Analisis Peluang dan Kendala Peningkatan Penerimaan PPN Dalam APBN, Studi Kasus: KPP”. Jurnal Kajian
Ekonomi dan Keuangan Vol. 5 No. 2, 2001. Mardiasmo
. “Perpajakan”. Edisi Revisi 2008, Andi Yogyakarta, Yogyakarta, 2008.
Murni, Asfia. “Ekonomika Makro”. PT Refika Aditama, Jakarta, 2006.
Nersiwad. “Pengaruh Inflasi Terhadap Nilai Riil Penerimaan Pajak Negara:
Pendekatan Elastisitas dan Tax Collection Lags di Indonesia”. Jurnal Analisa Kebijakan Vol. 1 No. 1, Februari 2002.
Paryan. “Pelatihan Perpajakan Brevet AB Modul Pajak Penghasilan Badan”.
Pusat Pengembangan Akuntansi dan Keuangan, Jakarta, 2009. Pratomo, Wahyu Ario.
“Teori Ekonomi Makro”. Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, Medan,
2006. Priyatno, Duwi. “5 Jam Belajar Olah Data Dengan SPSS 17”. Andi Yogyakarta,
Yogyakarta, 2009. Rahardja, Prathama dan Manurung, Mandala. “Teori Ekonomi Makro Suatu
Pengantar ”. Edisi Kedua, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,
Jakarta, 2004. Resmi, Siti.
“Perpajakan Teori dan Kasus”. Buku 2 Edisi Kelima, Salemba Empat, Jakarta, 2009.
90 Salawati.
“Analisis Pengaruh Inflasi dan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Penerimaan
PPN pada Kanwil DJP Jakarta Selatan”. UIN, Jakarta, 2008. Saepudin.
“Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pajak Pertambahan Nilai PPN di Sumatera Utara”. USU, Medan, 2008.
Santoso, Singgih. “SPSS Statistik Parametrik”. Gramedia, Jakarta, 2002.
Suandy, Early. “Hukum Pajak”. Edisi Keempat, Salemba Empat, Jakarta, 2009.
Sukardji, Untung. “Mengenal Lebih Dekat Pajak Pertambahan Nilai”. Jurnal
Perpajakan Indonesia vol. 2 no. 7, 2003. Sukirno, Sadono.
“Teori Pengantar Makro Ekonomi”. Edisi Ketiga, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004.
Sunyoto, Danang. “Analisis Regresi dan Uji Hipotesis”. Media Pressindo,
Jakarta, 2009. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-06PJ.92001 tentang Ekstensifikasi dan
Intensifikasi Pajak. Todaro, Michael P. dan Smith, Stephen C. “Pembangunan Ekonomi”. Edisi
Kesembilan Jilid 2, Erlangga, Jakarta, 2006. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan.
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Wahyudi, Eddi. dkk.
“Dampak Fluktuasi Ekonomi Terhadap Penerimaan Pajak”. Jurnal Ekonomi IPB Vol. 6 No. 1, 2009.
Waluyo. “Perpajakan Indonesia”. Buku 2 Edisi Kedelapan, Salemba Empat,
Jakarta, 2009.
96
Variables EnteredRemoved
b
Model Variables
Entered Variables
Removed Method
1 Jumlah_PKP,
Inflasi, Kurs_Rupiah
a
. Enter a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: Penerimaan_PPN
Model Summary
b
Model R
R Square Adjusted R
Square Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .943
a
.889 .885
1810327.617 1.214
a. Predictors: Constant, Jumlah_PKP, Inflasi, Kurs_Rupiah b. Dependent Variable: Penerimaan_PPN
ANOVA
b
Model Sum of Squares
df Mean Square
F Sig.
1 Regression
2.131E15 3
7.102E14 216.698
.000
a
Residual 2.655E14
81 3.277E12
Total 2.396E15
84 a. Predictors: Constant, Jumlah_PKP, Inflasi, Kurs_Rupiah
b. Dependent Variable: Penerimaan_PPN
Coefficients
a
Model Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
Collinearity Statistics B
Std. Error Beta
Tolerance VIF
1 Constant
-5.685E6 2.809E6
-2.024 .046
Inflasi 414480.201
199869.126 .078
2.074 .041
.962 1.039
Kurs_Rupiah -1182.829
348.435 -.148
-3.395 .001
.715 1.398
Jumlah_PKP 55.690
2.388 1.013
23.323 .000
.725 1.380
a. Dependent Variable: Penerimaan_PPN
97
Residuals Statistics
a
Minimum Maximum
Mean Std. Deviation
N Predicted Value
42084.45 1.95E7
9.39E6 5036225.075
85 Std. Predicted Value
-1.856 2.006
.000 1.000
85 Standard Error of Predicted
Value 2.010E5
1.569E6 3.508E5
177618.921 85
Adjusted Predicted Value -8.80E4
1.92E7 9.42E6
5055713.423 85
Residual -3.489E6
5.657E6 .000
1777706.429 85
Std. Residual -1.927
3.125 .000
.982 85
Stud. Residual -1.945
3.164 -.007
1.007 85
Deleted Residual -3.842E6
5.800E6 -3.529E4
1894586.667 85
Stud. Deleted Residual -1.980
3.359 -.002
1.026 85
Mahal. Distance .047
62.115 2.965
7.090 85
Cooks Distance .000
.846 .020
.092 85
Centered Leverage Value .001
.739 .035
.084 85
a. Dependent Variable: Penerimaan_PPN
98
93
Data Penelitian No. Inflasi
Kurs Rupiah
Jumlah PKP
Penerimaan PPN
1 1.99
10325.61 307341
866764 2
1.50 10243.75
310583 24141
3 0.80
9193.23 319447
29140 4
0.36 8676.23
322305 50130
5 0.82
8776 325585
47784 6
0.29 8898.55
328895 53950
7 0.53
8885.27 331907
68565 8
0.54 9059.45
334933 79348
9 1.85
9111.77 337396
136161 10
1.20 8907.26
338951 1649829
11 0.80
8892.26 342731
4480456 12
0.20 8857.71
346109 1882418
13 0.15
8838.07 352812
3502989 14
0.21 8509.97
355916 3917115
15 0.09
8189.43 358879
4973534 16
0.03 8221.19
361960 4894563
17 0.94
8455.42 364748
4647385 18
0.36 8444.87
367731 4876981
19 0.55
8386.48 370626
6110351 20
1.01 8473.63
372621 5473364
21 0.94
8483.32 375302
8304838 22
0.57 8378.13
379049 8459317
23 0.36
8505.65 385841
5993312 24
0.97 8580.87
389009 6255444
25 0.88
8787.97 392007
5778771 26
0.48 9279.73
395126 7336015
27 0.39
9065.48 397679
6292234 28
0.09 9162
400351 6824024
29 0.02
9174.03 403017
6987633 30
0.56 9088.61
405617 7743561
31 0.89
9012.47 407528
6643180 32
1.04 9106.03
412555 10479699
33 1.43
9244.55 415678
7973569 34
1.91 9321.77
421879 7454301
35 0.34
9499.73 425111
7507881 36
0.21 9516.65
428163 7848390
37 0.50
9578.63 431344
8205425
94
38 0.78
9770.39 434246
8339014 39
0.55 9860.65
437556 9257162
40 0.69
10290.03 440663
10188641 41
8.70 10152.97
443419 9649809
42 1.31
10019.03 445228
8700051 43
1.36 9589.74
452062 8676629
44 0.58
9292.89 455985
8797050 45
0.03 9209.08
460076 9537545
46 0.05
9006.75 463655
8872060 47
0.37 8902.89
467674 9498411
48 0.45
9349.51 471927
9602981 49
0.45 9202.68
475339 10076502
50 0.33
9096.78 478731
10828312 51
0.38 9122.53
482219 11148727
52 0.86
9203.03 484604
10106191 53
0.34 9134.15
487803 11546240
54 1.21
9112.97 491016
16399525 55
1.04 9063.17
496169 9521312
56 0.62
9070.38 501181
8265069 57
0.24 9158.57
506212 10068161
58 0.10
8912.33 515793
10859840 59
0.23 8904.00
519497 10600718
60 0.72
9047.37 523403
11780783 61
0.75 9303.78
527208 13111695
62 0.80
9367.93 530596
12818380 63
0.79 9104.92
532723 12095181
64 0.18
9195.23 536036
14325853 65
1.10 9346.98
544241 19680446
66 1.77
9427.97 548995
13544463 67
0.65 9254.74
554282 13053189
68 0.95
9145.94 558844
14085951 69
0.57 9196.36
564625 14692438
70 1.41
9253.99 569217
15646002 71
2.46 9308.99
575682 17592350
72 1.37
9184.79 579864
17836309 73
0.51 9139.60
583565 17616808
74 0.97
9299.22 586922
18524062 75
0.45 9608.37
589755 16379997
76 0.12
11264.78 593331
16389655 77
0.21 11680.30
606667 12893745
78 0.22
11958.01 611747
14394912
95
79 0.04
10516.98 621350
14152372 80
0.11 10206.77
626540 15311854
81 0.45
10201.53 630992
16046689 82
0.56 9962.75
634935 15313951
83 1.05
9952.37 638256
15167619 84
0.19 9525.34
642419 17347564
85 0.33
9458.73 650574
23877135
Dalam Jutaan Rupiah
Trade liberalization, exchange rate changes, and tax revenue in Sub-Saharan Africa
Terence D. Agbeyegbe
a ,
, Janet Stotsky
b ,
, Asegedech WoldeMariam
b
a
Department of Economics, Hunter College and The Graduate Center, City University of NY, NY, United States
b
International Monetary Fund, Washington DC, United States Received 19 May 2005; received in revised form 31 August 2005; accepted 2 September 2005
Abstract Empirical evidence on the relationship between trade liberalization, exchange rates, and tax revenue is
mixed. This paper examines these linkages anew, using a methodology similar to that of Adam et al. [, Adam, C., Bevan, D., Chambas, G. 2001, Exchange rate regimes and revenue performance in Sub-Saharan Africa,
Journal of Development Economics, 64 , 173–213]. Using a panel of 22 countries in Sub-Saharan Africa, over
1980–1996, we perform Generalized Method of Moment regressions to test this relationship. We find evidence that the relationship between trade liberalization and tax revenue is sensitive to the measure used to proxy trade
liberalization, but that, in general, trade liberalization is not strongly linked to aggregate tax revenue or its components—though with one measure, it is linked to higher income tax revenue. Currency appreciation and
higher inflation show some linkage to lower tax revenues or its components. These results are consistent with previous findings, and support the notion that trade liberalization accompanied by appropriate macroeconomic
policies can be carried out in a way that preserves overall revenue yield.
2006 Elsevier Inc. All rights reserved.
JEL classification: F4; H2; H87; O24
Keywords: Trade liberalization; Exchange rates; Tax revenue; Sub-Saharan Africa
1. Introduction Trade liberalization has frequently been the centerpiece of an economic development strategy
in Sub-Saharan Africa. Trade liberalization often entails a reduction and unification of tariffs and relaxation of quantitative barriers, and may be accompanied or supported by currency
Journal of Asian Economics 17 2006 261–284
Corresponding authors. E-mail addresses:
tagbeyeghunter.cuny.edu T.D. Agbeyegbe, jstotskyimf.org J. Stotsky. 1049-0078 – see front matter 2006 Elsevier Inc. All rights reserved.
doi:10.1016j.asieco.2005.09.003
devaluation and domestic tax reform. On devising a program of liberalization, policymakers are often hindered in forecasting tax revenues because of the uncertainty regarding the effects of
trade liberalization and exchange rate changes on fiscal outcomes. The relationship between trade liberalization, the exchange rate, and tax revenue is therefore an issue of great practical
importance. This paper examines this relationship in Sub-Saharan Africa.
We probe the following questions in this paper: 1. What is the relationship between trade liberalization and tax revenues? Does increased trade
liberalization lead to a reduction in tax revenues through its effect on taxes from international trade or other taxes, controlling for accompanying macroeconomic changes?
2. Is the relationship sensitive to the index of liberalization adopted? Is the relationship sensitive to the econometric specification adopted?
3. What is the relationship between exchange rate changes and tax revenues? Does devaluation or currency depreciation increase or decrease tax revenue?
4. Are there any differences between the CFA franc the currency used by a group of countries in West and Central Africa and non-CFA franc countries in the revenue response of different
types of taxes to trade liberalization changes?
There are two strands of work that this paper draws upon: one examining the relationship between trade liberalization and tax revenue and the other examining the relationship between
exchange rate changes and inflation and tax revenue or fiscal outcomes, more generally. Since trade liberalization is often accompanied by currency devaluation and higher inflation, a
thorough empirical investigation should consider the simultaneous relationship between trade liberalization and changes in macroeconomic variables and revenues.
1
Section 2
outlines some theoretical considerations and reviews previous empirical work in this area. Section
3 describes the data and empirical methodology. Section
4 presents the results.
Section 5
concludes. Appendix A
describes the data set. 2. Theoretical considerations and review of empirical work
Trade liberalization is mainly thought to be linked to tax revenue through its effect on international trade tax revenue, though the precise relationship depends on several variables,
including the nature of trade liberalization and the response of imports and exports to liberalization. Often the first step in trade liberalization is the replacement of quantitative barriers
with import duties. This could result in higher trade tax revenue depending on the level of duties that are set and the change in the value of imports in response to the liberalization measures.
Trade liberalization ultimately leads to the reduction of import duties, and thus would be likely to be linked to reduced international trade tax revenue
Ebrill, Stotsky, Gropp, 1999 discuss these
issues. The relationship between trade liberalization and tax revenue, including domestic revenue, is also uncertain and depends on a number of factors, including the structure of the tax
system and administrative capabilities Ebrill et al., 1999
; Keen Ligthart, 2002
. Often trade liberalization is accompanied by the introduction of a value-added tax VAT or other significant
domestic tax policy changes.
T.D. Agbeyegbe et al. Journal of Asian Economics 17 2006 261–284 262
1
Warcziarg and Welch 2003 ,
Greenaway, Morgan, and Wright 2002 ,
Rodriguez and Rodrik 2001 , and
Frankel and Romer 1999
examine the relationship between economic integration and growth.
Macroeconomic changes also have an influence on tax revenue. Tanzi 1989
presents several wide-ranging hypotheses of the relationship between various macroeconomic variables,
including inflation and exchange rates, and tax revenue. He observes that there is often an inverse relationship between a country’s tax revenue and the real level of its official exchange
rate.
2
He argues that overvaluation has a direct effect by suppressing import and export bases measured in domestic currency terms. This reduces collections of international trade taxes and
sales and excise taxes, which are usually levied on domestic and imported consumption. Overvaluation also has indirect effects by reducing the incentive to produce goods for export,
encouraging capital flight and currency substitution, weakening the balance of payments, encouraging black markets, and encouraging trade restrictions. He concludes that even in
heavily indebted countries, where it is generally assumed that devaluation weakens the fiscal balance through its effect on debt service, higher revenues may offset increases in debt service so
that the overall effect of devaluation is largely an empirical question.
3
Countries collect taxes in different ways. It is therefore not possible to generalize about the effect of changes in trade liberalization and the surrounding macroeconomic environment on tax
revenues without examining the structure of the different components of revenues and the importance of each different component in the total. In addition, components of tax revenues
interact in ways that may either reinforce or offset any changes in one on the other.
Taxes constitute the largest share of revenues for most Sub-Saharan countries, with the main exception being those that rely heavily on natural resource production, where non-tax revenue
may be dominant. Tax systems encompass a wide variety of taxes, which can be divided into three general categories: taxes on income and profits, taxes on goods and services, and international
trade taxes. Corporate and personal income taxes are generally the main components of the taxes on income and profits, though sometimes there may be a separate capital gains tax. General sales
taxes and excises are the main components of taxes on goods and services. General sales taxes take the form in most countries of a VAT but may also take the form of turnover-type or retail
sales taxes.
Table 1 shows the distribution of revenue collections for Sub-Saharan Africa in recent
years. Import duties are still a significant source of revenues in Sub-Saharan African countries, though trade liberalization in the region is leading to a reduced reliance on these
taxes. Taxes on goods and services are a growing share of revenues, especially with the introduction of VAT in many of the countries in the past few decades, and a reform of excise
taxes in many countries as well. Income tax revenues also constitute a significant share of revenues, and are split between corporate and personal income tax revenues. Income tax
revenues in Africa mainly come from the formal sector and from workers in the formal sector, including a large proportion from state-owned entities or just a few major enterprises and
their workers including civil servants.
2.1. International trade taxes Sub-Saharan countries still rely heavily on import duties to fund the public sector. Although
trade liberalization is now an important component of reform in this region, the expansion of the
T.D. Agbeyegbe et al. Journal of Asian Economics 17 2006 261–284 263
2
Other studies, including Reisen 1990
and Seade 1990
, formulate hypotheses on similar issues.
3
Bevan 1995 ,
Feltenstein 1992 , and
Tokarick 1995 investigate the effect of exchange rate changes on the fiscal
balance in an applied general equilibrium framework with application to specific countries.
tax base and improvements in enforcement have not yet led to a heavily diminished importance of these taxes in overall revenues, except in a few countries.
Import duties are usually ad valorem levies on import value; similarly, taxes on exports are usually ad valorem levies on exports. However, in some cases these taxes are levied on a specific or
unit basis or in some more complex form, especially export levies. The effect of trade liberalization on trade tax revenues depends on several factors, including the structure of liberalization. As noted,
the replacement of quantitative restrictions with tariffs can raise revenues. The effect of tariff reductions depends on how the level and coverage of tariffs changes. With unchanged import
values, a reduction in tariffs reduces revenues from trade taxes and can also be accompanied by reductions in revenues from excises and VATs levied on imports at least at the importation stage. A
change in relative prices would, however, typically induce changes in the level and composition of imports and exports. The revenue outcome thus depends also on the price elasticity of demand for
imports and the price elasticity of supply of import substitutes. If imports are sufficiently price elastic, there may be a revenue gain. Since trade liberalization often entails a disproportionate
reduction of the highest tariffs, applied to goods that are mainly elastic in demand, the response in terms of higher imports may be sufficient to outweigh the revenue losses from a lower rate of tariff.
The elasticity of supply of import substitutes is also relevant. The lower this elasticity, the smaller the reduction in output for a given reduction in price of imports and the domestic good, in a
competitive market, and hence the smaller the increase in import values. Since elasticities vary over the range of prices, the starting point for tariff changes is also relevant.
T.D. Agbeyegbe et al. Journal of Asian Economics 17 2006 261–284 264
Table 1 Comparative structure of tax revenue in sub-Saharan Africa countries, 1980–1996
a
in percent of GDP Average
1980–1985 1986–1990
1991–1993 1994–1996
1980–1996 CFA and non-CFA countries
Total revenue 17.39
16.70 16.80
18.60 16.92
Tax revenue 15.37
14.98 14.95
16.83 15.05
Taxes on income, profits, capital gains 4.20
4.02 4.02
4.64 4.06
Domestic taxes on goods and services 4.64
4.24 5.73
5.27 4.61
Taxes on international trade 5.49
5.71 5.10
6.10 5.44
Non-tax revenue 1.69
1.84 1.80
1.61 1.68
CFA countries Total revenue
18.3 18.5
11.4 19.1
17.9 Tax revenue
16.0 16.3
8.5 18.3
15.7 Taxes on income, profits, capital gains
3.9 4.0
2.3 3.4
3.8 Domestic taxes on goods and services
3.8 3.5
– 3.7
3.7 Taxes on international trade
6.4 6.2
– 10.1
6.4 Non-tax revenue
1.9 2.6
2.8 0.8
1.8 Non-CFA countries
Total revenue 16.9
16.2 17.3
18.5 16.4
Tax revenue 15.1
14.5 15.6
16.4 14.7
Taxes on income, profits, capital gains 4.4
4.0 4.2
5.0 4.2
Domestic taxes on goods and services 5.1
4.5 5.7
5.7 5.1
Taxes on international trade 5.0
5.5 5.1
5.0 4.9
Non-tax revenue 1.6
1.6 1.7
1.8 1.6
Sources : IMF, Government Finance Statistics, International Financial Statistics and World Economic Outlook.
a
For each revenue classification, only countries for which data are available are included in the calculation.
If protectionist motives are dominant or administration poor, tariffs may be above their revenue-maximizing levels.
4
Changes in the exchange rate translate directly into changes in domestic collections from imports and exports. For a given level of imports or exports, a more
depreciated real exchange rate would increase the base of trade taxes in domestic currency terms, which would in turn increase trade tax collections.
5
To the extent that a real depreciation leads to a lower level of imports, this would offset to some extent the higher collections induced by higher
domestic currency values. If aggregate elasticities of import demand were inelastic in the short run, then the valuation effect would likely dominate, leading to an overall increase in revenues
from imports. A real depreciation would also tend to increase exports, which would lead to an increase in revenues as both the valuation and volume effect would support each other. In general,
however, the tax effects on imports would dominate those on exports, since export taxes are insignificant in most countries today. In the short term, imports are also likely to adjust more
quickly than exports to a change in the value of the currency, reinforcing the importance of changes in import collections initially.
Although on an aggregate basis, aggregate import demand is likely to be relatively inelastic in most developing countries, import taxes apply to a wide range of goods, some of which are elastic
in demand, especially consumer or finished goods. These goods also tend to face the highest tax rates. Real depreciation of the exchange rate is likely to lead to a shift in composition toward
more price inelastic and less heavily taxed goods, including domestic substitutes, adding to the factors that contribute to lower revenues.
2.2. Taxes on goods and services In most developing countries, including those in Sub-Saharan Africa, taxes on goods and
services also referred to as indirect taxes are a significant source of revenues Ebrill, Keen,
Bodin, Summers, 2001 . A large proportion of tax collections from taxes on goods and services
are derived from imports at least initially with these goods then marked up and resold in retail markets. In some countries, collections derived from imports are one-half or more of total
collections from these taxes.
6
Trade liberalization affects taxes on goods and services mainly through changes in the base of imports subject to these taxes. By international convention, in most countries, tariffs apply
to import value sometimes inclusive or exclusive of stamp duties, excise taxes are then levied on the base inclusive of tariffs and stamp duties, and broad-based taxes, such as the
VAT, are levied on the base inclusive of tariffs and excises.
7
As noted, trade liberalization that reduces tariffs would lead to a fall in the base because tariffs constitute an element of the tax
base of taxes on goods and services. However, the value of imports may rise, offsetting this reduction owing to the tariff change. In addition, revenues may decline because of a decline in
the output of import substituting goods. Typically the administrative efficiency of collection for taxes on goods and services is lower than for imports, which creates room for additional
T.D. Agbeyegbe et al. Journal of Asian Economics 17 2006 261–284 265
4
Ebrill et al. 1999 pp. 4–6 and
Khattry and Mohan Rao 2002 discuss these issues at more length.
5
If the real exchange rate were unchanged, then there would likely be little change in the share of import tax collections in GDP.
6
Ebrill et al. 2001 report the share of VAT revenue derived from imports for 22 developing countries. More than 50
of the VAT revenue comes at importation stage in most of the sample countries. The highest in the sample is 70.
7
Practices vary, however. For instance, in some Commonwealth nations, excises apply only to domestic goods and they are not part of the base for broad-based sales taxes.
uncertainty in the effect of tariff reductions on taxes on goods and services. In the long term, however, if economic growth increases because of trade liberalization, the tax base is likely to
expand. A real depreciation of the currency would lead to an increase in excise tax and VAT or sales tax
collections from imports. But whether collections rise relative to GDP depends on the economic incidence of the taxes. It is typically assumed, and this assumption is supported by empirical
evidence, that the burden of taxes on goods and services is largely shifted to consumers through price adjustments. Typically there is a relatively rapid pass-through of exchange rate depreciation
to goods’ prices, thereby increasing the relative price of imported goods or good using imported inputs. Hence tax revenues would change in proportion to the change in the final price. Again,
however, there would be an offsetting demand effect induced by higher prices, and the size of elasticities would indicate whether revenue would increase or decrease overall.
Exports are typically freed of excise tax liability through suspension or rebating and VAT liability through zero rating. A real depreciation of the exchange rate would tend to increase
exports at the expense of domestic consumption, tending to depress revenues and offsetting the increases from the revaluation effect, in contrast to international trade taxes. The overall outcome
would depend on the relative size of the revaluation effect compared to the change in trade volumes. The smaller the elasticity of supply of exports, the more likely it is that the revaluation
effect would dominate.
Sometimes excise taxes are levied on a specific or per unit basis rather than on an ad valorem basis. Changes in exchange rate values that affect import value do not then automatically
translate into changes in revenues. Specific charges may often apply to important excisable commodities, such as alcohol, tobacco, and petroleum. Therefore, as a practical matter, real
depreciation of the currency may lead to a decline in excise tax collections, unless excises levied on a specific basis are adjusted to reflect changed prices of goods.
2.3. Taxes on income and profits and capital gains Despite their low per capita income, many Sub-Saharan Africa countries rely on income taxes
to contribute roughly one-third of overall revenues. These income taxes usually reflect in their basic structure and legal form the income tax put in place by the previous colonial power the
United Kingdom in Anglophone Africa, France in Francophone Africa, and Portugal in Lusophone Africa. However, over time, most countries have made substantial modifications to
the tax. Although the number of companies and workers from which income tax is derived tends to be rather small, reflecting the limited enforcement capacities, the revenue importance of this
tax source should not be ignored. Corporate income tax revenues are usually derived from just a few major producers, such as beverage producers and telecommunications. Personal income tax
revenues are often derived mainly from public sector employees and employees of the largest enterprises, though comprehensive income taxation is the norm in most Sub-Saharan African
countries.
Trade liberalization would mainly have an effect on income and profits taxes in the short run through changes in profitability of imported goods and import substitute producers in the short
run and in the longer run on economic growth. In contrast to taxes on goods and services, if reductions in tariffs lead to lower prices for imports, they should lead to higher profit margins and
hence higher income and profits taxes. In the long run, however, trade liberalization should have the same effect as for taxes on goods and services by increasing economic growth and the tax
base.
T.D. Agbeyegbe et al. Journal of Asian Economics 17 2006 261–284 266
Changes in exchange rates would have relatively little direct effect on personal income tax or corporate income tax collections. The principal direct influence would be through changes in tax
liabilities resulting from required revaluation of foreign denominated assets and liabilities. Changes in inflation or other macroeconomic variables that result from changes in the exchange
rate do, however, have important effects on income tax liabilities.
2.3.1. Personal income tax Personal income taxes in Sub-Saharan Africa are mainly global in nature, with several countries
having adopted these global taxes in recent years to replace older forms of schedular taxation. However, in a few countries, especially in Francophone Africa, schedular income taxes are still the
norm. Regardless of the form of personal income taxation, most revenues from this tax come from formal sector workers, and another component may be interest from bank deposits. Capital income
and self-employment income generally constitute a relatively small proportion of personal income tax revenues, owing in part to the low level of capital income generated domestically and the
difficulties in enforcement with the self-employed, who in Africa, constitute a large proportion of workers in the service sector, subsistence agricultural sector, and retail sector.
Higher inflation could increase tax burdens under the personal income tax. There are several avenues by which higher inflation could affect tax liabilities. Most personal income tax systems
are structured with progressive marginal tax rates. As a result, taxpayers who receive only nominal increases in wages to offset higher inflation still tend to be pushed into higher tax
brackets because of progressive marginal tax rates a phenomenon known as ‘‘bracket creep’’. In inflationary environments, with unchanged rate schedules and brackets, personal income tax
collections tend to rise. Some personal income taxes are designed to adjust the brackets to inflation, which eliminates bracket creep and the inflationary increase in tax liabilities. Some
countries do not build it in to the tax but make frequent adjustments, instead.
Real exchange rate depreciation has potentially an important indirect effect on personal income tax collections if brackets are adjusted for inflation. Real exchange rate depreciation is
likely to lead to a decline in real wages and thus a decline in personal income tax collections from wages, as taxpayers are shifted into lower tax brackets. There are thus two offsetting effects—if
brackets are not adjusted for inflation, nominal increases in income imply taxpayers are shifted into higher brackets while if brackets are adjusted for inflation, declining real wages implies
taxpayers are shifted into lower brackets, and the overall outcome depends on how brackets are adjusted in response to inflation and how real wages adjust. If real wages fall sufficiently and
brackets are adjusted, personal income tax collections could fall. If real wages fall to a more limited extent and brackets are not adjusted fully in real terms, bracket creep could still imply that
personal income tax collections rise.
Bracket creep is likely to be more pervasive in personal income taxes characterized by many brackets and highly graduated marginal tax rate structures, and no institutional feature that
requires automatic adjustment of brackets, as in some countries where brackets are indexed to a price or wage index. With few brackets and little graduation in marginal tax rates, bracket creep is
not likely to be significant. In this case, the effects of real wage changes are likely to dominate.
Higher inflation also alters the value of other components of the income tax fixed in nominal terms, such as credits, deductions, and exemptions. Any figures fixed in nominal terms lose value
with higher inflation. If these components are not fixed in nominal terms but are instead set as a certain percentage of income or of some type of expenditure, then their value adjusts along with
inflation to the extent that income or expenditure adjusts. Erosion of nominal credits and the like would raise tax liabilities, reinforcing the effect of bracket creep.
T.D. Agbeyegbe et al. Journal of Asian Economics 17 2006 261–284 267
Overall, it is hard to say a priori the effect of real exchange rate depreciation and higher inflation on income taxes. If the real wages drop significantly, the effect is likely to lower personal
income tax liabilities. The tax treatment of individual proprietors, who pay under the personal income tax, raises another set of issues, but these issues are similar to those facing corporate
taxpayers, discussed below.
Capital income may rise as a result of real depreciation of the exchange rate, though the extent to which personal income tax collections rise would depend on the extent to which capital income
is captured under the personal income tax. In many countries, capital income is scarcely taxed under the personal income tax. Most often, some tax may be withheld or due on interest
payments. But often interest on bank deposits and government debt is exempt and corporate bond and equity markets are not well developed, so withholding on interest payments yields relatively
little in revenues.
It is rare for capital gains to be part of the personal income tax base in developing countries given the great difficulties in administering capital gains taxes and the desire on the part of many
countries to encourage the development of nascent financial markets. However, many African income taxes do cover this component of income, in principle, even if enforcement is generally
weak. Most industrialized countries do tax this component of income, which may be substantial. Payments to foreigners of capital income of various types may be taxed, often through some form
of withholding, though tax treaties frequently eliminate tax on payments abroad and enforcement tends to be weak compared to collections on wages. It is therefore unlikely that any shift in the
composition of income toward capital income as a result of real depreciation of the exchange rate would do much to bolster personal income tax collections.
2.3.2. Corporate income tax Corporate income taxes in Sub-Saharan Africa are usually similar to their counterparts in
industrialized and other developing countries. However, enforcement tends to be weak. As with personal income tax, most of the effect of currency depreciation on corporate profits tax liabilities
occurs through the effects of higher inflation on income statements. Higher inflation has several effects on corporate income. Higher inflation would erode the value of depreciation allowances
since these are usually set on the basis of historical cost rather than replacement cost. Inventory cost deductions may also lose value in an inflationary environment though in part this depends on
the inventory method that is used. A common method, based on the principle of first-in, first-out, results in inventory cost deductions at historical value, which in an inflationary environment leads
to an overstatement of profits. The last-in, first-out principle is less likely to lead to an overstatement of profits unless inventories are substantially run down. On the other hand, higher
inflation would raise nominal interest rates, largely in step with inflation. This increase in nominal interest rates reflects preservation of the capital value or in essence a partial payment of
principal. As a result, corporations would be able to deduct not only the true interest component but also a component reflecting repayment of principal, tending to understate true profits, and
hence lowering corporate profit tax liabilities.
Changes in the real exchange rate have several direct effects on corporate income. A decline in the real exchange rate would raise the relative cost of imported goods used by corporations as
inputs into production and this increase in cost would tend to lower profitability. Exporters might, on the other hand, benefit, offsetting higher input costs through stronger sales.
A final somewhat complicated issue is the effect that foreign exchange revaluation has on overall corporate income. When revaluation of foreign denominated assets and liabilities is
undertaken, changes in nominal exchange rates would affect corporate tax liability even in the
T.D. Agbeyegbe et al. Journal of Asian Economics 17 2006 261–284 268
absence of changes in real exchange rates. For instance, if the currency depreciates foreign denominated assets and liabilities would rise in domestic currency terms. Assets would generate
income and liabilities losses. Tax systems differ in how they treat these foreign exchange gains and losses, or even when they require enterprises to declare them and allowable offsets. Hence
there is no summary way of stating the overall impact on corporate income and hence taxes.
2.3.3. Econometric approaches Various econometric approaches have been used to investigate these issues. One approach
examines the relationship between economic variables and tax revenues, relying largely on cross- sectional and more recently, panel data. These studies relate the variation in the share of tax
revenue in GDP usually central government revenue only to differences in the level of development, the structure of the economy, quality of governance indicators, indices of trade
liberalization, and macroeconomic variables.
8
Previous tax effort studies have found that the income level, agriculture share, and other economic structure variables, and the share of
international trade in GDP which is sometimes used as an index of trade liberalization and referred to as the degree of openness, among others, are often statistically significant in
explaining the cross-country variation in the revenue ratio.
9
While existing studies have identified important determinants of the revenue ratio, these variables do not fully explain the
cross-country variation in the ratio. There appears to be a large country-specific component to the tax share, as evidenced by persistence in the tax shares over time.
In order to capture the influence of macroeconomic developments, it is desirable to have a time series of data and to model explicitly both the persistence in tax shares over time and reasons
that these tax shares might change. A simple panel analysis, either with fixed or random effects, is generally not sufficient to fully investigate the lag structures inherent in macroeconomic
variables. With a sufficiently long time series of data, it is possible to separate the shorter term and longer term effects of macroeconomic variables, though this is generally not feasible with
only a short time series. In addition, in a model using macro variables, there are likely to be some endogenous explanatory variables.
Using a panel of 27 countries from Africa, Asia and the Western Hemisphere, covering the period 1980–1992 and a panel of 105 countries, spanning 1980–1995,
Ebrill et al. 1999 examine two complementary models of the determinants of import and international trade tax
revenue. Using a fixed-effects and an instrumental regression framework they conclude that tariff reforms do not necessarily lead to lower trade tax revenue. They find that, in both models,
depreciation of the exchange rate is significantly linked to higher trade tax revenues, confirming Tanzi’s hypothesis, but contrasting with
Ghura 1998 , which did not find a significant relation.
Khattry and Mohan Rao 2002 also examine this issue, using a panel of 80 developing and
industrialized countries, covering the period 1970–1998. Employing a fixed-effects regression framework, they find that trade liberalization is negatively correlated with total tax revenue and
international trade tax revenue, but they find no significant link between the exchange rate and international trade tax revenue. They also find that countries are in general already below their
measured revenue-maximizing tariff rate, suggesting that tariff reductions would reduce international trade tax revenues.
T.D. Agbeyegbe et al. Journal of Asian Economics 17 2006 261–284 269
8
See, for example, Tait, Gratz, and Eichengreen 1979
. More recent studies include Stotsky and WoldeMariam 1997
, and
Ghura 1998 .
9
Stotsky and WoldeMariam 1997 provides a summary of the significant variables in the existing studies.
Adam, Bevan, and Chambas 2001 examine the relationship between tax revenue, exchange
rates, and trade openness in Sub-Saharan Africa, using a difference General Method of Moments GMM dynamic panel estimation. Their model adds to this literature in positing both a more
general econometric specification though the time series is too short to fully capture the time- related dynamics and two variables for the exchange rate, one that reflects the equilibrium
exchange rate and the other reflecting the degree of misalignment of the exchange rate.
10
Though trade liberalization is not a focus of their work, they proxy trade liberalization through an
openness variable. They conclude that openness raises overall tax revenue in CFA franc countries while it has little effect in non-CFA franc countries, though the disaggregated revenue outcome
suggest that it raises trade tax revenue and lowers goods and services tax revenue.
They also find that depreciation and removal of real exchange rate disequilibrium lowers tax yield in CFA countries while it has the opposite effect in non-CFA countries. Their results vary by
component of tax revenue. For income taxes, the exchange rate has no effect in non-CFA countries while depreciation has a strongly positive effect in CFA countries, though it weakens over time.
Movement toward equilibrium in the exchange rate has a negative effect on income taxes. For trade taxes, depreciation of the exchange rate is linked to higher revenue, though the precise effect differs
across CFA and non-CFA countries. For goods and services taxes, real exchange rate depreciation and movement of misalignment in a more depreciated direction tend to increase goods and services
taxes in non-CFA countries but to decrease the tax yield in CFA countries. Overall, they conclude that the poor revenue performance in the CFA countries in that period reflected mainly differences
in environmental and structural factors and to different responses to changes in the equilibrium real exchange rate, but that misalignment of the exchange rate also played a role.
3. Data and methodology This section explains our empirical methodology and the data set. The basic approach is taken
from Adam et al. 2001
, with some modifications. One of the main difficulties in formulating the estimation is constructing a good proxy
measure for the degree of liberalization. A number of previous studies have attempted or have developed indicators of openness or trade restrictiveness and measures that summarize the
overall stance of a country’s trade and exchange rate regime. The appropriateness of these indicators depends on several factors and is discussed in Appendix I of
IMF 1998 and
references therein. IMF 1998
develops a trade restrictiveness index that is based on a 10-point scale that combines measurements of the restrictiveness of tariffs and non-tariff barriers;
however, this measure is not publicly available and also suffers from several defects. There are several different ways that the degree of trade liberalization has been measured in
the literature. One method relies on a traditional measure of openness, defined as international trade as a share of GDP.
Ebrill et al. 1999 and
Adam et al. 2001 employ this variable. A higher
ratio is taken to indicate greater trade liberalization. In addition to this traditional measure of openness, the collected tariff rate, measured by the ratio of import duties to the value of imports,
is another alternative. With this measure, a decline in the index is taken to indicate greater trade liberalization.
Ebrill et al. 1999 also employ this measure. The appropriateness of this measure
T.D. Agbeyegbe et al. Journal of Asian Economics 17 2006 261–284 270
10
Adam et al. 2001 construct the misalignment variable by estimating an equation for the long run or equilibrium
exchange rate and then calculate deviations from this exchange rate as the degree of misalignment. See their study for details pp. 190–191.
is discussed in that paper.
11
A third possibility is the ratio of international trade taxes to international trade, which includes the export component of taxes and trade. This measure is used
by Khattry and Mohan Rao 2002
. However, this measure is less likely to be accurate as a measure of trade liberalization since changes in exports are less closely linked to trade
liberalization than changes in imports. An alternative approach makes use of episodes of trade liberalization, as in
Ebrill et al. 1999 .
However, the difficulty in constructing a sufficient panel data set and the judgment involved in determining what constitutes an episode of trade liberalization limit the use of this approach to a
data set where trade liberalization episodes can be clearly identified. Even then, an episodic approach cannot account for the degree to which trade liberalization has succeeded, and the
evidence shows that in many cases, measures adopted as part of a trade liberalization program are not necessarily implemented
Ebrill et al., 1999 , case studies.
In this study, we use the first two measures as proxies for trade liberalization. The data set is that used by
Adam et al. 2001 augmented by additional variables for the collected tariff and real
effective exchange rates. A detailed description of their data is provided in their paper.
12 ,
13
The sample period is 1980–1996.
Some plots, using simple year country averages for each variable, are useful to examine. Figs. 1 and 2
show the pattern of the relationship between each major component of tax revenue and the two proxy indicators of trade liberalization. For the first measure of trade liberalization,
there does not emerge any clear pattern to the data. For the second measure, there appears to be a positive correlation between overall tax revenues and taxes on international trade and trade
liberalization, suggesting that higher effective tax rates or a less liberal environment is linked to higher revenues.
Fig. 3 shows the pattern of the relationship between each major component of
tax revenue and the real effective exchange rate. Again, although no clear pattern emerges, for overall tax revenues and taxes on international trade, there appears to be a positive relation
between increases in the exchange rate appreciation and higher revenues. Figs. 4–6
show the regional dimension, with the top figures showing CFA countries and the bottom non-CFA
countries. The figures indicate a positive correlation between the two trade liberalization measures for CFA countries and none for the non-CFA countries.
Fig. 5 , showing the relationship
between trade liberalization measured as openness and the real effective exchange rate, illustrates quite clearly for the CFA countries the effect of the devaluation in 1994, as there is a sharp break
in the data at that point. The pattern while comparing the CFA and non-CFA countries is quite strikingly different with the CFA generally showing a positive correlation and the non-CFA a
negative one.
Fig. 6 , showing the relationship between trade liberalization measured as the
collected tariff, shows a rather a somewhat similar pattern for the CFA countries, though without as sharp a break following the devaluation, and no clear correlation for the non-CFA countries.
Altogether, these simple plots suggest that no clear and unambiguous patterns emerge for key variables.
T.D. Agbeyegbe et al. Journal of Asian Economics 17 2006 261–284 271
11
Although not focused on revenue issues, several studies of the relationship between trade liberalization and growth in developing countries report results suggesting that problems of misspecification and the variation in the measures of
liberalization are in part responsible for inconclusive results relating to the link between trade liberalization and growth.
12
We would like to thank Professor Christopher Adam for providing us with the data. The collected tariff and real effective exchange rate variables are derived from unpublished IMF African Department data and the IMF’s financial
statistics database.
13
Although this paper does not provide an explicit theoretical model to underlie the empirical analysis, the theoretical model outlined in
Adam et al. 2001 can form such a basis.
T.D. Agbeyegbe et al. Journal of Asian Economics 17 2006 261–284 272
Fig. 1. Sub-Saharan Africa countries: comparative structure of tax revenue and trade liberalization 1, 1980–1996 1 in percent of GDP. Sources: IMF, Government Finance Statistics, International Financial Statistics, and World Economic
Outlook. 1 Variables are averages over the observations for each year. 2 Trade liberalization 1 is defined as international trade as a share of GDP.
T.D. Agbeyegbe et al. Journal of Asian Economics 17 2006 261–284 273
Fig. 2. Sub-Saharan Africa countries: comparative structure of tax revenue and trade liberalization 2, 1980–1996 1 in percent of GDP. Sources: IMF, Government Finance Statistics, International Financial Statistics, and World Economic
Outlook. 1 Variables are averages over the observations for each year. 2 Trade liberalization 2 is measured by the ratio of import duties to the value of imports in percent.
Turning to the regression analysis, we estimate a dynamic panel model specification using a GMM estimator. We use the revenue-to-GDP ratios from various tax categories as dependent
variables. They include all as a share of GDP: total tax revenue, taxes on income and profits, taxes on goods and services, and international trade taxes. We exclude some smaller categories of
revenues, such as property taxes and payroll taxes.
T.D. Agbeyegbe et al. Journal of Asian Economics 17 2006 261–284 274
Fig. 3. Sub-Saharan Africa countries: comparative structure of tax revenue and real effective exchange rate 1980–1996 1 in percent of GDP. Sources: IMF, Government Finance Statistics, International Financial Statistics, and World
Economic Outlook. 1 Variables are averages over the observations for each year. 2 Index 1995 = 100. An increase reflects an appreciation of the real effective exchange rate.
We use the same general approach as in the previous tax effort literature and adopt independent variables similar to these studies as control variables in our analysis. These variables
are: an index of trade liberalization keeping in mind that an increase in the first measure and a decrease in the second measure indicates greater trade liberalization, real GDP per capita, the
size of the agricultural sector, the size of the industrial including mining sector, net transfer of aid, government consumption, the inflation rate, the terms of trade, and deviating from Adam
et al. the real effective exchange rate measured as an index relative to 1995, where an increase in the index value represents appreciation.
In the tax effort literature, GDP per capita is included to capture the level of development. Higher income countries tend to have a more monetized economy and better tax administration,
so GDP per capita is expected to have a positive relationship with the tax revenue to GDP ratio, and domestic tax components, and a more ambiguous relationship with trade tax revenue.
T.D. Agbeyegbe et al. Journal of Asian Economics 17 2006 261–284 275
Fig. 4. Sub-Saharan Africa countries: trade liberalization 1 and 2 by region, 1980–1996 1 in percent. Sources: IMF, Government Finance Statistics, International Financial Statistics, and World Economic Outlook. 1 Variables are
averages over the observations for each year. 2 Trade liberalization 1 is defined as international trade as a share of GDP. 3 Trade liberalization 2 is measured by the ratio of import duties to the value of imports in percent.
Variables reflecting the share of different industries in the economy capture the differences in the ability to tax components of the economy. Typically, agricultural activities are difficult to tax,
especially in low income countries, where most agricultural activities are organized on a small- scale basis. Hence the share of agriculture is used as an explanatory variable to control for the
difficulty in collecting taxes from this sector. Many studies have found a negative relationship between the share of agriculture and the total tax revenue ratio, even after controlling for per
capita income, though a positive relationship might be found in Sub-Saharan African because agricultural exports are sometimes a good tax handle. The industrial share has also been used as
T.D. Agbeyegbe et al. Journal of Asian Economics 17 2006 261–284 276
Fig. 5. Sub-Saharan Africa countries: real effective exchange rate and trade liberalization 1 by region, 1980–1996 1 in percent. Sources: IMF, Government Finance Statistics, International Financial Statistics, and World Economic Outlook.
1 Variables are averages over the observations for each year. 2 Trade liberalization 1 is defined as international trade as a share of GDP. 3 Index 1995 = 100. An increase reflects an appreciation of the real effective exchange rate.
an explanatory variable and may in low income countries proxy for mining share. It might be expected to have a positive relationship with total tax revenue, though for this group of African
countries, there has been a high association between mineral resources and civil conflict, so a negative relationship is also possible, given that we do not capture the effect of civil conflict on
revenues with any explicit variable only country and time effects. As noted, trade liberalization has an ambiguous effect on revenues, including its components.
In addition to the control variables taken from the tax effort literature, we include macroeconomic and fiscal policy variables: the real effective exchange rate, inflation, the terms
of trade, net transfers of aid, and government consumption. Also as noted, the effect of exchange rate changes on revenues is uncertain a priori. With regard to the other control variables, the
effect on revenues is also likely to be ambiguous. A strengthening of the terms of trade, measured as the export price index divided by the import price index, suggests that export industries would
T.D. Agbeyegbe et al. Journal of Asian Economics 17 2006 261–284 277
Fig. 6. Sub-Saharan Africa countries: trade liberalization 2 and real effective exchange rate by region, 1980–1996 1 in percent. Sources: IMF, Government Finance Statistics, International Financial Statistics, and World Economic Outlook.
1 Variables are averages over the observations for each year. 2 Trade liberalization 2 is measured by the ratio of import duties to the value of imports in percent. 3 Index 1995 = 100. An increase reflects an appreciation of the real effective
exchange rate.
be more profitable and hence generate higher income tax revenues and possibly taxes related to imports used as inputs. However, since exports are zero-rated, might imply a reduction of VAT. A
weakening of the terms of trade might imply the opposite. Hence the overall outcome is uncertain. Similarly, the relationship between net transfers of aid and revenues are uncertain. There is some
evidence that aid reduces tax effort, but these results are not uniform and might depend on the purposes of aid, requirements for counterpart funds and other factors. With regard to government
consumption, it might be expected that government consumption would be positively correlated with revenues, or some components of it, but in a fully specified model of government decision-
making, these fiscal policy variables would both be endogenously determined.
Using the panel data set, we postulate a first-order dynamic panel model of the following form:
TAXREV
i ;
t
¼ a
1
TAXREV
i ;
t 1
þ a
2
log ðGDPÞ
i ;
t
þ a
3
AGRI
i ;
t
þ a
4
IND
i ;
t
þ a
5
log ðGCÞ
i ;
t
þ a
6
log ðNAIDÞ
i ;
t
þ a
7
log ðTOTÞ
i ;
t
þ a
8
log ðEXCHANGEÞ
i ;
t
þ a
9
ðINFLATIONÞ
i ;
t
þ a
10
log ðOPENÞ
i ;
t
þ a
11
log ðOPENÞ ðCFAÞ
i ;
t
þ u
i
þ g
t
þ e
i ;
t
where TAXREV is the tax revenue variable, GDP, the real GDP per capita, AGRI, the share of agriculture in GDP, IND, the share of industrial mining activities in GDP, GC, the real
government consumption share in GDP, NAID, net transfers of aid, TOT, the terms of trade, EXCHANGE, the real effective exchange rate, INFLATION, the inflation, OPEN, the index of
trade liberalization, CFA, a dummy for CFA franc countries, u
i
an unobserved country effect, g
t
an unobserved time effect, and e
i ,t
is an unobserved random error term, where i represents the ith country and t represents the tth time period.
We control for the bias that is due to including a lagged dependent variable and the possible endogeneity of several of the explanatory variables. In particular, we hypothesize that in an
equation to determine revenue share, any government variables, such as a spending variable or the trade liberalization measure, are likely to be endogenous, as well as any macro-variables that
might be affected critically by fiscal policy. Hence we treat per capita income, inflation, government consumption, and the trade liberalization variables as endogenous. To control for
this endogeneity, we use a generalized method of moments GMM framework. The particular approach we adopt is based on the GMM estimators for the AR1 panel data model and is due to
Holtz-Eakin, Newey, and Rosen 1988 ,
Arellano and Bond 1991 , and
Arellano and Bover 1995
, who build on the fundamental work of Hansen 1982
. Specifically, the method involves transforming the above equation to remove the unobserved
country effects and then estimating the resulting equation by instrumental variables.
14
Arellano and Bond 1991
derived a GMM estimator for the coefficients of such an equation based on first differences, using lagged levels of the dependent variables and the predetermined variables
‘‘internal instruments’’, and, second, taking differences of the strictly exogenous explanatory variables. The approach assumes that there is no second-order autocorrelation in the first-differenced
T.D. Agbeyegbe et al. Journal of Asian Economics 17 2006 261–284 278
14
The method of transformation of the data matrix can be in levels, first differences, orthogonal deviations, combina- tions of first differences or orthogonal deviations and levels, or in deviations from individual means. See
Arellano and Honore´ 2000
for details.
idiosyncratic errors. Tests for autocorrelation and Sargan test of over-identifying restrictions are conducted to determine the appropriateness of the specification.
This paper conducts an instrumental GMM estimation based on an orthogonal deviation transformation as opposed to first differencing. The orthogonal deviation transformation of
Arellano and Bover 1995 expresses each observation as the deviation from the average of future
observations in the sample for the same unit country and it weights each deviation to standardize the variance. The advantage of this transformation is that it has the desirable property
of guaranteeing that the transformed errors will be serially uncorrelated and homoskedastic, whenever the original errors are serially uncorrelated and homoskedastic. As noted by
Arellano and Honore´ 2000
, the orthogonal deviation transformation is equivalent first, to applying a first difference transformation to get rid of fixed effects and second, to using generalized least squares
to eliminate first degree autocorrelation resulting from first-differencing. 4. Empirical results
Tables 2–3 present regression results for the full sample period and the full sample of
countries, to examine the determinants of total tax revenue, international trade taxes, taxes on goods and services, and income and profit taxes, under the assumption that revenue behavior can
be pooled across exchange rate regimes although we allow for the differential effect of openness and country specific effects.
15
Appendix A indicates which countries are included in the sample.
Results are reported both for the specification where trade liberalization is measured as the share of external trade in GDP the first measure, and where trade liberalization is measured as
the collected tariff the second measure.
16 ,
17
To control for the possible endogeneity of several of the explanatory variables, we use previous observations of the explanatory and lagged dependent
variables as instruments in the orthogonal deviation regression.
18
Our results are for one-step GMM estimators, with heteroskedasticity-consistent asymptotic standard error reported. We also
report results for first- and second-order serial correlation and the Sargan specification test.
19
In the regressions generally, the assumption of serially uncorrelated errors is appropriate.
Furthermore, the null hypothesis of the validity of the moment conditions cannot be rejected. Note that the tests for first- and second-order serial correlation are based on estimates of the
T.D. Agbeyegbe et al. Journal of Asian Economics 17 2006 261–284 279
15
It has been suggested that the effect of our chosen explanatory variables on tax revenues may not be stable over time. While this might indeed be the case, our general conclusion that specification issues and different measures of trade
liberalization lead to contrasting results is not affected by sub-sample analysis. Thus we have not reported the result of such analysis.
16
Empirical results herein were obtained by implementing the DPD package Version 1.2 of Doornik, Arellano, and
Bond 2001 which is a class of procedures in the programming language of Ox.
17
The results for the trade liberalization measure using the ratio of international trade revenues to international trade in percent are only different in a few respects from the results for the second measure. Since this measure is viewed as less
accurate a proxy, we do not present the results. They are, however, available from the authors.
18
In addition to the lagged dependent variables, per capita income, inflation, government consumption, and openness are treated as potentially endogenous. For instruments we use their values dated at time t
2. The choice of instruments is not routine when the number of countries is small relative to the number of time periods.
Soto 2003 discusses some
issues associated with the choice of instruments.
19
The Sargan test is designed to test the overall validity of all the instruments, employed to estimate the model, by analyzing the sample analog of the moment conditions. It attempts to answer the question, given that a subset of
instrumental variables is valid and exactly identifies the coefficients, are the extra instrumental variables valid? Failure to reject the null should be interpreted as favoring the specified model.
residuals in first differences even though we have estimators obtained using orthogonal deviations. Orthogonal deviations can induce serial correlation in the transformed error term, if
the original error term is serially uncorrelated but heteroskedastic. The regression results in columns headed 1 and 2 in
Table 2 present the outcome of
examining the determinants of total tax revenue shares for our two different measures of trade liberalization. With respect to total tax revenue, the first thing to note is that the coefficient on the
lagged dependent variable is positive and significant in the regressions for both measures of trade liberalization, suggesting that there is a partial adjustment over time in tax revenue. Using the
first measure of trade liberalization, although per capita income is not significant, agricultural share, industrial share, government consumption, and the terms of trade all exert a positive effect
on total tax revenue, and inflation exerts a negative effect. The positive effect of agricultural share may be explained by the influence of exports in providing a tax handle, as noted earlier. The real
exchange rate and the trade liberalization measures are not, however, significant. Using the second measure, we find a somewhat different pattern of results. Industrial share is positive and
marginally significant. The real exchange rate and inflation are both negative and significant, suggesting that real exchange rate appreciation and higher inflation depress revenues, consistent
with Tanzi’s hypotheses.
The regression results in columns headed 3 and 4 in Table 2
present the results for income taxes for the two measures of trade liberalization. We observe again a positive and significant
effect of the lagged dependent variable. Using the first measure of trade liberalization,
T.D. Agbeyegbe et al. Journal of Asian Economics 17 2006 261–284 280
Table 2 Revenue equations: GMM estimation 1980–1996 full sample orthogonal deviation transformation
Dependent variable Total taxes as a share of GDP
Income taxes as a share of GDP 1
2 3
4 Lag_dv
0.563 [5.02] 0.538 [5.79]
0.738 [5.59] 0.632 [5.35]
Lgdp 0.007 [0.33]
0.002 [0.12] 0.017 [1.08]
0.027 [1.96] Agri
0.137 [2.58] 0.036 [0.42]
0.057 [1.71] 0.054 [2.05]
Ind 0.214 [3.21]
0.133 [1.66] 0.018 [0.54]
0.054 [1.29] Lgc
0.019 [2.28] 0.012 [1.01]
0.003 [0.77] 0.005 [0.93]
Lnaid 0.036 [1.21]
0.017 [0.52] 0.008 [0.46]
0.000 [0.01] Ltot
0.029 [2.19] 0.003 [0.19]
0.002 [0.40] 0.002 [0.26]
Lexchange 0.011 [0.62]
0.030 [2.07] 0.008 [0.84]
0.007 [0.76] Inflation
0.023 [4.11] 0.020 [4.88]
0.004 [1.02] 0.003 [0.96]
Lib_index1 0.001 [0.11]
0.000 [ 0.03]
Lib_index1cfa 0.042 [1.38]
0.016 [1.33] Lib_index2
0.010 [0.92] 0.012 [1.94]
Lib_index2cfa 0.026 [0.92]
0.024 [1.34] m1
3.528 [0.00] 3.481 [0.00]
3.074 [0.00] 2.702 [0.01]
m2 0.861 [0.39]
0.841 [0.40] 0.871 [0.38]
0.525 [0.60] Sargan
63.28 [0.90] 69.40 [0.77]
100.70 [0.05] 104.3 [0.03]
Notes : Year dummies are included in all specifications. Equations estimated with one-step heteroscedastic standard errors.
Robust t-ratios in parentheses. m1 and m2 are tests for first-order and second-order serial correlation in the first differenced residuals, asymptotically distributed as N0, 1 under the null of no serial correlation, with p-value in parentheses. Sargan is a
test of the over-identifying restrictions, asymptotically distributed as a x
2
under the null of instrument validity, with p-value in parentheses. Definitions of the variables and the country list are provided in
Appendix A .
agricultural share is negatively linked to income tax revenues, and no other variables are significant. Using the second measure, we find a positive effect of per capita income and a
negative effect of agricultural share. Neither the exchange rate or inflation variables are significant. For the second measure of trade liberalization, the coefficient is negative and
significant, which suggests that a higher value of the collected tariff which we interpret as less liberalization is linked to lower revenues, so trade liberalization appears beneficial for income
tax revenues.
The regression results in columns headed 5 and 6 in Table 3
present the results for international trade taxes. The coefficient on the lagged dependent variable is positive and
significant. For the first measure of trade liberalization, per capita income, the real exchange rate, and inflation are negatively linked to trade taxes. Agricultural share and government
consumption are positively linked. Using the second measure of trade liberalization, per capita income and the real exchange rate are negatively linked to trade revenues. Interestingly, trade
liberalization is not significantly linked to trade revenues, using either measure.
The regression results in columns headed 7 and 8 in Table 3
present the results for taxes on goods and services. The effect of the lagged tax share is positive and significant. For the first
measure of trade liberalization, the industrial share, government consumption, and terms of trade are positive and significant, while inflation is negative and significant. The real exchange rate and
trade liberalization variables are not significant. For the second measure, the industrial share and terms of trade are positive and significant, and inflation is negative and significant. Neither the
exchange rate or trade liberalization measures are significant.
T.D. Agbeyegbe et al. Journal of Asian Economics 17 2006 261–284 281
Table 3 Revenue equations: GMM estimation 1980–1996 full sample orthogonal deviation transformation
Dependent variable International trade taxes as a share of GDP
Taxes on goods and services as a share of GDP 5
6 7
8 Lag_dv
0.472 [4.40] 0.463 [3.73]
0.765 [7.98] 0.727 [9.14]
Lgdp 0.050 [3.23]
0.043 [2.81] 0.004 [0.18]
0.007 [0.34] Agri
0.127 [1.98] 0.057 [0.83]
0.001 [0.01] 0.045 [0.88]
Ind 0.045 [0.80]
0.059 [0.80] 0.114 [2.31]
0.137 [2.85] Lgc
0.015 [1.87] 0.010 [0.81]
0.008 [1.88] 0.006 [1.25]
Lnaid 0.004 [0.12]
0.013 [0.32] 0.002 [0.11]
0.005 [0.26] Ltot
0.008 [1.05] 0.002 [0.12]
0.015 [1.88] 0.018 [2.15]
Lexchange 0.029 [3.75]
0.034 [3.24] 0.009 [0.66]
0.011 [1.33] Inflation
0.012 [2.21] 0.006 [1.17]
0.006 [2.14] 0.011 [3.98]
Lib_index1 0.002 [0.23]
0.004 [0.59] Lib_index1cfa
0.027 [1.17] 0.018 [1.27]
Lib_index2 0.010 [1.12]
0.010 [1.25] Lib_index2cfa
0.011 [0.43] 0.008 [0.42]
m1 3.442 [0.00]
3.022 [0.00] 2.774 [0.01]
2.838 [0.01] m2
0.858 [0.39] 0.674 [0.50]
0.051 [0.96] 0.195 [0.85]
Sargan 64.23 [0.89]
78.47 [0.50] 69.02 [0.78]
84.85 [0.31] Notes
: Year dummies are included in all specifications. Equations estimated with one-step heteroscedastic standard errors. Robust t-ratios in parentheses. m1 and m2 are tests for first-order and second-order serial correlation in the first differenced
residuals, asymptotically distributed as N0, 1 under the null of no serial correlation, with p-value in parentheses. Sargan is a test of the over-identifying restrictions, asymptotically distributed as a x
2
under the null of instrument validity, with p-value in parentheses. Definitions of the variables and the country list are provided in
Appendix A .
Overall, these results suggest that there is strong persistence over time in total tax revenues and all components of revenues. Some evidence is found that trade liberalization has a positive
effect on income tax revenue but otherwise is not strongly linked to total tax revenue or its components. The results are not uniform across the specifications, and no significant difference
between CFA and non-CFA countries is found. The sensitivity of the results to the measure of trade liberalization suggests the need for careful consideration of the best way to proxy this
variable.
Some evidence is found of a negative link of real exchange rate appreciation to overall tax revenues and to trade tax revenues. For the second measure of liberalization, with the exception
of income taxes and trade taxes, inflation is negatively linked to revenues. These results suggest that trade liberalization accompanied by an appropriate monetary and
exchange rate policy does not have a significant effect on overall tax revenue though some effect on income tax revenue. Appreciation of the exchange rate and increases in inflation generally
speaking lead to lower overall tax revenue, though the results vary by component of taxes. These results show some consistency with the results of both Adam et al. and Khattry and Mohan Rao,
though in neither case are the results uniformly consistent. These results also show consistency with Ebrill et al. in the main finding on trade liberalization.
5. Conclusion This paper has investigated the relationship between the tax revenue-to-GDP ratio, trade
liberalization, and changes in the exchange rate using a panel data set of Sub-Saharan countries. Our results suggest that trade liberalization, accompanied by appropriately supportive monetary
policies, may preserve tax yield. This result has important implications for countries that have been reluctant to undertake trade liberalization for fear of the revenue consequences.
Acknowledgments We would like to thank Randy Filer, Timothy Goodspeed, Kwabena Gyimah-Brempong,
Sergio Leite, Winston Moore, Peter Pedroni, Emil Sunley and an anonymous referee for helpful comments on the paper. We would also like to thank Beulah David and Joaquin Salas Orono for
help in preparing the paper. We are also grateful to participants at the Economic Commission for Africa ECA ad hoc Expert Group Meeting on Maintaining the Government Fiscal Base in the
Context of a Trade Liberalization Regime, held in Addis Ababa, Ethiopia, September 2003, for useful suggestions. This paper should not be reported as representing the views of the IMF. The
views expressed are those of the authors and do not necessarily reflect the views of the IMF or IMF policy.
Appendix A. Data definitions Lag_dv
lag of dependent variable Lgdp
log real per capita income Agri
agricultural share in GDP Ind
industry including mining share in GDP Lgc
log government consumption as a share of GDP Lib_index1
log openness: international trade as a share of GDP Lib_index2
log openness: ratio of import duties to value of imports
T.D. Agbeyegbe et al. Journal of Asian Economics 17 2006 261–284 282
Lnaid log net transfers of aid
Inflation annual inflation
Ltot log terms of trade
Lexchange log real effective exchange rate, 1995 = 100. Increase indicates appreciation
The country classification is as follows: CFA and non-CFA. 1 Non-CFA
Burundi; The Gambia; Ghana; Kenya; Madagascar; Mauritania; Malawi; Mauritius; Rwanda; Sierra Leone; Tanzania; Uganda; Zambia; and Zimbabwe.
2 CFA Benin; Burkina Faso; Central African Republic; Cote d’Ivoire; Mali; Niger; Senegal; and
Togo. Adam et al. 2001
excluded from the sample two categories of countries: first, countries whose tax base is dominated by natural resources and second, countries for which there were
insufficient or dubious data over the sample period. See Adam et al. 2001
for details. References
Adam, C., Bevan, D., Chambas, G. 2001. Exchange rate regimes and revenue performance in sub-Saharan Africa. Journal of Development Economics, 64
, 173–213. Arellano, M., Bond, S. 1991. Some tests of specification for panel data: Monte Carlo evidence and an application to
employment equations. Review of Economic Studies, 58, 277–297. Arellano, M., Bover, O. 1995. Another look at the instrumental variable estimation of error-components models.
Journal of Econometrics, 68 , 29–51.
Arellano, M., Honore´ B. 2000. Panel Data Models: Some Recent Developments, CEMFI Working Paper 0016. Available via the internet at:
http:www.cemfi.es .
Bevan, D. 1995. Fiscal Implications of Trade Liberalization, IMF Working Paper 9550. Washington: International Monetary Fund.
Doornik, J., Arellano, M., Bond S. 2001. Panel Data Estimation Using DPD for Ox. Available via the internet at: http:www.nuff.ox.ac.ukusersdoornik
. Ebrill, L., Keen, M., Bodin, J.-P., Summers, V. 2001. The modern VAT. Washington: International Monetary Fund.
Ebrill, L., Stotsky J., Gropp, R. 1999. Revenue Implications of Trade Liberalization, IMF Occasional Paper 9980. Washington: International Monetary Fund.
Feltenstein, A. 1992. Tax Policy and Trade Liberalization: An Application to Mexico, IMF Working Paper 92108. Washington: International Monetary Fund.
Frankel, J. A., Romer, D. 1999. Does trade cause growth? American Economic Review, 893, 379–399. Ghura 1998. Tax Revenue in Sub-Saharan Africa: Effects of Economic Policies and Corruption, IMF Working Paper 98
135. Washington: International Monetary Fund. Greenaway, D., Morgan, W., Wright, P. 2002. Trade liberalization and growth in developing countries. Journal of
Development Economics, 67 , 229–244.
Hansen, L. P. 1982. Large sample properties of generalized method of moment estimators. Econometrica, 50, 1029– 1054.
Holtz-Eakin, D., Newey, W., Rosen, H. S. 1988. Estimating vector auto-regressions with panel data. Econometrica, 56
, 1371–1396. International Monetary Fund. 1998. Trade liberalization in IMF-supported programs prepared by a staff team led by
Robert Sharer . Washington: International Monetary Fund.
Keen, M., Ligthart, J. E. 2002. Coordinating tariff reduction and domestic tax reform. Journal of International Economics, 56
, 489–507. Khattry, B., Mohan Rao, J. 2002. Fiscal faux pas? An analysis of the revenue implications of trade liberalization.
World Development, 30 8, 1431–1444.
T.D. Agbeyegbe et al. Journal of Asian Economics 17 2006 261–284 283
Reisen, H. 1990. Interaction between the exchange rate and the public budget in major debtor developing countries. In Vito Tanzi Ed., Fiscal policy in open developing economies pp. 82–93. Washington: International Monetary Fund.
Rodriguez, F., Rodrik, D. 2001. Trade policy and economic growth: A skeptics guide to the cross-national evidence. In B. S. Bernanke, K. Rogoff Eds., NBER macroeconomics annual 2000 pp. 261–325. Cambridge, MA: MIT Press.
Seade, J. 1990. Tax revenue implications of exchange rate adjustment. In V. Tanzi Ed., Fiscal policy in open developing economies
pp. 54–65. Washington: International Monetary Fund. Soto, M. 2003. Taxing capital flows: An empirical comparative analysis. Journal of Development Economics, 72, 203–
221. Stotsky, J. G., WoldeMariam A. 1997. Tax Effort in Sub-Saharan Africa, IMF Working Paper 97107. Washington:
International Monetary Fund. Tait, A. , Gratz, W. L. M., Eichengreen, B. J. 1979. International comparisons of taxation for selected developing
countries, 1972–1976. International Monetary Fund Staff Papers, 26, 123–156. Tanzi, V. 1989. The impact of macroeconomic policies on the level of taxation and the fiscal balance in developing
countries. International Monetary Fund Staff Papers, 36, 633–656. Tokarick, S. 1995. External shocks, the real exchange rate, and tax policy. International Monetary Fund Staff Papers, 42,
49–79. Warcziarg, R., Welch, K. H. 2003. Trade Liberalization and Growth: New Evidence, NBER Working Paper No.
10152, December. T.D. Agbeyegbe et al. Journal of Asian Economics 17 2006 261–284
284
Temi di discussione
Working papers
D ic
em b
re 2
00 8
694
N um
er o
La relazione tra gettito tributario e quadro macroeconomico in Italia
di Alberto Locarno e Alessandra Staderini
La serie “Temi di discussione” intende promuovere la circolazione, in versione prov- visoria, di lavori prodotti all’interno della Banca d’Italia o presentati da economisti
esterni nel corso di seminari presso l’Istituto, al ine di suscitare commenti critici e suggerimenti.
I lavori pubblicati nella serie rilettono esclusivamente le opinioni degli autori e non impegnano la responsabilità dell’Istituto.
Comitato di redazione: Patrizio Pagano, Alfonso Rosolia, Ugo Albertazzi, Claudia Biancotti, Giulio Nicoletti, Paolo Pinotti, Enrico Sette, Marco Taboga, Pietro
Tommasino, Fabrizio Venditti. Segreteria: Roberto Marano, Nicoletta Olivanti.
LA RELAZIONE TRA GETTITO TRIBUTARIO E QUADRO MACROECONOMICO IN ITALIA
di Alberto Locarno e Alessandra Staderini
Sommario Questo lavoro analizza landamento delle entrate tributarie in Italia nel periodo
1978-2006, studiando la relazione tra la dinamica del gettito e levoluzione del quadro macroeconomico. Le serie del gettito effettivo vengono corrette per gli interventi discrezionali,
trasformate in aliquote implicite e scomposte in componenti strutturali. Sulla parte di trend è condotta unanalisi di regressione, che mette in evidenza come alla dinamica del gettito
concorrano, oltre alle variabili più comunemente utilizzate nei modelli di previsione, una pluralità di fattori: alcuni - i tassi di interesse, il prezzo del petrolio, loutput gap, lin azione -
hanno un effetto diretto sulle aliquote implicite; altri - la quota dei pro tti di banche e imprese quotate, il peso dei consumi energetici sul totale della spesa, gli acquisti di beni durevoli -
in uenzano indirettamente lincidenza del prelievo, perché comportano spostamenti delle basi imponibili tra settori caratterizzati da diverse possibilità di evasione.
Classi cazione JEL: C22, E62, H2. Parole chiave:
Entrate tributarie, misure discrezionali, scomposizione in componenti strutturali.
Indice 1. Introduzione . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3
2. Correzione per gli interventi discrezionali . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5 2.1 I dati . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5
2.2 Gli interventi discrezionali negli anni dal 1978 al 2006 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6 3. Correzione per i fattori erratici e ciclici . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 10
3.1 I modelli strutturali a componenti non osservabili . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 10 3.2 Selezione del modello e risultati . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 12
4. Aliquote implicite: uno strumento per analizzare lelasticità . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 13 5. Analisi econometrica . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 17
6. Conclusioni . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 21 Appendice 1 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 24
Appendice 2 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 26 Riferimenti bibliogra ci . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 34
Banca dItalia, Servizio Studi di congiuntura e politica monetaria Banca dItalia, Servizio Studi di struttura economica e nanziaria
1. Introduzione
1
Per valutare la solidità delle nanze pubbliche di un paese è sempre più diffuso il ricorso a indicatori di bilancio corretti per gli effetti del ciclo economico. Stime comparabili tra
paesi di tali effetti sono, in particolare, regolarmente pubblicate da oltre un decennio dalla Commissione europea, dal FMI e dallOCSE.
2
Nelle metodologie più utilizzate, la correzione per gli effetti del ciclo viene apportata essenzialmente alle entrate, ipotizzando una relazione stabile tra la dinamica dei tributi e il
quadro macroeconomico, che può essere adeguatamente riprodotta da un numero limitato di variabili. Le metodologie si differenziano tra quelle che si basano su unelasticità aggregata
del complesso delle entrate rispetto al PIL, con lipotesi implicita che modi che nella composizione del PIL non abbiano un impatto signi cativo, e quelle che invece utilizzano
elasticità distinte per le principali categorie di entrate, ciascuna rispetto alle principali variabili macroeconomiche che de niscono la composizione del prodotto consumi, retribuzioni lorde,
risultato di gestione. In connessione con il manifestarsi in molti paesi di entrate inattese nel biennio 2006-07,
alcuni studi di natura empirica hanno messo in evidenza i limiti delle suddette ipotesi, facendo emergere come ladozione di modelli troppo sempli cati possa condurre a errori di previsione
nel breve termine e a una non corretta valutazione della stance di politica di bilancio.
3
In particolare è stata sottoposta a veri ca lipotesi di elasticità costante del gettito alle principali
basi imponibili macroeconomiche, con il ricorso a modelli econometrici che distinguono tra breve e lungo periodo, ed è stato affrontato laspetto della adeguata rappresentazione del
quadro macroeconomico, arricchendo la lista delle variabili che spiegano la dinamica del
1
Gli autori desiderano ringraziare Giampaolo Arachi, Sandro Momigliano, Geremia Palomba e due anon- imi referee per gli utili suggerimenti. Un ringraziamento va anche a Claudio De Vincenzi, Giuseppe Pisauro e
Ruggero Paladini per aver letto e commentato una precedente versione del lavoro.
2
Queste metodologie sono descritte per la Commissione europea, per lOCSE e per la BCE rispettivamente in European Commission 1995, Giorno et al. 1995, Bouthevillain et al. 2001. Con riferimento allItalia si
veda anche Momigliano e Staderini 1999, Ginebri et al. 2005.
3
Questi contributi si rifanno a un lone della letteratura teorica che viene solitamente fatto risalire a Groves e Kahn 1952, con contributi importanti di Fox e Campbell 1984, Sobel e Holcombe 1996.
4
gettito con lintroduzione, ad esempio, di quelle rappresentative dellandamento dei mercati immobiliare e azionario.
4
Questo lavoro si inserisce nel dibattito con unanalisi approfondita della dinamica del gettito tributario in Italia negli ultimi trenta anni, differenziandosi dalla letteratura più recente
per la metodologia econometrica utilizzata, che si basa su tecniche di ltraggio ed equazioni statiche anziché su modelli a correzione dellerrore.
Le serie delle entrate tributarie sono state preliminarmente sottoposte a due tipi di aggiustamenti. In primo luogo, le serie storiche sono state corrette per escludere gli effetti delle
modi che normative attuate nel periodo; a tal ne sono state ricostruite le principali misure introdotte dal 1978 a oggi, fornendo un quadro degli effetti nanziari della politica tributaria
in Italia che, per la durata e lanaliticità della ricostruzione a livello di singole imposte, non ha precedenti in letteratura.
5
In secondo luogo, è stato applicato alle serie un ltro statistico, con la nalità di eliminare la componente ciclica e i fattori erratici.
Lanalisi econometrica delle serie così corrette è stata effettuata sulle corrispondenti aliquote implicite, ossia sul rapporto tra il gettito e la variabile macroeconomica che meglio
approssima la relativa base imponibile. Il lavoro è così strutturato. Nel paragrafo successivo vengono brevemente descritti i
dati utilizzati e vengono richiamati i principali provvedimenti di politica tributaria, di natura tanto transitoria quanto permanente; la metodologia utilizzata per correggere le serie è descritta
nellAppendice 1. Nel terzo paragrafo viene condotta lanalisi statistica delle serie storiche; la descrizione della metodologia adottata viene riportata nellAppendice 2. Nel quarto paragrafo
4
Wolswijk 2007 e Swiston et al. 2007 si sono focalizzati sullanalisi dellelasticità di breve periodo, ed hanno veri cato come essa risulti maggiore di quella di lungo periodo nelle fasi espansive del ciclo. Si veda
Morris e Schuknecht 2007 e Martinez Montagay et al. 2007 per lintroduzione di nuove variabili. Un utile riferimento è anche Commissione europea 2008.
5
Anche in Marino et al. 2008 vengono ricostruiti gli interventi discrezionali di politica tributaria, ma limitatamente al periodo 1998-2006. Loperazione viene fatta nellambito di una metodologia sviluppata per
lanalisi strutturale dei conti pubblici, nella quale la dinamica dei ussi del bilancio pubblico viene scomposta in componenti attribuibili a misure discrezionali e in componenti dovute al ciclo economico Kremer et al., 2006.
Rispetto a tale metodologia, questo lavoro si differenzia per lindividuazione della componente ciclica, mentre utilizza una tecnica analoga per quanti care gli interventi discrezionali; in questo ultimo caso i risultati sono
coerenti anche se non coincidono, perché nei due lavori si fa riferimento ad aggregati di entrate tributarie diverse quelle della contabilità economica del SEC95 in Marino et al.; quelle di cassa del bilancio dello Stato - con Irpef
e Ires di competenza - in questo studio.
5
vengono commentati i trend delle aliquote implicite corrette. Nel quinto paragrafo vengono riportati e commentati i risultati dellanalisi econometrica.
2. Correzione per gli interventi discrezionali 2.1 I dati
Oggetto dellanalisi sono le entrate tributarie contabilizzate nel bilancio di cassa dello Stato incassi di bilancio, a cui sono state aggiunte le imposte locali introdotte con la riforma
del 1998 IRAP e addizionali allIrpef; Fig. 1. Questo aggregato rappresenta circa l85 per cento delle entrate tributarie riferibili alle Amministrazioni pubbliche.
6
Luso dei dati di cassa del bilancio dello Stato consente di calcolare, anche per le imprese, le imposte di competenza,
che vengono ricostruite aggiungendo agli acconti versati nellanno il saldo corrisposto in quello successivo.
7
Il ricorso alle imposte di competenza facilita lanalisi delle relazioni tra il gettito tributario e le variabili macroeconomiche usate come proxy della base imponibile.
Lanalisi è condotta su quattro imposte distinte: 1 lIrpef versata con ritenuta alla fonte dai lavoratori dipendenti; 2 lIrpef versata in autotassazione; 3 lIrpeg-Ires Ires nel prosieguo
del lavoro;
8
4 lIVA. La scelta di questi tributi è stata determinata dalla loro rilevanza in termini quantitativi nel caso delle ritenute Irpef e dellIVA che rappresentano circa il 50 per
cento rispettivamente delle imposte dirette e delle imposte indirette, o dalla elevata variabilità in termini di incidenza nel caso delle imposte versate in autotassazione, che si riferiscono
principalmente alla tassazione dei risultati di esercizio delle imprese. Sono state inoltre analizzate le serie relative al totale delle imposte dirette Irpef e
addizionali, Ires, Ilor, imposte sostitutive sui rendimenti delle attività nanziarie, imposte
6
La quota è stata calcolata tenendo conto delle differenze contabili esistenti tra gli incassi del bilancio dello Stato e le entrate tributarie del conto economico delle Amministrazioni pubbliche. Per maggiori dettagli sulla
de nizione di entrate tributarie adottata nel lavoro si rimanda allAppendice 1.
7
I dati sulle entrate tributarie di cassa contabilizzate nel bilancio dello Stato sono tradizionalmente pub- blicati dalla Banca dItalia dati mensili aggregati nel supplemento di Finanza pubblica al Bollettino statistico;
dati annuali disaggregati per singolo tributo nella Relazione annuale. Esistono altri due tipi di dati sulle en- trate tributarie: a quelli sottostanti al conto economico delle Amministrazioni pubbliche elaborati secondo i
criteri contabili del SEC95, b quelli relativi ai cosiddetti accertamenti del bilancio dello Stato espressi in ter- mini di competenza giuridica. I primi sono pubblicati dallIstat per il periodo 1980-2007; per questi dati, il tipo
di dettaglio reso disponibile non consente di ricostruire la competenza economica delle imposte sul reddito delle imprese, cosa invece possibile con le statistiche pubblicate dal Ministero dellEconomia e delle nanze, che però
presentano discontinuità nelle serie storiche e non possono essere utilizzate in stime econometriche.
8
LIres, limposta sul reddito delle società, era denominata Irpeg prima della riforma del 2004.
6
dirette minori e delle indirette IVA, altre imposte sugli affari, imposte su produzione e consumo, imposta sui tabacchi, IRAP. Ciascuna delle due componenti rappresenta circa il
50 per cento del totale delle entrate tributarie. 2.2 Gli interventi discrezionali negli anni dal 1978 al 2006
Le serie del gettito tributario sono corrette per gli interventi discrezionali. La
metodologia utilizzata, che consiste nellaggiungere al gettito effettivo di ogni anno leffetto cumulato degli interventi adottati da allora no al 2006, consente di correggere le serie per i
salti di livello dovuti allintroduzione di nuove norme. Lentità dei singoli interventi è riportata nella tavola 1. Questa metodologia non consente, invece, di correggere per quelle modi che
che alterano la reattività dellimposta alla base imponibile come nel caso degli interventi che modi cano il grado di progressività dellIrpef, con riferimento ai quali si riesce a correggere
solo per gli effetti di gettito nel primo anno di applicazione o che dipendono da modi che nel comportamento dei contribuenti come il grado di adesione alle norme tributarie.
Per la quanti cazione degli effetti delle misure sono stati presi dove possibili i dati di consuntivo per le imposte straordinarie; dove si è ricorso alle stime ex-ante si è avuto cura di
veri care che esse fossero in linea con i commenti ex post ripresi in pubblicazioni dellepoca
9
per una ricostruzione dettagliata della metodologia utilizzata si rimanda allAppendice 1. Nel periodo analizzato 1978-2006 il sistema tributario italiano è stato oggetto di
modi che continue, che hanno in uenzato fortemente la dinamica delle entrate. La
ricostruzione degli interventi discrezionali ha messo in evidenza lesistenza di diverse fasi nella politica tributaria.
Negli anni ottanta prevalevano gli interventi sulle imposte indirette. In una prima fase venivano coinvolte lIVA, in connessione con il processo di convergenza delle aliquote stabilito
in ambito europeo, e le accise sullenergia forme di prelievo commisurate alle quantità, quale reazione alle oscillazioni del prezzo del petrolio e allelevata in azione. In una seconda fase,
che inizia nel 1987, gli interventi di politica tributaria venivano esplicitamente indirizzati a spostare il carico scale sullimposizione indiretta:
10
da un lato, con un innalzamento delle aliquote delle principali imposte accise sugli oli minerali, elettricità, metano, tasse sugli
9
Si fa riferimento in particolare alle pubblicazioni della Banca dItalia Relazione annuale e Bollettino economico. Informazioni riguardanti gli anni ottanta sono state tratte anche da Morcaldo 2005.
10
Si veda Banca dItalia, Relazione sullanno 1987.
7
affari e, dallaltro, con un alleggerimento del carico dellimposta personale ristrutturazione di scaglioni e aliquote nel 1989, introduzione nel 1990 di un meccanismo di correzione
automatica del drenaggio scale. Nel periodo 1988-1990, laumento delle aliquote delle imposte indirette forniva un
gettito aggiuntivo dellordine dello 0,8 per cento del PIL allanno.
11
Sul nire degli anni ottanta iniziava lazione di riequilibrio delle nanze pubbliche, che si rafforzava nella prima metà degli
anni novanta, caratterizzandosi per signi cativi interventi di inasprimento del prelievo.
12
Nel biennio 1992-93 ritornavano prevalenti gli interventi sulle imposte dirette. Le
modi che permanenti riguardavano in particolare il prelievo sulle imprese e sul lavoro autonomo, mentre il comparto delle imposte indirette veniva interessato da un processo di
razionalizzazione e sempli cazione, che portava alla soppressione prima di alcune accise minori nel 1993 e poi di alcune voci della tassa sulle concessioni governative nel biennio
1994-95. Il contributo fornito alla crescita del gettito dagli inasprimenti permanenti si
attenuava a metà degli anni novanta, per poi venire meno sul nire del decennio: una volta garantito lingresso nellunione monetaria, la politica tributaria poteva perseguire obiettivi di
razionalizzazione del sistema e di maggiore neutralità nellimposizione. Ne erano esempi lintroduzione della DIT dal 1997,
13
la riforma dellIRAP
14
e quella della tassazione delle attività
nanziarie, queste ultime due in vigore dal 1998. Le misure in campo tributario risultavano coerenti con la più generale intonazione della politica di bilancio, che ri etteva
la convinzione dei policy maker di un risanamento delle nanze pubbliche oramai compiuto.
15
11
Occorre ricordare che in quegli anni le aliquote delle accise sui prodotti petroliferi erano oggetto di con- tinue modi che, di cui non è facile trovare sempre traccia; a solo titolo di esempio, si ricorda che nel 1991 il
governo modi cava per sei volte tre in aumento e tre in diminuzione laliquota dellimposta di fabbricazione sulla benzina.
12
Per un approfondimento del dibattito dellepoca, si vedano Ceriani et al. 1992 e Morcaldo 2005.
13
Sulla riforma degli anni 1997-98 si rimanda a Staderini 2001.
14
Lintroduzione dellIRAP non era stata motivata con la necessità di ottenere gettito aggiuntivo: la sua creazione, in sostituzione di alcuni tributi e della componente degli oneri sociali destinata a nanziare il sistema
sanitario, era stata presentata come neutrale rispetto al gettito aggregato. Nellimmediato la riforma comportava una riduzione di gettito, quanti cato nellanno 1998 in circa 4 decimi di punto percentuale di PIL. Nel lavoro la
correzione per le misure discrezionali non ha riguardato questa riforma.
15
Sulle politiche di risanamento delle nanze pubbliche negli anni novanta si vedano Spaventa e Chiorazzo 2000, Degni et al. 2001, Balassone et al. 2002, Franco 2006.
8
Questa consapevolezza, insieme allesigenza di una politica di bilancio espansiva per contrastare il forte rallentamento delleconomia italiana, portava allavvio di una fase di
sgravi scali in favore di famiglie e imprese, in linea con quanto avveniva negli altri
paesi europei.
16
In favore delle famiglie, gli sgravi venivano concessi attraverso modi che permanenti allimposta personale e riguardavano inizialmente laumento delle detrazioni e
modi che marginali alle aliquote e, a partire dal 2003, la struttura dellimposta.
17
Le imprese bene ciavano principalmente della riduzione dellaliquota dellIres, che scendeva
gradualmente dal 37 per cento del 2000 al 33 del 2004.
18
Nel 2005 venivano di nuovo varate misure di inasprimento del prelievo,
19
che riguardavano in particolare le imprese.
20
Nel complesso del periodo 2000-05 venivano concessi sgravi stimabili in circa lo 0,4 per cento del PIL allanno.
Nellarco temporale considerato, sono state frequentemente introdotte misure con nalità di contrasto allelusione e allevasione. Gli effetti attesi in termini di maggiori entrate
da questo tipo di intervento non sono stati inclusi nella ricostruzione delle misure discrezionali effettuata in questo lavoro, per la dif coltà di valutare anche ex-post ladeguatezza delle stime
quantitative elaborate ex-ante. Negli ultimi anni un contributo alla crescita del gettito è stato fornito dallintroduzione
e dal potenziamento degli studi di settore, introdotti con una legge del 1993, applicati a partire dal 1998
21
e oggetto di una revisione negli anni 2005-06. Il contributo alla crescita delle
16
Per una rassegna delle politiche scali adottate dai paesi dellarea delleuro dopo la creazione della moneta unica, si veda Balassone et al. 2003.
17
Per una descrizione e una valutazione degli effetti delle modi che allIrpef negli anni 2000-05 si rimanda a Marino et al. 2007 e Marino e Staderini 2006.
18
Per una ricostruzione degli interventi di politica tributaria in favore delle imprese, si rimanda a Monacelli et al. 2001 e Gennari et al. 2005.
19
Nel luglio del 2005 il Consiglio della UE rilevava nei confronti dellItalia lesistenza di una situazione di disavanzo eccessivo e stabiliva un termine di sei mesi per ladozione di misure volte a riportare lindebitamento
netto entro il limite del 3 per cento del PIL nel 2007.
20
Lanno 2005 veniva interessato dallentrata in vigore di sgravi scali in favore delle famiglie il cosiddetto secondo modulo della riforma dellimposta personale e da aumenti della base imponibile dellIres. Questi
ultimi, varati con la manovra per il 2006, emergevano per la prima volta in occasione del saldo delle imposte versato dalle imprese nel 2006, ma per le modalità con cui sono ricostruite le imposte sulle imprese in questo
lavoro che includono nelle imposte di competenza dellanno t il saldo versato nellanno t+1 nei nostri dati emergono già nel 2005.
21
Tra il 1998 e il 2000 entravano in vigore oltre il 50 per cento degli studi, riguardanti il 75 per cento
9
entrate fornito dagli studi di settore sembra trovare conferma nella dinamica del gettito sia dellIrpef versata in autotassazione, sia dellIVA: la prima registra una crescita sostenuta negli
anni 1999-2000;
22
la seconda nel 1999, 2000 e 2006. Lef cacia degli studi di settore sembra venire meno negli anni successivi alle revisioni: lesperienza suggerisce come i contribuenti,
dopo aver adeguato al rialzo i loro imponibili, sviluppino maggiori capacità di utilizzare tali strumento per eludere limposta.
23
Riassumendo, le modi che permanenti al sistema tributario, da meramente episodiche no alla metà degli anni ottanta, divenivano in seguito parte integrante del risanamento dei
conti pubblici, dando luogo a consistenti inasprimenti del prelievo soprattutto nella prima metà degli anni novanta. Negli anni 2001-05 gli interventi venivano indirizzati a ridurre la pressione
scale. Dal 2005 riprendevano le misure di innalzamento del prelievo, contestualmente agli ultimi sgravi Irpef.
Il ricorso a misure di natura temporanea si è intensi cato negli anni novanta, in connessione con il rafforzamento del processo di consolidamento delle nanze pubbliche. Dal
1992, in particolare, gli introiti di natura temporanea hanno rappresentano una costante della politica tributaria italiana. Negli anni 1992-2006 tali introiti sono risultati pari in media allo
0,8 per cento del PIL allanno.
24
Tra le misure di natura temporanea un posto di rilievo è stato rappresentato dai condoni: nel periodo oggetto della nostra analisi sono stati introdotti
4 condoni di carattere generale con effetti di gettito rilevanti negli anni 1983-84, 1992–93, 1995-96, 2003-04.
25
della platea dei contribuenti interessati. Per una ricostruzione dellintroduzione degli studi di settore nel nostro ordinamento si veda Longobardi 2001.
22
Si veda su questo argomento Abritta et al. 2003.
23
Si veda a questo proposito Santoro 2006.
24
In questo lavoro sono considerati interventi una tantum: 1 le imposte straordinarie il cui gettito è rin- venibile in appositi capitoli di bilancio; 2 gli incrementi di gettito una tantum relativi ai tributi permanenti, solo
se di importo rilevante per la dif coltà di enucleare quelli di importo modesto allinterno del gettito dei capi- toli corrispondenti ai tributi permanenti. Nel lavoro non sono, invece, considerati: 1 gli incrementi di gettito
straordinari cosiddetti automatismi dellautotassazione che si realizzano il primo anno di introduzione di un provvedimento di modi ca del reddito dimpresa esclusi nel lavoro perchè non rilevanti a causa delle modalità
di ricostruzione in termini di competenza delle imposte versate dalle imprese; 2 le agevolazioni temporanee in favore delle imprese.
25
Per una rassegna della teoria economica dei condoni e per una stima degli effetti sul gettito complessivo del ricorso ai condoni si veda Bernasconi e La Pecorella 2006.
10
3. Correzione per i fattori erratici e ciclici 3.1 I modelli strutturali a componenti non osservabili
Per identi care il trend del gettito dei principali tributi si è ricorsi alla tecnica di scomposizione delle serie storiche in componenti strutturali. Questo approccio, illustrata
diffusamente da Harvey,
26
permette di identi care gli elementi costitutivi di una serie storica - il trend, il ciclo, la stagionalità e il ”rumore”, cioè la parte puramente erratica legata alle
uttuazioni a frequenze elevate - e di individuarne gli andamenti di medio-lungo periodo. Il modello utilizzato in questo lavoro è il seguente:
y
t
=
t
+
t
+
t
1 dove
t
costituisce il trend della serie,
t
il ciclo e
t
il termine di errore idiosincratico. Per
t
si assume che
t
=
t 1
+
t 1
+
t t
=
t 1
+
t
2 dove
t
e
t
sono innovazioni indipendenti, a media zero e varianza costante, pari, rispettivamente, a
2
e
2
. Il trend è rappresentato da un processo integrato del secondo ordine, di tipo random walk with drift, in cui il livello e la pendenza sono variabili casuali.
Per modellare invece la componente ciclica, si fa ricorso alla funzione trigonometrica coseno e a perturbazioni stocastiche, che generano
uttuazioni erratiche attorno a un andamento oscillatorio altrimenti deterministico cfr. Appendice 2. Questa rappresentazione
è denominata local linear trend; casi particolari si ottengono imponendo restrizioni sulla volatilità di
t
,
t
o
t
. Poiché sia la componente ciclica sia quella di trend sono processi markoviani, il modello
possiede una rappresentazione nello spazio degli stati; se gli errori hanno una distribuzione gaussiana, tramite il ltro di Kalman e la scomposizione dellerrore di previsione è possibile
calcolare la funzione di verosimiglianza del modello e stimare il valore degli iperparametri
26
Il testo di riferimento principale è Harvey 1989, che contiene unampia esposizione dei fondamenti teorici e dellevoluzione storica dei modelli di scomposizione in componenti strutturali. Rispetto a modelli con
componenti strutturali deterministiche o basati su tecniche di ltraggio ad hoc come ad esempio la procedura di previsione di Holt-Winters, questa tecnica consente di ottenere stime di massima verosimiglianza dei parametri
del modello e previsioni formulate in termini di intervalli di con denza; inoltre, la speci cazione può essere selezionata sulla base dellevidenza empirica, anziché semplicemente postulata.
11
incogniti.
27
La selezione del modello che garantisce la miglior interpolazione dei dati viene fatta analizzando le proprietà dei residui cfr. Appendice 2.
Nel trentennio considerato in questo lavoro, le proprietà statistiche di alcune delle serie del gettito tributario sono stata alterate da provvedimenti che hanno modi cato le
modalità di riscossione e la struttura del prelievo. Questo è avvenuto in maniera rilevante in 3 casi: i nel 1993, in occasione dellabolizione del prelievo alla dogana dellIVA sulle
importazioni dai paesi dellUE; ii nel 1996, quando sono cambiate le modalità di tassazione dei rendimenti obbligazionari; iii nel 1998, quando è entrata in vigore la riforma che ha
portato allintroduzione dellIRAP. In questi casi, poiché non è stato possibile correggere direttamente i dati relativi al gettito, il modello base è stato modi cato introducendo le
cosiddette intervention dummies.
28
Lanalisi preliminare dei dati ha inoltre evidenziato la presenza di osservazioni anomale nella serie delle ritenute sui redditi da lavoro dipendente
nel 1998 e in quella dellIrpef versata in autotassazione dagli autonomi nel 1992.
29
La scomposizione in componenti strutturali è stata quindi effettuata non sulla serie osservata
y
t
, ma sul residuo
y
t
d
t
, dove d
t
rappresenta la variabile o il vettore di variabili di comodo e il suo coef ciente.
27
I parametri di un modello local linear trend sono f
; ;
; ; ;
c
g. ;
e sono, rispet-
tivamente, le varianze del noise e delle innovazioni al livello e alla pendenza del trend, mentre ;
e
c
sono i parametri che si riferiscono alla componente ciclica
t
vedi Appendice 2. Essi sono in genere chiamati iper- parametri per distinguerli dalle componenti del vettore degli stati che possono essere interpretati come parametri
variabili.
28
Vengono chiamate intervention variables o intervention dummies le variabili di comodo usate per tener conto di variazioni - sia temporanee, sia permanenti - nel processo generatore dei dati. La prima modi ca ha
interessato la speci cazione del modello per le imposte indirette e per lIVA ed è stata colta per mezzo di una dummy uguale a 1 nel 1993 e a zero in tutti gli altri periodi, mentre la seconda ha riguardato lIrpegIres e ha
comportato lintroduzione di una variabile di comodo a scalino, pari a zero no al 1996, a 0,5 lanno dopo e a 1 successivamente. La riforma scale del 1998, che ha comportato una redistribuzione del gettito dai contributi
sociali e dalle imposte dirette a quelle indirette, è stata modellata per mezzo di due variabili di comodo: la prima, nulla no al 1997, ha consentito di cogliere labolizione dellIlor e lintroduzione dellIRAP; la seconda - pari a 1
nel 1999 e 2000, a 2 nel 2001 e 2002 e a 3 successivamente - ha permesso di approssimare landamento crescente delle addizionali Irpef, il cui gettito è aumentato nel tempo in maniera graduale. Introdotte per la prima volta nel
1999, le entrate generate dalle addizionali Irpef rimangono intorno ai 2,5 miliardi nel 1999-2000; salgono a circa 5 miliardi nel 2001-02; arrivano agli attuali 8 miliardi circa dal 2003.
29
Il dato anomalo del 1998 deriva da forti ritardi nella contabilizzazione in bilancio delle ritenute sui redditi da lavoro dipendente che hanno fatto slittare parte degli incassi del 1998 allanno successivo; si ricorda che
in questo lavoro, relativamente a questa componente, il gettito di ciascun anno è ricostruito sottraendo il dato del mese di gennaio e aggiungendo quello del mese di gennaio dellanno successivo si veda lAppendice 1.
Loutlier del 1992 è invece da ricondurre al peso straordinario delle misure di inasprimento del prelievo adottate nellanno, la cui entità può risultare sottostimata nel lavoro, per la dif coltà di tener conto di tutti i provvedimenti
presi anche nel corso dellanno.
12
3.2 Selezione del modello e risultati La selezione del modello di scomposizione che meglio si adatta ai dati è stata fatta
mettendo a confronto 4 speci cazioni: il modello generale; quello in cui la pendenza del trend è non stocastica
2
= 0; quello in cui il livello di
t
è sso
2
= 0; quello senza componente ciclica
2
=
2
= 0. Una prima scrematura viene fatta eliminando i modelli i cui residui risultano non gaussiani o serialmente correlati; quindi si arriva alla scelta
nale selezionando la speci cazione che presenta il minor numero di parametri e il miglior adattamento ai dati, questultimo misurato per mezzo dellerrore standard e del coef ciente di
determinazione cfr. Appendice 2.
30
Lanalisi è stata effettuata sulle sei componenti del prelievo e per tre de nizioni di gettito: quello effettivo riportato nel bilancio dello Stato, quello al netto delle imposte una tantum,
quello corretto per il complesso delle misure discrezionali sia una tantum, sia permanenti. Per ciascuna variabile è stata considerata sia la trasformata logaritmica, sia laliquota
implicita, ottenuta rapportando il gettito alla variabile macroeconomica che meglio approssima la base imponibile. La proxy selezionata è stata il PIL per le imposte dirette; i consumi
nominali per lIVA e le imposte indirette; il monte salari per le ritenute Irpef sul lavoro dipendente; il risultato lordo di gestione del settore privato per lIres e lIrpef versata in
autotassazione. Come già più volte ricordato, per le variabili utilizzate al numeratore le imposte sono state ricostruite in termini di competenza economica; si ottengono in questo
modo delle aliquote implicite che rappresentano lincidenza del prelievo sulla base imponibile. Sono stati stimati quindi 36 modelli.
31
I risultati sono riportati nelle tavole 2a-2c e 3a-3c. Relativamente alle aliquote implicite delle serie corrette per gli interventi discrezionali,
su cui si è incentrata lanalisi che segue, i risultati delle stime mettono in evidenza che
32
: i quando le entrate tributarie sono espresse in rapporto alla base imponibile, non esiste
una speci cazione che domina nettamente sulle altre e le differenze di goodness-of- t tra i modelli si riducono rispetto a quanto emerge nel caso delle serie espresse in scala logaritmica.
30
In nessun dei casi analizzati in questo lavoro si è veri cato che le due statistiche fornissero indicazioni diverse.
31
La scomposizione in componenti strutturali delle serie del gettito tributario è stata condotta con il software Stamp inserito nella versione 2.20 di GiveWin.
32
Per una descrizione dei risultati delle altre stime si rimanda allAppendice 2.
13
La speci cazione più frequentemente selezionata è quella che assume una pendenza non- stocastica, ma in circa la metà dei casi il modello non ristretto o quello smooth trend sembrano
garantire risultati migliori. Pur nellimpossibilità di tracciare linee di demarcazione precise, i risultati ottenuti suggeriscono che un modello con
= 0 appare più appropriato per serie che - come le aliquote - uttuano attorno a un livello medio costante, mentre una pendenza
variabile nel tempo 6= 0 si adatta meglio a variabili che - come il logaritmo del gettito dei
tributi - crescono stabilmente. ii la componente ciclica, pur spiegando una parte ridotta della volatilità delle serie
tributarie, non può essere omessa dalla scomposizione, pena un forte peggioramento del tting. Nelle variabili espresse in rapporto alla base imponibile, il peso ridotto della componente
ciclica è giusti cato dal fatto che le uttuazioni del numeratore e del denominatore si elidono reciprocamente, riducendo notevolmente il contributo alla varianza totale delle onde di periodo
compreso tra i 2 e gli 8 anni. Una volta individuata la speci cazione migliore, le serie sono state depurate dalle
componenti cicliche e irregolari.
33
4. Aliquote implicite: uno strumento per analizzare lelasticità Laliquota implicita è un utile strumento di analisi che consente di mettere in relazione
con maggior chiarezza landamento del gettito e levoluzione delleconomia. Anche
limitandosi allanalisi gra ca, emerge come le aliquote implicite siano in grado di offrire un quadro dellevoluzione delle entrate più completo rispetto a quello rinvenibile dallanalisi del
gettito effettivo. Questultimo farebbe, ad esempio, emergere una marcata decelerazione del gettito a partire dalla metà degli anni ottanta, che si acuisce negli anni 2001-05 e che, in ne,
si traduce in unaccelerazione a partire dal 2006 Fig 2a e, per la componente di trend, 3a. Correggendo il gettito per le misure discrezionali, si attenua la stagnazione degli anni 2001-05
connessa con le misure di sgravio scale adottate nei primi anni del 2000 e, in misura minore, dei crediti dimposta maturati nellambito del risparmio gestito nel 2001; permane, tuttavia, il
33
Con riferimento alle imposte dirette, si evidenzia a partire dal 1998 una divaricazione tra andamento effettivo e trend in tutte le tre de nizioni di gettito; essa dipende dalla riforma scale del 1998, di cui si è tenuto
conto nella stima del trend per mezzo di dummies, diversamente da quanto fatto per gli altri interventi di natura permanente. Un andamento simmetrico, ma di segno opposto, si nota nel caso delle imposte indirette: negli
ultimi 9 anni la componente strutturale si mantiene stabilmente al di sotto del gettito effettivo, poiché essa non incorpora i maggiori introiti legati allIRAP.
14
rallentamento registrato dalla metà degli anni ottanta, che risente dellevoluzione del contesto economico Figg. 2b,2c e, per la componente di trend, 3b,3c. Nel corso dellultimo quarto
di secolo, infatti, la dinamica dei prezzi e il potenziale di crescita delleconomia italiana si sono ridotti in misura considerevole: mentre nella prima metà degli anni 80 il PIL nominale
aumentava a tassi superiori al 10 per cento annuo, nel periodo 2001-06 il prodotto è cresciuto in media del 3,6 per cento.
Rapportando il gettito a una variabile macroeconomica correlata con la base imponibile, il quadro cambia completamente Figg. 2d, 2e, 2f e diventa di più immediata lettura con
lestrazione del trend Figg. 3d, 3e, 3f. In particolare, tenendo conto dellevoluzione del contesto economico, non emerge un rallentamento nelle potenzialità di produrre gettito del
sistema tributario, mentre risulta evidente come lincidenza del prelievo sia in ascesa da alcuni anni e abbia raggiunto livelli storicamente elevati.
34
Di particolare rilievo è lanalisi del prelievo strutturale la componente di trend delle serie corrette per le misure discrezionali temporanee e permanenti, che fornisce indicazioni
sullelasticità del gettito alla sua base imponibile: aliquote costanti nel tempo corrispondono allipotesi di elasticità unitaria rispetto alla base imponibile PIL, consumi, retribuzioni,
risultato lordo di gestione, come viene assunto nei modelli più comunemente utilizzati per correggere le entrate tributarie per gli effetti del ciclo economico.
35
Lanalisi gra ca del trend dellaliquota implicita Fig. 3f mette in evidenza come essa presenti, invece, ampie
uttuazioni. LIrpef sulle ritenute da lavoro dipendente mostra un trend in continua ascesa in tutto
il periodo campionario, in connessione con la sua struttura progressiva dellimposta, che si accentua nei periodi di in azione elevata, perchè gli interventi di restituzione del drenaggio
scale sono stati nella maggior parte dei casi parziali. Landamento tendenziale dellaliquota, tuttavia, non cresce in modo monotono, suggerendo unelasticità non solo superiore a uno, ma
anche variabile nel tempo, in connessione con gli interventi sulla struttura impositiva che ne
34
Come ricordato anche nella nota 33, occorre ribadire che lo scostamento che emerge tra trend e serie dellaliquota implicita nella gura 3f a partire dal 1998 dipende dalla riforma del 1998 introduzione dellIRAP
tra le indirette, delle addizionali allIrpef tra le dirette a contestuale abolizione dellIlor.
35
In generale, poiché laliquota implicita è de nita come rapporto tra gettito
E e base imponibile B, vale la relazione:
d ln
= d ln E d
ln B. Per lelasticità si ha invece che:
=
d ln E d ln B
: Ne consegue quindi che un aumento diminuzione dellaliquota implicita equivale a un incremento riduzione dellelasticità.
15
hanno modi cato il grado di progressività tavola 4. Vale la pena ribadire che la metodologia utilizzata in questo lavoro per correggere per le misure discrezionali è in grado di cogliere solo
limpatto sul gettito nellanno in cui lintervento è adottato e non corregge per le modi che nel grado di progressività dellimposta.
36
Per le imposte dirette sulle imprese Irpef versata in autotassazione e Ires il trend dellaliquota implicita mostra maggiori uttuazioni, anche per la dif coltà di individuare una
variabile macroeconomica suf cientemente vicina alla base imponibile. Entrambe le imposte mostrano negli ultimi anni un trend ascendente, che nel caso dellIrpef in autotassazione
comincia dalla ne degli anni novanta, mentre per lIres è più recente.
37
Nel primo caso laumento dellaliquota potrebbe essere posto in connessione con lintroduzione degli studi
di settore. Nel caso dellaumento dellincidenza dellIres sul risultato lordo di gestione, è interessante osservare come questo fenomeno sia stato riscontrato anche in altre economie
avanzate: analisi comparate sulla scalità a carico delle imprese nei principali paesi OCSE hanno messo in evidenza come alla riduzione delle aliquote legali, indotta dalla competizione
scale, non abbia fatto riscontro una riduzione del gettito, che anzi in media è aumentato.
38
Analisi empiriche hanno messo in evidenza come laumento del gettito sia da porre in connessione con landamento del prezzo delle attività reali e
nanziarie
39
e con laumento della quota dei pro tti sul PIL, legato in particolare alla crescita relativamente più elevata
della redditività del settore del credito e delle assicurazioni.
40
Per il totale delle imposte dirette, landamento ascendente dellaliquota implicita sembra guidato principalmente da quello delle ritenute Irpef sui redditi da lavoro dipendente, anche
se con una maggiore variabilità connessa alla presenza delle imposte versate in autotassazione e al complesso delle imposte sostitutive sui rendimenti delle attività nanziarie. Questultima
36
Si veda la tavola 4 per una rassegna degli interventi di modi ca dellIrpef effettuati con la nalità di resti- tuzione del drenaggio scale e per il calcolo di un indicatore del grado di progressività della struttura impositiva in
ciascun anno. Il grado di progressività dellIrpef è stato ricostruito come media semplice degli indici di Liability Progression LP calcolati per una scala di redditi assunti costanti in valore reale.
37
Per una ri essione approfondita sullo stato dellarte della tassazione delle società in Italia si veda Ceriani 2006.
38
A questo proposito si veda Devereux e Sorenson 2006.
39
Si veda a questo proposito Morris e Schuknecht 2007.
40
Questultima tesi è sostenuta da Devereux e Klemm 2004, con particolare riferimento al caso del Regno Unito.
16
componente, che ha rappresentato quasi il 10 per cento del gettito tributario no al 1996,
per poi scendere intorno al 4 per cento, è caratterizzata da estrema variabilità in connessione con la dinamica dei tassi di interessi e con le innumerevoli modi che alle aliquote e alle
modalità di versamento testimoniate dalla ricostruzione riportata nella tavola 4 colonne 6 e 7. Il totale delle imposte dirette è cresciuto molto no alla ne degli anni ottanta, risentendo
principalmente dellinterazione tra gli elevati tassi di in azione e la struttura progressiva dellimposta personale; essa ha bene ciato anche dellentrata in vigore di nuove e più ef caci
modalità di riscossione dei tributi ritenute alla fonte, autoliquidazione, acconti. Negli anni novanta, invece, laliquota scende in alcuni anni e la componente di trend si stabilizza. Questa
tendenza si inverte decisamente a partire dalla ne degli anni novanta e laliquota si riporta sui livelli massimi registrati nel trentennio.
Tra le imposte indirette, il trend dellaliquota implicita dellIVA è in forte crescita dal 1999, dopo una caduta di quasi due punti tra linizio degli anni ottanta e la ne degli anni
novanta. La dinamica dellaliquota implicita potrebbe ri ettere modi che nella composizione dei consumi tra beni caratterizzati da diverse aliquote e diverse possibilità di evasione.
Per il totale delle imposte indirette, la dinamica di medio-lungo termine dellaliquota implicita mostra come, in assenza di interventi discrezionali, il gettito sarebbe cresciuto
no al 1997 a un ritmo notevolmente inferiore a quello dei consumi nominali, ri ettendo la presenza in questo aggregato di imposte sulla quantità accise sui prodotti energetici, tariffe
delle principali imposte sugli affari. Nella ricostruzione degli interventi discrezionali si è tenuto conto anche degli interventi disposti su queste imposte, per adeguarne il gettito alla
dinamica dei prezzi. A conferma del ruolo giocato dalle imposte in somma ssa nella caduta dellaliquota implicita, si osserva come la discesa dellaliquota implicita riguardi, infatti, solo
in minima parte lIVA laliquota implicita dellIVA scende tra il 1980 e il 1997 di meno di 2 punti percentuali, contro gli oltre 7 punti del totale delle imposte indirette. Anche per le
imposte indirette lincidenza del prelievo torna a salire a partire dalla ne degli anni novanta. Le uttuazioni della componente di trend dellaliquota implicita indicano che lipotesi
di costanza dellelasticità del gettito rispetto alla variabile macroeconomica usata come proxy della base imponibile è molto forte; segnala, inoltre, come alla dinamica del gettito concorrano
altre variabili, oltre a quelle utilizzate al denominatore delle aliquote implicite e di cui si tiene solitamente conto nei modelli di previsione e nelle tecniche di depurazione del bilancio dagli
17
effetti del ciclo economico. Il resto dellanalisi è stata dedicata allo studio di queste ulteriori variabili.
Lanalisi della componente strutturale dellaliquota delle imposte totali somma di dirette e indirette, depurate delle misure discrezionali, fornisce un quadro dassieme interessante.
Emergono 3 sottoperiodi, caratterizzati da dinamiche differenti Fig. 4: 1 un primo periodo, che è durato per tutti gli anni ottanta, in cui il sistema tributario ha
prodotto un gettito che è cresciuto stabilmente a un tasso superiore al prodotto; hanno sospinto la crescita gli elevati tassi di in azione del periodo;
2 un secondo periodo, corrispondente al decennio successivo, in cui lincidenza della tassazione sarebbe diminuita in assenza di interventi discrezionali, soprattutto per la presenza
di imposte sulla quantità come le accise e le imposte sugli affari che, per il fatto di essere ssate in termini nominali, richiedono interventi discrezionali semplicemente per preservarne
il valore reale; 3 un terzo periodo, che parte dalla ne degli anni novanta, in cui si è invertita la tendenza
del decennio precedente e lincidenza del prelievo è tornata ad aumentare. Se nei dati sul
gettito effettivo la ripresa emerge con forza solo nel 2006, il trend della serie corretta per gli interventi discrezionali segnala come laumento del prelievo rispetto al PIL inizi intorno
al 2000; esso non è emerso tuttavia immediatamente nei dati sul gettito effettivo, per gli effetti degli sgravi scali concessi nello stesso periodo e per il venir meno di parte del gettito
dellimposta sostitutiva sui redditi da capitale, connesso ai crediti dimposta maturati dai fondi comuni nel 2001.
5. Analisi econometrica Lanalisi sin qui svolta ha messo in evidenza come lincidenza del prelievo sulla base
imponibile macroeconomica non sia costante nel tempo, neppure dopo aver corretto le serie per le misure discrezionali e per i fattori erratici e ciclici. Per spiegare la varianza delle aliquote
implicite, sono state effettuate alcune regressioni, una per ciascuna delle sei componenti del gettito; la variabile dipendente è rappresentata dal trend dellaliquota implicita.
41
Lapproccio adottato nella scelta dei regressori è stato di tipo euristico: invece di privilegiare una
41
Per veri ca, le stesse regressioni sono state stimate anche sulle aliquote effettive, con risultati tavola 5b analoghi a quelli ottenuti usando come variabile endogena la sola componente di trend tavola 5a. Fanno
eccezione le equazioni relative alle imposte dirette e indirette, in cui la signi catività delle variabili esplicative si riduce sensibilmente.
18
speci cazione coerente con un modello teorico, si è preferito selezionare le variabili più adatte a cogliere mutamenti nellincidenza del prelievo. Nel complesso, le equazioni stimate
sono soddisfacenti in termini di goodness-of- t e forniscono risultati la cui interpretazione economica appare convincente tavola 5a.
Lincidenza sul monte salari delle ritenute Irpef, la componente del prelievo con una crescita tendenzialmente superiore alla base imponibile, è risultata fortemente correlata
con una variabile che rappresenta linterazione tra lin azione e la struttura progressiva dellimposta: questa variabile coglie gli effetti del drenaggio
scale, che sono rilevanti anche nella serie del gettito corretto per gli interventi discrezionali.
42
La rilevanza di questo regressore è un ulteriore dimostrazione del fatto che i provvedimenti di restituzione del
drenaggio scale sono stati nella maggior parte dei casi solo parziali, come emerge anche
dalla tavola 4. Laliquota implicita mostra una correlazione signi cativa anche con la quota delle pensioni sul monte salari: il risultato non è sorprendente, in quanto le pensioni sono
una componente della base imponibile legale cui si applicano le ritenute Irpef, ma non sono incluse nel denominatore dellaliquota. Tra i regressori compare anche un indicatore del grado
di disuguaglianza nella distribuzione dei redditi dichiarati, che acquista rilevanza per effetto della struttura progressiva dellimposizione.
43
Nella speci cazione del modello ha trovato collocazione anche una dummy relativa al 1983, anno interessato da unimportante riforma
della struttura impositiva, i cui effetti sul gettito solo in parte sono colti dalle correzione per gli interventi discrezionali.
Le imposte sul reddito delle imprese sono risultate più dif cili da modellare, in parte risentendo delle maggiori divergenze tra la base imponibile effettiva e la proxy
macroeconomica utilizzata per il calcolo dellaliquota implicita. Lincidenza sul risultato lordo di gestione dellIrpef versata in autotassazione conferma la correlazione positiva anche di
42
Il grado di progressività fornisce indicazioni sulla reattività del gettito alla base imponibile. Nel periodo considerato in questo lavoro, le riforme dellimposta sul reddito, modi cando la struttura delle aliquote e delle
deduzioni, hanno inciso sul grado di progressività dellimposta. Come più volte ricordato, la correzione per le misure discrezionali è stata in grado di cogliere solo gli effetti in termini di gettito nel primo anno di applicazione
ossia leffetto stimato al livello di reddito-base imponibile pre-riforma, non anche quello cosiddetto addizionale che incide sulla reattività dellimposta alla base imponibile, che si manifesta negli anni successivi.
43
Come indicatore di disuguaglianza è stata utilizzata la quota del reddito dichiarato dal cinque per cento della popolazione con redditi più elevati. I calcoli sono stati effettuati no al 2004 sulla base dei dati relativi
alle dichiarazioni dei redditi raccolti dal Ministero dellEconomia e delle Finanze cfr. Brandolini 2007; per il periodo successivo sono state usate nostre stime.
19
questa imposta con lin azione e il grado di progressività dellimposta. Non risulta invece signi cativa, e per questo esclusa dal modello de nitivo, la disuguaglianza nella distribuzione
dei redditi. Contribuisce, in ne, a spiegare la varianza di questa componente dellIrpef, con segno negativo, il gettito dei condoni e delle imposte sostitutive una tantum, come ad esempio
limposta sulle rivalutazione dei cespiti aziendali; il gettito di queste imposte non è incluso nellaggregato al numeratore dellaliquota, perché eliminato nella correzione per le misure una
tantum. Questa variabile potrebbe cogliere, oltre a un impatto negativo sul grado di adesione dei contribuenti allobbligazione tributaria, gli effetti dei possibili vincoli di liquidità indotti
dai versamenti straordinari legati a condoni e sanatorie; la variabile è risultata signi cativa per lIrpef versata in autotassazione, ma non per lIres, suggerendo come per le imprese di minori
dimensioni, il pagamento delle imposte offra maggiori margini di manovra e di evasione, che rendono il gettito più correlato a fattori di tipo istituzionale, come il pagamento di condoni,
piuttosto che al ciclo economico. Una misura delloutput-gap del settore privato, esclusa perchè non signi cativa
dallequazione dellIrpef versata in autotassazione, ha invece trovato spazio in quella dellIres, che si conferma essere la componente del prelievo più reattiva al ciclo economico.
44
Lincidenza del prelievo risente inoltre di come si distribuisce la base imponibile tra settori produttivi e soggetti dimposta caratterizzati da diverse possibilità di evasione. Sono stati
considerati tre comparti: quello delle imprese quotate, quello delle banche e quello della grande distribuzione. Questultima
45
non è risultata signi cativa, presumibilmente per la dif coltà di individuare una proxy adeguata per un arco temporale così ampio. Rivestono
invece un ruolo importante nella spiegazione delle aliquote implicite la redditività delle banche, espressa dal ROE, e quella delle imprese quotate, rappresentata dai dividendi
distribuiti. I risultati mettono in evidenza, in ne, una correlazione negativa con il prezzo del petrolio, variabile che potrebbe essere rappresentativa sia dei costi energetici delle imprese,
44
La variabile endogena è la componente di trend dellaliquota implicita e quindi, in linea di principio, dovrebbe essere già depurata dalle
uttuazioni cicliche. Questo in realtà non accade sempre, in quanto una misura di output-gap - derivata dalla dinamica dellaccumulazione di capitale nel settore privato - contribuisce
a migliorare il tting dellequazione relativa allIres. Il risultato non è sorprendente, visto che la stima del ciclo ottenuta dalla scomposizione in componenti strutturali si basa su criteri statistici e non economici.
45
Come regressore è stata utilizzata la quota dei lavoratori dipendenti sul totale degli occupati somma di autonomi e dipendenti nel settore del commercio.
20
sia di shock negativi subiti dal sistema economico in connessione con il rialzo del prezzo del petrolio.
46
Lequazione del totale delle imposte dirette appare sostanzialmente coerente con quella delle sue tre principali componenti. Trovano infatti conferma la rilevanza dellin azione,
combinata con il grado di progressività dellimposta, e il grado di disuguaglianza nella distribuzione dei redditi, per i loro effetti sul gettito delle ritenute Irpef sui redditi da lavoro
dipendente. Si conferma limportanza dei condoni, per gli effetti negativi riscontrati sul gettito dellIrpef in autotassazione, e quella della redditività delle banche, correlata alla dinamica
dellIres. In aggiunta alle variabili già utilizzate nelle regressioni delle tre componenti
analizzate, trova spazio, con segno positivo, anche una variabile rappresentativa dei tassi di interesse di mercato, per i suoi effetti sullimposta sostitutiva sui redditi delle attività
nanziarie. Passando alle imposte indirette, lequazione dellIVA segnala come lincidenza sui
consumi del gettito sia signi cativamente e positivamente correlata agli investimenti delle Amministrazioni pubbliche, che rappresentano una componente della base imponibile IVA
esclusa dal denominatore dellaliquota implicita.
47
Emerge inoltre una correlazione positiva e signi cativa con loutput-gap del settore privato. Nella individuazione dei regressori, si
è ipotizzato che laliquota implicita dellIVA possa essere in uenzata da modi che nella composizione dei consumi tra comparti caratterizzati da diverse possibilità di evasione, come
ad esempio la grande distribuzione, i beni durevoli, i beni energetici. Soltanto per questo ultimo fattore è stato possibile reperire una variabile in grado di cogliere adeguatamente il
fenomeno: la correlazione positiva con il prezzo del petrolio in questa equazione può infatti essere interpretato come un cambiamento nella composizione dei consumi verso prodotti -
quelli energetici - meno soggetti a fenomeni di evasione.
48
46
Tra le variabili esogene era stato inizialmente incluso un indice dei prezzi delle azioni, per cogliere gli ef- fetti dei guadagni in conto capitale, ma la variabile non è risultata signi cativa, in coerenza con quanto riscontrato
per lItalia anche da Morris e Schuknecht 2007.
47
Per una ricostruzione della base imponibile dellIVA si vedano Convenevole e Pisani 2003 e Marigliani 2007.
48
Leffetto meccanico di aumento del gettito dovuto al rialzo del prezzo del petrolio non dovrebbe com- portare variazioni nellaliquota implicita, in quanto in uenzerebbe tanto il numeratore, quanto il denominatore.
21
Per il totale delle indirette, la varianza dellendogena è spiegata da due variabili che sono risultate signi cative nellequazione relativa al gettito dellIVA che rappresenta oltre il 50
per cento delle imposte indirette: i gli investimenti delle Amministrazioni pubbliche, ii il prezzo del petrolio. Hanno trovato spazio anche altre due variabili, che sia pure potenzialmente
correlate con lIVA, risultano signi cative solo in questa equazione, dove la loro rilevanza risulta ampli cata probabilmente per il fatto che in uenzano anche il gettito di altre imposte
indirette. Si tratta, in particolare, della quota della spesa in beni durevoli sul totale dei consumi delle famiglie e dei consumi intermedi delle Amministrazioni pubbliche. Anche il coef ciente
dellin azione, che appare con il segno negativo, risulta signi cativamente diverso da zero, in connessione con il fatto che in periodi di elevata in azione perde peso il gettito delle accise.
La dinamica delle aliquote implicite risente anche di modi che nel grado di adesione spontanea dei contribuenti agli obblighi tributari tax compliance. Per tenere conto di questo
fattore, nelle sei equazioni era stata inizialmente inserita una variabile rappresentativa del grado di aderenza dei redditi Irpef dichiarati ai corrispondenti redditi di contabilità nazionale;
49
nelle stime nali questa variabile è stata omessa, in parte perché non esogena, in parte perché inutilizzabile per una spiegazione non tautologica della dinamica dellincidenza del prelievo
tributario. Diversamente da quanto riscontrato in altri paesi, il prezzo delle abitazioni sembra non
avere in uenza sulla dinamica del gettito tributario. 6. Conclusioni
Questo lavoro analizza levoluzione del gettito tributario in Italia nel trentennio che parte dal 1978 e arriva al 2006.
Le serie del gettito sono state preliminarmente depurate sia dalle misure discrezionali ricostruite per lintero periodo campionario a livello di singolo tributo, sia dai fattori erratici
e ciclici. Le serie corrette sono state rapportate a una proxy macroeconomica della base imponibile legale, ottenendo aliquote implicite dalle quali è stata estratta la componente di
trend.
49
La variabile è costruita adottando una versione sempli cata del metodo proposto da Visco 1984. Si tratta dellunico indicatore disponibile su un orizzonte temporale pluridecennale del grado di evasione-erosione, che
presenta però il limite di non consentire una distinzione tra le due componenti.
22
I dati sul gettito effettivo farebbero emergere una marcata decelerazione del gettito a partire dalla metà degli anni ottanta, che si acuisce negli anni 2001-05. Correggendo per le
misure discrezionali, la stagnazione degli anni 2001-05 si attenua; eliminando le componenti cicliche ed erratiche dalle aliquote implicite, la decelerazione del gettito dalla metà degli
anni ottanta viene meno ed emerge come lincidenza del prelievo sia in ascesa dallinizio del decennio e abbia raggiunto livelli storicamente elevati.
Ulteriori indicazioni sullelasticità del gettito alla base imponibile sono fornite dallanalisi di regressione condotta sul trend delle aliquote implicite. Le principali conclusioni
sono le seguenti: 1 Le serie delle entrate tributarie, una volta corrette per le misure discrezionali e per
le componenti erratiche, crescono in linea con la base imponibile, ma risentono anche dellin uenza di altri fattori: alcuni di questi misurano gli scostamenti tra la base imponibile
legale e la proxy macroeconomica utilizzata nella de nizione delle aliquote implicite, contribuendo a ridurre gli errori di misurazione; altri colgono modi che nella struttura
delleconomia italiana che in uenzano lincidenza dellimposta. 2 Il gettito accelera rispetto alla base imponibile in presenza di un aumento di: in azione in
connessione con il drenaggio scale; quota dei pro tti delle banche, volume dei dividendi distribuiti dalle società quotate, frazione di spesa delle famiglie destinata allacquisto di beni
durevoli o energetici fattori che segnalano uno spostamento nella composizione del valore aggiunto verso settori con minori possibilità di evasione; tassi di interesse nominali per il
ruolo dellimposizione sostitutiva sugli interessi; grado di disuguaglianza nella distribuzione dei redditi a causa della struttura progressiva dellimposta sul reddito.
3 Lanalisi mostra una differenza di comportamento tra società di capitali da un lato soggette allIres e piccole imprese e lavoratori autonomi dallaltro che pagano prevalentemente
lIrpef. Relativamente alle prime, levidenza empirica indica che limposta sui pro tti delle società è la componente del prelievo più reattiva agli andamenti economici: essa cresce,
infatti, a un tasso superiore inferiore alla base imponibile nelle fasi espansive recessive del ciclo economico; inoltre, lincidenza del prelievo è correlata negativamente alla dinamica
del prezzo del petrolio. Con riferimento alle seconde, i risultati dellanalisi mostrano che il gettito dellimposta dipende più da fattori di tipo istituzionale, come gli studi di settore o il
pagamento di condoni, che dalle condizioni cicliche delleconomia. 4 La veri ca empirica ha pertanto messo in evidenza come le serie delle entrate tributarie, una
23
volta corrette per le misure discrezionali e per i fattori erratici, vengano spiegate ef cacemente da modelli che, pur assumendo elasticità costanti rispetto alla base imponibile, tengono conto
anche di altre variabili. Lanalisi tenderebbe a ricondurre il fenomeno della variabilità delle elasticità scali, su cui la letteratura empirica ha recentemente posto laccento, allomissione
di variabili che esercitano unin uenza non trascurabile sulle capacità di gettito del sistema tributario.
Appendice 1
Costruzione della serie delle entrate tributarie
In questo lavoro è stato analizzato il gettito delle entrate tributarie contabilizzate nel bilancio di cassa dello Stato cosiddetti incassi di bilancio con laggiunta delle imposte locali
introdotte con la riforma del 1998 IRAP, addizionali regionale e comunale allIrpef. In questo ultimo caso, trattandosi di imposte riscosse centralmente, i dati sono desumibili dai
conti correnti della Tesoreria centrale dello Stato intestati agli enti decentrati destinatari del gettito. I dati sono lordi di rimborsi e compensazioni.
Laggregato analizzato comprende il gettito dellIlor no al 1997 e, a partire dal 1998, quello delle suddette imposte locali. Laggregato presenta pertanto una discontinuità nel 1998
per effetto della riforma; si è preferito trattare tale discontinuità con apposite variabili di comodo nelle analisi econometriche piuttosto che correggere le serie, trattandosi di imposte
quantitativamente importanti, possibili errori di misurazione avrebbero avuto effetti rilevanti. Tra le imposte indirette non sono invece stati considerati i proventi del Lotto e delle
Lotterie che nel bilancio dello Stato sono riportati al lordo delle vincite corrisposte classi cate tra le uscite. I proventi lordi del lotto e delle lotterie rappresentano unentrata per lo Stato con
una dinamica per sua natura aleatoria. In questo lavoro, relativamente alle principali imposte dirette Ires e Irpef, sia per la
parte prelevata attraverso le ritenute sui redditi dei lavoratori dipendenti, sia per quella versata in autotassazione, è stato ricostruito il gettito di competenza economica, ottenuto per ciascun
anno sommando agli acconti versati nel corso dellanno, il saldo versato nellanno successivo a gennaio relativamente alle ritenute Irpef, nellestate per lIres e lautotassazione Irpef.
Laccisa sugli oli minerali è stata reintegrata della quota che, a partire dal 1996, viene devoluta alle Regioni.
La correzione delle serie per tenere conto degli interventi discrezionali è avvenuta aggiungendo in ciascun anno, al dato del gettito già comprendente gli effetti delle modi che
introdotte nellanno stesso gli effetti cumulati delle modi che intercorse tra lanno osservato e il 2006. Gli effetti delle manovre sono stati portati indietro nel tempo utilizzando come tasso di
sconto, il tasso di incremento del gettito dellimposta alla quale i provvedimenti si riferivano al netto di effetti una tantum, in maniera da non alterare la dinamica dellimposta se non
25
nellanno di introduzione della modi ca; un esempio può essere utile a chiarire la metodologia: il dato relativo allIrpeg del 1993 è stato corretto aggiungendo, al dato del gettito effettivo
dellanno, gli effetti dei provvedimenti in materia di Irpeg introdotti negli anni successivi che hanno portato alla struttura del 2006 scontati ogni anno con il tasso di incremento annuale
dellIrpeg al netto di eventuali effetti una tantum. La correzione per gli interventi di natura temporanea ha riguardato invece solo gli anni interessati da tali provvedimenti. Lentità delle
correzioni sono riportate nella tavola 1.
Appendice 2
Modelli strutturali di serie storiche
Il modello base utilizzato in questo lavoro è quello descritto nel paragrafo 3 ed è denominato local linear trend.
In questo modello il trend deterministico
t
= + t
viene generalizzato supponendo che intercetta e pendenza siano processi stocastici di tipo random walk.
50
Casi particolari si veri cano quando la varianza dellinnovazione al livello o allinclinazione di
t
sono pari a zero: quando
2
= 0 local level with drift, la pendenza del trend risulta essere costante e
t
diventa la somma di un trend deterministico e di uno stocastico; quando invece
2
= 0 smooth trend,
t
si riduce a un processo integrato del secondo ordine, con una inclinazione che varia lentamente nel tempo.
51
La componente ciclica,
t
, è modellata combinando funzioni trigonometriche deterministiche e perturbazioni stocastiche, in modo tale da generare in ogni periodo impulsi
oscillatori che tendono a smorzarsi nel tempo.
t
è rappresentato da un processo vettoriale autoregressivo del primo ordine:
t t
= cos
c
sin
c
sin
c
cos
c t
1 t
1
+
t t
t
è una variabile di comodo che serve esclusivamente a determinare il pro lo temporale di
t
; è il coef ciente di attenuazione dellampiezza ciclica;
c
misura la frequenza;
t
e
t
sono gli shock che aggiungono erraticità allandamento oscillatorio indotto dalle funzioni seno e
coseno.
52
Af nché il modello sia identi cabile, è necessario assumere che E
t 1
t j t
= 0
50
Se si assume che
t
=
t 1
+
t
e
t
=
t 1
+
t
, il trend lineare può essere anche scritto nel modo seguente:
t
=
t 1
+
t
+
t
t +
t 1
: Per rendere meno erratico landamento della serie, il termine
t
t viene eliminato e in tal modo si ottiene unespressione identica a quella utilizzata per
t
nel paragrafo 3.
51
Quando
2
= 0, il trend è pari alla somma di una funzione lineare in t e di un random walk:
t
= +
t +
t
P
j=1 j
. Quando invece
2
= 0, allora
t
= +
t +
t 1
P
j=1 j
P
l=1 l
. La presenza di due radici unitarie riduce lerraticità della componente stocastica del trend, mentre il ritardo di un periodo nellindice temporale
dellinnovazione
l
lo rende predeterminato.
52
Per comprendere lequazione di transizione di
t
è opportuno partire dalla funzione trigonometrica cos t+
sin t, che descrive un moto oscillatorio di frequenza, ampiezza e fase costanti. Se i si eliminano le compo- nenti stocastiche, ii si pone
= 0 e iii si usano come condizioni iniziali =
e =
, lequazione vettoriale indicata nel testo ha come prima componente la funzione deterministica
t
= cos t +
sin t. Quando
1, lequazione diventa
t
=
t
[ cos t + sin t] : Laggiunta dei termini di errore
t
e
t
consente di introdurre erraticità nella componente ciclica e di evitare che essa si azzeri progressivamente, quando il fattore di attenuazione
assume valori inferiori allunità.
27
per qualsiasi valore di j oppure che E
t 1
t
= E
t 1
t
=
2
: in genere si ipotizza che entrambe le condizioni siano soddisfatte, riducendo così il numero degli iperparametri del
modello. Poiché sia la componente ciclica sia quella di trend sono processi markoviani, il modello
possiede una rappresentazione nello spazio degli stati; lequazione di transizione è: 2
6 6
4
t t
t t
3 7
7 5
| {z }
t
= 2
6 6
4 1 1
0 1 0 0
cos
c
sin
c
0 0 sin
c
cos
c
3 7
7 5
| {z
} T
2 6
6 4
t 1
t 1
t 1
t 1
3 7
7 5
| {z }
t 1
+ 2
6 6
4
t t
t t
3 7
7 5
| {z }
t
= T
t 1
+
t
mentre quella di misurazione è:
y
t
= 1 0 1 0
| {z
} Z
2 6
6 4
t t
t t
3 7
7 5
| {z }
t
+
t
= Z
t
+
t
dove
t
=
t t
t t
T
rappresenta il vettore delle variabili di stato e
t
=
t t
t t
T
quello delle innovazioni. Per ragioni di identi cabilità e parsimonia, in genere si ipotizza che la matrice di varianze e covarianze
E
t T
t
= Q sia diagonale. Quando gli errori hanno una distribuzione gaussiana, il ltro di Kalman consente di calcolare
la funzione di verosimiglianza e stimare il valore degli iperparametri del modello. Indicando con
t jt 1
e con P
t jt 1
la stima della media e della varianza del vettore degli stati condizionata allinformazione disponibile at tempo
t 1, lerrore di previsione v
t
y
t
y
t jt 1
è dato dallespressione
Z
t t
jt 1
+
t
, la cui varianza è pari a F
t
= ZP
t jt 1
Z
T
+ Q. La funzione di verosimiglianza logaritmica è data quindi dallespressione
ln L = T
2 ln 2
1 2
T
X
t =1
ln jF
t
j 1
2
T
X
t =1
v
2 t
F
t
dove
2
;
2
;
2
;
2
; ;
c
indica il vettore dei parametri. In genere, è conveniente riparametrizzare il modello prima di procedere alla massimizzazione della funzione di
verosimiglianza, riscalando le varianze delle componenti strutturali con quella della componente di noise dellequazione di misurazione. Il vettore dei parametri da stimare diventa
28
c
fq ; q ; q ; ;
c
g, dove q
i
2 i
2
, con i = f ; ; g, e presenta quindi un elemento in
meno. Una volta stimato il vettore
c
, la varianza dellerrore dellequazione di misurazione si ottiene dalla formula:
b
2
=
1 T
d T
P
t =d
b v
2 t
b F
t
. La ricerca del modello che garantisce la miglior interpolazione dei dati viene fatta
analizzando le proprietà dei residui e la goodness-of- t, questultima misurata con due indicatori: i lo scostamento quadratico medio di
t
e ii il coef ciente di determinazione, calcolato sulle differenze prime. L
R
2
del modello è pari a 1
T db
2
P y
t
y
2
, dove b
q
1 T
d
P bv
t
v
2
rappresenta lerrore standard della regressione, e =
T
P
t =1
bv
t
e d è il numero
delle osservazioni necessarie a inizializzare il ltro di Kalman. La diagnostica del modello viene effettuata veri cando se lerrore di previsione
v
t
è normale, omoschedastico e serialmente incorrelato.
1 Per veri care se le innovazioni sono gaussiane, si usa il test proposto da Bowman e Shenton: lipotesi di normalità è accettata se le osservazioni si distribuiscono in modo uniforme attorno
alla media e se il peso delle code è ridotto. La statistica di Bowman e Shenton è de nita dallespressione seguente:
N = s
2
6=T +
k 3
2
24=T dove
s =
m
3
p
m
2 3
e k =
m 4
m
2 2
, con m
l
=
1 T
T
P
t =d
bv
t l
per l = 2; 3; 4. s e k, che stimano
rispettivamente lasimmetria e la curtosi della distribuzione degli errori, si distribuiscono asintoticamente come delle normali, la prima con media nulla e varianza
6=T , la seconda con momento primo pari a
3 e momento secondo uguale a 24=T . La statistica N di Bowman e Shenton converge asintoticamente a una
2
con due gradi di libertà e consente di ri utare lipotesi di normalità se una delle due condizioni - simmetria o curtosi - non è soddisfatta.
2 Per veri care se i residui sono omoschedastici, si suddivide il campione in tre parti e si confronta la varianza empirica degli errori nel periodo iniziale e in quello nale. La statistica
usata è:
H h =
T
P
t =T h+1
e
2 t
d +1+h
P
t =d+1
e
2 t
dove e
t
=
b v
t
p F
t
rappresenta lerrore standardizzato, d sono le osservazioni necessarie per
29
inizializzare il ltro di Kalman pari al numero di radici unitarie usate per modellare la
componente di trend e h =
T d
3
; H h si distribuisce come una F con h; h gradi di libertà e
il test è a due code: lipotesi di omoschedasticità viene ri utata per valori troppo alti o troppo bassi della statistica
H h. 3 Lassenza di correlazione seriale è sottoposta a veri ca per mezzo della statistica
Q di Box- Ljung
Q P; f = T T + 2
P
X
j =1
r
2 j
T j
che usa i coef cienti di autocorrelazione no allordine P . La statistica si distribuisce come
una
2
con un numero di gradi di libertà pari a P meno il numero degli iperparametri stimati.
53
4 Una volta stimato il modello, è possibile ricostruire le serie delle innovazioni che generano le componenti strutturali; queste, denominate residui ausiliari, possono essere utilizzate per
sottoporre a veri ca statistica il modello. Per individuare le osservazioni anomale outliers o i cambiamenti di regime structural breaks, si usano in genere i residui smoothed
54
standardizzati: un valore positivo o negativo elevato del termine di errore dellequazione di misurazione segnala la presenza di un outlier, mentre valori anomali nelle innovazioni delle
variabili di stato indicano un cambiamento di regime, ovvero una modi ca permanente nel livello o nella pendenza della serie. Un problema che complica luso dei residui ausiliari è
che essi risultano serialmente correlati, anche quando nel modello teorico le corrispondenti componenti stocastiche non lo sono. Particolarmente dif cile è lindividuazione di structural
breaks nella pendenza del trend, poiché le stime presentano una elevata correlazione seriale positiva e questo fa sì che un eventuale cambiamento di regime in uenzi non uno, ma più
valori contigui di b
t
. Una procedura formale per individuare outliers e structural breaks è quella di veri care se la distribuzione empirica dei residui ausiliari è gaussiana; se lipotesi di
normalità viene ri utata, lanalisi gra ca dei residui consente di localizzare il periodo in cui si è
53
Nel caso di uno modello local linear trend, i parametri stimati sono 5: le tre varianze relative q
i
2 i
2
, i
= f ; ; g, e i due coef cienti
c
e della componente ciclica. Il pacchetto statistico Stamp modi ca
automaticamente il parametro P in modo tale che i gradi di libertà della statistica di Box-Ljung siano gli stessi a
prescindere dal modello adottato.
54
Esistono due tecniche per ricostruire le innovazioni delle variabili di stato. Nel primo, le stime al tempo t
vengono condizionate alle sole osservazioni che si riferiscono a periodi precedenti, vale a dire E
t
jy
t 1
; y
t 2;
:::; y
1
; nel secondo, esse utilizzano lintero campione, ovvero
E
t
jy
T
; y
T 1
;
:::; y
1
, dove T rappresenta sia la nu- merosità campionaria, sia lindice temporale dellosservazione più recente. I residui ottenuti nel primo modo
vengono denominati ltered; quelli stimati sulla basa dellinformazione contenuta nellintero campione sono chiamati invece smoothed.
30
veri cato il cambiamento di regime o è apparsa unosservazione anomala. Harvey e Koopmans 1992 indicano quali sono i fattori di correzione da applicare ai momenti campionari dei
residui ausiliari per tenere conto della correlazione seriale delle stime e per garantire che la distribuzione asintotica delle statistiche usate nei test di curtosi e normalità sia effettivamente
una
2
. Poiché si può dimostrare che per i momenti campionari dal secondo al quarto ordine vale la proprietà che
p T m
l
N
l
; l l
2l
dove l = 2; 3; 4 e l =
1
P
= 1 l
,
55
il test di curtosi diventa
K = k
3
2
24 4 =T e quello di normalità si modi ca in
N = s
2
6 3 =T +
k 3
2
24 4 =T
La scelta del modello
La scelta del modello ottimale per ciascuna delle 6 serie tributarie è effettuata confrontando 4 speci cazioni alternative. Partendo dalla formulazione più generale, in cui
tutte le componenti - ciclo, livello e pendenza del trend - sono stocastiche, si sottopone a veri ca lipotesi che alcuni degli shock possano essere di tipo degenere. Le speci cazione
messe a confronto sono: 1 il modello generale; 2 quello in cui la pendenza del trend è non stocastica
2
= 0; 3 quello in cui il livello di
t
è sso
2
= 0; 4 quello senza componente ciclica
2
=
2
= 0.
56
Il criterio di selezione si basa sulla massimizzazione della goodness-of- t e sulla minimizzazione del numero dei parametri da
stimare. La precisione del modello viene misurata dallerrore standard e dal coef ciente di determinazione. I confronti diretti tra speci cazioni alternative, per decidere se le componenti
55
Il valore di l =
1
P
= 1
l
può essere calcolato analiticamente solo nei modelli più semplici. In generale è necessario fare ricorso ad algoritmi di tipo numerico. Koopman 1993 contiene una descrizione di alcune delle
procedure di calcolo più diffuse.
56
Il modello con pendenza non-stocastica
2
= 0 viene usualmente indicato con il nome local level with drift; quello in cui il livello è sso
2
= 0 è invece denominato smooth trend.
31
strutturali sono di tipo deterministico o stocastico, sono invece dif cili da effettuare, perché in genere comportano che uno o più coef cienti del modello non siano punti interni dello
spazio parametrico, violando una delle condizioni di regolarità necessarie af nché lo stimatore di massima verosimiglianza converga a una distribuzione normale e i test di massima
verosimiglianza si distribuiscano asintoticamente come delle
2
. I test dei moltiplicatori di Lagrange, che non risentono di questo inconveniente, hanno però una scarsa potenza, in
quanto non tengono conto del fatto che lipotesi alternativa è unidirezionale. Per i confronti tra modelli esiste una classe di test che è localmente invariante e ottima, ma essa si basa su
una distribuzione non standard Cramer-von Mises e richiede tabulazioni ad-hoc. Come si è detto nel pagrafo 3.1, in alcuni casi la speci cazione del modello è stata
modi cata aggiungendo variabili di comodo. In presenza di intervention dummies, il modello di scomposizione diventa il seguente:
y
t
=
t
+
t
+ d
t
+
t
dove d
t
rappresenta il vettore di variabili di comodo. Quando le serie sono espresse in logaritmi, la correzione risulta proporzionale al gettito dellimposta; quando sono messe in
relazione con la base imponibile, essa è proporzionale a questultima. La rappresentazione nello spazio degli stati di un modello con intervention dummies ha
come equazione di transizione 2
6 6
6 6
4
t t
t t
t
3 7
7 7
7 5
= 2
6 6
6 6
4 1 1
0 1 0 0
cos
c
sin
c
0 0 sin
c
cos
c
0 0 1
3 7
7 7
7 5
2 6
6 6
6 4
t 1
t 1
t 1
t 1
t 1
3 7
7 7
7 5
+ 2
6 6
6 6
4
t t
t t
3 7
7 7
7 5
e come equazione di misurazione
y
t
= 1 0 1 0 d
t
2 6
6 6
6 4
t t
t t
t
3 7
7 7
7 5
+
t
Il vettore dei parametri incogniti diventa
2
;
2
;
2
;
2
; ;
c
; . Iterando il ltro di
Kalman si ottengono il valore e la varianza degli errori di previsione: nellipotesi che essi
32
siano distribuiti normalmente, è possibile costruire la funzione di verosimiglianza e stimare il vettore di parametri
. Lanalisi è stata effettuata sulle sei componenti del prelievo e per tutte le tre de nizioni
gettito effettivo, gettito al netto delle imposte una tantum, gettito corretto; per ciascuna variabile è stata considerata sia la trasformata logaritmica, sia laliquota implicita, arrivando
quindi a un totale di 36 modelli stimati. Le tavole dalla 1a alla 1c presentano i risultati della stima per le sei voci di entrata. La 1a si riferisce alle serie del gettito effettivo; la 1b a quelle
corrette per le una tantum; la 1c alle serie aggiustate anche per gli interventi discrezionali. In aggiunta a quanto già detto nel paragrafo 3.2, dalle tavole 1a-1c risultano evidenti i seguenti
risultati: i quando le serie sono espresse in scala logaritmica, la speci cazione che garantisce
il miglior tting è quella in cui = 0 smooth trend e il trend è un processo integrato del
secondo ordine. Unica eccezione è la serie delle imposte indirette calcolate al netto delle misure discrezionali, in cui è il modello senza restrizioni a minimizzare lo standard error
della regressione e a massimizzare l R
2 d
. Il modello smooth trend ben si adatta a processi il cui tasso di crescita si modi ca lentamente nel tempo e quindi non è sorprendente che
questa speci cazione colga, meglio di altre, leffetto sul gettito tributario del lento processo di disin azione e del graduale rallentamento del tasso di crescita dellattività produttiva,
fenomeni che hanno interessato leconomia italiana nellultimo quarto di secolo; ii i residui di stima risultano essere, nella maggior parte dei casi, normali e non
autocorrelati. Le proprietà statistiche degli errori sembrano deteriorarsi quando le serie
vengono depurate dalle misure una tantum e da quelle permanenti: due volte levidenza empirica mostra sintomi di correlazione seriale imposte indirette e ritenute alla fonte sui
redditi da lavoro dipendente e due volte indica non normalità dei residui IVA e ritenute alla fonte sui redditi da lavoro dipendente. Dato il numero di modelli stimati, la frequenza dei casi
in cui lipotesi di nullità è ri utata è in linea con la dimensione ovvero con lerrore del primo tipo dei test;
iii il valore del coef ciente di determinazione R
2 d
è mediamente più elevato per le serie logaritmiche, mentre per quelle espresse in rapporto alla base imponibile è talvolta modesto,
in particolare per IVA e Irpeg. La cosa non è sorprendente dato che le variabili che presentano un trend risultano in genere più facili da modellare.
33
Per ciascuno dei modelli prescelti, il residuo dellequazione di misurazione e le innovazioni smoothed al livello e alla pendenza della componente di trend sono stati analizzati
per individuare outliers o cambiamenti di regime. Le tavole 2a e 2b contengono i risultati dei test di normalità e curtosi condotti sui 36 modelli selezionati; le statistiche sono corrette
per tener conto dellautocorrelazione seriale presente nelle innovazioni delle componenti strutturali del modello. Levidenza empirica risulta ampiamente favorevole e conferma che
i modelli stimati sono correttamente speci cati. Per nessuna serie è possibile riscontrare salti anomali nel livello o nella pendenza della componente di trend e solo per il gettito dellIrpef
versata dai lavoratori autonomi cè evidenza della presenza di un outlier, che però non crea problemi nellidenti cazione e nella stima della componente strutturale del gettito.
Riferimenti bibliogra ci
Abritta, L., D. Ballanti, R. Convenevole, C. Equizzi, e S. Pisani 2003, Gli effetti dellapplicazione degli studi di settore nel biennio 1998-99, Agenzia delle Entrate,
Documento di lavoro n. 20035. Balassone F., D. Franco e A. Staderini 2003, Tax poliy in EMY: a preliminary Assessment,
Tax Policy, Banca dItalia, Roma. Balassone F., D. Franco e S. Momigliano e D. Monacelli 2002, Italy: Fiscal Consolidation
and its Legacy, in Banca dItalia, The Impact of Fiscal Policy, Roma. Banca dItalia, Bollettino Economico, Riquadro dedicato alla manovra di bilancio dellanno,
vari anni. Banca dItalia, Relazione annuale, Sezione Finanza pubblica, vari anni.
Bernasconi, M. e F. La Pecorella 2006, “I condoni nel sistema tributario italiano”, in Guerra e Zanardi a cura di 2006, La nanza pubblica italiana, Rapporto 2006, Bologna, Il
Mulino. Bouthevillain, C., P. Cour-Thimann, G. Van Den Dool , P. Hernandez de Cos, G. Langenus, M.
Mohr, S. Momigliano e M. Tujula 2001, Cyclically adjusted Balances: an alternative Approach, ECB Working Paper, n. 77.
Brandolini, A. 2007, Income Inequality and Poverty in Italy: a statistical Compendium, Mimeo.
Ceriani, V. 2006, Audizione del rappresentante della Banca dItalia, presso la Commissione consultiva sullimposizione scale delle società, Roma 12 settembre 2006.
Ceriani V. F. Frasca e D. Monacelli 1992, “Il sistema tributario e il disavanzo pubblico: problemi e prospettive”, in Il Disavanzo pubblico in Italia: natura strutturale e politiche
di rientro, Il Mulino. Commissione europea 2008, Public nance in EMU.
Convenevole, R. e S. Pisani 2003, Le basi imponibili IVA. Unanalisi del periodo 1982- 2001, Agenzia delle entrate, Documento di lavoro, n. 20031.
Degni, M., N. Emiliani, F. Gastaldi, G. Salvemini, C. Virno 2001, Il riequilibrio della nanza pubblica negli anni novanta, Studi e Note Economiche, Quaderni, n. 7.
Devereux, M. P. e A. Klemm 2004, “Why has the Corporate Tax raised so much Revenue?”, Fiscal Studies, 25.
Devereux, M. P. e P. B. Sorenson 2006, “The Corporate Income Tax: international Trends and Options for fundamental Reform”, European Economy Economic papers, presentato
35
al Workshop on corporation income tax competition and coordination in the European Union, tenutosi a Bruxelles il 25 settembre 2006.
European Commission 1995, The Commission Services Method for cyclical Adjustment of Government Budget Balance, Technical Note, European Economiy, 6.
Fox, W. F e C. Campbell 1984, Stability of the State Sales Tax Income Elasticity, National Tax Journal, 37, 2.
Franco, D. 2006, “La nanza pubblica italiana: alcuni elementi di ri essione”, in Brosio, G. e G. Muraro 2006 Il nanziamento del settore pubblico, Milano, Franco Angeli.
Gennari, E. , G. Maurizi e A. Staderini 2005, Estimating the Reactivity of Investment to Tax Changes: the Case of Italy in the Ninethies, Politica Economica, 2005, n. 3.
Ginebri, S., B. Maggi e M. Turco 2005, The automatic Reaction of the Italian Government Budget to Fundamentals: an econometric Analyses, Applied Economics, 2005, 37.
Giorno, C., P. Richardson, D. Roseveare e P. Van Den Noord 1995, Estimating potential Output, Output Gaps and structural Balances, OECD Economics Department Working
Paper, 152. Groves, H,.M. e C. H. Kahn 1952, The Stability of State and Local Tax Yields, American
Economic Review, 52, 1. Harvey, A.C. 1989, Forecasting, Structural Time Series Models and the Kalman Filter,
Cambridge University Press, Cambridge. Harvey, A.C. e S.J. Koopman 1992, “Diagnostic Checking of Unobserved-Components Time
Series Models”, Journal of Business and Economic Statistics, vol.10 no.4. Koopman, S.J. 1993, Disturbance smoother for state space models, Biometrika, vol.80.
Kremer, I., C. R. Braz, T. Brosen, G. Langenus, S. Momigliano, S. Spolander 2006, A disaggregated framework for the analysis of structural developments in public nances,
ECB Working Paper n. 579. Longobardi, E. 2001, “Ventanni dopo ovvero la lunga marcia degli studi di settore”, Il Fisco,
n. 34. Marigliani, M. e S. Pisani 2007, Le basi imponibili IVA. Aspetti generali e principali
risultati per il periodo 1980-2004, Agenzia delle Entrate, Documento di lavoro 20077. Marino, M.R., G. Messina e A. Staderini 2007, “Gli effetti redistributivi della riforma
dellimposta sul reddito degli anni 2003-2005”, in Povertà e lavoro, Ravati G., ed, Carocci, Roma.
Marino M.R., S. Momigliano e P. Rizza 2008, I conti pubblici nel decennio 1998-2007: fattori temporanei, tendenze di medio periodo, misure discrezionali, Banca dItalia,
Questioni di Economia e Finanza occasional paper, n. 15.
36
Marino, M.R.e A. Staderini 2006, “The Personal Income Tax in Italy: what Legacy from the 2003-05 Reform?” presentato al Convegno Assessing the impact of tax reforms
organizzato dal Banco de Espana, 28 Settembre 2006, Madrid. Martinez-Montgay, L. A. Masa Lasierra e J. Yaniz Igal 2007, Asset Booms and Tax
Receipts: the Case of Spain, 1995-2206, DG ECFIN. Momigliano, S. e A. Staderini 1999, A new Method of Assessing the Structural Budget
Balance: Results for the Years 1995-2000, Banca dItalia, Indicators of structural budget balance, Roma.
Monacelli, D., A. Staderini e S. Zotteri 2001, Il contributo alla crescita della tassazione dei redditi da capitale: unanalisi del caso italiano, in Bordignon, M. e D. Da Empoli ed,
Politica scale, essibilità dei mercati e crescita, Franco Angeli, Milano. Morcaldo, G. 2005, Una politica economica per la crescita, Milano, Franco Angeli.
Morris, R. e L. Schuknecht 2007, Structural Balances and Revenue Windfalls, ECB Working paper series, n. 737, March 2007.
Santoro, A. 2006, “Evasione e studi di settore. Quali risultati? Quali prospettive?”, in Guerra e Zanardi a cura di 2006, La nanza pubblica italiana, Rapporto 2006, Bologna il
Mulino. Sobel, R. S e R. G. Holcombe 1996, Measuring the Growth and Variability of Tax Bases
over the Business Cycle, National Tax Journal, 49, 4. Spaventa, L. e V. Chiorazzo 2000, Astuzia o virtù? Come accadde che lItalia fu ammessa
allUnione Monetaria, Roma, Donzelli. Staderini, A. 2001, Tax Reforms to in uence Corporate Financial Policy: the Case of the
Italian Business Tax Reform of 1997-98, Temi di Discussione della Banca dItalia, n. 423.
Swiston, A., M. Muhleisen e K. Mathai 2007, US Revenue Surprises: are happy Days here to stay?, IMF Working Paper, WP07143.
Visco, V. 1984, Disfunzioni e iniquità dellIrpef e possibili alternative:unanalisi del funzionamento dellimposta sul reddito in Italia nel periodo 1977-83, Gerelli, E. e R.
Valiani ed, La crisi dellimposizione progressiva sul reddito, Franco Angeli. Wolswijk, G. 2007, “Short and Long Run Tax Elasticità. The case of Netherlands.” ECB
Working paper series, n. 763, June 2007.
Tavola 1 - Effetti delle misure discrezionali
valori a prezzi correnti; in miliardi di euro
Misure con effetti temporanei
Misure con effetti permanenti
Totale di cui
riguardanti imposte
permanenti Totale
Dirette 1 Ritenute
Irpef lavoro dip.
Irpef in autotassazione 1
IrpegIres 1 Totale
Indirette 2 IVA
1978 0,3 0,2
0,2 0,0 0,0 0,0 0,6
0,2 1979
0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
0,4 0,0
1980 0,0 0,0
0,0 0,0 0,0 0,0 0,4
0,3 1981
0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
0,4 0,3
1982 2,5 0,3
-0,1 -0,5 0,0 0,0
1,5 0,4
1983 4,3 0,0
-1,2 -1,9
-0,5 0,5
5,4 2,5
1984 1,2 0,0
1,8 0,0 0,0 0,8 0,5
0,0 1985
0,5 0,0 1,8 0,0 0,8 0,0
0,8 0,4
1986 0,3 0,0
-2,0 -2,2
-0,3 0,0
3,2 0,5
1987 0,1 0,0
0,0 0,0 0,0 0,0 1,3
0,5 1988 2,3
1,9 0,5
-0,6 0,0 0,0 4,3
2,3 1989 0,9
0,0 -2,3
-3,1 0,2 0,8 4,6
2,1 1990 0,2
0,0 -0,4
-1,0 0,0 0,0 5,1
0,0 1991 4,4
1,3 -0,1
-0,2 0,6 0,3 5,4
0,3 1992 15,3
0,0 8,4
3,7 3,5 1,2 1,8
0,0 1993 7,8
0,0 -1,2
0,0 0,0 0,5 0,6
1,1 1994
4,7 1,3 0,9 0,0 0,0 0,9
1,3 0,6
1995 10,0 0,7
1,0 0,0 0,5 0,5
4,5 1,9
1996 8,1 1,8
1,1 -0,5 0,3 1,4
1,9 0,0
1997 14,3 3,1
0,0 0,0 0,0 0,0
0,7 0,4
1998 7,8 0,0
7,4 3,0 1,9 1,5 3,6
3,6 1999
1,6 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
0,0 0,0
2000 1,0 0,0
-8,8 -5,4
-3,4 0,0
-0,7 0,0
2001 9,3 0,0
-5,9 -1,9
-1,0 -0,8
-0,4 0,0
2002 9,3 0,0
-2,5 -1,3
-1,0 0,0
0,0 0,0
2003 17,3 0,0
-8,4 -4,3
-2,1 -1,7
0,2 0,0
2004 19,5 1,1
0,7 0,0 0,8 0,0
0,0 0,0
2005 2,2 0,0
-2,1 -4,0
-0,9 2,8
1,6 0,0
2006 8,9 2,4
4,7 0,0 1,7 3,0 0,0
0,0
Fonte: per le misure permanenti e per quelle temporanee riguardanti le imposte permanenti elaborazioni su informazioni tratte dalle note tecniche di accompagnamento delle manovre cfr. Bollettino economico Banca dItalia, vari anni incrociate con valutazioni ex post tratte da
Relazione Banca dItalia vari anni e Morcaldo 2005. Per le imposte di natura temporanea Rendiconto generale dello Stato. 1 Relativamente allIrpef versata in autotassazione e allIrpeg gli effetti sono stati ricostruiti coerentemente con la metodologia utilizzata in
questo lavoro che ricostruisce limposta di competenza sommando per ciascuno anno agli acconti dellanno il saldo versato nellanno successivo. 2 Non include gli effetti delle misure su lotto e lotterie perché non incluse nellaggregato di entrate analizzato in questo lavoro.
σ R
2 d
Q Norm
σ R
2 d
Q Norm
Imposte dirette
LLTM 0.051
0.770 10.354
2.394 0.006
0.577 12.260
2.985 σ
ς
=0 0.077
0.417 8.701
0.088 0.006
0.614 4.931
3.628
σ
η
=0 0.051
0.770 6.249
2.394
0.006 0.577
5.998 2.985
σ
ω
= σ
ω
=0 0.059
0.693 6.727
0.970 0.006
0.530 6.320
0.787
Imposte indirette
LLTM 0.042
0.650 4.782
0.413 0.006
0.392 5.621
0.173 σ
ς
=0 0.063
0.199 4.806
1.681 0.006
0.392 3.186
0.173 σ
η
=0
0.042 0.650
4.156 0.413
0.006 0.449
3.303 0.078
σ
ω
= σ
ω
=0 0.047
0.549 4.445
0.478 0.006
0.392 2.427
0.173
Ritenute lav. dip.
LLTM 0.043
0.819 6.717
0.826 0.007
0.582 8.222
1.273 σ
ς
=0 0.087
0.270 8.684
2.261 0.006
0.601 8.129
2.199
σ
η
=0 0.043
0.819 5.636
0.826 0.007
0.522 6.914
1.384 σ
ω
= σ
ω
=0 0.047
0.787 4.963
2.711 0.007
0.503 3.969
2.274
Irpef lav. autonomi
LLTM 0.089
0.439 4.194
3.461 0.003
0.398 4.516
0.198
σ
ς
=0 0.108
0.171 6.109
1.117 0.003
0.292 7.809
0.096 σ
η
=0
0.086 0.475
2.986 2.343
0.003 0.380
5.123 0.341
σ
ω
= σ
ω
=0 0.089
0.439 2.795
3.461 0.003
0.285 5.583
0.116
IrpegIres
LLTM 0.081
0.533 7.366
1.542 0.002
0.518 6.033
0.529 σ
ς
=0 0.089
0.438 6.949
0.341
0.002 0.518
4.654 0.529
σ
η
=0
0.080 0.546
5.073 1.505
0.002 0.518
4.654 0.529
σ
ω
= σ
ω
=0 0.095
0.366 6.091
1.625 0.003
0.169 7.471
0.855
IVA LLTM
0.048 0.568
6.563 3.746
0.003 0.230
3.692 4.780
σ
ς
=0 0.072
0.049 4.496
4.397 0.003
0.230 3.246
4.780
σ
η
=0
0.046 0.611
4.634 4.563
0.004 0.025
1.879 4.922
σ
ω
= σ
ω
=0 0.054
0.455 2.310
0.925 0.004
0.029 3.760
2.291
Tavola 2a - Selezione del modello con miglior adattamento ai dati
Per ciascuna delle 6 voci di entrata vengono stimati 4 modelli strutturali univariati e viene evidenziato in rosso quello che garantisce il miglior adattamento ai dati. Nella prima sezione la variabile endogena è espressa in forma logaritmica; nella
seconda è messa in rapporto a una proxy macroeconomica della base imponibile. Le equazioni in entrambi i casi sono stimate sul periodo 1978-2006. LLTM indica il modello local linear trend senza restrizioni;
σ
ς
=0 indica quello in cui la pendenza è costante;
σ
η
=0 si riferisce al caso in cui il trend è un processo I2; la restrizione σ
ω
= σ
ω
=0 elima il ciclo dalla scomposizione della serie. Per valutare le proprietà statistiche di ciascun modello vengono considerate 4 statistiche: lo standard error della
regressione; il coefficiente di determinazione; il test di autocorrelazione di Box-Ljung; il test di Doornik e Hansen di normalità. I test di autocorrelazione e normalità si distribuiscono asintoticamente come
χ
2
con 6 e 2 gradi di libertà; per α=.05 i rispettivi
valori critici sono 12.6 e 5.99.
serie in scala logaritmica serie in rapporto alla base imponibile
serie ufficiali del bilancio dello stato
σ R
2 d
Q Norm
σ R
2 d
Q Norm
Imposte dirette
LLTM 0.049
0.752 7.055
1.667 0.005
0.444 6.200
0.314 σ
ς
=0 0.075
0.403 5.729
0.189 0.005
0.506 5.510
0.216
σ
η
=0 0.049
0.752 6.805
1.667
0.005 0.444
5.943 0.314
σ
ω
= σ
ω
=0 0.056
0.674 8.732
3.357 0.006
0.317 10.453
0.637
Imposte indirette
LLTM 0.039
0.675 8.762
1.623 0.005
0.624 5.559
2.158 σ
ς
=0 0.065
0.089 7.189
1.380 0.006
0.469 2.421
0.191 σ
η
=0
0.039 0.675
6.637 1.623
0.005 0.489
2.567 0.118
σ
ω
= σ
ω
=0 0.044
0.589 5.387
0.717 0.006
0.469 2.159
0.191
Ritenute lav. dip.
LLTM 0.043
0.820 6.819
0.729 0.007
0.586 7.772
1.246 σ
ς
=0 0.094
0.157 9.707
6.648 0.006
0.604 7.550
2.479
σ
η
=0 0.043
0.820 5.588
0.729 0.007
0.526 6.274
1.297 σ
ω
= σ
ω
=0 0.047
0.790 4.980
2.827 0.007
0.511 3.736
2.487
Irpef lav. autonomi
LLTM 0.089
0.439 4.194
3.461 0.003
0.398 4.516
0.198
σ
ς
=0 0.108
0.171 6.109
1.117 0.003
0.292 7.809
0.096 σ
η
=0
0.086 0.475
2.986 2.343
0.003 0.380
5.123 0.341
σ
ω
= σ
ω
=0 0.089
0.439 2.795
3.461 0.003
0.285 5.583
0.116
IrpegIres
LLTM 0.083
0.524 6.074
1.832 0.002
0.548 6.258
0.543 σ
ς
=0 0.092
0.406 6.942
0.360
0.002 0.548
5.278 0.543
σ
η
=0
0.082 0.528
4.482 1.450
0.002 0.548
5.278 0.543
σ
ω
= σ
ω
=0 0.092
0.409 4.800
2.615 0.003
0.258 7.389
1.335
IVA LLTM
0.049 0.560
5.378 5.132
0.004 0.185
5.118 3.596
σ
ς
=0 0.066
0.199 6.902
7.217 0.004
0.030 5.279
1.292 σ
η
=0
0.049 0.560
5.737 5.133
0.004 0.012
4.260 1.681
σ
ω
= σ
ω
=0 0.056
0.419 4.635
2.261 0.004
0.030 5.061
1.292
Per ciascuna delle 6 voci di entrata vengono stimati 4 modelli strutturali univariati e viene evidenziato in rosso quello che garantisce il miglior adattamento ai dati. Nella prima sezione la variabile endogena è espressa in forma logaritmica; nella
seconda è messa in rapporto a una proxy macroeconomica della base imponibile. Le equazioni in entrambi i casi sono stimate sul periodo 1978-2006. LLTM indica il modello local linear trend senza restrizioni;
σ
ς
=0 indica quello in cui la pendenza è costante;
σ
η
=0 si riferisce al caso in cui il trend è un processo I2; la restrizione σ
ω
= σ
ω
=0 elima il ciclo dalla scomposizione della serie. Per valutare le proprietà statistiche di ciascun modello vengono considerate 4 statistiche: lo standard error della
regressione; il coefficiente di determinazione; il test di autocorrelazione di Box-Ljung; il test di Doornik e Hansen di normalità. I test di autocorrelazione e normalità si distribuiscono asintoticamente come
χ
2
con 6 e 2 gradi di libertà; per α=.05 i rispettivi
valori critici sono 12.6 e 5.99.
serie in scala logaritmica serie in rapporto alla base imponibile
Tavola 2b - Selezione del modello con miglior adattamento ai dati
serie corrette per tener conto degli sfasamenti temporali, delle imposte abolite e delle una-tantum
σ R
2 d
Q Norm
σ R
2 d
Q Norm
Imposte dirette
LLTM 0.055
0.708 8.381
0.511 0.005
0.536 7.725
0.702 σ
ς
=0 0.076
0.443 10.827
1.252 0.005
0.536 6.692
0.702
σ
η
=0 0.055
0.708 7.876
0.511
0.006 0.453
7.314 1.311
σ
ω
= σ
ω
=0 0.066
0.581 5.986
1.634 0.006
0.392 5.796
0.878
Imposte indirette
LLTM 0.034
0.664 10.169
0.388 0.005
0.539 16.199
0.553 σ
ς
=0 0.051
0.256 10.221
0.588 0.006
0.421 9.369
0.555 σ
η
=0 0.036
0.634 8.073
0.581 0.005
0.539 13.878
0.553
σ
ω
= σ
ω
=0 0.036
0.632 8.022
0.551 0.006
0.440 9.426
0.724
Ritenute lav. dip.
LLTM 0.058
0.693 10.436
0.951 0.007
0.421 17.719
10.334 σ
ς
=0 0.088
0.305 7.701
1.892 0.007
0.471 13.608
8.799
σ
η
=0 0.058
0.693 9.415
1.444 0.007
0.433 10.320
5.335 σ
ω
= σ
ω
=0 0.065
0.624 4.786
0.527 0.008
0.348 9.815
14.274
Irpef lav. autonomi
LLTM 0.089
0.439 4.194
3.461 0.002
0.586 9.514
8.857 σ
ς
=0 0.108
0.171 6.109
1.117 0.002
0.586 9.278
8.857 σ
η
=0
0.086 0.475
2.986 2.343
0.002 0.588
7.771 3.512
σ
ω
= σ
ω
=0 0.089
0.439 2.795
3.461 0.002
0.477 7.118
9.499
IrpegIres
LLTM 0.083
0.524 6.074
0.183 0.003
0.172 4.902
3.620 σ
ς
=0 0.092
0.406 6.942
0.360
0.003 0.172
4.661 3.620
σ
η
=0
0.082 0.528
4.482 1.450
0.003 0.171
3.468 1.111
σ
ω
= σ
ω
=0 0.092
0.409 4.800
2.615 0.003
0.172 3.213
3.620
IVA LLTM
0.048 0.501
6.336 1.002
0.004 0.188
5.045 6.106
σ
ς
=0 0.065
0.090 2.401
12.449 0.004
0.028 3.252
3.827 σ
η
=0
0.048 0.501
5.333 1.002
0.004 0.188
5.034 6.106
σ
ω
= σ
ω
=0 0.052
0.415 2.384
2.892 0.004
0.022 2.736
3.757
Per ciascuna delle 6 voci di entrata vengono stimati 4 modelli strutturali univariati e viene evidenziato in rosso quello che garantisce il miglior adattamento ai dati. Nella prima sezione la variabile endogena è espressa in forma logaritmica; nella
seconda è messa in rapporto a una proxy macroeconomica della base imponibile. Le equazioni in entrambi i casi sono stimate sul periodo 1978-2006. LLTM indica il modello local linear trend senza restrizioni;
σ
ς
=0 indica quello in cui la pendenza è costante;
σ
η
=0 si riferisce al caso in cui il trend è un processo I2; la restrizione σ
ω
= σ
ω
=0 elima il ciclo dalla scomposizione della serie. Per valutare le proprietà statistiche di ciascun modello vengono considerate 4 statistiche: lo standard error della
regressione; il coefficiente di determinazione; il test di autocorrelazione di Box-Ljung; il test di Doornik e Hansen di normalità. I test di autocorrelazione e normalità si distribuiscono asintoticamente come
χ
2
con 6 e 2 gradi di libertà; per α=.05 i rispettivi
valori critici sono 12.6 e 5.99.
serie in scala logaritmica serie in rapporto alla base imponibile
Tavola 2c - Selezione del modello con miglior adattamento ai dati
serie corrette per tener conto delle imposte temporanee e delle misure discrezionali
N K
N K
N K
Imposte dirette
gettito effettivo
0.554 0.545
● ●
0.401 0.351
gettito al netto delle una-tantum
0.021 0.002
● ●
1.727 0.537
gettito al netto delle misure permanenti
0.474 0.043
● ●
1.900 0.765
Imposte indirette
gettito effettivo
0.569 0.281
● ●
0.507 0.003
gettito al netto delle una-tantum
0.851 0.313
● ●
0.673 0.361
gettito al netto delle misure permanenti
0.504 0.453
0.928 0.037
0.613 0.577
Ritenute lav. dip.
gettito effettivo
0.965 0.857
● ●
0.824 0.335
gettito al netto delle una-tantum
0.896 0.779
● ●
0.833 0.321
gettito al netto delle misure permanenti
0.716 0.065
● ●
2.109 0.149
Irpef lav. autonomi
gettito effettivo
0.922 0.814
4.288 0.941
1.856 0.034
gettito al netto delle una-tantum
0.922 0.814
4.288 0.941
1.856 0.034
gettito al netto delle misure permanenti
0.922 0.814
4.288 0.941
1.856 0.034
IrpegIres
gettito effettivo
1.048 1.043
● ●
0.762 0.759
gettito al netto delle una-tantum
0.540 0.539
● ●
0.861 0.827
gettito al netto delle misure permanenti
0.540 0.539
● ●
0.861 0.827
IVA
gettito effettivo
0.029 0.022
● ●
0.735 0.563
gettito al netto delle una-tantum
0.291 0.063
● ●
0.679 0.423
gettito al netto delle misure permanenti
0.792 0.223
● ●
0.765 0.651
serie in scala logaritmica
Tavola 3a - Residui ausiliari e cambiamenti di regime
La tabella presenta i valori del test di normalità N e curtosi K applicati ai residui ausiliari ottenuti scomponendo le serie storiche del gettito tributarie in componenti strutturali. Le prime due colonne contengono i risultati relativi
alla componente idiosincratica, mentre le successive quattro si riferiscono allo shock al livello e, rispettivamente, alla pendenza della componente di trend . Le equazioni sono stimate sul periodo 1978-2006 e, tranne i casi di
ritenute e Irpef, includono intervention dummy per modellare i cambiamenti di regime. I test di curtosi e normalità
nella versione proposta da Bowman e Shenton si distribuiscono asintoticamente come χ
2
con 1 e 2 gradi di libertà; per
α=.05 i rispettivi valori critici sono 3.84 e 5.99, mentre per α=.01 sono 6.63 e 9.21. I valori evidenziati in rosso con una e due stellette indicano i casi in cui il test rigetta lipotesi di nullità a livelli di significatività del 5 e,
rispettivamente, 1 per cento.
ε
t
η
t t
N K
N K
N K
Imposte dirette
gettito effettivo
0.738 0.505
1.287 0.043
● ●
gettito al netto delle una-tantum
0.349 0.268
0.065 0.029
● ●
gettito al netto delle misure permanenti
2.964 0.500
0.197 0.097
● ●
Imposte indirette
gettito effettivo
0.968 0.637
● ●
0.464 0.414
gettito al netto delle una-tantum
1.128 0.985
● ●
0.774 0.704
gettito al netto delle misure permanenti
0.349 0.202
● ●
0.775 0.607
Ritenute lav. dip.
gettito effettivo
0.555 0.550
4.062 1.258
● ●
gettito al netto delle una-tantum
0.462 0.443
4.181 1.394
● ●
gettito al netto delle misure permanenti
0.915 0.190
3.589 3.501
● ●
Irpef lav. autonomi
gettito effettivo
1.473 0.328
1.131 1.076
0.364 0.331
gettito al netto delle una-tantum
1.473 0.328
1.131 1.076
0.364 0.331
gettito al netto delle misure permanenti
13.839 11.28
● ●
1.674 1.522
IrpegIres
gettito effettivo
1.236 0.302
0.046 0.003
● ●
gettito al netto delle una-tantum
0.408 0.238
0.061 0.035
● ●
gettito al netto delle misure permanenti
0.270 0.121
0.333 0.063
● ●
IVA
gettito effettivo
0.189 0.135
3.634 1.247
● ●
gettito al netto delle una-tantum
0.506 0.106
0.954 0.583
1.710 1.580
gettito al netto delle misure permanenti
0.651 0.237
● ●
2.162 0.840
serie in rapporto alla base imponibile
Tavola 3b - Residui ausiliari e cambiamenti di regime
La tabella presenta i valori del test di normalità N e curtosi K applicati ai residui ausiliari ottenuti scomponendo le serie storiche del gettito tributarie in componenti strutturali. Le prime due colonne contengono i risultati relativi
alla componente idiosincratica, mentre le successive quattro si riferiscono allo shock al livello e, rispettivamente, alla pendenza della componente di trend . Le equazioni sono stimate sul periodo 1978-2006 e, tranne i casi di
ritenute e Irpef, includono intervention dummy per modellare i cambiamenti di regime. I test di curtosi e normalità
nella versione proposta da Bowman e Shenton si distribuiscono asintoticamente come χ
2
con 1 e 2 gradi di libertà; per
α=.05 i rispettivi valori critici sono 3.84 e 5.99, mentre per α
=
.01 sono 6.63 e 9.21. I valori evidenziati in rosso con una e due stellette indicano i casi in cui il test rigetta lipotesi di nullità a livelli di significatività del 5 e,
rispettivamente, 1 per cento.
ε
t
η
t t
Tavola 4 -Interventi sullIrpef e sulle imposte sostitutive sui rendimenti delle attività finanziarie
Irpef Imposte sostitutive
rendimenti attività finanziarie
Aumento detrazioni
carichi familiari
Aumento detrazioni
per tipo di reddito
Aumento selettivo
alcune detrazioni
Modifica aliquote e scaglioni
Indicatore di progressività
1 Modifica
aliquota Modifica
versamenti 8
1978 no
1,9 si si
1979 si no
1,9 no no
1980 si si si no
1,9 no si
1981 si si si no
1,9 si no
1982 si si si no
1,8 si si
1983 si
si riforma struttura 2
1,6 si no
1984 si si
no 1,9
no si 1985 si
si no
1,8 no no
1986 si
si riforma struttura 2
1,7 si si
1987 si no
1,7 no no
1988 si si si no
1,6 si si
1989 3
si si si riforma struttura 2
1,6 no no
1990 4 si
si 1,7
no no 1991
4 si si
si 1,7
no si 1992 5
riforma struttura 2 1,8
no no 1993 6
si no
1,7 no si
1994 si si no
1,7 no no
1995 7 si
no 1,7
si no 1996 7
si no
1,6 si si
1997 si no
1,6 no si
1998 si
si riforma struttura 2
1,6 si no
1999 si no
1,6 no no
2000 si si si si
1,7 no no
2001 si
riforma struttura 2 1,7
no no 2002
si no 1,7
no no 2003 7
no si
riforma struttura 2 2,1
no no 2004
no 2,1
no no 2005 8
si riforma struttura 2
2,0 no no
2006 no
2,0 no no
Fonte: Relazione Banca d’Italia - Appendice - Principali provvedimenti in materia economica vari anni 1 E’ calcolato come media semplice degli indicatori locali di progressività LP calcolati per livelli puntuali di reddito di una scala dei redditi
assunta costante in termini reali; non è ponderato per la distribuzione dei redditi. 2 Questi anni sono interessati da una riforma che ha
riguardato sia le detrazioni sia la curva delle aliquote. 3 Nel 1989 viene emanato il Dl 691989 che stabilisce ladeguamento automatico degli
scaglioni, delle detrazioni e dei limiti di reddito per poterne fruire negli anni in cui linflazione supera il 2; entra in vigore per la prima volta nel 1990.
4 Gli anni 1990 e 1991 sono gli unici due anni in cui il meccanismo automatico di revisione sia delle detrazioni e dei livelli di redditi per fruirne sia dei limiti degli scaglioni ha trovato integrale applicazione.
5 La riforma del 1992 è lunica introdotta con la finalità di aumentare il gettito; viene stabilita a fine 1992 e prelevata già sui redditi dello stesso anno in occasione del conguaglio di fine anno.
6 Viene stabilito che a partire dal 1993 il meccanismo automatico di indicizzazione allinflazione del DL 6989 si applica solo alle detrazioni e ai livelli di reddito per
poterne fruire. Già nel 1993 la norma viene applicata solo parzialmente. 7 In questi anni la legge finanziaria deroga esplicitamente al dettato del
DL 6989 stabilendo di destinare le risorse previste per la restituzione del drenaggio fiscale per aumentare le detrazioni per famiglie numerose con redditi bassi. 8Limposta sostitutiva sugli interessi dei depositi bancari viene versata dalle banche in due acconti durante lanno di
competenza e un saldo nellanno successivo. La misura di questi acconti ha subito moltissime modifiche negli anni
Tavola 5a - Stima del trend delle aliquote implicite corrette
Variabile dipendente Totale
Dirette Ritenute
Irpef lavoro dip.
Irpef in autotassazione
IrpegIres Totale
Indirette IVA
Costante -0,002 -0,067
-0,002 0,033 0,146
0,039 -0,118 -3,062
-0,604 -22,611 8,980 6,452 Misura delloutput gap settore privato
0,049 0,077
2,009 3,189
Inflazione 0,005
-0,052 8,589
-13,247 Prezzo del petrolio
-0,000 0,011
0,0152 -6,5426
5,595 11,816
Condoni e imposte una tantum -0,132
-0,047 -2,015
-1,803 ROE delle banche italiane
0,115 0,076
5,260 4,670
Tasso di interesse 0,000
3,811 Dividendi società quotate
0,180 4,129
Inflazione per grado di progressività Irpef
0,011 0,031 5,597 11,513
Grado di progressività dellIrpef 0,012
6,629 Quota di reddito dal 5 più ricco
0,405 1,309
4,709 8,973 Quota pensioni su base Irpef
-0,092 -4,294
Investimenti della PA 0,329
0,249 5,030
7,714 Consumi PAconsumi privati e pubblici
0,962 3,565
Quota consumi beni durevoli 0,21
2,247 Dummy anno 1983
0,017 2,938
Dummy anno 1979 0,009
3,242 R2 0,98
0,989 0,82 0,808
0,98 0,90
test di autocorrelazione 0,58 0,04
0,10 0,11 0,09 0,16
NOTE: Stime OLS. In parentesi t-ratio.
Tavola 5b - Stima delle aliquote implicite corrette
Variabile dipendente Ritenute Irpef
lavoro dipendente
Irpef versata in autotassazione
IrpegIres IVA Costante -0,079
-0,004 0,031 0,035
-2,461 -0,846 24,068 3,610 Misura delloutput gap settore privato
0,052 0,051
2,323 1,312
Inflazione 0,005
6,036 Prezzo del petrolio
-0,000 0,016
-6,756 7,831
Condoni e imposte una tantum -0,024
-0,603 ROE delle banche italiane
0,044 3,009
Dividendi società quotate 0,584
14,857 Inflazione per grado di progressività Irpef
0,029 7,429
Grado di progressività dellIrpef 0,013
4,703 Quota di reddito dal 5 più ricco
1,276 5,959
Quota pensioni su base Irpef -0,075
-2,380 Investimenti della PA
0,256 4,958
Dummy anno 1983 0,022
2,539 Dummy anno 1979
0,005 1,190
R2 0,98 0,710
0,94 0,78
Indice di autocorrelazione 0,21 0,007
0,14 0,10
NOTE: Stime OLS. In parentesi t-ratio.
1980 1990
2000 17.5
20.0 22.5
25.0 27.5
Fig.1 - Gettito tributario, misure una tantum e permanenti nel periodo 1978-2006
Gettito tributario
effettivo depurato delle una tantum
depurato delle misure una tantum e permanenti
1980 1990
2000 0.5
1.0 1.5
misure una tantum condoni tributari
1980 1990
2000 -0.5
0.0 0.5
1.0
Misure permanenti: imposte dirette
inasprimenti del prelievo sgravi
1980 1990
2000 50
100 150
Misure permanenti: imposte indirette
inasprimenti del prelievo sgravi
1980 2000
10 11
12
Fig.2a: Gettito tributario effettivo nel periodo 1978-2006
imposte dirette
1980 2000
10 11
12
imposte indirette
1980 2000
9 10
11
Irpef: ritenute sul lavoro dipendente
1980 2000
8 9
10
Irpef: autotassazione
1980 2000
7 8
9 10
NB: le serie sono rappresentate in scala logaritmica.
IrpegIres
1980 2000
9 10
11
IVA
1980 2000
10 11
12
Fig.2b: Gettito tributario depurato delle misure una tantum nel periodo 1978-2006
imposte dirette
1980 2000
10 11
12
imposte indirette
1980 2000
9 10
11
Irpef: ritenute sul lavoro dipendente
1980 2000
8 9
10
Irpef: autotassazione
1980 2000
7 8
9 10
NB: le serie sono rappresentate in scala logaritmica.
IrpegIres
1980 2000
9 10
11
IVA
1980 2000
10 11
12
Fig.2c: Gettito tributario depurato delle misure permanenti nel periodo 1978-2006
imposte dirette
1980 2000
10.0 10.5
11.0 11.5
12.0
imposte indirette
1980 2000
9 10
11
Irpef: ritenute sul lavoro dipendente
1980 2000
8 9
10
Irpef: autotassazione
1980 2000
7 8
9 10
NB: le serie sono rappresentate in scala logaritmica.
IrpegIres
1980 2000
10 11
IVA
1980 2000
0.100 0.125
0.150
Fig.2d: Gettito tributario effettivo nel periodo 1978-2006
imposte dirette su PIL
1980 2000
0.175 0.200
0.225
imposte indirette su consumi
1980 2000
0.10 0.15
0.20 0.25
Irpef: ritenute lav. dip. su monte salari
1980 2000
0.030 0.035
0.040
Irpef: autotassazione su RLG
1980 2000
0.02 0.03
0.04 0.05
0.06
NB: le serie sono espresse in rapporto a variabili macroeconomiche usate come proxy della base imponibile.
IrpegIres su RLG
1980 2000
0.09 0.10
0.11 0.12
0.13
IVA su consumi
1980 2000
0.08 0.10
0.12 0.14
Fig.2e: Gettito tributario depurato delle misure una tantum nel periodo 1978-2006
imposte dirette su PIL
1980 2000
0.175 0.200
0.225
imposte indirette su consumi
1980 2000
0.10 0.15
0.20 0.25
Irpef: ritenute lav. dip su monte salari
1980 2000
0.030 0.035
0.040
Irpef: autotassazione su RLG
1980 2000
0.02 0.03
0.04 0.05
0.06
NB: le serie sono espresse in rapporto a variabili macroeconomiche usate come proxy della base imponibile.
IrpegIres su RLG
1980 2000
0.09 0.10
0.11 0.12
0.13
IVA su consumi
1980 2000
0.08 0.10
0.12 0.14
Fig.2f: Gettito tributario depurato delle misure permanenti nel periodo 1978-2006
imposte dirette su PIL
1980 2000
0.200 0.225
0.250 0.275
imposte indirette su consumi
1980 2000
0.10 0.15
0.20 0.25
Irpef: ritenute lav. dip. su monte salari
1980 2000
0.020 0.025
0.030 0.035
Irpef: autotassazione su RLG
1980 2000
0.03 0.04
0.05
NB: le serie sono espresse in rapporto a variabili macroeconomiche usate come proxy della base imponibile.
IrpegIres su RLG
1980 2000
0.110 0.115
0.120 0.125
0.130
IVA su consumi
1980 2000
10 11
12
Fig.3a: Gettito tributario e componente di trend
imposte dirette trend
1980 2000
10 11
12
imposte indirette trend
1980 2000
9 10
11
ritenute trend
1980 2000
8 9
10
NB: le serie sono rappresentate in scala logaritmica.
Irpef trend
1980 2000
7 8
9 10
IrpegIres trend
1980 2000
9 10
11
IVA trend
1980 2000
10 11
12
Fig.3b: Gettito tributario depurato delle misure una tantum e componente di trend
imposte dirette trend
1980 2000
10 11
12
imposte indirette trend
1980 2000
9 10
11
ritenute trend
1980 2000
8 9
10
NB: le serie, rappresentate in scala logaritmica, sono depurate delle una tantum
Irpef trend
1980 2000
7 8
9 10
IrpegIres trend
1980 2000
9 10
11
IVA trend
1980 2000
10 11
12 Fig.3c: Gettito tributario depurato delle misure una tantum e permanenti e componente di trend
imposte dirette trend
1980 2000
10.0 10.5
11.0 11.5
12.0
imposte indirette trend
1980 2000
9 10
11
ritenute trend
1980 2000
8 9
10
NB: le serie sono rappresentate in scala logaritmica
Irpef trend
1980 2000
7 8
9 10
IrpegIres trend
1980 2000
10 11
IVA trend
1980 2000
0.100 0.125
0.150 0.175
Fig.3d: Gettito tributario effettivo e componente di trend
imposte dirette trend
trend + dummies
1980 2000
0.175 0.200
0.225
imposte indirette trend
trend + dummies
1980 2000
0.10 0.15
0.20 0.25
ritenute trend
1980 2000
0.030 0.035
0.040
Irpef trend
1980 2000
0.02 0.03
0.04 0.05
0.06
NB: le serie sono espresse in rapporto a variabili macroeconomiche usate come proxy della base imponibile
IrpegIres trend
trend+dummies
1980 2000
0.09 0.10
0.11 0.12
0.13
IVA trend
1980 2000
0.100 0.125
0.150 0.175
Fig.3e: Gettito tributario depurato delle misure una tantum e componente di trend
imposte dirette trend
trend+dummies
1980 2000
0.175 0.200
0.225
imposte indirette trend
trend+dummies
1980 2000
0.10 0.15
0.20 0.25
ritenute trend
1980 2000
0.030 0.035
0.040
NB: le serie sono rappresentate in rapporto a una proxy della base imponibile
Irpef trend
1980 2000
0.02 0.03
0.04 0.05
0.06
IrepgIres trend
trend+dummies
1980 2000
0.09 0.10
0.11 0.12
0.13
IVA trend
1980 2000
0.075 0.100
0.125 0.150
Fig.3f: Gettito tributario depurato delle misure una tantum e permanenti e componente di trend
imposte dirette trend
trend+dummies
1980 2000
0.200 0.225
0.250 0.275
imposte indirette trend
trend+dummies
1980 2000
0.10 0.15
0.20 0.25
ritenute trend
1980 2000
0.020 0.025
0.030 0.035
NB: le serie sono espresse in rapporto a variabili macroeconomiche usate come proxy della base imponibile
Irpef trend
trend+dummies
1980 1990
2000 0.11
0.12 0.13
IVA trend
1980 1990
2000
0.03 0.04
0.05
IrpegIres trend
trend+dummies
1980 1985
1990 1995
2000 2005
23.5 24.0
24.5 25.0
25.5 26.0
26.5 27.0
27.5
Fig.4: Entrate tributarie corrette e gettito strutturale
in percentuale del PIL
NB: le serie sono corrette per le misure una tantum e gli interventi discrezionali.
gettito tributario trend + intervention dummies
trend
I “Temi” possono essere richiesti a: Banca d’Italia – Servizio Studi di struttura economica e
inanziaria – Divisione Biblioteca e Archivio storico – Via Nazionale, 91 – 00184 Roma – fax 0039 06 47922059. Essi sono disponibili sul sito Internet www.bancaditalia.it.
ELENCO DEI PIÙ RECENTI “TEMI DI DISCUSSIONE” N. 670 – Credit risk and business cycle over different regimes, di Juri Marcucci e Mario
Quagliariello Giugno 2008. N. 671 – Cyclical asymmetry in iscal variables, di Fabrizio Balassone, Maura Francese e
Stefania Zotteri Giugno 2008. N. 672 – Labour market for teachers: Demographic characteristics and allocative
mechanisms , di Gianna Barbieri, Piero Cipollone e Paolo Sestito Giugno 2008.
N. 673 – Output growth volatility and remittances, di Matteo Bugamelli e Francesco Paternò Giugno 2008.
N. 674 – Agglomeration within and between regions: Two econometric based indicators, di Valter Di Giacinto e Marcello Pagnini Giugno 2008.
N. 675 – Service regulation and growth: Evidence from OECD countries, di Guglielmo Barone e Federico Cingano Giugno 2008.
N. 676 – Has globalisation changed the Phillips curve? Firm-level evidence on the effect of activity on prices
, di Eugenio Gaiotti Giugno 2008. N. 677 – Forecasting inlation and tracking monetary policy in the euro area: Does national
information help ? di Riccardo Cristadoro, Fabrizio Venditti e Giuseppe Saporito
Giugno 2008. N. 678 – Monetary policy effects: New evidence from the Italian low of funds, di Riccardo
Bonci e Francesco Columba Giugno 2008. N. 679 – Does the expansion of higher education increase the equality of educational
opportunities? Evidence from Italy , di Massimiliano Bratti, Daniele Checchi e
Guido de Blasio Giugno 2008. N. 680 – Family succession and irm performance: Evidence from Italian family irms, di
Marco Cucculelli e Giacinto Micucci Giugno 2008. N. 681 – Short-term interest rate futures as monetary policy forecasts, di Giuseppe Ferrero e
Andrea Nobili Giugno 2008. N. 682 – Vertical specialisation in Europe: Evidence from the import content of exports, di
Emanuele Breda, Rita Cappariello e Roberta Zizza Agosto 2008. N. 683 – A likelihood-based analysis for relaxing the exclusion restriction in randomized
experiments with imperfect compliance , di Andrea Mercatanti Agosto 2008.
N. 684 – Balancing work and family in Italy: New mothers employment decisions after childbirth,
di Piero Casadio, Martina Lo Conte e Andrea Neri Agosto 2008. N. 685 – Temporal aggregation of univariate and multivariate time series models: A survey,
di Andrea Silvestrini e David Veredas Agosto 2008. N. 686 – Exploring agent-based methods for the analysis of payment systems: A crisis
model for StarLogo TNG , di Luca Arciero, Claudia Biancotti, Leandro DAurizio e
Claudio Impenna Agosto 2008. N. 687 – The labor market impact of immigration in Western Germany in the 1990s, di
Francesco DAmuri, Gianmarco I. P. Ottaviano e Giovanni Peri Agosto 2008. N. 688 – Agglomeration and growth: the effects of commuting costs, di Antonio Accetturo
Settembre 2008. N. 689 – A beta based framework for lower bond risk premia, di Stefano Nobili e Gerardo
Palazzo Settembre 2008. N. 690 – Nonlinearities in the dynamics of the euro area demand for M1, di Alessandro
Calza e Andrea Zaghini Settembre 2008. N. 691 – Educational choices and the selection process before and after compulsory
schooling , di Sauro Mocetti Settembre 2008.
N. 692 – Investors’ risk attitude and risky behavior: a Bayesian approach with imperfect information
, di Stefano Iezzi Settembre 2008. N. 693 – Competing inluence, di Enrico Sette Settembre 2008.
PUBBLICAZIONE ESTERNA DI LAVORI APPARSI NEI TEMI
2006 F. B
USETTI
, Tests of seasonal integration and cointegration in multivariate unobserved component models
, Journal of Applied Econometrics, Vol. 21, 4, pp. 419-438, TD No. 476 giugno 2003.
C. B
IANCOTTI
, A polarization of inequality? The distribution of national Gini coefficients 1970-1996,
Journal of Economic Inequality, Vol. 4, 1, pp. 1-32, TD No. 487 marzo 2004.
L. C
ANNARI
e S. C
HIRI
, La bilancia dei pagamenti di parte corrente Nord-Sud 1998-2000, in L. Cannari, F. Panetta a cura di, Il sistema finanziario e il Mezzogiorno: squilibri strutturali e divari
finanziari, Bari, Cacucci, TD No. 490 marzo 2004.
M. B
OFONDI
e G.
G
OBBI
, Information barriers to entry into credit markets,
Review of Finance, Vol. 10, 1,
pp. 39-67, TD No
.
509 luglio 2004.
W. F
UCHS
e L
IPPI
F., Monetary union with voluntary participation, Review of Economic Studies, Vol. 73,
pp. 437-457 TD No. 512 luglio 2004.
E. G
AIOTTI
e A. S
ECCHI
, Is there a cost channel of monetary transmission? An investigation into the pricing behaviour of 2000 firms
, Journal of Money, Credit and Banking, Vol. 38, 8, pp. 2013-2038
TD No. 525 dicembre 2004
. A. B
RANDOLINI
, P.
C
IPOLLONE
e E.
V
IVIANO
, Does the ILO definition capture all unemployment?, Journal
of the European Economic Association, Vol. 4, 1, pp. 153-179, TD No. 529 dicembre 2004.
A. B
RANDOLINI
, L.
C
ANNARI
, G.
D’A
LESSIO
e I.
F
AIELLA
, Household wealth distribution in Italy in the 1990s,
in E. N. Wolff a cura di International Perspectives on Household Wealth, Cheltenham,
Edward Elgar, TD No. 530 dicembre 2004.
P. D
EL
G
IOVANE
e R. S
ABBATINI
, Perceived and measured inflation after the launch of the Euro: Explaining the gap in Italy
, Giornale degli economisti e annali di economia, Vol. 65, 2, pp. 155-
192, TD No. 532 dicembre 2004.